Home / Horor / ANGELA (Sang Perias Jenazah) / Mulai Terlihat Titik Terang

Share

Mulai Terlihat Titik Terang

Author: Enno Ramelan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Angela memilih berdiri agak jauh dari pemotor lainnya. Bukan tanpa alasan, orang-orang yang berteduh hampir semuanya laki-laki.

Sebuah sepeda motor tiba-tiba berhenti di depannya. Tanpa dosa mengibas-ibaskan tangan tangan yang basah dan mengenai wajah Angela.

"Hati-hati dong, Mas. Jangan sembarangan seperti itu. Saya manusia bukan patung!"

Beberapa orang langsung menoleh ke arah Angela. Ternyata suaranya masih terdengar di antara derasnya hujan.

Lelaki itu membuka helm-nya. Giliran Angela yang terkejut.

"Angela!" Lelaki itu pun tampak terkejut.

Angela hanya diam. Ia bahkan membuang pandang ke arah lain. Bertemu Budiman benar-benar bukan sesuatu yang ia harapkan. Terlebih di saat ia tidak bisa menghindar seperti sekarang ini.

Sikap Angela yang tak acuh, sepertinya tidak berpengaruh pada Budiman. Ia berdiri santai di samping Angela.

"Dunia ini hanya selebar daun teratai. Tidak bertemu di sana, bisa bertemu di sini," kata Budiman tanpa menyebut Angela.

Hati Angela jadi tidak tena
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Steve Menda

    "Kalau sudah ketemu mau apa?""Mau nanya soal perempuan itu pastinya. Supaya dia tidak mengganggu tidurku terus.""Aku tidak kenal dekat dengan Steve. Hanya kenal begitu saja. Bertemu pun di acara-acara tertentu saja.""Kira-kira kapan ada acara lagi, Kim?""Acara tahunan pertengahan tahun depan. Masih lama.""Susah juga kalau begitu. Nanti sajalah dipikirkan. Yang terpenting kata dokter Surya, Kim sudah boleh pulang hari ini." Angela memeluk Antoni dari samping. Wajahnya semringah, bahagia. "Tapi Pak Kardiman mungkin masih beberapa hari lagi.""Seperti dugaanku sebelumnya, Pak Kardiman ada masalah di jantungnya. Harus segera dicek apakah ada sumbatan di pembuluh darahnya. Sementara pakai sopir lain dulu. Keluarga Kim pasti banyak sopirnya, iya, kan?" Angela turun dari tempat tidur, mengambil cangkir bekas minum tehnya pagi tadi. "Yang menjemput nanti sopir kantor. Kita pulang berdua saja. Tante Meri tidak bisa karena ada urusan. Begitulah keluargaku, semenjak aku tidak punya orang

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Joana

    Angela geram mendengar penuturan Joana. "Adil? Adil dari sudut pandangmu, bukan sudut pandang Avanti. Pelakor di mana-mana akan terus salah di mata istri sah. Jadi jangan membela diri. Apalagi kau sudah jelas-jelas tahu si Steve itu suami orang. Harusnya kau menjauhlah!""Steve laki-laki kaya, tampan dan punya kekuasaan di perusahaan. Menjadi pacarnya tentu pergerakanku akan mudah dan mulus. Aku tidak perlu bekerja keras, uang mengalir di rekening kapanpun aku minta. Terlalu bodoh kalau aku menyia-nyiakan kesempatan itu." Sepertinya tangis Joana yang tadi tak lebih dari sebuah kebohongan yang sengaja ia lakukan untuk membuat Angela bersimpati. Semasa hidupnya mungkin hal ini sudah biasa dilakukannya. Angela tidak begitu menggubris ocehan Joana selama perjalanan menuju ke rumahnya. Ia berkonsentrasi ke depan agar selamat sampai tujuan.Tiba di rumah, terlihat dua orang laki-laki di teras. Satu berdiri dan satunya lagi duduk di kursi. Angela belum pernah melihat keduanya sebelum ini.

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Kerabat Steve Menda

    "Suaminya sudah lama tidak peduli pada Rosaline. Lelaki itu sangat menginginkan anak laki-laki. Dia sudah menikah lagi secara diam-diam. Rosaline tahu tapi memilih untuk diam dan menerima. Entah terbuat dari apa hatinya." Perempuan itu menyeka air matanya."Sungguh luar biasa hati Kak Rosaline.""Bukan lagi. Dia tidak pernah menyusahkan walaupun dia sendiri sebenarnya membutuhkan bantuan. Menjadi anak sulung tentu tanggung jawab di pundaknya tidaklah ringan. Dia yatim piatu sejak belasan tahun lalu. Riko dan Simon adik-adik yang dia besarkan dengan kedua tangannya sendiri. Mereka menjadi anak-anak yang berhasil. Usaha kuliner peninggalan orang tua mereka bisa dikelola dengan baik oleh Rosaline." Wanita itu menjelaskan panjang lebar."Maaf, Ibu sendiri siapanya Kak Rosaline?" tanya Angela menutup resleting tasnya. "Saya tantenya Rosaline. Kami tiga bersaudara. Dua telah berpulang, tinggal saya yang masih ada. Panggil saja saya Tante Mar.""Saya Angela, Tante." "Kerjamu bagus Angela.

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Korban Cinta Steve Menda

    "Kalau perempuan itu sepertimu, aku akan belajar menerima perjodohan ini. Tapi dia sangat berbeda. Belum apa-apa dia sudah berani menyuruhku begini begitu. Dan parahnya lagi, tiap hari dia menemuiku."Angela tertawa. "Cinta mati dia samamu. Terima sajalah. Kata orang lebih baik dicintai daripada mencintai setengah mati. Kalau sudah terbiasa, siapa tahu tumbuh juga cinta di hatimu, Wang.""Tidak semudah itu, An. Rasanya aku tidak akan pernah cinta padanya.""Coba kau bawa dia ke sini. Ngobrol denganku, siapa tahu pikirannya bisa terbuka.""Aku ke sini saja diam-diam. Untung saja aku bisa membuat kabut penutup di batas portal duniamu dan bunian. Kalau tidak dia bisa ke sini dan kau diajaknya berkelahi. Sebentar lagi kabut itu akan menghilang dan aku harus cepat kembali.""Genting banget sepertinya urusanmu ini, Wang.""Menjadi anak raja bunian memang tidak mudah. Aku ke sini hanya untuk memastikan kau baik-baik saja. Cepat habiskan makanmu. Sebentar lagi Pak Topan menelpon.""Jadi kau i

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Aileen Mengaku

    Angela kembali melihat ke arah Joana. Ia mengerutkan dahi. Pertanyaan Joana terlalu berani."Jo …." Angela mendelik. "Iya, iya, sorry ….""Tidak apa, aku memang sudah pernah tidur dengannya. Sesuatu yang sangat kusesali sekarang. Aku memang bodoh." Aileen menunduk lesu. "Apa kubilang, tidak mungkin kau mati tanpa ada apa-apa dengan Steve.""Kau juga tidak lebih baik dari Aileen. Kita semua pernah melakukan kesalahan, kadang semesta memberikan waktu untuk kita menyadarinya sebelum mati tapi tidak jarang waktunya datang justru setelah kita mati. Dan semuanya menjadi terlambat.""Iya, An. Maaf Aileen kalau ucapanku kurang pantas."Aileen hanya mengangguk."Jadi, sekarang sudah clear, ya. Steve Menda adalah pacar kalian berdua, dan kalian mati karena istrinya. Terima kasih banyak Aileen. Apa masih ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Angela menyudahi sapuan kuasnya. Aileen menggeleng. Namun, wajahnya berubah sendu. Mungkin masih ada sesuatu yang mengganggu pikirannya tetapi enggan ia m

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Terikat Janji

    Tawa Angela rasanya mau meledak. Melihat drama kerajaan di depan matanya. Betapa Gumawang harus menahan sikap dan perasaannya di depan calon istrinya. Salah sedikit saja si Tuan Putri akan mengadu pada ayahnya. Bisa panjang urusannya."Baguslah kalau begitu. Kau sudah mengerti posisimu. Gumawang sudah terikat denganku. Kau tidak bisa menginginkannya hadir di tiap waktu saat kau butuh dia.""Jangan khawatir. Aku sudah biasa melakukan apa pun sendiri. Selama ini aku juga bukan aku yang meminta-minta agar Gumawang selalu ada. Tapi perlu Anda tahu Tuan Putri, Gumawang sudah memberiku selembar daun yang kutahu itu semacam tanda perjanjian yang tidak bisa dibatalkan," kata Angela sengaja menyinggung tentang daun yang pernah diberikan Gumawang. Ia ingin tahu seperti apa reaksi Dahlia. Olla pernah mengatakan siapa pun orang bunian yang memberikan daun kering bergerigi pada manusia artinya ia telah menyerahkan hidupnya untuk menjaga dan mengabdi pada manusia tersebut. "Daun Bhanurasmi?" Dahl

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Perempuan Tercinta

    "Kecenderungan itu memang iya, tapi tidak untuk sebagian laki-laki. Kau itu berhati lembut, mandiri, tidak suka merepotkan orang lain, dan kuat. Dalam artian, pada situasi apa pun mampu mengafirmasi diri untuk tetap bertahan.""Kalau masalah bertahan itu bukan lebih ke afirmasi, tapi lebih ke terpaksa karena gak punya pilihan, Kim," Angela tertawa. "Orang-orang yang punya privilege pasti jarang mengalami masa tidak punya pilihan seperti aku ini."Kim sekarang yang tertawa. "Menyindirku?" Angela hanya tersenyum lebar. Ia mengangsurkan satu cangkir teh hijau ke depan kursi di seberang meja. Pria itu pun menarik kursi tersebut lalu duduk berhadapan dengan Angela. Aroma teh hijau merambat memenuhi ruangan. "Mau sarapan apa, An?""Kim maunya apa?'"Bagaimana kalau mi instan saja."Mata Angela membulat. "Jauh-jauh ke sini cuma sarapan mi instan? Apa tidak ada pilihan lain?" "Aku ingin kamu yang memasaknya, An. Masakan chef hotel tidak seistimewa chef pribadi." Antoni mengerling manja pad

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Lelaki dan Masalahnya

    "Dia mendapat nomor saya dari teman lama kami. Dia sempat menikah dua kali dan semua berakhir dengan perceraian. Ternyata selama ini dia terus mencari tahu tentang keberadaan saya.""Pasti di dalam hatinya ada ruang yang hanya terisi oleh cintanya pada Bapak. Tidak bisa tergantikan.""Saya pun tidak pernah bisa melupakan Irah. Karena itulah saya memilih bekerja tanpa henti agar tidak terkenang akan dirinya.""Mulai sekarang Bapak harus memikirkan diri sendiri. Memikirkan kebahagiaan Bapak. Mumpung masih ada waktu, ajak Bu Sumirah menikah. Jangan sampai menyesal kedua kali.""Saya belum memikirkan hal itu, Nona.""Mulai detik ini, sudah bisa Bapak pikirkan. Jangan mencemaskan Tuan Antoni, ada saya yang akan menjaganya."Pak Kardiman menghela napas. Tatapannya menerawang ke arah langit-langit kamar. Sepertinya masih banyak keraguan di dalam dirinya. Butuh lebih banyak waktu untuk memikirkan keputusan yang tepat. Pemasangan stent jantung Pak Kardiman telah dilakukan. Namun, dibutuhkan w

Latest chapter

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Bersatu Dalam Ikatan Suci

    "Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Wuri Membawa Tubuh Antoni

    Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Berdua Menunggu Mati

    "Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Disangka

    Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Tidak Seperti Rencana

    "Tidak ada apa-apa, kan, Win. Sepertinya kau ini berhalusinasi," kata Erik. Cahaya ponselnya bergerak ke kandang di mana Angela dan Antoni berada. Nasib baik lagi-lagi berpihak pada mereka. Erik hanya menyorot sekilas di bagian dinding saja. "Di sini juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar aku hanya berhalusinasi efek tidak jadi minum-minum di bar." Edwin terkekeh. "Nah! Betul itu."Mereka kembali ke tempat semula. Berdiri mengawasi di belakang mobil Alena. "Hampir saja, An." Antoni menyingkirkan jerami yang menutupi tubuhnya."Tuhan menyelamatkan kita lagi dan semoga terus seperti itu," bisik Angela. Ia sangat berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Antoni melihat ke layar ponselnya. "Jaringan masih ada walaupun hilang timbul. Aku harus mengirim pesan pada Andreas. Kalau misal terjadi hal buruk pada kita, dia tahu kemana harus mencari.""Kim pernah bilang sendiri, ucapkan yang baik-baik saja.""Berjaga-jaga untuk situasi terburuk juga perlu, An. Kalau kita benar-benar

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Mereka Datang ke Istal

    "Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Terjebak Sementara

    "Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Belum Menemukan Jawaban

    "Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met

  • ANGELA (Sang Perias Jenazah)   Ditemukan

    Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela

DMCA.com Protection Status