"Iya, Tante. Selama saya kenal dengan Tuan Antoni, dia belum pernah mengenalkan saya pada keluarganya.""Menunggu waktu yang tepat saja, " kata Tante Meri sambil melangkah menuju ruang UGD. Angela mengangguk. Ia menunggu di luar. Kesempatan itu ia gunakan untuk menghubungi Olla dan menjawab beberapa pesan yang masuk sejak tadi di ponselnya.Tidak lama, terlihat Pak Kardiman keluar sendirian. Ia menghampiri Angela lalu duduk di sebelahnya. "Maafkan saya, Nona," kata Pak Kardiman yang memunculkan pertanyaan di benak Angela. "Maaf untuk apa, Pak?" "Untuk semua yang saya lakukan yang berakibat buruk pada Nona. Orang kecil seperti saya lebih sering tidak punya pilihan selain patuh.""Selama ini Bapak sudah sangat baik pada saya." Angela mengusap bahu pria yang wajahnya terlihat sangat lelah. "Sebenarnya saya tahu banyak tentang Nona Lula. Ibunya dan saya berteman sejak lama. Dulu ia bekerja pada Tuan Gerald sebagai asisten rumah tangga.""Jadi, apa yang dikatakan Lula tentang ibunya t
Angela tidak begitu peduli dengan semua celoteh Rachel. Baginya yang terpenting adalah anggota keluarga inti memberikan restu. Itu sudah sangat cukup. "Sekarang ceritakan padaku bagaimana seorang Antoni Hakim bisa masuk ke dalam lingkaran rencana jahat Lula?" tanya Angela, duduk manis di tepi tempat tidur memandangi wajah tampan kekasihnya. "Pak Kardiman. Dia menceritakan hal menyedihkan tentang keluarganya yang mati karena perbuatan ibunya Lula.""Kok bisa?""Dulu saudara perempuan Pak Kardiman bekerja pada Tuan Gerald, sama seperti ibunya Lula. Dia tidak sengaja mendengar pembicaraan ibunya Lula dan seseorang. Intinya ibunya Lula ingin menjadi nyonya rumah dengan menyingkirkan istri Tuan Gerald, mamanya Miranda.""Tapi tidak berhasil karena saudaranya Pak Kardiman membocorkannya pada Tuan Gerald.""Kurang lebih seperti itu.""Lalu kematian saudara Pak Kardiman bagaimana ceritanya?""Menurut orang yang mengerti. Kematian mendadak saudara Pak Kardiman karena kena santet.""Ibunya Lu
Perempuan tersebut lalu menjambak rambut Angela sekuat tenaga. Angela mendorong tubuh perempuan itu menggunakan kedua kakinya. Sementara tangannya menahan tangan perempuan tersebut yang tidak mau melepaskan cengkerama di kepala Angela. "Gumawang! Tolong!" Angela berteriak sekuatnya. Namun perempuan itu tidak peduli dan Gumawang pun tidak memunculkan diri. "Aduh!" Angela merasa kepalanya membentur sesuatu. Ia memegang kepalanya menahan sakit. Mata Angela menyipit, mengerjap beberapa kali untuk memastikan keberadaan dirinya. Ia sudah tergeletak di lantai rumah sakit tepat di samping tempat tidur khusus penunggu pasien. Ia terjatuh karena mimpi yang baru saja dialaminya. Mimpi itu seperti nyata. Perempuan yang berusaha menyakitinya pun seakan ingin menyampaikan sesuatu. Aura dendam pada diri perempuan tersebut sangat terasa. Namun, ia belum menyebutkan nama. Angela teringat anting yang ia temukan sebelum pergi tidur. Jangan-jangan perempuan itu memiliki hubungan dengan anting terse
Namun, begitu ia memutar kepalanya ke depan, semua kesan itu hilang. Wajahnya nyaris hancur. Satu bola matanya hilang, sedangkan satunya lagi hampir terlepas. Sangat sulit dikenali siapa sosok tersebut. Tetapi dari semua yang mengerikan itu, anting di sebelah telinganya sama persis dengan anting yang ada pada Angela. Angela mengambil anting tersebut dari saku jaketnya. "Apa ini yang kau cari?"Perempuan itu menunduk dengan cepat. Bunyi tulang patah terdengar sangat jelas. Angela bergidik mendengar suara tersebut. Kemudian tiba-tiba ia menghempaskan tubuhnya hingga tertelungkup dengan ujung kepalanya di depan kaki Angela. Angela refleks bergerak mundur. Namun terlambat. Tangan perempuan itu sudah memegang pergelangan kakinya. "Lepaskan!" jerit Angela menggerak-gerakkan kakinya agar tangan perempuan tersebut terlepas. Namun, tidak juga bisa.Angela pasrah, memejamkan mata. Memanggil Gumawang pun tidak ada jawaban. Mungkin dia merajuk setelah berbicara tentang Antoni tadi. Rasa din
Angela memilih berdiri agak jauh dari pemotor lainnya. Bukan tanpa alasan, orang-orang yang berteduh hampir semuanya laki-laki. Sebuah sepeda motor tiba-tiba berhenti di depannya. Tanpa dosa mengibas-ibaskan tangan tangan yang basah dan mengenai wajah Angela. "Hati-hati dong, Mas. Jangan sembarangan seperti itu. Saya manusia bukan patung!" Beberapa orang langsung menoleh ke arah Angela. Ternyata suaranya masih terdengar di antara derasnya hujan. Lelaki itu membuka helm-nya. Giliran Angela yang terkejut. "Angela!" Lelaki itu pun tampak terkejut. Angela hanya diam. Ia bahkan membuang pandang ke arah lain. Bertemu Budiman benar-benar bukan sesuatu yang ia harapkan. Terlebih di saat ia tidak bisa menghindar seperti sekarang ini. Sikap Angela yang tak acuh, sepertinya tidak berpengaruh pada Budiman. Ia berdiri santai di samping Angela."Dunia ini hanya selebar daun teratai. Tidak bertemu di sana, bisa bertemu di sini," kata Budiman tanpa menyebut Angela. Hati Angela jadi tidak tena
"Kalau sudah ketemu mau apa?""Mau nanya soal perempuan itu pastinya. Supaya dia tidak mengganggu tidurku terus.""Aku tidak kenal dekat dengan Steve. Hanya kenal begitu saja. Bertemu pun di acara-acara tertentu saja.""Kira-kira kapan ada acara lagi, Kim?""Acara tahunan pertengahan tahun depan. Masih lama.""Susah juga kalau begitu. Nanti sajalah dipikirkan. Yang terpenting kata dokter Surya, Kim sudah boleh pulang hari ini." Angela memeluk Antoni dari samping. Wajahnya semringah, bahagia. "Tapi Pak Kardiman mungkin masih beberapa hari lagi.""Seperti dugaanku sebelumnya, Pak Kardiman ada masalah di jantungnya. Harus segera dicek apakah ada sumbatan di pembuluh darahnya. Sementara pakai sopir lain dulu. Keluarga Kim pasti banyak sopirnya, iya, kan?" Angela turun dari tempat tidur, mengambil cangkir bekas minum tehnya pagi tadi. "Yang menjemput nanti sopir kantor. Kita pulang berdua saja. Tante Meri tidak bisa karena ada urusan. Begitulah keluargaku, semenjak aku tidak punya orang
Angela geram mendengar penuturan Joana. "Adil? Adil dari sudut pandangmu, bukan sudut pandang Avanti. Pelakor di mana-mana akan terus salah di mata istri sah. Jadi jangan membela diri. Apalagi kau sudah jelas-jelas tahu si Steve itu suami orang. Harusnya kau menjauhlah!""Steve laki-laki kaya, tampan dan punya kekuasaan di perusahaan. Menjadi pacarnya tentu pergerakanku akan mudah dan mulus. Aku tidak perlu bekerja keras, uang mengalir di rekening kapanpun aku minta. Terlalu bodoh kalau aku menyia-nyiakan kesempatan itu." Sepertinya tangis Joana yang tadi tak lebih dari sebuah kebohongan yang sengaja ia lakukan untuk membuat Angela bersimpati. Semasa hidupnya mungkin hal ini sudah biasa dilakukannya. Angela tidak begitu menggubris ocehan Joana selama perjalanan menuju ke rumahnya. Ia berkonsentrasi ke depan agar selamat sampai tujuan.Tiba di rumah, terlihat dua orang laki-laki di teras. Satu berdiri dan satunya lagi duduk di kursi. Angela belum pernah melihat keduanya sebelum ini.
"Suaminya sudah lama tidak peduli pada Rosaline. Lelaki itu sangat menginginkan anak laki-laki. Dia sudah menikah lagi secara diam-diam. Rosaline tahu tapi memilih untuk diam dan menerima. Entah terbuat dari apa hatinya." Perempuan itu menyeka air matanya."Sungguh luar biasa hati Kak Rosaline.""Bukan lagi. Dia tidak pernah menyusahkan walaupun dia sendiri sebenarnya membutuhkan bantuan. Menjadi anak sulung tentu tanggung jawab di pundaknya tidaklah ringan. Dia yatim piatu sejak belasan tahun lalu. Riko dan Simon adik-adik yang dia besarkan dengan kedua tangannya sendiri. Mereka menjadi anak-anak yang berhasil. Usaha kuliner peninggalan orang tua mereka bisa dikelola dengan baik oleh Rosaline." Wanita itu menjelaskan panjang lebar."Maaf, Ibu sendiri siapanya Kak Rosaline?" tanya Angela menutup resleting tasnya. "Saya tantenya Rosaline. Kami tiga bersaudara. Dua telah berpulang, tinggal saya yang masih ada. Panggil saja saya Tante Mar.""Saya Angela, Tante." "Kerjamu bagus Angela.