Share

Bab 2 Kinan

Penulis: Lia M Sampurno
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Hiiyaa!” Lelaki berkumis itu hendak melesakan tendangannya pada Albany. Namun, lelaki berkuncir itu gegas menghindar, hingga pengawal Juragan Ganda terhuyung ke depan terbawa tenaganya sendiri. Tak menyia-nyiakan kesempatan, Albany langsung mengejar dan memiting tangan lelaki itu hingga terdengar bunyi gemeretak juga racau kesakitan.  Sepertinya tangannya terkilir parah akibat pitingan itu.

Pengawal Juragan Ganda yang satunya lagi sudah berdiri dan hendak memukul Albany dengan balok kayu yang tergeletak di pinggir jalan. Beruntung, Kinan berteriak memperingatkan. Albany pun berbalik dan secepat kilat menangkis balok itu dengan tendangan kakinya yang memutar. Balok kayu itu terpental dan tepat mengenai wajah si Pengawal. Dia terdengar lalu terjungkal dengan hidung mengeluarkan darah.

Juragan Ganda yang tadi hanya memperhatikan, kini dia turun sambil menggerak-gerakan lehernya. Tangan dan kakinya sudah siap menyerang. Albany tersenyum menyeringai. Jika dua pengawal yang masih muda saja bisa dengan mudah dia kalahkan, apalagi dengan seorang lelaki tua meski dengan tubuh yang gempal.

**

Za mengerutkan keningnya. Dia merasa heran saat melihat suaminya yang turun dari mobil dengan kondisi basah kuyup dan badan yang kotor. Matanya semakin memicing saat Albany juga membukakan pintu samping mobil, lalu turun seorang gadis yang tak kalah kotor dari suaminya.

“Rasanya kenal,” gumam Za lalu membukakan pintu.

“Mas, kamu kenapa?” tanya Za heran.

“Aku abis nolongin Kinan,” jawab Albany yang memberi kode pada gadis yang baru turun itu untuk masuk.

“Ma-af, Ibu, saya sudah merepotkan Bapak,” ucapnya takut-takut.

“Ini, tuh, Kinan, ya? Anaknya Bu Narti yang suka bantuin di kebun? Kenapa bisa begini?” tunjuk Za pada gadis itu. Wajah cantik itu mengangguk.

“Nanti aku cerita. Kasihan dia, harus diobati. Kakinya luka-luka. Aku mau mandi dulu, ” ujar Albany yang hendak masuk ke dalam rumah.

Za mengajak Kinan masuk dan menyuruhnya membersihkan diri di kamar tamu.

“Nanti saya bawakan baju ganti. Mandilah dulu,” ujar Za pada gadis itu. Kinan pun menurut.

Za masuk ke kamarnya untuk mencari bajunya yang sudah tak muat. Di sana ada Albany yang hanya berbalut anduk hendak masuk ke kamar mandi.

“Ken belum pulang?” tanya  Albany sebelum masuk ke kamar mandi.

Za hanya mengangkat bahu. “Dia semakin nggak betah di rumah,” jawabnya.

“Makin ugal-ugalan. Mabok, tawuran sama balapan liar. Begitulah kalau anak terlalu dimanja,” rutuk Albany terdengar kesal. 

Za hanya mendengkus pelan. Memang benar, ayah mertuanya terlalu memanjakan Ken. Segala apapun yang diinginkan cucunya itu selalu dikasih. Hendro bahkan tak segan memberikan cucunya itu kartu kredit dengan limit yang fantastis. Alhasil, pemuda itu tak pernah mau bekerja keras  atau sekedar membantu usaha ayah juga kakeknya.

**

Di tempat lain, seorang pemuda memutar-mutar pedal gas di motor balapnya. Di sampingnya berjejer beberapa motor balap dengan pengemudi melakukan hal yang sama. Masing-masing fokus menatap ke depan. Ada juga yang melirik pada lawan yang sudah bersiap meluncurkan kuda besinya.

Di depan sana seorang gadis berpakaian minim siap untuk mengibaskan sebuah bendera dengan tiang sepanjang satu meter.

“Three, two, one, go!!” teriak gadis berbaju seksi dengan warna hitam mengkilat. Dia mengibaskan bendera dan motor-motor balap itu meluncur bagai kilat. Suara deru mesin terdengar setiap kali melewati penonton yang bersorak.

Satu, dua, hingga sepuluh putaran dan akhirnya terdengar sorakan dari penonton.

“Yeaaa! Kenshin-ku menang!” pekik seorang gadis berambut panjang yang dikuncir ekor kuda. Dia mencium bibir pemuda yang baru saja membuka helm-nya tanpa ragu.

“Kenshin, Kenshin!!” sorak teman-temannya. Lelaki bernama Kenzie itu memang lebih terkenal dengan sebutan Kenshin di antara teman-temannya, karena selain jago balapan dia juga pandai memakai katana, seperti seorang samurai.

“Apa hadiahmu untuk kemenanganku kali ini?” Ken mengangkat sebelah alisnya.

“Apa pun yang kamu minta,” ujar gadis cantik itu mengelus rahang tegas sang pemuda.

“Kita ke apartemenku?” bisik pemuda itu terdengar bernafsu.

“Tentu saja, Sayang.” Sebuah ciuman mendarat di pipi lelaki berambut panjang dikuncir itu.

Mereka minum-minum sebentar dengan para sahabat, sebelum akhirnya pergi menuju apartemen yang dihadiahkan Hendro pada sang cucu saat pemuda itu ulang tahun ke dua puluh, tanpa sepengetahuan Albany dan Za tentu saja.

Kikik tawa dari mulut sang wanita terdengar saat Ken menghidu pelan tengkuknya. Ciuman demi ciuman mesra juga mendarat tak tau etika.

“Kamu nggak sabaran amat,” desah sang wanita ketika tangan jail itu mulai menjelajah.

“Bukannya kamu suka?” bisik Ken mendesah di telinga sang wanita. Dia lalu membawa tubuh langsing itu menuju peraduan. Dengan satu hentakan dia turunkan ke atas kasur nan empuk. Rok mininya sudah tersingkap tak karuan. Lelaki itu tersenyum penuh nafsu.

Ken hendak menimpa tubuh mulus di bawahnya, ketika ponselnya terdengar berdering.

“Halaah, siapa, sih?” Ken meraih benda pipih yang tergeletak di atas meja.

“Bunda?” alisnya bertaut. “Aah, ganggu aja!” Dia lemparkan ponsel itu sembarang. Lalu dia hendak memulai lagi aksinya, saat sebuah pesan masuk dan terlihat melintas pada layar.

[Pulang! Kakekmu sakit. Kena serangan jantung.]

Deg!

Isi pesan yang membuat mata Ken melotot seketika. Bagaimana tidak, orang yang paling menyayanginya itu dikabarkan sakit dan bisa meninggal kapan saja.

“Kakek,” gumamnya dan hilanglah semua nafsu yang tadi sudah menggebu.

“Kenapa?” tanya sang wanita penuh tanya. Dadanya yang menyembul dari balik tanktop tampak naik turun. Ada sebuah tato kupu-kupu di atas payudara kirinya.

“Kakekku. Dia kena serangan jantung.” Ken menjawab seraya membetulkan letak bajunya yang tadi sudah mau dilepas.

“Kamu mau ke mana?” gadis cantik itu bangkit duduk.

“Aku pulang dulu. Kalau kamu mau, tunggu saja di sini,” ucap ken dan menyambar ponsel juga kunci motornya.

“Ken! Kenapa tidak kita selesaikan dulu, baru kamu pergi?” teriak sang gadis tampak kecewa. Namun, bagi Ken saat ini nyawa kakeknya jauh lebih penting.

di tengah malam buta, lelaki itu meluncur dengan kuda besinya. Tanpa sadar dia melewati sekumpulan geng motor yang pernah berkelahi dengannya. Beberapa orang melihat plat nomor dari motor yang dikendarai Ken.

“Ken. Si keparat yang sudah membuat adikku kehilangan sebelah tangannya. Ayo kita kejar!” seru salah satu dari mereka yang bertubuh kurus dan dipenuhi tato.

Deru mesin motor terdengar memekakan telinga. Mereka meluncur mengajar seseorang yang sudah lama diincarnya.

Setelah dirasa dekat, lelaki itu memepet dan teman yang diboncengnya melemparkan bola rantai berduri ke lengan Ken dan menariknya sekuat tenaga hingga lelaki itu tak bisa mengendalikan laju motornya. Ken pun terjatuh ke jalanan  beraspal.

Srak!

Srak!

Bola rantai berduri menimpa kaki juga tangannya. Jangan panggil Ken, jika dia menyerah begitu saja. Namun, kali ini pertarungannya tidak berimbang. Ken tidak dalam keadaan siap untuk bertarung.

Bab terkait

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 3

    Belum ada dua jam dari saat Za menyimpan ponselnya lalu tertidur. Benda pipih itu kini berdering nyaring membangunkan kembali pemiliknya.“Siapa?” Za memicingkan matanya lalu mengambil ponsel itu. Di sana terpampang nomor Ken, sang putra kesayangan.“Ken?” Za gegas mengangkatnya.“Kami dari kepolisian, mau mengabarkan jika putra Anda, Kenzie mengalami luka parah dan saat ini berada di rumah sakit Buana Mitra.” Hanya kalimat itu yang terdengar jelas di telinga Za sebelum akhirnya benda itu lepas dari genggamannya.“Ken!” pekiknya dengan hati yang gundah. Dia lalu membangunkan sang suami untuk pergi ke rumah sakit.Keributan yang dibuat Za dan Albany membangunkan Hendro juga Ningsih. Tak ketinggalan Kinanti juga ikut terbangun. Dia diminta menginap oleh Albany juga Za karena takut akan dicari lagi oleh Juragan Ganda setelah perkelahian itu.“Ada apa ini? Mau ke mana kalian?” tanya Hendro yang keluar dari kamarnya diikuti oleh Ningsih.“Ken, Pa,” ujar Za dengan wajah khawatir. Namun, be

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 4

    “Apa benar yang dikatakan sama Mas Al, Bu? Semua ini karena Papa terlalu memanjakan Ken. Dia jadi berandalan dan susah diatur. Aku sangat menyesal tidak bisa mendidik Ken dengan baik.” Za mulai terisak.Ningsih menghela napas panjang. Dia juga mengakui hal itu. Suaminya terlalu memanjakan sang cucu. Apalagi Ken adalah cucu satu-satunya karena Za tak juga hamil setelah melahirkan putranya. Hendro berpikir, pada siapa lagi dia akan mewariskan hartanya yang banyak jika bukan pada sang cucu, karena Albany sang putra sama sekali tidak mau menerima pemberiannya. Albany sendiri sudah lebih dari cukup dengan usaha sayurannya yang semakin berkembang.“Ya, semua yang terjadi pada Ken memang ada andil kita di sana. Sepertinya kita harus melakukan sesuatu jika dia kembali sehat. Jangan sampai ini terulang lagi,” desah Ningsih dengan tatapan kosong. Za mengangguk setuju.Selama beberapa jam mereka menunggu kabar tentang Ken juga Hendro dengan perasaan cemas. Ketiganya langsung mendongak saat seora

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 5

    “Sudah, Pa. Papa tidak usah banyak pikiran dulu,” pinta Za. Namun, Hendro menggeleng.“Papa berjanji pada kalian, untuk memperbaiki semua ini.”“Bagaimana caranya?” tanya Albany dengan nada yang masih ketus.“Mas …!” Za meremas jemari suaminya, mengingatkan agar tak bersikap kasar pada sang ayah.“Tidak apa-apa, Za. Papa akui, semua ini memang salah Papa. Papa akan mencoba memperbaikinya. Saat Ken sembuh nanti, Papa akan menarik semua fasilitas yang sudah Papa kasih ke dia. Papa akan menyuruhnya bekerja jika ingin uang. Dan satu lagi, Papa akan menyuruh dia menikah.”“Menikah? Dengan siapa?” pekik Albany kaget.“Papa juga belum tau, Al. Papa yakin, kalau sudah menikah Ken akan berubah. Dia akan punya tanggung jawab. Apa lagi kalau langsung punya anak,” jelas Hendro.“Kalau dia menikah sama pacarnya itu, aku tidak yakin Ken akan berubah. Bisa jadi dia malah tambah parah.” Albany membayangkan dandanan gadis yang pernah dibawa Ken ke rumahnya. Pakaian yang minim dengan dandanan gothic. D

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 6

    Hampir satu minggu Ken berada di ruang ICU, akhirnya sadar dan dipindahkan ke ruang perawatan biasa. Albany dan Za gantian menjaga di sela-sela waktu sibuknya. Kadang, mereka datang berdua jika pekerjaan bisa ditinggalkan. Tidak mungkin Ningsih membantu menjaga Ken karena kondisi Hendro pun sedang tidak baik-baik saja.Hanya dua hari di ruang perawatan, pemuda itu meminta pulang. Meski pihak rumah sakit belum mengizinkan, tetapi Ken memaksa ingin pulang. Dia sama sekali tidak betah dikurung dalam ruangan. Za yang saat itu menjaga tak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan sang putra, dari pada anaknya membuat keributan. Perihal pengobatan, Za pikir bisa dilakukan di rumah. Jika perlu, dia akan membayar seorang dokter atau perawat untuk datang.Ningsih dan Hendro merasa kaget saat melihat menantu mereka pulang dibarengi dengan cucunya. Pemuda itu masih tampak lebam-lebam di beberapa bagian. Perban di kepala juga tangan masih terpasang.“Kamu sudah pulang, Nak?” sapa Ningsih deng

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 7

    Ken kembali membuang muka. Rasanya dia tidak bisa percaya dengan yang diucapkan ibunya. Saat kecil, ayahnya itu jarang sekali di rumah. Sang kakek justru yang lebih banyak meluangkan waktu untuk dirinya. Apalagi saat Za mulai membantu perusahaannya lagi. Semakin banyak waktu juga uang yang bisa dicurahkan Hendro untuk Ken.**Hendro duduk sambil menatap kosong ke area taman di mana Kinan sedang menyapu daun-daun kering. Ken yang sudah mulai pulih mendekati sang kakek dan duduk di kursi di sebelahnya.“Selama aku di sini, Kakek sama sekali belum menyapaku.” Ken mendesah.“Degil!” Hendro melirik sekilas, lalu kembali fokus pada tanaman yang tampak indah. Apalagi setelah ada Kinan, taman itu jauh lebih terawat.“Kakek!” Ken terdengar merajuk. Lelaki yang biasanya sangar dan banyak ditakuti lawan itu saat ini malah terlihat seperti seorang anak kecil dengan rengekannya.“Kakek berulang kali berpikir tentang kata-kata ayahmu, Ken.”“Kata-kata Ayah? Memangnya dia bilang apa?” Ken menoleh d

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 8

    “Tutup mulutmu! Aku tidak pernah mengajarimu untuk menghina orang seperti itu!” Hendro bahkan sampai bangkit dari tempat duduknya sambil menggebrak meja.“Aku bukan menghina, Kek. Memang kenyataannya seperti itu!” Ken tergagap.“Diam kau! Aku benar-benar kawinkan kau dengan dia!” ancam Hendro naik pitam.“Aku tidak sudi!” desis Ken dengan penekanan yang kuat.“Kalau kau tidak mau. Kakek cabut semua fasilitas yang sudah Kakek berikan padamu. Semuanyaa!” teriak Hendro lalu kembali terjatuh menahan dadanya yang terasa sakit.Melihat itu, Kinan langsung menghambur memburu Hendro.“Bapak!” Kinan menahan tubuh Hendro sambil menepuk-nepuk pipinya pelan. Sementara itu Ken masih berdiri ketakutan. Hal yang dia takutkan, sekarang malah dia sendiri sebagai penyebabnya.“Telepon Ibu!” teriak Kinan pada Ken yang masih terpaku.“Cepat! Apa kau tuli?!” bentak Kinan lagi tanpa sungkan dan membuat Ken semakin melotot.“Beraninya kau!” desis Ken. Namun, Kinan semakin emosi.“Cepat anak manja! Apa kau m

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   bab 9

    “Tinggalkan kunci motornya!” teriak Hendro sekali lagi.Ken manggut-manggut. “Jadi begitu? Ok. Aku tinggalkan semua ini. Bye!” Ken menaruh kunci motornya di atas buffet yang berada tepat di dekat pintu.“Ken!” panggil Za. Jiwa keibuannya terpanggil. Dia hendak bangkit mengejar. Namun, Albany menahannya.“Biarkan dia belajar. Dulu anak itu baik, selain terlalu dimanja, pergaulan membuat dia jadi seperti itu. Aku yakin, dia bisa berubah. Anak kita sedang tersesat. Dia butuh kita untuk kembali,” ucap Albany lirih.**“Hei! Kok kamu di sini?” Gadis cantik dengan baju tidur minim menatap heran pada Ken yang tampak lusuh.“Aku diusir sama mereka.” Ken mengembus napas kasar lalu mengempaskan dirinya ke sofa.“Mereka?” gadis itu mengerutkan kening.“Orangtuaku. Bahkan kakekku juga sama.” Ken yang terlentang menutupi matanya dengan lengan kanan.“Kakekmu juga? Hmm.” Sang gadis heran.“Eh, kamu naik apa ke sini?” Dia celingak-celinguk ke arah luar rumahnya. Tidak ada motor ataupun mobil yang bi

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 10

    “Anjing! Dasar orang tua sial!” geramnya sambil menendang mesin ATM. Satu harapan lagi dengan kartu ATM yang diberikan oleh ayahnya. Dia tidak pernah pakai karena nominalnya sedikit. Jauh jika dibandingkan dengan kartu yang diberikan oleh sang kakek.Ken memekik girang karena kartu yang satu ini masih bisa diakses. Namun, pundaknya langsung luruh saat melihat nominal yang tertera tak sampai 30 juta.“Duit segini bisa buat berapa lama?” Ken memutar otak. Namun, gedoran di pintu gerai ATM membuatnya sadar jika di luar sana sedang mengantri.“Oh iya, sebentar,” ucapnya dan langsung menekan pilihan nominal terbesar. Dia kemudian keluar dan melangkah menuju mobil. Langkahnya terhenti. Matanya melotot saat mobil itu tak ada lagi di tempatnya. Ken celingukan, memindai ke sekeliling. Namun tetap saja sedan berwarna merah itu tidak ada di sana.“Shit! Ke mana tu mobil?” Ken mulai cemas. Dia berkeliling ke sana ke mari. Dia berdiri sejenak mengingat-ngingat, lalu merogoh saku celananya dan kunc

Bab terbaru

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 74

    “Lina, Ima! Apa Nyonya sudah selesai?” tanya Javier dari luar pintu.“Sudah Bang Jev,” jawab Ima.“Tuan Al sudah menunggu di bawah untuk sarapan,” katanya. Lina dan Ima pun bergegas membereskan peralatannya.“Silakan duluan, Nyonya. Kamarnya biar kami yang bereskan,” ucap Ima. Walaupun merasa tak enak hati, tetapi Kinan tak punya pilihan lain, Aldebaran sudah menunggunya di bawah.Saat pintu terbuka Javier sempat terperangah melihat Kinan yang semakin cantik. Sebagai lelaki normal dia kagum dengan wanita ini.“Silakan,” ujar Javier yang mendadak bersikap begitu sopan.“I-iya,” jawab Kinan terlihat gugup.Dia berjalan pelan menuruni tangga lebar yang melingkar. Di bawah sana Aldebaran yang mendengar bunyi heels pendek dari sepatu yang dikenakan Kinan sontak menoleh ke arah tangga.Matanya terperangah untuk sesaat, sebelum akhirnya dia membuang muka karena Javier melihat padanya.Sangat aneh. Aldebaran sering berurusan dengan wanita berbaju seksi. Dia bahkan sering menikmati wanita tan

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 73

    Aldebaran menatap tak berkedip pada wanita yang jatuh terlelap karena saking capenya. Kinan bercerita tentang hidupnya sambil menangis tadi. Entah kenapa Aldebaran ingin sekali memeluk dan memberikan bahunya untuk bersandar saat Kinan menangis, tetapi dia tak bisa melakukannya. Wanita itu masih sah menjadi istri orang.Saking lelahnya, Kinan meracau lalu kepalanya terkulai di pinggiran sofa.“Kupikir kisah hidupku yang paling buruk,” gumam Aldebaran sambil menatap dengan rasa kasihan pada Kinan. Dia menunggu hingga Kinan benar-benar terlelap, lalu memindahkannya ke atas kasur miliknya. Setelah yakin jika Kinan tidur dalam keadaan nyaman, dia lalu keluar dan menuju ruang kerjanya untuk tidur di sana.Aldebaran seakan susah untuk memejamkan matanya. Dia masih teringat saat Kinan menceritakan kisahnya dengan sang suami.“Kamu wanita tegar dan berprinsip. Berani meninggalkan suami seperti itu demi sebuah harga diri,” gumamnya, lalu terbayang wajah Kinan yang polos, namun pemberani. Ide-id

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 72

    Kinan masih fokus memijit kaki Ahmet, sementara Aldebaran mengajaknya untuk cepat-cepat. Dia sudah tidak sabar ingin menginterogasi wanita yang menjadi istri gadungannya ini.“Udah mendingan, kan, Dad?” tanya Aldebaran.Ahmet mendelikan matanya. “Aku lagi enak dipijitin. Ganggu saja kamu ini!” Dia hendak melemparkan lagi sebuah bantal pada anaknya, tetapi Kinan menahannya.“Ssst, jangan ribut.” Kinan menyilangkan telunjuknya di bibir.“Tuh denger! Sana pergi kau!” usir Ahmet mengacungkan tinjunya pada Aldebaran.“Hei, dia itu istriku. Seharusnya aku yang lebih berhak, bukan kau Pak Tua!” sergah Aldebaran.“Kau bisa sepuasnya sama istrimu nanti. Aku hanya sebentar saja. Aku ingin mengobrol dengannya.” Ahmet mengangkat bogemnya.“Aku kasih waktu lima menit lagi. setelah itu aku ajak Kinan pergi tidur. Ini sudah malam. Apa kau tidak mengerti bagaimana rasanya pengantin baru?” kata Aldebaran sambil melirik jam yang melingkar di tangannya.“Ya sudahlah. Pergilah kalian. Kakiku sudah jauh l

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 71

    Sementara itu Kinan dan Ahmet yang mendengar keributan di luar langsung terbangun. Ahmet terperangah saat melihat ada Kinan di kamarnya.“Ngapain kamu di sini?” tanyanya marah.“Emmh, itu … Kek, aku mau bawakan makan malam, tapi Kakek udah tidur. Jadi aku tunggu di sini,” jawab Kinan sambil menunjuk ke sofa yang tadi didudukinya.“Kakek! Sudah kubilang jangan panggil aku kakek.” Ahmet berteriak dengan keras dan membuat Aldebaran mendengarnya. Dia gegas ke sana untuk melihat.Betapa bahagia rasanya saat melihat ada Kinan di sana yang tadi dia kira kabur.“Kenapa kamu di sini, Sayang?” tanya Aldebaran menghampiri Kinan dan berpura-pura bersikap romantis. Kinan tampak risih saat tangan Aldebaran menyentuh pinggangnya.“Mmh, itu, Tuan. Saya … mau ambilkan makan malam buat Kakek,” jawab Kinan polos. Aldebaran mengedipkan sebelah matanya berulang kali, memberi kode pada Kinan agar tidak menyebutnya tuan.Lelaki itu mendekatkan wajahnya pada Kinan dan berbisik, “Panggil aku sayang jika di de

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 70

    Aldebaran terbahak mendengar pertanyaan Kinan.“Kau pikir aku akan melakukannya? Yang benar saja. Aku tidak akan pernah mau terikat dalam pernikahan.”Mendengar kalimat dari mulut Aldebaran, Kinan pun merasa lega.“Baguslah. Aku juga tidak mau,” balas Kinan sambil membuang muka. Aldebaran melotot. Belum pernah ada yang berani seperti itu padanya. Biasanya wanita akan tunduk dan merengek agar didekati, yang ini malah sebaliknya.“Kamu!” desisnya. Namun, Kinan malah nyengir kuda. Aldebaran mendengkus pelan.“Cepat pose yang baik, aku akan mengambil gambarmu,” titah Aldebaran sambil menunjuk ke arah tembok untuk memberi kode pada Kinan untuk berdiri di sana.“Ok,” sahut Kinan gegas berdiri di depan tembok berwarna putih.Cekrek.Aldebaran kemudian melihat hasil fotonya. Dia mendesis kesal, karena ternyata Kinan malah menggosok matanya.“Kamu ini, foto aja susah. Tahan dulu sebentar,” ucap Aldebaran sedikit emosi.“Maaf, tadi mataku kelilipan,” jawab Kinan yang masih mengucek matanya. “S

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 69

    “Pakailah salah satu. Buang saja baju yang kau pakai,” katanya seperti yang kesal. Kinan mendengkus dan kembali ke kamar pas untuk berganti pakaian.Keluar dari kamar pas kali ini sudah dengan baju yang baru dan membuat Aldebaran terpaku sesaat. Namun, dia gegas membuang muka.“Ayo, masih ada tempat lain yang harus kau kunjungi,” katanya sambil berjalan, lalu diikuti oleh Javier.Kinan melongo karena dua lelaki itu malah melenggang tanpa ke kasir dulu. Dia gegas menyusul Javier dan menarik tangan lelaki itu.“Ada apa?” tanya Javier yang kaget saat tangannya ditarik.“Kenapa nggak bayar? Kalian penjahat yang lagi merampok?” tanya Kinan sambil berbisik. Javier langsung terbahak dan membuat Aldebaran berhenti dan menoleh ke belakangnya. Javier langsung berhenti tertawa dan menunduk hormat.“Butik itu punya Tuan Aldebaran,” bisik Javier dan kembali membuat Kinan melongo.“Ayo cepat!” teriak Aldebaran yang kemballi berhenti karena Javier dan Kinan malah mengobrol dan berjalan lambat.“Ini

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 68

    “Sudah lihat, kan?” tanya Aldebaran membuyarkan lamunan Kinan yang membayangkan bagaimana kesepiannya lelaki tua di dalam sana.“Eh, i-iya, sudah,” jawab Kinan tergagap.“Kenapa dia nggak mau keluar?” tanya Kinan.“Entahlah. Mungkin dia merasa lebih baik jika menyendiri.” Aldebaran menjawab sembari mengedikan bahunya. Namun, Kinan tak menangkapnya seperti itu.“Ya sudah, saya mau pulang dulu,ya, Pak,” ucap Kinan dan menghentikan langkah Aldebaran yang lebar. Dia menoleh ke belakangnya.“Untuk apa?” Keningnya mengerut.“Mmh, ya mau pulang. Mau … ambil baju.” Kinan nyengir kuda.Aldebaran menilik penampilan Kinan dari atas sampai bawah yang tak ada mewah-mewahnya.“Apa baju kamu semua seperti ini?” tanyanya sedikit ragu.“I-iya, memangnya kenapa? Ada yang salah?” Kinan memperhatikan pakaiannya yang memang sangat sederhana.“Kalau begitu. Kamu tidak usah pulang. Nanti biar Javier yang bawa kamu ke toko baju.” Aldebaran kembali berbalik dan melangkah lebar-lebar meninggalkan Kinan yang me

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 67

    “Iya,” jawabnya sesingkat mungkin. Lelaki di depan sana tampak seperti seorang penjahat yang akan mengeksekusi korbannya. Itu yanng Kinan rasakan.Lelaki itu bergumam dan manggut-manggut.“Saya berterima kasih sama kamu untuk malam itu.”“Bapak nggak usah berterima kasih. Saya ikhlas ngelakuinnya. Kenapa saya mesti ke sini segala? Pake ngancem-ngancem nggak mau bayarin biaya rumah sakit segala. Emangnya siapa yang minta bawa saya ke rumah sakit?” cerocos Kinan tanpa jeda. Keberaniannya mendadak muncul begitu saja.Aldebaran mengerutkan keningnya. “Mengancam? Siapa yang mengancam tidak akan bayar rumah sakit?” tanyanya bingung.Kinan pun langsung nyengir malas. Sepertinya dia sudah dikerjai oleh lelaki bernama Javier itu.“I-itu … emmh, nggak.” Kinan sepertinya merasa kasihan juga dengan Javier. Dia takut jika lelaki itu akan dihukum oleh bosnya ini.“Aku salah paham,” lanjutnya lalu menunduk. Aldebaran mengangkat sebelah alisnya kala menatap wanita itu.“Sekarang Anda sudah bilang ter

  • AMPUNI AKU YANG PERNAH BERZINA SEASON 2   Bab 66

    Kinan menatap sekeliling yang sudah pasti bukan ruang perawatan biasa. Ini adalah ruang perawatan VIP yang hanya pernah dilihatnya saat mengantarkan pakaian ganti untuk Ken saat Ken menjadi korban penusukan sebelum menikah dengannya.Kinan menghela napas panjang saat mengingat masa-masa bersama dengan lelaki itu. laki-laki yang telah menitipkan benih di rahimnya.Tak terasa air matanya tiba-tiba bergerombol begitu saja. Kinan pun gegas mengusapnya dengan punggung tangan. Dia bersumpah tidak akan lagi menangisi lelaki yang telah membuatnya jatuh cinta, melambung ke atas langit ketujuh, lalu diempaskan ke dasar bumi yang tergelap.“Kita harus kuat, Sayang, meskipun hidup tanpa ayahmu,” ucapnya pelan seraya mengelus perutnya yang masih rata.Air mata yang sama yang jatuh dari pelupuk Ken saat mengingat Kinan tak lagi di sisinya. Setiap hari dia menuliskan cerita yang dilalui seharian.Dear Cinta dan KenangankuApa kabar kamu hari ini?Apakah kamu baik-baik saja di sana dengan buah cinta

DMCA.com Protection Status