Beranda / Rumah Tangga / ALASAN SUAMIKU MENDUA / Part 7. Perubahan Sikap

Share

Part 7. Perubahan Sikap

Penulis: Rizka Fhaqot
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-07 21:11:30

"Tak ada siapa yang merebut siapa, pun tak ada siapa yang memilih siapa. Semua murni jalan takdir. Semua salahku karena tak bisa bertahan lebih lama setelah peristiwa itu." Aiman berusaha membujuk Sintia, bagaimana pun ia tak ingin Sintia menilai buruk Zia yang menurutnya istrinya itu sangat baik.

Isakan kecil masih terdengar dari bibir perempuan cantik, berwajah tirus dengan rambut sebahu itu. Dirinya tak terima Aiman membela perempuan lain di hadapannya.

"Untuk sementara waktu, bersabarlah. Akan kubujuk Zia agar mau menerimamu untuk tinggal bersamanya."

Akhirnya Aiman luluh dan bersedia menyanggupi permintaan Sintia. Namun, ia masih belum tau, entah bagaimana caranya menyampaikan keinginan Sintia pada istrinya.

"Makasih, Bang. Akan kutanyakan Tiara teman kantorku. Mungkin dia gak keberatan, jika aku menginap di apartemennya untuk beberapa waktu ke depan."

Aiman bisa bernafas lebih lega untuk sementara, walau akhirnya waktu menyesakkan itu akan kembali datang.

"Makasih juga, Sin, udah mau ngerti," jawab Aiman singkat.

"Semoga Zia mengizinkan, agar aku bisa memilikimu kembali secara utuh, Bang!" gumam Sintia dalam hati.

Perjuangan mungkin akan lebih sulit bagi Sintia, mengingat adanya Zia di antara mereka. Namun, seterjal apapun jalannya, keputusan gadis itu sudah bulat, untuk menjadikan dirinya satu-satunya milik Aiman, meski dengan cara yang salah karena ia tak biasa mengalah pada apa yang ingin ia miliki.

*

Setelah selesai sarapan pagi tadi orang tua Aiman pamit pulang. Sejak dari kemarin beliau berdua mengunjungi anak menantu mereka, 'rindu' jawab Ibu Ana ketika ditanya, mengapa harus mereka berdua yang mengunjungi Zia dan Aiman.

Zia dan ibu mertua memang sangat akrab. Zia kembali merasakan kasih sayang seorang ibu setelah kepergian ibunya, pada diri Ummi Hamidah dan Ibu Ana—mertuanya. Nikmat yang tak semua yatim piatu sepertinya bisa merasakannya.

Menikah dengan lelaki yang baik dan menyejukkan mata saat dipandang, tentu menjadi impian banyak perempuan, pun dengan Zia. Saat Aiman melamarnya, tentu ia tak dapat menolak. Lebih-lebih, syarat yang diajukan dipenuhi Aiman dengan baik.

Setahun hidup bersama Aiman sukses membuatnya merasa perempuan paling bahagia. Namun, semua tak berlangsung lama.

Impiannya untuk menjadi satu-satunya di hati suaminya, seakan hancur lebur seketika, saat pesan itu ia baca. Perhatian dan kasih sayang yang Aiman curahkan padanya selama ini seakan hilang hampir tak berbekas. Detik itu juga ia merasa, jika pernikahannya tengah berada di ujung tanduk.

Bukan … bukan ia membenci poligami, hanya saja ia belum sanggup. Bahkan sangat-sangat belum sanggup, jika harus berbagi suami dengan perempuan lain.

Setelah kejadian itu, rasa rindu menanti Aiman pulang setiap harinya seakan tergerus. Rasa hormat kepada seorang suami rasanya entah hilang ke mana.

Hari ini Aiman pulang dari kantor setelah Zia selesai sholat magrib. Ia tak banyak bertanya seperti biasa, baginya sekali kepercayaandihancurkan pantang untuk mengemis memintanya kembali.

"Sudah sholat, Sayang?" tanya Aiman saat menghampiri Zia yang tengah menyiapkan makan malam di meja makan. Zia hanya mengangguk.

Aiman selalu berusaha mencairkan suasana, tapi ia seakan enggan merespon lebih. Hatinya terlalu sakit jika harus bersikap biasa-biasa saja. Jika kemarin ia bersikap biasa di depan mertuanya itu wajar karena pertimbangannya pada perasaan dua orang baik yang Allah amanahkan untuk menjadi mertuanya.

Hari ini, semua kembali seperti semula, persis sebelum mertuanya berkunjung. Sekuat apa pun Aiman mencairkan suasana, ia hanya bergeming dan menjawab seperlunya.

"Sayang! Boleh Abang bicara sebentar?" tanya Aiman, saat menghampiri Zia di sofa depan tivi setelah mereka selesai makan malam.

"Katakanlah!" jawabnya tanpa menoleh. Aiman melepaskan bobot tubuhnya di samping Sang istri.

"Lihatlah Abang sebentar saja!" ucap Aiman pelan bernada memohon. Zia menoleh sekilas ke arahnya, dengan senyum dipaksakan. Lelaki itu merengkuh tubuhku, membawanya dalam pelukannya. Namun entah mengapa, rasa nyaman seakan semakin memudar, hingga Zia kembali pada posisi semula. Duduk.

"Kemarin sore rumah Sintia kemalingan," ucap Aiman hati-hati.

Zia tak menjawab. Ia memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam, berusaha mencerna maksud dan tujuan dari perkataan suaminya barusan.

"Harusnya aku iba, ketika melihat atau mendengar berita duka bertubi-tubi yang telah menimpa Sintia. Namun, luka hatiku terlalu dalam, hingga tak tersisa empati sedikit pun untuk perempuan itu." bisik Zia dalam hati.

"Sintia hanya tinggal sendiri di rumah itu, Zi." lanjut Aiman. Ada rasa menggelitik di hati Zia untuk bertanya maksud dan tujuannya menceritakan tentang perempuan itu padanya.

"Lalu?" tanya Zia dingin.

Aiman terdiam sejenak, menatap istinya itu dengan tatapan sendu, mungkin berharap Zia akan luluh dengan tatapan yang biasa ia lakukan saat membujuk Zia ketika perempuan itu tengah merajuk.

"Sebenarnya, Abang juga tak ingin menyampaikannya, tapi mungkin ini bisa jadi pertimbanganmu untuk kebaikan kita bersama."

Zia tersenyim sinis, ia mulai paham ke mana arah kalimat suaminya barusan.

"Maksudnya?" Lagi, ia bersuara dingin. Sangat dingin.

Bab terkait

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 8. Kembali Terluka

    Aiman menarik napas panjang, menghembusnya perlahan. Tangannya mengusap pelan wajah Zia "Sintia ingin tinggal bersama kita, Zi!"Mataku Zia sukses terbuka lebar, saat mendengar kalimat terakhir yang Aiman ucap barusan. Ia menggeleng kepala, satu sudut bibirnya terangkat. "Apa sebenarnya yang kalian inginkan? Setelah kalian berhasil menikah diam-diam, kini perempuan itu ingin tinggal bersamaku. Apakah masih kurang luka yang kalian torehkan di hatiku? Apa aku harus memohon pada kalian agar jangan menambah lagi luka di hatiku?"Zia menggigit bibir kuat-kuat, emosinya kembali meninggi, hingga matanya mengembun, mengalirkan bulir-bulir yang menganak sungai di pipi, bermuara di pangkuannya. Aiman menangkupkan kedua tangannya di pipi istrinya. Namun dengan cepat Zia menepisnya. "Abang juga tak menginginkan ini, Zi. Tapi ini demi kebaikan kita semua. Demi keamanan Sintia juga.""Kebaikan bagi kita semua?" Zia tersenyum sinis, air mata tak henti membanjiri pipinya. "Ini untuk kebaikan kalian

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 9. Kedatangan Sintia

    Mata Zia melebar saat menatap pemandangan yang tak pernah ia harapkan terjadi. Bahkan mimpi pun ia tak pernah mengira, jika pernikahannya akhirnya akan berakhir sesakit ini. Perempuan itu berdiri membelakangi pintu rumah. Rambut sebahunya tergerai, dengan kaos tangan pendak hitam dan celana jeans panjang berwarna senada, membuat kulit putihnya terlihat kontras. Tangannya menenteng satu koper berukuran cukup besar, serta tas kecil tersangkut di bahunya. "Apa yang membuatmu tega melakukan hal itu?" Zia bertanya pada perempuan dengan tinggi badan sekitar 165 sentimeter yang tengah berdiri di hadapannya itu. Susah payah ia tahan gejolak yang berusaha menguap. Perempuan itu memutar badannya hingga membuat tatapan mereka bertemu. "Aku mencintainya!" ucapnya, dengan tangan bersedekap di dada. Tak ada gurat sesal di wajahnya. "Apa aku pernah menyakitimu, hingga kau tega melakukan ini padaku?" Zia menatap kososong deretan pot tanaman hias di halaman depan. "Kau tak pernah menyakitiku. Kau

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 10. Tak Ingin Lebih Sakit Lagi

    "Layanilah perempuan itu dengan baik, aku tak akan melarangnya, karena memang seharusnya begitu."Aiman kembali memejamkan mata, sambil menarik napas dalam. Ia tak ingin memilih, ia hanya ingin hidup tenang dengan merangkul keduanya secara bersamaan. "Jangan berkata begitu, Zi. Abang tau Abang salah, tapi jangan menghukum Abang dengan kata-kata seperti ucapanmu barusan. Abang sungguh sangat mencintaimu!""Bukankah terkadang cinta memang tak harus memiliki?" lirih Zia pelan. "Berusahalah menerima, Zi! Abang akan berusaha untuk adil." Aiman menatap kosong meja rias di hadapannya. "Aku hanya tak ingin lebih sakit lagi!"Seketika Aiman beralih menatapnya tajam, "Kau cukup paham tentang ini, Zi, bersabarlah! Abang mohon. Jika bisa memilih, Abang lebih memilih tak pernah dipertemukan lagi dengan Sintia, tapi Abang bisa apa?""Jangan pernah mengira, seseorang dengan didikan pesantren akan berubah menjadi malaikat! Aku masih manusia biasa, yang bisa merasakan sakit hati dan kecewa," ucap Zi

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 11. Tak Ada Lagi Air Mata

    Aiman mengusap wajah kasar. Ia tahu kalimat yang baru saja meluncur dari bibirnya, mampu kembali melukai Zia, tapi ia tak bisa membohongi hatinya untuk jujur pada istri pertamanya itu. Berharap Zia bisa mengerti dirinya. "Iya, Zi. Abang mencintai kamu, juga Sintia."Sudut bibir Zia terangkat. Kalimat Aiman tak ubah bak belati tajam yang menancap tepat di ulu hatinya. Zia berusaha menguatkan diri. Ia tahu, jika kedepannya, kata-kata yang lebih menyakitkan akan menjadi hal biasa baginya. "Ke luar lah, Bang! Aku sedang ingin sendiri," usir Zia lirih. "Zi," Pelan tangan Aiman menggenggam jemari Zia. Ada rasa tak tega telah menyakiti perempuan baik itu. Namun ia pun tak mau Sintia kecewa. "Pergilah! Malam ini jatah kau dan Sintia, aku tak ingin sedikit pun menjadi penghalang."Hening. Cukup lama hanya desahan napas penuh luka dari bibir Zia yang terdengar, setelahnya Aiman bangkit dan ke luar setelah mencium pucuk kepala Sang istri. Zia mengusap sudut mata yang basah. Tangannya meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 12. Sikap Zia Semakin Dingin

    "Harusnya kau yang iri denganku. Bukankah aku yang pertama kali dan satu-satunya yang merasakan luahan cinta dari Bang Aiman setahun ini." Zia mengedipkan sebelah matanya. Entah sejak kapan Zia menjadi pintar membela hatinya seperti sekarang. Sintia terlihat geram. Emosinya memuncak mendengar kalimat Zia barusan. "Tunggu saja kau, Zia! Aku akan menyingkirkanmu dari hati Bang Aiman."Zia tersenyum lembut, menampakkan dagu runcing penyempurna wajahnya. "Masih ada lagi yang perlu ditanyakan?" Zia menaikkan alis. Sintia menghentakkan kakinya ke lantai seiring emosi di dadanya yang memuncak. Perempuan dengan piyama tidur itu meninggalkan Zia yang masih mematung di pintu kamar. Sintia kembali ke kamar, meraih ponsel di atas nakas, lalu mulai memesan makanan jadi. Tiga hari sudah Sintia tinggal bersama mereka, sejak saat itu pula Zia tak pernah lagi memasuki kamar yang sekarang ditempati Sintia, meski hanya sekedar beres-beres. "Kok, pakaian kotornya nggak di cuci, Sayang?" tanya Aima

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 13. Bermuka Dua

    "Kenapa, Zi?" "Nggak, nggak papa, Ra." Bibir tipis itu melengkung membentuk bulan sabit. "Kamu sendiri?" Zia balik bertanya, berusaha mencair suasana. Suasana hatinya yang tiba-tiba tak nyaman. "Insya Allah, sesegera mungkin, Zi. Do'akan saja semoga lancar semuanya. Nanti kalau udah deket harinya, bakal kukabarin dan kamu harus dateng." Fira tampak sumringah. Zia menatap dengan binar bahagia kalimat Fira. Terbayang kembali bagaimana dulu bahagianya dirinya saat Aiman datang melamarnya. Namun kini semua memudar, bahkan semakin memudar. *Pukul 15.30 Zia sudah sampai di rumah dengan motor matic yang dibelikan Aiman sebagai kado ulang tahun Zia 5 bulan lalu. Setelah memarkirkan motornya, Zia bergegas masuk rumah dan langsung ke kamar. Entahlah, semenjak Sintia tinggal di sini, kamar menjadi tempat ternyaman bagi Zia. Ia bukan lemah, hanya saja berusaha berdamai dengan hatinya. Bagaimana pun, poligami adalah sunnah dan bercerai pun bukan sesuatu yang dilarang. Hanya saja, ia berus

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 14. Didik Dia Sebagaimana Mestinya

    Zia tetap menyantap makanannya hingga tandas. Keringat di dahinya meleleh karena makanan pedas yang ia makan. Selesai makan ia bangkit, mencuci piring kotor miliknya dan kembali duduk di kursi makan yang sama. Sintia terlihat lebih tenang meski bibirnya masih terlihat memble. "Besok tolong cuci pakaian kotormu. Aku nggak mau sampai ada kecoa di kamar mandi karena bau menyengat dari baju kotormu. Aku juga nggak mau sampai ada tamu masuk rumah ini dan melihat baju kotor berserakan di kamar mandi." Zia berucap dengan mata menatap lurus pada Sintia. "Iya, Kak, tadi rencananya ada tukang loundy yang jemput, tapi ggak jadi karena nggak keburu lagi. Rencananya besok." Sintia berucap sambil menahan kesal. Bagaimana tidak, rasa panas di bibir dan mulutnya saja belum hilang, ditambah lagi kata-kata Zia yang barusan membuatnya terpojok dan merasa malu pada suaminya. "Iya, Zi, besok aku yang bakal antar ke loundry." Aiman menengahi. Namun sebenarnya ia tengah memantik api cemburu dan amarah

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 15. Siapa Perempuan Itu?

    Ia sadar, semua yang Zia katakan adalah benar. Bahkan, sejak Sintia di sini, Aiman hanya melihat Sintia hanya melakukan shalat magrib, itu pun harus diajak terlebih dahulu. Saat adzan isya, perempuan itu selalu beralasan ia lelah dan ketika subuh tiba, Sintia dengan manjanya untuk meminta tidur lagi. Aiman tak pernah bisa untuk tegas, bahkan semenjak bersama Sintia, Aiman sering telat melaksanakan shalat subuh karena Zia tak pernah lagi membangunkannya seperti dulu. *"Bangun, Bang! Sudah masuk waktu subuh." Zia menggoncang pelan bahu Aiman yang masih terlelap. Setelah Aiman mulai sadar, Zia melanjutkan murottal qurannya. Aiman bangkit, berjalan menuju kamar mandi, kemudian segera shalat dua rakaat setelah wudhu. Selanjutnya, ia melangkah ke luar, berjalan menuju kamar Sintia. Perempuan itu masih terlelap dalam mimpinya. Berada di antara dua istrinya membuat Aiman terkadang merasa serba salah. Ia tak ingin berpihak pada salah satu di antara keduanya. Namun, sikapnya selalu menunj

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07

Bab terbaru

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 179. Cinta Akan Datang di Waktu yang Tepat

    "Terima kasih atas waktu dua tahunmu membersamaiku, Bang. Semoga kau selalu menjadi laki-laki terbaik bagiku dan Hana, putri kita." Zia menyandarkan kepalanya ke dada bidang lelaki yang sudah dua tahun melengkapi hidupnya. Sebuah jalan takdir yang sama sekali tidak pernah ia duga sebelumnya, jika Farid akan menjadi suami, imam juga jalan dirinya untuk menggapai surga Rabb-nya."Alhamdulillah, Sayang. Abang juga sangat bersyukur sekali bisa dipertemukan dengan perempuan cantik, baik hati, sholeha, sepertimu." Senyum menawan Farid dia persembahkan untuk perempuan asing teristimewa dalam hidupnya. Keduanya saling menautkan jari menikmati semilir angin sore di taman samping rumah sambil melihat kelucuan Hana yang tengah bermain tidak jauh dari tempat mereka duduk.Kehangatan keluarga kecil mereka semakin lengkap setelah kehadiran Hana sebagai pengantar doa-doa panjang dalam setiap sujud mereka sebagai orang tua. Meminta serta memohon keberkahan untuk rumah tangga agar senantiasa berada d

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 178. Semua Karena Sabar

    Tiara menatap lekat wajah laki-laki di hadapannya. Dapat ia rasakan hatinya menghangat seiring cinta yang kian tumbuh dan berkembang terhadap laki-laki itu. "Kau yakin? Apa kau sama sekali tak memiliki rasa sakit hati atas penolakanku selama ini?" tanya Tiara dengan rasa penasaran. "Aku yakin. Tak naif, kecewa itu kerap terasa, hanya saja aku menganggapnya sebagai pecut untuk berjuang meraih cintamu lebih keras lagi. Jujur, di luaran sana ada yang mengejarku untuk meraih cintaku, sayangnya hati ini sudah terpaut sejak lama padamu, Ti." Laki-laki itu terlihat sangat serius. Tiara menatap Miko dengan senyum termanisnya. Hati berdesir kian rapat yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. "Apa kau akan selalu bersikap seperti ini seandianya aku menerima lamaranmu?" Tiara berusaha menuntaskan keingintahuannya. "Apa kau pikir aku akan mengorbankan waktu dan kesabaranku selama ini dalam memperjuangkan cintamu hingga aku akan mengabaikanmu saat kau sudah menjadi milikmu?" Miko balik bertanya

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 177. Menikahlah denganku!

    Zia mengangguk. "Aku udah maafin Sintia, Ti. Lagipula dari dulu Kakak nggak pernah dendam sama Sintia. Sakit hati atas perlakuan Sintia dulu Kakak rasa itu manusiawi, yang pasti sekarang Kakak sudah mengikhlaskan semuanya." Zia tersenyum lembut. "Kakak memang luar biasa. Terima kasih, Kak.""Maafin kesalahan Sintia! Anggap aja kalo Sintia khilaf waktu ngelakuin semuanya," lanjut Zia."Iya, Kak. Aku hanya berharap semoga Sintia tenang di kehidupan abadinya dan ke depannya nggak akan ada lagi Sintia baru di dalam hidup kita." Tiara berucap lirih. Zia mengangguk pelan. "Aamiin.."***"Sekarang tak ada lagi Sintia, Ti. Aku harap kau bisa menerima lamaranku. Maafkan atas sikapku beberapa waktu lalu." Aiman berucap dengan nada memohon. Aiman meminta Tiara untuk menemuinya di tempat biasa, rumah makan yang beberapa kali mereka jadikan tempat bertemu sambil menghabiskan waktu istirahat siang sebelum kembali ke kantor. Tiara tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak agar tidak salah men

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 176. Mengikhlaskan

    Zia mengalihkan perhatiannya kembali pada sang dokter. Lalu menganggukkan kepala. "Benar, Dok. Jadi jika memang harus dilepas, saya dan keluarga akan berusaha menerima dengan lapang dada." Susah payah Zia mengucapkan kata-kata itu melalui bibirnya yang bergetar. Tapi dia harus, dia tidak bisa ikut rapuh di saat Tiara tak sanggup lagi untuk sekedar berdiri. "Tiara!"Zia menggandeng lengan Tiara untuk ke luar setelah pamit pada dokter yang di hadapan mereka. Farid pun memutuskan untuk mengambil alih semua tugas Tiara. Dia mengikuti dokter tersebut agar segera menandatangani surat persetujuan pelepasan alat penunjang hidup Sintia sekaligus melunasi segala biayanya. Jasad Sintia akan dimandikan oleh pihak rumah sakit dan dikafani sekalian di sini. Supaya mereka hanya tinggal menyemayamkan jasad Sintia menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Di sisi lain, Zia mencoba menuntun Tiara ke kursi ruang tunggu. Dia mendudukkan Tiara sembari memberikan sebotol air mineral yang tadi sempat ia b

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 175. Sintia Sekarat

    Tiara bercerita panjang lebar pada Zia. Ia sendiri merasa sedikit tak nyaman menceritakan semuanya pada Zia, terlebih sesuatu yang ada hubungannya dengan Aiman. Tapi ia sendiri seolah tidak memiliki tempat berbagi. Sang nenek tinggal terpisah darinya dengan jarak satu setengah jam perjalanan. Sedangkan sang ayah, laki-laki itu semakin tak memiliki waktu untuknya, bahkan hanya sekedar menelpon pun seolah tak memiliki waktu. "Kakak hanya bisa menyerahkan semua keputusan padamu, Ti. Kau sudah dewasa. Semoga apa pun keputusanmu itu akan berbuah manis di kemudian hati, Ti.""Terima kasih, Kak, sudah sudi mendengar ceritaku. Aku pun berharap begitu. Aku berharap ada kebahagiaan untukku tanpa harus menyakiti hati siapa pun."Telepon terputus. Zia terdiam sejenak. Isi percakapannya dengan Tiara barusan seolah berputar di kepalanya. Ia sendiri tak tahu harus berbuat apa yang pasti ia hanya berharap yang terbaik bagi Tiara. Embusan napas panjang ke luar dari mulutnya. Sekilas wajah patah hati

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 174. Kita Akan Menemukan Jodoh Masing-masing

    Tiara lagi-lagi tersenyum sinis. Kalimat Aiman mampu menoreh luka di relung sana. Bagi Tiara, pantang berbohong apalagi dalam hal sepenting ini."Jika saja kau bisa melihat isi hatiku, maka kalimat yang kau ucapkan barusan tak akan pernah ke luar." Kali ini tatapan mata Tiara lekat di wajah Aiman.Laki-laki itu terdiam sejenak. Mencari alasan agar kali ini usahanya untuk membina keluarga baru tidak kembali gagal. "Maafkan aku, Ti. Aku khilaf!" Aiman berusaha menurunkan egonya. "Kumohon mengertilah. Aku bahkan tak akan bisa tenang jika hubungan kita terus berlanjut. Dua hati yang aku korbankan atau … bisa saja lebih." Tiara berucap sendu. "Apa tak ada jalan lain, Ti?" Kumohon! Aku hanya ingin membina keluarga bahagia dan melihat senyum kedua orang tuaku kembali merekah." Aiman menghiba berharap hati Tiara akan luluh. Tiara bergeming. Bayangan Ibu Ana melintas membuatnya sedikit tak nyaman. Namun, ia tak ingin keadaan lebih buruk lagi. "Percayalah, kita akan menemukan jodoh kita ma

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 173. Penolakan

    "Laki-laki itu masih menyimpan rasa padamu, Sayang!" ucap Farid saat keduanya baru saja masuk ke mobil. Zia menatap lekat wajah sang suami dengan dahi berkerut. Farid sengaja mengalihkan pandangan lurus ke depan. "Maksudnya?" tanya Zia seolah tak mengerti. "Mantan suamimu!" Kali ini Farid melirik sekilas wajah cemberut Zia. "Abang tak suka Zia bertemu dengannya?" "Tidak!""Meski tanpa sengaja?""Ya."Hening. Zia tak lagi meneruskan pertanyaannya. Ia memilih menatap lekat wajah Farid dengan wajah manyun. Farid yang merasa diperhatikan kini tak bisa menyembunyikan tawanya. "Manyun aja keliatan cantik, apalagi senyum." Farid mengecup puncak hidung Zia. Zia tak menjawab. Gemas rasanya karena merasa dipermainkan. "Nggak usah dipikirin! Abang cuma becanda." Farid tersenyum lembut. "Sebenarnya Abang serius kalau dia masih menyimpan rasa padamu. Sayangnya sekarang Abang-lah laki-laki beruntung itu, bukan dia." Farid kembali terkekeh. "Tak usah bahas dia lagi. Zia nggak nyaman," aku Zi

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 172. Aku Mundur

    Aiman bangkit dan mengangsurkan tangannya saat Farid dan Zia sudah berdiri di dekatnya. Farid dan Aiman bersalaman layaknya dua orang yang baru saja kenal. Karena ini memang kali pertamanya Farid dan Aiman bertatap muka. Saat Zia menikah pun Aiman tak datang karena merasa tak mampu melihat Zia berbahagia dengan laki-laki lain. Setelahnya Farid duduk dengan jarak satu kursi dari Aiman. Zia duduk di samping Farid. "Baru sampai?" tanya Farid berusaha mencairkan suasana. Ia tahu jika Aiman masih sangat menginginkan Zia hingga Zia memuyuskan menerima lamarannya. "Sekitar pukul 2 tadi," jawab Aiman. Ia merasakan suasana yang begitu canggung. "Tiara di dalam?" tanya Farid lagi. "Iya, beberapa menit lalu baru masuk." Aiman menjawab singkat pertanyaan Farid. Ia tak tahu harus berbasa-basi seperti apa agar suasana canggung antara mereka bisa menghangat. *Di dalam ruangan ICU Tiara duduk di sisi kiri Sintia. Ditatapnya wajah dengan luka jahitan di kepala dan pipi di hadapannya. Ada iba d

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 171. Cemburu

    "Kau di sini …." Aiman duduk tepat di samping Tiara. "Maaf, saking paniknya aku lupa mengabarimu." Tiara berucap setelah menoleh sekilas pada Aiman. Setelahnya tatapan matanya kembali mengarah pada pintu ruang ICU yang tertutup rapat. "Aku menghubungimu berulang-ulang tapi tapi tak ada balasan. Akhirnya kuputuskan untuk mencarimu di tempat di mana Sintia dirawat.""Terima kasih sudah sepeduli itu padaku." Kalimat Tiara terdengar datar. Kini Aiman seolah tak lagi memiliki daya tarik di matanya. Ia mulai sadar jika terlalu banyak hati bahkan fisik yang tersakiti saat dirinya ia memutuskan untuk menerima lamaran Aiman.Jika ia tetap meneruskan rencana awal ia yakin hati Miko akan bertambah hancur, pun dengan Sintia. Tiara tak ingin menambah api dendam di hati perempuan itu seandainya Sintia sembuh dari komanya. "Besok malam kita bertemu di tempat biasa habis isya! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu," lirih Tiara sendu. Ia sangat paham dengan memutuskan hubungan dengan Aiman berarti

DMCA.com Protection Status