Angela kembali melihat ke arah Joana. Ia mengerutkan dahi. Pertanyaan Joana terlalu berani."Jo …." Angela mendelik. "Iya, iya, sorry ….""Tidak apa, aku memang sudah pernah tidur dengannya. Sesuatu yang sangat kusesali sekarang. Aku memang bodoh." Aileen menunduk lesu. "Apa kubilang, tidak mungkin kau mati tanpa ada apa-apa dengan Steve.""Kau juga tidak lebih baik dari Aileen. Kita semua pernah melakukan kesalahan, kadang semesta memberikan waktu untuk kita menyadarinya sebelum mati tapi tidak jarang waktunya datang justru setelah kita mati. Dan semuanya menjadi terlambat.""Iya, An. Maaf Aileen kalau ucapanku kurang pantas."Aileen hanya mengangguk."Jadi, sekarang sudah clear, ya. Steve Menda adalah pacar kalian berdua, dan kalian mati karena istrinya. Terima kasih banyak Aileen. Apa masih ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Angela menyudahi sapuan kuasnya. Aileen menggeleng. Namun, wajahnya berubah sendu. Mungkin masih ada sesuatu yang mengganggu pikirannya tetapi enggan ia m
Tawa Angela rasanya mau meledak. Melihat drama kerajaan di depan matanya. Betapa Gumawang harus menahan sikap dan perasaannya di depan calon istrinya. Salah sedikit saja si Tuan Putri akan mengadu pada ayahnya. Bisa panjang urusannya."Baguslah kalau begitu. Kau sudah mengerti posisimu. Gumawang sudah terikat denganku. Kau tidak bisa menginginkannya hadir di tiap waktu saat kau butuh dia.""Jangan khawatir. Aku sudah biasa melakukan apa pun sendiri. Selama ini aku juga bukan aku yang meminta-minta agar Gumawang selalu ada. Tapi perlu Anda tahu Tuan Putri, Gumawang sudah memberiku selembar daun yang kutahu itu semacam tanda perjanjian yang tidak bisa dibatalkan," kata Angela sengaja menyinggung tentang daun yang pernah diberikan Gumawang. Ia ingin tahu seperti apa reaksi Dahlia. Olla pernah mengatakan siapa pun orang bunian yang memberikan daun kering bergerigi pada manusia artinya ia telah menyerahkan hidupnya untuk menjaga dan mengabdi pada manusia tersebut. "Daun Bhanurasmi?" Dahl
"Kecenderungan itu memang iya, tapi tidak untuk sebagian laki-laki. Kau itu berhati lembut, mandiri, tidak suka merepotkan orang lain, dan kuat. Dalam artian, pada situasi apa pun mampu mengafirmasi diri untuk tetap bertahan.""Kalau masalah bertahan itu bukan lebih ke afirmasi, tapi lebih ke terpaksa karena gak punya pilihan, Kim," Angela tertawa. "Orang-orang yang punya privilege pasti jarang mengalami masa tidak punya pilihan seperti aku ini."Kim sekarang yang tertawa. "Menyindirku?" Angela hanya tersenyum lebar. Ia mengangsurkan satu cangkir teh hijau ke depan kursi di seberang meja. Pria itu pun menarik kursi tersebut lalu duduk berhadapan dengan Angela. Aroma teh hijau merambat memenuhi ruangan. "Mau sarapan apa, An?""Kim maunya apa?'"Bagaimana kalau mi instan saja."Mata Angela membulat. "Jauh-jauh ke sini cuma sarapan mi instan? Apa tidak ada pilihan lain?" "Aku ingin kamu yang memasaknya, An. Masakan chef hotel tidak seistimewa chef pribadi." Antoni mengerling manja pad
"Dia mendapat nomor saya dari teman lama kami. Dia sempat menikah dua kali dan semua berakhir dengan perceraian. Ternyata selama ini dia terus mencari tahu tentang keberadaan saya.""Pasti di dalam hatinya ada ruang yang hanya terisi oleh cintanya pada Bapak. Tidak bisa tergantikan.""Saya pun tidak pernah bisa melupakan Irah. Karena itulah saya memilih bekerja tanpa henti agar tidak terkenang akan dirinya.""Mulai sekarang Bapak harus memikirkan diri sendiri. Memikirkan kebahagiaan Bapak. Mumpung masih ada waktu, ajak Bu Sumirah menikah. Jangan sampai menyesal kedua kali.""Saya belum memikirkan hal itu, Nona.""Mulai detik ini, sudah bisa Bapak pikirkan. Jangan mencemaskan Tuan Antoni, ada saya yang akan menjaganya."Pak Kardiman menghela napas. Tatapannya menerawang ke arah langit-langit kamar. Sepertinya masih banyak keraguan di dalam dirinya. Butuh lebih banyak waktu untuk memikirkan keputusan yang tepat. Pemasangan stent jantung Pak Kardiman telah dilakukan. Namun, dibutuhkan w
Angela lekas membereskan peralatan make-upnya. Ia tidak ingin berada di ruangan ini lebih lama. Setelah selesai dan Tenny sudah melihat hasilnya, Angela tidak menceritakan apa yang dialaminya pada putri sang jenazah. Ia tidak yakin putrinya tersebut akan percaya. Ia memilih bercerita dengan Kayla di parkiran."Pak Syam maksudmu?" tanya Kayla terkejut. "Lelaki itu tidak menyebutkan nama. Yang bisa aku pastikan dia itu suaminya. Apa dia lelaki yang tinggal sendirian waktu aku sering main ke gang ini?""Iya, Pak Syam. Dia suaminya Ibu Sandra. Sudah lebih dari sepuluh tahun lalu meninggal. Kata orang-orang sini dia bunuh diri. Tubuhnya ditemukan sudah membusuk di atas tempat tidurnya. Tapi entahlah, apa benar bunuh diri atau tidak. Dia sangat tertutup semenjak istri dan anaknya pergi.""Dia mengatakan bahwa istrinya telah memfitnah dirinya. Padahal dia tidak pernah melakukan apa pun yang buruk terhadap istri dan anaknya.""Aku memang pernah mendengar dari ibuku, kalau Pak Syam sering me
Angela menyambar tasnya lalu keluar kamar tanpa menutup pintu. Ia akan membalas dengan cara yang anggun dan elegan. Lihat saja."Kim, aku akan datang sedikit terlambat. Baju yang disediakan Windy tidak cocok. Aku pakai bajuku sendiri saja. Kirim mobil untuk menjemputku di salon yang waktu itu. Sekretaris Kim jahat. Tapi tolong Kim berpura-pura saja percaya dengan semua yang dia katakan. Sepertinya dia menyukai, Kim," beber Angela di telepon. "Pantas saja dia tidak mau mengangkat telponmu tadi," kata Antoni tertawa kecil."Kalau Kim suka dengan dia tidak apa juga," goda Angela. "Memangnya boleh?""Boleh. Kalau Kim mau.""Kalau tidak boleh, bilang dong tidak boleh. Masa tidak ada perjuangan sama sekali untuk mempertahankan calon suami," Antoni balik menggoda. "Awas, ya. Nanti aku balas sampe gak bisa napas!" Angela menahan ketawanya. "Aku tunggu pembalasanmu sayangku."Mereka tertawa bersama sebelum sambungan telepon masing-masing diputuskan. Sembari menunggu hujan sedikit reda, An
Angela menyimpan ponselnya. Ia mencoba bersikap setenang mungkin. Lelaki yang berada di sebelahnya adalah Steve Menda. Orang yang paling ingin Joana ajak bicara. Sayangnya perempuan hantu itu tidak berada di sini sekarang. "Rasa-rasanya saya pernah melihat Nona. Tapi saya lupa-lupa ingat. Apakah Nona yang merias jenazah Aline?" tanya Steve tanpa berkedip."Iya, memang saya yang merias jenazah Nyonya Rosaline. Ternyata ingatan Anda sangat kuat Tuan.""Jangan panggil saya Tuan. Kesannya saya sudah tua. Panggil saja saya, Steve. CEO Delta Kencana." Pria tersebut mengulurkan tangan, sedikit ragu Angela menyambut uluran tangan itu dan buru-buru melepaskannya. "Saya Angela," kata Angela pendek dan datar. "Cantik seperti namanya."Angela hanya tersenyum kecil. Ia mulai merasa tidak nyaman dengan keberadaan pria itu di dekatnya. Pandangan mata dan senyum yang terkesan nakal membuat Angela ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu."Antoni tega meninggalkan kamu sendiri seperti ini. Seharusn
"Mungkin begitu. Aku tidak mau menanggapinya. Semakin aku terlihat marah dia pasti semakin suka. Tapi aku tidak bisa tidak marah kalau menyangkut dirimu, An. Tadi saja ingin sekali kutinju mulutnya tapi aku masih menahan diri. Situasinya tidak memungkinkan.""Aku sudah senang kita langsung pulang. Sekarang aku sudah tidak sedih lagi. Jadi sedikit tahu seperti apa Steve Menda. Namun, ada dua hal yang masih jadi pertanyaanku, Kim.""Apa itu?" Kim menoleh cepat ke arah Angela. "Kalau dia cinta pada istrinya, kenapa suka main gila dengan gadis-gadis muda yang bekerja di perusahaannya? Kenapa pula dengan istrinya, setiap perempuan yang dekat dengan suaminya selalu diselidiki bahkan dihabisi. Bukan kah cintanya tidak sebesar cinta Steve padanya?""Kau pasti bisa menemukan jawabannya nanti. Sekarang kita nikmati saja malam ini di sini. Hanya kita tanpa pikiran-pikiran yang mengganggu."Antoni menggamit bahu Angela, kemudian mengarahkannya mendekat ke bahunya. Angela merasa sangat aman dan
"Kau di sini saja menemani Angela. Aku akan menelepon Pak Andreas. Semoga ada kabar baik juga dari Gumawang dan Dahlia," kata Olla seraya meninggalkan kamar tidurnya. Olla mondar-mandir di balkon. Matanya sesekali mengarah pada langit yang kelam. Bintang tidak satu pim terlihat menggantung di atap dunia yang gelap itu. Andreas belum juga meneleponnya setelah beberapa kali missed call. Hampir saja ia ketiduran di kursi ketika akhirnya Andreas menelepon. Kabar baik yang diharapkan benar-benar terdengar dari seberang telepon. "Nanti saja cerita panjangnya, Pak. Yang penting sudah pasti bahwa Tuan Antoni selamat. Kalau Angela sudah bangun saya akan membawanya ke rumah sakit," kata Olla. Ia menghela napas lega. Rasanya tidak sabar untuk menyampaikan kabar baik ini pada Angela dan Joana. "Jo, Tuan Antoni selamat. Ia ditemukan di pinggir sumur dengan keadaan lemas. Ajaibnya tidak banyak air masuk ke paru-parunya. Sekarang sudah berada di rumah sakit," ucap Olla pada Joana yang masih tergu
Angela memegangi lehernya sambil mengatur napas. Ia tidak memperhatikan makhluk itu maupun Antoni. Begitu ia mengangkat kepalanya mereka sudah tidak ada. "Kim! Kim!" Angela berteriak sekuat tenaga. Ia menyusul ke bibir sumur. Melihat ke dalam tetapi tanda-tanda keberadaan mereka tidak terlihat. Di sana masih mengambang mayat yang sama seperti yang dilihatnya bersama Antoni. Perasaan Angela hancur, ledakan tangisnya tidak bisa membawa Antoni kembali ke sisinya. Logikanya lenyap seketika. Tanpa berpikir panjang, ia menceburkan dirinya mengikuti Antoni ke dalam sumur. "Angela jangan gila!" Dahlia memegangi kedua pundak Angela lalu menariknya hingga terlempar membentur dinding. "Diam kau di situ! Kau kira kami tidak membantumu. Apa kau tahu, tidak mudah menembus ke ruangan ini." Dahlia berjongkok di depan Angela. "Jadi tolong jangan bertindak bodoh!"Angela menunduk. Air matanya luruh, menetes ke atas jerami yang berserakan. "Maafkan, aku. Aku tidak siap untuk keadaan ini, apalagi haru
"Misalnya?" Angela menggeser duduknya ke depan Antoni. "Hei," bisiknya, menyentuh pundak Angela dan sedikit menggeser tubuhnya semakin dekat. "Apa kau tahu, kau sama sekali tidak lemah. Ketika kau meludahi Steve, aku merasa sangat bangga padamu." Senyumnya merekah ketika ia menangkup pundak Angela. Mereka begitu dekat. Antoni menghirup wangi Angela dan rasanya seperti menenggak afrodisiak. la menggenggam Angela semakin erat. "Dan percayalah pendapatku sebagai laki-laki, kau selalu cantik dalam segala hal," tambahnya.Angela terbuai oleh ketulusan suara Antoni dan tatapannya yang bergairah. Beberapa detik lalu ia tidak berpikir untuk mencium Antoni, tetapi sekarang, mencium pria itu kelihatannya hal paling tepat. Ia ingin menghilangkan perasaan takut yang mengikatnya. Angela mengangkat tangan, menungkup wajah Antoni, tunggul janggutnya menggelenyarkan telapak tangan. Tatapan lelaki itu menjadi berhasrat. Angela berdebar-debar, memejam, dan merasakan bibir Antoni mendarat dengan panas
Mereka digiring masuk ke salah satu kandang kuda. Di dinding bagian belakang kandang tersebut terdapat pintu rahasia yang tersamarkan.Steve dan Alena tersenyum sinis ketika Angela dan Antoni dibawa masuk. Alena bahkan bertepuk tangan sambil mendekati keduanya. "Kau masuk ke dalam jebakanku Antoni Hakim. Aku tidak tahu kau ini terlalu polos atau terlalu bodoh," ejek Alena, dia mendekatkan wajahnya ke depan wajah Antoni. Antoni tidak mengatakan apa pun, ia memalingkan wajahnya menghindari tatapan Alena yang dirasanya tidak penting. "Seharusnya kau cukup duduk manis menikmati semua uangmu tanpa repot-repot ikut campur urusanku," kata Alena menyentuh pipi Antoni dengan ujung jarinya. Steve Menda beranjak dari kursinya. Mendekati istrinya. "Mereka maunya seperti itu, biarkan saja. Berikan kesempatan untuk mereka berduaan sebelum napasnya hilang." "Rencanaku pun begitu. Tapi, apa kau tidak menginginkan perempuan ini?" Alena sedikit menunduk untuk mengintimidasi Angela dengan tatapanny
"Tidak ada apa-apa, kan, Win. Sepertinya kau ini berhalusinasi," kata Erik. Cahaya ponselnya bergerak ke kandang di mana Angela dan Antoni berada. Nasib baik lagi-lagi berpihak pada mereka. Erik hanya menyorot sekilas di bagian dinding saja. "Di sini juga tidak ada apa-apa. Mungkin benar aku hanya berhalusinasi efek tidak jadi minum-minum di bar." Edwin terkekeh. "Nah! Betul itu."Mereka kembali ke tempat semula. Berdiri mengawasi di belakang mobil Alena. "Hampir saja, An." Antoni menyingkirkan jerami yang menutupi tubuhnya."Tuhan menyelamatkan kita lagi dan semoga terus seperti itu," bisik Angela. Ia sangat berhati-hati agar kejadian tadi tidak terulang lagi. Antoni melihat ke layar ponselnya. "Jaringan masih ada walaupun hilang timbul. Aku harus mengirim pesan pada Andreas. Kalau misal terjadi hal buruk pada kita, dia tahu kemana harus mencari.""Kim pernah bilang sendiri, ucapkan yang baik-baik saja.""Berjaga-jaga untuk situasi terburuk juga perlu, An. Kalau kita benar-benar
"Sial! Tuan Steve kenapa mendadak begini mengabari kita. Tidak biasanya dia kesini di jam-jam segini.""Mungkin karena sedang hujan, cakung, Win. Cuaca mendukung." Mereka berdua tertawa. "Setidaknya kita masih bisa menghabiskan rokok di sini sampai hajat Tuan Steve selesai."Dari pembicaraan keduanya, sangat tidak mungkin menyalakan senter untuk penunjuk jalan. Sedikit saja cahaya bergerak dan terlihat oleh mereka sama saja dengan bunuh diri. "Kita harus berjalan dalam gelap, Kim.""Terpaksa harus begitu. Kita pelan-pelan saja. Walaupun tidak bisa melihat dalam gelap, setidaknya kita tahu arahnya.""Sebelum Gumawang pergi tadi, ia sempat memperlihatkan dalam terang keadaan di dalam istal ini. Ia memintaku untuk menghafalkannya.""Kau masih bisa mengingatnya dengan jelas, An?""Tentu. Sekarang giliranku menggandeng tangan, Kim," kata Angela dengan suara pelan. Sejak tadi mereka sangat menjaga volume suara agar tidak terdengar oleh kedua pria yang sedang merokok agak jauh dari posisi m
"Air berhubungan dengan Wuri. Membuang begitu saja di dalam sumur juga mudah. Tidak perlu menggali tanah.""Wuri?" Dahi Antoni berkerut. "Aku belum pernah mendengar namanya. Dia siapa?""Aku pikir kau sudah tahu semuanya tentang Alena dan Delta Kencana, ternyata belum. Wuri adalah makhluk siluman yang menjadi penjaga keberlangsungan perusahaan. Karena itulah mereka selalu mendapatkan mega proyek dengan posisi terkuat. Perkembangan mereka pun pesat. Tapi, di balik itu semua, banyak korban berjatuhan.""Diberikan kepada si Wuri itu?"Angela memejam sesaat. "Tentu iya. Bukan hanya perempuan-perempuan yang bekerja di Delta Kencana saja, bayi hasil aborsi juga sangat disukai makhluk siluman itu. Alena sampai harus membeli secara khusus dari sebuah klinik aborsi yang berkedok klinik bersalin.""Mereka sudah kehilangan akal sehat, An," sebut Antoni sambil menutup pintu lemari. "Diam di situ, Kim." Angela membuat gerakan mendadak, menutup semua akses ke dalam kamar. "Kenapa kau tutup semua?
"Ini bukan jalan menuju ruang rahasia, Kim. Tapi tempat pembuangan mayat," kata Angela melangkah mundur ke tempatnya semula. "Atau mungkin inilah ruang rahasia itu," ujar Antoni seraya memberikan ponsel kepada Angela. "Kau terlihat tidak terganggu dengan bau dari dalam sumur. Padahal aromanya luar biasa busuk.""Gumawang menghilangkan dengung dan kemampuanku membaui untuk sementara waktu. Ponsel ini untuk apa?""Fotokan sumur itu. Usahakan mayat di dalamnya terlihat jelas. Bila perlu buat video biar buktinya semakin kuat." Angela mengangguk lalu berjongkok di bibir sumur yang tidak berpenghalang. Sedikit saja keseimbangannya hilang, bisa dipastikan ia masuk juga ke dalam sana. Beberapa foto dan video sudah Angela buat. Hasilnya ia kirimkan juga melalui surel ke alamat emailnya. Baik yang sudah biasa digunakan maupun yang rahasia. Berjaga-jaga dari kemungkinan buruk agar apa yang sudah dilakukan malam ini tidak sia-sia. Antoni menutup kembali sumur yang berdiameter sekitar satu met
Angela menarik napas kaget ketika ia merasakan sesuatu seperti udara menerpa keras wajahnya hingga perut tiba-tiba terasa tegang. Langkahnya pun terhenti. "Ada apa, An?" Antoni menyorot wajah Angela dengan senter. "Entahlah. Aku tidak bisa melihatnya. Hanya keras seperti tamparan. Sakitnya masih terasa. Tempat ini pasti sangat angker, Kim. Kita saja yang tidak bisa melihat keberadaan makhluk tak kasat mata yang berkeliaran. "Tenanglah! Kita hanya perlu menemukan tempat itu, saja. Mendapatkan bukti lalu pergi." Antoni mencoba memberi semangat dan penguatan. Angela menghela napas berulang sebelum ia melanjutkan langkah bersama Antoni. Cahaya senter Antoni terus bergerak seiring pergerakan keduanya. Di ujung lorong mereka menemukan pintu yang tertutup rapat. Posisinya tepat di belakang deretan kandang kuda. "Kim! Rasanya kepalaku mau pecah!" Angela berteriak sambil meremas kuat tangan Antoni. "Artinya memang di sinilah tempatnya. Please! Bertahanlah, Sayang," Antoni membawa Angela