“Baca noh, WA! Maen slonong boy. Kaga liat pesan masuk. Siapa yang salah, kalo gini?” tanya sang teman sambil sodorkan layar ponsel.Wanita menor pun tersenyum karena menyadari kesalahan. Dia mengambil ponsel dari dalam tas dengan maksud ingin melihat pesan yang diterima. Namun, kedua mata segera melotot saat tahu ada panggilan telepon tak terjawab beberapa kali.“Gue telpon lu, sebel tauk. Pesen kaga dibaca. Telpon kaga digubris. Sakit cin ....” Transpuan berjilbab ini beberapa saat mulai memerah kedua mata.“Udeh, kaga useh mewek. Gue kaga tau, lu udah datang. Pake kerudung lagi,” balas si menor sambil mengeluarkan wadah bedak dari dalam tas. Dia pun seketika sibuk untuk memoles wajahnya kembali.“Gue dateng, belakangan, Ciiin. Untung lu pas hadap jendela. Poltak ama temennya lewat situ. Makasih, noh, ama suster. Gare-gare die, lu langsung ngacir. Lamaan dikit, aje. Noh, liatin!”tunjuk si kurus berjilbab ke arah ruang perawatan Sapto.“Serem, iih. Kita ngacir, yuks!” ajak si menor
“Yang telepon, siapa, Bang?” tanya Ambar yang sudah tak sabar dengan rasa penasarannya.“Petugas polsek,” jawab Sapto singkat dan tak memuaskan rasa keingin tahuan Ambar.“Identifikasi mayat siapa?”“Ik di rumahku,” jawab Sapto datar tanpa ekspresi rasa sedih.Ambar pun seketika kaget mendengar jawaban dari pria yang dianggap abang tersebut. Namun, wanita ini tetap belum paham, ada hubungan apa, Eksanti dengan mayat yang diidentifikasi polisi.“Maksudnya, Eksanti yang menemukan mayat? Itu mayat siapa? Ngapain bisa di ...,”Belum selesai pertanyaan dari Ambar, Sapto sudah menyahut, ”Ik mati dalam rumah.”“Whaaatt? Bang! Yang bener?” tanya Ambar yang semakin syok dengan penjelasan singkat dari Sapto barusan.“Udah, kaga perlu kaget. Pikiran tenang, dong. Gak ada peneror lagi. Harus bersyukur. Doamu terkabul. Sekarang tinggal mikirin Hadi,” ucap Sapto menggoda Ambar.Ambar tak membalas sindiran Sapto. Wanita berkaki jenjang ini, hanya memandang Sapto dengan sorot mata menyelidik. Sapto t
Kalo emang pengen bunuh diri, ngapain pake keluarin kucing dari kandang segala?Apakah kucing tersebut diberi minum juga karena korban tak tahu kalo beracun?Beberapa tanya memenuhi benak Ambar, tetapi hanya mampu menunggu jawaban dari Sapto nanti. Sedikit banyak, ada fakta yang terungkap dalam tulisan tangan mendiang adik Sapto. Ternyata kasus Brian harus berakhir dengan salah satu pelaku menemui ajal dengan cara seperti ini. Eksanti yang kasar dan sadis ternyata serapuh itu mentalnya.Semua serba abu-abu dalam benak Ambar dan sekarang dia hanya ingin semua segera pulih serta bisa menjalani hidup normal seperti sebelum kasus Brian. Tiba-tiba ada panggilan telepon dari Bu Retno. Wanita dengan kaki tertekuk di kursi roda segera mengalihkan ke fitur hubungan telepon.“Ada sesuatu dengan Brian?” tanya Ambar dengan nada panik.“Jagoan baik-baik aja. Kamu buruan balik ke kamar, ada perawat yang cariin,”ucap Bu Retno dari seberang telepon.“Baik, Bu. Ambar pamit ke Bang Sapto dulu,” balas A
“Kenapa harus Brian, Bu? Aku gak tega melihatnya menderita terus-menerus kayak gini. Ini gara-gara Hadi brengsek! Dia segala sumber permasalahan ini,” ungkap Ambar dengan ekspresi penuh kejengkelan.“Udah fokus dengan diri sendiri dan Brian. Gak usah mikir yang lain dulu,” saran Bu Retno kepada putrinya lalu wanita tersebut pamit kembali ke ruangan Brian.Beberapa saat setelah Bu Retno pergi, Ambar mendapat telepon dari Sapto. Wanita berkuncir kuda tersebut segera menerima panggilan. “Ya, ada apa, Bang?”“Abang barusan selesai dimintai keterangan. Kamu udah dapat panggilan?” tanya balik Sapto dari seberang telepon."Belum, tuh. Emang kita dimintai keterangan barengan?""Harusnya seperti itu bisa jadi besok giliran kamu."Baru saja Ambar akan membalas omongan Sapto, sudah ada seorang petugas berseragam cokelat dengan diantar perawat memasuki ruangan. Keduanya mendekat ke arah ranjang lalu tersenyum. Kemudian, sang polisi memberi hormat. Mereka menunggu Ambar menyelesaikan pembicaraan t
Aku gak rela anak cucuku menderita, batin Bu Retno sambil menatap seraut wajah cantik di galeri foto pada ponsel. Pikiran wanita setengah abad lebih ini menerawang kembali kepada Mbak Lastri—karyawan office girl di kantor Ambar—yang memberitahu jika jebakan mereka telah berhasil. Saat itu hatinya bahagia sekali, seperti mendapat undian berhadiah berjuta-juta. Kini, saatnya memberi bonus untuk dua orang wanita yang telah membantu aksi, meski upah sudah lunas terbayar. Dua orang yang dikenalnya, sejak dua bulan lalu saat Brian sakit untuk pertama kali.Tak terasa, taksi yang ditumpangi oleh Bu Retno telah sampai tujuan. Wanita usia setengah abad yang masih terlihat gesit dan cantik ini segera turun lalu melangkah pelan menuju warung, tempat pertemuan. Keadaan warung siang hari lumayan ramai, maklum jam makan siang.“Bu Retno!” panggil seseorang saat wanita ini baru saja akan memesan ruang VVIP di kasir. Tampak Seorang wanita, yang tak lain adalah penjaga kantin rumah sakit bergegas men
“Saya udah tahu gelagat mereka dari awal Terima kasih Mbak Lastri,” jawab Bu Retno yang terdengar tenang.Wanita senja tersebut tak tahu keadaan Mbak Lastri yang gemetaran karena gugup. Oleh karena baru sekarang, dirinya mengetahui sendiri orang selingkuh. Hanya dengan mendengar suara desahan dua orang berlainan jenis dan bukan pasangan suami istri, dalam kamar keadaan terkunci, secara tak langsung wanita muda ini sudah bisa memastikan hal tersebut.“Saya harus bagaimana, Bu?” tanya Mbak Lastri masih dengan jantung berdebar-debar. Dia berpikir wanita Yang ditelepon terdengar santai menanggapi laporannya. Mbak Lastri jadi heran, padahal Bu Retno tampak perhatian sekali saat memberikan kiriman untuk sang menantu dan kenapa sekarang bisa cuek seperti itu.“Mbak Lastri?” Terdengar suara Bu Retno di seberang telepon dan wanita muda tersebut seketika terhentak dari lamunan. “Iya, ya, Bu. Maaf,” jawabnya sambil mengelus dada agar bisa segera tenang kembali.“Wah, diajak ngomong, ditinggal me
Bu Retno yang melihat reaksi dari Mbak Lastri seketika tersenyum lebar. Kemudian, wanita usia senja ini menggenggam tangan Mbak Lastri sambil berucap,”Nggak papa, Mbak. Kasus itu udah jadi konsumsi umum. Banyak saksi mata yang melihat penggerebekan kemarin. Saya bercanda doang. Nggak usah dianggap serius.”Mbak Lastri dan Bu Nur seketika tertawa terpingkal-pingkal mendengar ucapan wanita pengusaha katering ini. Bu Retno pun akhirnya ikut tertawa bersama mereka. ketiga wanita tersebut, tak sadar ada sepasang mata mengawasi gerak-gerik mereka. Wanita berpakaian gamis tersebut segera berlalu sambil menenteng kresek berisi nasi bungkus. Bu Retno sempat melihat wanita tersebut sesaat.Aku seperti nggak asing dengan dia. Siapa, ya? Tanyanya dalam hati.Bu Retno menata posisi duduk lalu mulai berbicara, “Barusan saya ditelepon seseorang yang memberitahu bahwa dia punya informasi penting soal keterlibatan Mita dengan komunitas Eksanti. Dia bilang akan menemui saya di tempat parkir. Begitu say
Oh ya, Tuhan! Apa maksud semua ini? Kenapa baru sekarang aku tahu ini? Jeritnya dalam hati dan air matanya pun meluncur deras dari kedua sudut mata. Kemudian dipandangi wajah polos sang putra yang sedang terlelap dan hal tersebut semakin membuatnya terenyuh. Kenapa kamu harus ikut menderita karenanya, Nak?Kenapa Kau tak adil padaku? Aku tak pernah ingin membuat sakit orang lain, tetapi kenapa hal menyakitkan ini harus kami alami?Ambar tak tahu tentang masa lalu sang ibu dan baru sekarang mengetahuinya, setelah tanpa sengaja membuka galeri foto di akun facebook Mita. Itu pun, setelah dikasih tahu teman masa kecil Mita di kota asalnya. Kenapa baru sekarang dia tahu? Mulai kapan foto-foto tersebut diposting? Di postingan tersebut banyak teman semasa SMP yang berkomentar.Ambar segera menelepon Sabrina, sang teman tersebut. Beberapa saat menunggu, akhirnya telepon diangkat.“Lu bisa liat?” tanya sang teman dari seberang telepon.“Ya. Kenapa baru sekarang lu kasih tau gue? Padahal kita u