Share

ALASAN SUAMIKU MENDUA
ALASAN SUAMIKU MENDUA
Author: Rizka Fhaqot

Part 1. Luka

Author: Rizka Fhaqot
last update Last Updated: 2022-06-15 16:21:37

[Bang, kapan kau akan jujur pada Kak Zia?] 

[Beri pengertian secepatnya, agar dia bisa menerimaku. Aku tak ingin terus-terusan begini, punya suami tapi seolah hidup sendiri.] 

[Dua bulan Abang tak membagi waktu secara adil. Abang bahkan hanya menemuiku seminggu dua atau hanya sekali saja.] 

Deretan pesan di ponsel suaminya membuat lutut Zia terasa lemas, seakan tak mampu menopang berat badannya yang tak seberapa. Hatinya terasa perih, bahkan sangat perih. 

[Kumohon, bersabarlah. Percayalah, Abang akan melakukannya.] Balas Aiman. 

Chat dari nomor yang diberi nama Sintia di ponsel suaminya mampu membuat persendian di tubuhnya terasa lunglai.

Ponsel yang tak pernah terkunci sejak awal mereka menikah itu lolos dari cengkraman tangannya, terjatuh menghantam lantai. 

Tubuh Zia merosot, kedua tungkai tak kuat menahan beban seiring kalimat-kalimat yang baru saja ia baca seolah memutar di kepalanya. 

Sintia. Perempuan pertama yang diinginkan Aiman untuk mendampinginya sebelum Zia. Apakah itu benar dirinya? 

Bukankah, Sintia telah meninggal setelah kecelakaan tunggal yang merenggut nyawanya? Itu yang Zia dengar dari suaminya waktu itu. Ataukah, mereka memiliki kesamaan nama? Rentetan pertanyaan mengawang di kepala membuat kepalanya berdenyut nyeri. 

Entah berapa kali istigfar ia langitkan, berharap hatinya bisa setegar karang, sekuat gunung es. Namun, tetap saja ia adalah seorang wanita yang kodratnya selalu mengutamakan rasa. 

Zia. Perempuan cantik, bertubuh mungil,  berkulit putih dengan hidung mancung itu, kini tengah menangis sesenggukan memeluk lutut, mendekapkan ke dada, dengan air mata yang tumpah ruah membasahi jilbab biru tua lebarnya. 

Tangisnya begitu pilu, seakan ingin menghabiskan seluruh air mata yang masih tersisa, demi menghilangkan duka esok. 

"Zia! kenapa, Sayang?"

Aiman yang baru saja selesai mandi untuk bersiap ke kantor tergopoh mendekat kearahnya. Mendapati istrinya yang kini tengah tergugu di lantai, dengan tangan memegang kuat telpon genggam miliknya. Detak jantung Aiman berpacu lebih cepat. Teringat pesan dari Sintia semalam lupa dihapusnya. 

"Katakan, Bang! Apa maksud dari semua ini?" tanyanya dengan suara serak. 

Kini ia bertanya tanpa basa-basi memperlihatkan isi pesan yang berhasil merobek kepercayaannya, menghancurkan mimpi-mimpinya. Meminta penjelasan dari orang yang paling dicintainya setahun terakhir.

"Maafkan, Abang, Sayang. Abang tak berniat membohongimu."

Lelaki tampan dengan hidung mancung berwajah oval itu kini terduduk di depan Zia dengan kepala tertunduk, ia sangat paham jika cepat atau lambat semuanya akan menjadi lebih rumit. 

Mengapa Sintia harus kembali hadir dalam kehidupannya dan membawa sejuta kenangan manis bersamanya dulu? 

Aiman mengusap kasar wajahnya. Cintanya pada dua perempuan itu kini menyiksanya, membuat tak nyaman hari-harinya dan akan semakin tak nyaman lagi ke depannya. 

"Apa maksud semua ini, Bang?  Apa maksud dua bulan kau tak membagi waktumu secara adil? Apakah Abang ...?" Zia tak mampu melanjutkan pertanyaannya karena isak yang terus mengurai. Hatinya hancur berkeping. 

"Maafkan Abang, Sayang. Abang telah menikah dengannya dua bulan lalu." Aiman terpaku pada posisi tertunduk. Hatinya ikut hancur, melihat orang tersayang kini terluka karenanya. Namun ia juga tak bisa mengabaikan rasanya pada Sintia yang kini kembali hadir. 

Kalimat yang baru saja keluar dari bibir suaminya, tak ubah laksana palu godam yang menghantam telak ulu hati Zia. Nyeri, sangat nyeri. Dalam mimpi terburuk sekali pun ia tak pernah menyangka mahligai pernikahannya akan hancur karena orang ketiga. 

"Selamat, Bang. Dua bulan kau menyembunyikannya dariku secara sempurna. Atau ... bahkan lebih," lirih Zia berusaha menumpahkan pilu yang bergejolak di dada, mengurai luka yang membuat sesak di dada. 

"Kau berhak marah. Tapi setidaknya, dengar penjelasan Abang! Abang hanya ingin menunggu waktu yang tepat."

Aiman berusaha menenangkan, dengan merengkuh tubuh istrinya. Namun sekuat tenaga Zia melepaskan pelukan suaminyasuaminya, membuat lelaki itu sesikit kepayahan dibuatnya. 

"Jangan menyentuhku, jika tangan itu pula yang Abang gunakan untuk menyentuh wanita lain!"

Zia berujar dengan setengah berteriak, emosi tengah menguasainya saat ini. Namun, ada sesal menelusup dalam hati setelahnya.

Bagaimana pun, Aiman adalah suaminya, suami yang selalu ada untuknya. Suami yang memperlakukannya dengan penuh cinta, suami yang tak pernah rela melihatnya sedih maupun kepayahan. Mengingat semuanya membuat hati Zia semakin nyeri. 

Aiman merasa asing. Setahun menikah bahkan ia tak pernah melihat istrinya meninggikan suara seperti sekarang. Ia tediam. Memutar otak, mencari kata dari mana harus ia memulai untuk  menjelaskan. 

"A —aku bahkan belum menyentuhnya, meski sudah sah menjadi suaminya, dua bulan lalu," ucap Aiman terbata dengan kepala tertunduk. Terpaksa kalimat dusta itu meluncur dari bibirnya, berharap mampu mereda sedikit kekecewaan Zia padanya. 

Tak mungkin ia mengatakan sejujurnya jika dirinya masih sangat mencintai mantan tunangannya itu pada Zia.

"Pilihan yang terlalu berat bagi Abang, untuk menolak pun rasanya tak mungkin." lanjut Aiman. 

Zia bergeming, dengan isi kepala yang sibuk mencerna perkataan Aiman barusan. Mungkinkah semua yang dikatakan Aiman benar? Ataukah, hanya alasan supaya dirinya memaafkan perselingkuhan suaminya? Zia masih tak paham. 

"Munafik!" Zia bersuara lirih, namun mampu mengoyak hati Aiman setelah mendengarnya, Zia bahkan tak mampu untuk bersikap baik pada lelaki yang telah menoreh luka di hatinya itu. "Bukankah dulu, kau mengatakan kalau Sintia telah meninggal, Bang! Lantas apa artinya semua ini?" Zia menangkup telapak tangan menutup wajahnya yang basah. Hatinya begitu rapuh sekarang. 

"Ini, janjimu ingin setia dan menua bersamaku, Bang! Bahkan pernikahan yang baru seumur jagung pun telah kau hianati." Lanjut Zia. Tubuhnya bergetar menahan amarah yang memuncak. 

"Abang terpaksa, Zi. Kau tak paham posisi Abang saat itu." Aiman memijat keningnya yang mulai berdenyut. "Sintia adalah anak dari korban tabrakan yang disebabkan Abang, Zi. Ayahnya meninggal di tempat setelah Abang tabrak, sedangkan Ibunya meninggal dua bulan sebelumnya dan kini dia sendiri." Aiman terpaksa sedikit berbohong, dirinya masih tak sanggup untuk menerima kenyataan terburuk jika Zia tahu dirinya masih sangat mencintai Sintia. 

Zia membekap mulutnya dengan kedua tangan, bersama isak yang kembali terdengar. 

"Apa aku tak sepenting itu, Bang? Sampai-sampai kau tak ingin lagi berbagi denganku?" kini isakan itu pecah kembali menjadi tangis pilu. Kenyataan Aiman menutup semuanya dari dirinya membuat luka yang baru saja tergores menjadi semakin menganga. 

Aiman mendekat meraih tubuh istrinya, mendekap erat tanpa memberi kesempatan Zia untuk menolak. "Kau bahkan lebih penting dari semua itu, Zi," ucap Aiman sendu. "Abang tak tega melihatmu bersedih, Zi, itulah kenapa sampai sekarang Abang masih  belum sanggup jujur." 

Aiman mengusap lembut punggung istrinya, mencium berkali-kali puncak kepala Sang istri, berharap mampu mengurangi luka yang baru saja menggores hatinya. 

"Impianku adalah menjadi Bunda Khodijah di hati Rosulullah, Bang. Beliau tak pernah diduakan selama hidupnya. Karena aku tahu ...  iman dan sabarku tak seteguh Bunda Aisyah dalam menerima kenyataan ini." Zia tergugu dengan menangkup wajahnya di dada bidang suaminya.

"Abang tak memaksamu, Sayang. Abang mohon, dengarkan Abang dulu," lirih Aiman seraya mengusap pelan dan mengecup pucuk kepala istrinya. 

Aiman melerai pelukkannya, menuntun Zia untuk duduk di sisi tempat tidur. Mengusap lembut bulir yang jatuh dengan ujung jari. 

"Banyak yang harus Abang pertimbangkan, sebelum memutuskan semuanya. Tak menutup kemungkinan Abang akan di penjara jika menolak permintaan Sintia." Aiman menangkup kedua tangan di pipi istrinya. Berharap sakit yang diciptakannya berkurang. 

"Berjanjilah untuk selalu di sisi Abang, Sayang!" Aiman menatap tepat netra yang di kelilingi bulu-bulu lentik itu, ia tak ingin Zia pergi dan tak rela pula jika Sintia kembali menghilang. 

Zia kembali tertunduk. Mata yang biasanya selalu ceria, kini terlihat sendu. Senyum yang biasanya merekah kini tak lagi nampak. 

"Insya Allah, aku akan berusaha, Bang. Namun, jika aku merasa tak sanggup, kumohon ridhoi aku untuk menyerah," lirih Zia, mimpinya untuk mengarungi bahtera bersama hingga terpisah oleh ajal, seakan begitu sulit untuk diraih. 

Aiman terdiam, sulit baginya memilih salah satu antara keduanya. Salahkah jika ia ingin merengkuh keduanya dalam bahtera yang sama? 

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Emeli Emelia
dari bab awal aj kayanya menarik yups lanjut
goodnovel comment avatar
Rieca Chandra
Maruk serakah pembohong
goodnovel comment avatar
fany snoer
awalnya sudah menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 2. Awal Petaka

    Flash backHari itu, saat dalam perjalanan ke kantor. Seorang pria paruh baya hendak menyebrang, dari arah kiri jalan menuju arah warung yang berada di seberang jalan. tanpa menoleh terlebih dahulu. Aiman yang berjarak kurang dari sepuluh meter tak mampu lagi mengelak, menginjak tuas rem sekuat apapun rasanya tak kan membuahkan hasil. Hingga mobil yang ia kendalikan menabrak tubuh pria paruh baya itu, hingga terpental cukup jauh. Tubuhnya lemas dengan wajah pucat pasi. Perlahan ia membuka pintu mobil dan keluar menghampiri tubuh yang baru saja membentur mobilnya. Suara riuh rendah terdengar di sekelilingnya. "Pak Bahri nyebrangnya gak noleh kanan kiri, sih. Jadinya kan begini." suara lelaki berkaos hitam tak jauh darinya berdiri berujar. "Iya, maklumlah, semenjak istrinya meninggal, Pak Bahri jadi linglung," jawab seorang ibu berjilbab biru tua di sebelahnya. Rasa bersalah di hatinya semakin menjadi-jadi setelah mendengarnya. Dalam waktu sebentar puluhan orang sudah mengerumuni

    Last Updated : 2022-06-15
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 3. Pertemuan

    Cukup lama Aiman diam sambil menunduk dalam. Sekuat apa ia mencari jalan lain, tetap tak ia temukan. Gemuruh di dada kian terasa, pun dengan kekhawatirannya pada Sintia.Berulang ia memikirkan jalan terbaik, hingga kepalanya berdenyut nyeri. Aiman bangkit berjalan menuju arah pintu, dan mengetuknya beberapa kali. Bibirnya berkali-kali memanggil-manggil nama Sintia. Sesekali ia mengusap dada, dengan disertai helaan napas panjang, berusaha menenangkan degub jantung yang tetap tak bersahabat. "Sin ... tolong buka pintunya! Aku akan memenuhi permintaanmu, tapi tolong buka dulu pintunya." Aiman memelas. Telapak tangannya mengeluarkan keringat. Tepat pada ketukan kelima, barulah Sintia ke luar. Matanya terlihat sembap. Perempuan itu kembali duduk pada tempat semula, mata menatap lurus halaman rumah yang langsung terhubung dengan pagar kecil sebagai pembatas dengan jalan raya. "Maafkan aku, Bang. Terlalu sulit melupakanmu. Lebih dari enam tahun aku mempertahankan rasa ini, berharap aku

    Last Updated : 2022-06-15
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 4. Menikah

    Seminggu setelah kejadian itu, Aiman masih tak bisa melupakan gadis di aula masjid pesantren itu. Sekuat apa ia berusaha, tetap saja bayangannya tak mampu ia enyahkan. "Za, bisa bantu aku, gak?" ucap Aiman pada Reza saat mereka tengah makan siang. Jam istirahat siang adalah waktu yang paling tepat untuk ngobrol sesama teman kantor. Reza menatap Aiman sekilas, sambil tangan sibuk menyendokkan nasi di piringnya memindahkan ke mulut. "Ada apa, Man?" Reza balik bertanya. "Aku minta bantu kamu, biar bisa kenal sama Zia." Wajah Aiman terlihat ragu. Khawatir Reza tidak bersedia membantunya. "Kamu serius?" Reza meyakinkan Aiman. "Iya, Za. Ada rasa tak mampu, tapi rasa itu tak ingin pergi." Aiman memberanikan diri menumpahkan segala rasa pada Reza tentang perempuan yang ia lihat seminggu lalu. "Aku mau bantuin, asal kamu mau janji!" ucap Reza dengan maksud meminta persetujuan. "Janji apa?""Kalau berhasil deketin dia, jangan pernah ngecewain hatinya!" ucap Reza sungguh-sungguh. Bukan

    Last Updated : 2022-06-15
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 5. Kedatangan Ibu

    Sudah tiga hari sejak Zia mengetahui perihal Sintia, sikap dinginnya kini terlihat. Berkali-kali Aiman membuka gawainya, berharap deretan pesan penuh perhatian yang biasa Zia kirimkan akan muncul di layar ponselnya. Namun, berkali-kali pula Aiman harus kecewa. Jangankan mengiriminya pesan, pesan Aiman pun Zia balas dengan sangat singkat. Bahkan foto profil WA Zia yang semenjak mereka menikah tak pernah digantinya, kini sudah tak nampak. "Sebenci itukah dirimu padaku?" Batin Aiman bergejolak. Hari yang biasa dilaluinya penuh dengan damai, kini sebaliknya. Rasa bersalah dan takut kehilangan, membuat garis-garis senyum tak lagi terlihat. Drrrttt ... Drrrttt ... Drrrttt .... Getar ponsel yang beradu dengan meja membuyarkan lamunan Aiman. "Assalamu'alaikum, Bu?" sapa Aiman, setelah melihat nomor Sang penelpon. "Wa'alaikumussalaam. Kamu di mana, Man?""Masih di kantor, Bu!""Zia sehat, kan? Ibu pengen ngasih tau, kalau lusa Ibu sama ayahmu mau ke rumah kalian!""Kok—kok mendadak, Bu

    Last Updated : 2022-06-15
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 6. Kemalingan

    Ibu Ana menoleh menatap Aiman dan Zia bergantian dengan tatapan heran. Perempuan yang masih terlihat cantik di usia lebih dari setengah abad itu, menampakkan wajah heran.Aiman menatap Sang Ibu dengan wajah pias. Degup jantung seakan terhenti. Bayangan Sang Ibu akan mengamuk tergambar jelas. "Apaan, sih? Orang lagi nonton berita juga." Ibu Ana kini tertawa geli. Ternyata Beliau tengah menonton berita kriminal tentang perselingkuhan yang mengakibatkan rumah istri muda dibakar oleh istri tuanya, akibat suami tak mau menceraikan salah satu dari keduanya. Wajah Aiman yang sempat memucat, kini beangsur pulih. Ada rasa geli di hati Zia saat melihat tingkah suaminya barusan. Aiman mengira, Zia telah menceritakan tentang dirinya dan Sintia kepada ibunya. "Ngagetin tau, Bu. Kirain apaan.""Ya sudah, aku mandi dulu, ya, Bu!" ujar Aiman. Ia berusaha meredam keterkejutan yang membuat jantungnya serasa copot. "Sayang! Nanti tanya Ibu lagi aja ya, Abang udah gerah pengen mandi," lanjutnya sambil

    Last Updated : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 7. Perubahan Sikap

    "Tak ada siapa yang merebut siapa, pun tak ada siapa yang memilih siapa. Semua murni jalan takdir. Semua salahku karena tak bisa bertahan lebih lama setelah peristiwa itu." Aiman berusaha membujuk Sintia, bagaimana pun ia tak ingin Sintia menilai buruk Zia yang menurutnya istrinya itu sangat baik. Isakan kecil masih terdengar dari bibir perempuan cantik, berwajah tirus dengan rambut sebahu itu. Dirinya tak terima Aiman membela perempuan lain di hadapannya. "Untuk sementara waktu, bersabarlah. Akan kubujuk Zia agar mau menerimamu untuk tinggal bersamanya." Akhirnya Aiman luluh dan bersedia menyanggupi permintaan Sintia. Namun, ia masih belum tau, entah bagaimana caranya menyampaikan keinginan Sintia pada istrinya. "Makasih, Bang. Akan kutanyakan Tiara teman kantorku. Mungkin dia gak keberatan, jika aku menginap di apartemennya untuk beberapa waktu ke depan."Aiman bisa bernafas lebih lega untuk sementara, walau akhirnya waktu menyesakkan itu akan kembali datang. "Makasih juga, Sin,

    Last Updated : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 8. Kembali Terluka

    Aiman menarik napas panjang, menghembusnya perlahan. Tangannya mengusap pelan wajah Zia "Sintia ingin tinggal bersama kita, Zi!"Mataku Zia sukses terbuka lebar, saat mendengar kalimat terakhir yang Aiman ucap barusan. Ia menggeleng kepala, satu sudut bibirnya terangkat. "Apa sebenarnya yang kalian inginkan? Setelah kalian berhasil menikah diam-diam, kini perempuan itu ingin tinggal bersamaku. Apakah masih kurang luka yang kalian torehkan di hatiku? Apa aku harus memohon pada kalian agar jangan menambah lagi luka di hatiku?"Zia menggigit bibir kuat-kuat, emosinya kembali meninggi, hingga matanya mengembun, mengalirkan bulir-bulir yang menganak sungai di pipi, bermuara di pangkuannya. Aiman menangkupkan kedua tangannya di pipi istrinya. Namun dengan cepat Zia menepisnya. "Abang juga tak menginginkan ini, Zi. Tapi ini demi kebaikan kita semua. Demi keamanan Sintia juga.""Kebaikan bagi kita semua?" Zia tersenyum sinis, air mata tak henti membanjiri pipinya. "Ini untuk kebaikan kalian

    Last Updated : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 9. Kedatangan Sintia

    Mata Zia melebar saat menatap pemandangan yang tak pernah ia harapkan terjadi. Bahkan mimpi pun ia tak pernah mengira, jika pernikahannya akhirnya akan berakhir sesakit ini. Perempuan itu berdiri membelakangi pintu rumah. Rambut sebahunya tergerai, dengan kaos tangan pendak hitam dan celana jeans panjang berwarna senada, membuat kulit putihnya terlihat kontras. Tangannya menenteng satu koper berukuran cukup besar, serta tas kecil tersangkut di bahunya. "Apa yang membuatmu tega melakukan hal itu?" Zia bertanya pada perempuan dengan tinggi badan sekitar 165 sentimeter yang tengah berdiri di hadapannya itu. Susah payah ia tahan gejolak yang berusaha menguap. Perempuan itu memutar badannya hingga membuat tatapan mereka bertemu. "Aku mencintainya!" ucapnya, dengan tangan bersedekap di dada. Tak ada gurat sesal di wajahnya. "Apa aku pernah menyakitimu, hingga kau tega melakukan ini padaku?" Zia menatap kososong deretan pot tanaman hias di halaman depan. "Kau tak pernah menyakitiku. Kau

    Last Updated : 2022-07-07

Latest chapter

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 179. Cinta Akan Datang di Waktu yang Tepat

    "Terima kasih atas waktu dua tahunmu membersamaiku, Bang. Semoga kau selalu menjadi laki-laki terbaik bagiku dan Hana, putri kita." Zia menyandarkan kepalanya ke dada bidang lelaki yang sudah dua tahun melengkapi hidupnya. Sebuah jalan takdir yang sama sekali tidak pernah ia duga sebelumnya, jika Farid akan menjadi suami, imam juga jalan dirinya untuk menggapai surga Rabb-nya."Alhamdulillah, Sayang. Abang juga sangat bersyukur sekali bisa dipertemukan dengan perempuan cantik, baik hati, sholeha, sepertimu." Senyum menawan Farid dia persembahkan untuk perempuan asing teristimewa dalam hidupnya. Keduanya saling menautkan jari menikmati semilir angin sore di taman samping rumah sambil melihat kelucuan Hana yang tengah bermain tidak jauh dari tempat mereka duduk.Kehangatan keluarga kecil mereka semakin lengkap setelah kehadiran Hana sebagai pengantar doa-doa panjang dalam setiap sujud mereka sebagai orang tua. Meminta serta memohon keberkahan untuk rumah tangga agar senantiasa berada d

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 178. Semua Karena Sabar

    Tiara menatap lekat wajah laki-laki di hadapannya. Dapat ia rasakan hatinya menghangat seiring cinta yang kian tumbuh dan berkembang terhadap laki-laki itu. "Kau yakin? Apa kau sama sekali tak memiliki rasa sakit hati atas penolakanku selama ini?" tanya Tiara dengan rasa penasaran. "Aku yakin. Tak naif, kecewa itu kerap terasa, hanya saja aku menganggapnya sebagai pecut untuk berjuang meraih cintamu lebih keras lagi. Jujur, di luaran sana ada yang mengejarku untuk meraih cintaku, sayangnya hati ini sudah terpaut sejak lama padamu, Ti." Laki-laki itu terlihat sangat serius. Tiara menatap Miko dengan senyum termanisnya. Hati berdesir kian rapat yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. "Apa kau akan selalu bersikap seperti ini seandianya aku menerima lamaranmu?" Tiara berusaha menuntaskan keingintahuannya. "Apa kau pikir aku akan mengorbankan waktu dan kesabaranku selama ini dalam memperjuangkan cintamu hingga aku akan mengabaikanmu saat kau sudah menjadi milikmu?" Miko balik bertanya

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 177. Menikahlah denganku!

    Zia mengangguk. "Aku udah maafin Sintia, Ti. Lagipula dari dulu Kakak nggak pernah dendam sama Sintia. Sakit hati atas perlakuan Sintia dulu Kakak rasa itu manusiawi, yang pasti sekarang Kakak sudah mengikhlaskan semuanya." Zia tersenyum lembut. "Kakak memang luar biasa. Terima kasih, Kak.""Maafin kesalahan Sintia! Anggap aja kalo Sintia khilaf waktu ngelakuin semuanya," lanjut Zia."Iya, Kak. Aku hanya berharap semoga Sintia tenang di kehidupan abadinya dan ke depannya nggak akan ada lagi Sintia baru di dalam hidup kita." Tiara berucap lirih. Zia mengangguk pelan. "Aamiin.."***"Sekarang tak ada lagi Sintia, Ti. Aku harap kau bisa menerima lamaranku. Maafkan atas sikapku beberapa waktu lalu." Aiman berucap dengan nada memohon. Aiman meminta Tiara untuk menemuinya di tempat biasa, rumah makan yang beberapa kali mereka jadikan tempat bertemu sambil menghabiskan waktu istirahat siang sebelum kembali ke kantor. Tiara tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak agar tidak salah men

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 176. Mengikhlaskan

    Zia mengalihkan perhatiannya kembali pada sang dokter. Lalu menganggukkan kepala. "Benar, Dok. Jadi jika memang harus dilepas, saya dan keluarga akan berusaha menerima dengan lapang dada." Susah payah Zia mengucapkan kata-kata itu melalui bibirnya yang bergetar. Tapi dia harus, dia tidak bisa ikut rapuh di saat Tiara tak sanggup lagi untuk sekedar berdiri. "Tiara!"Zia menggandeng lengan Tiara untuk ke luar setelah pamit pada dokter yang di hadapan mereka. Farid pun memutuskan untuk mengambil alih semua tugas Tiara. Dia mengikuti dokter tersebut agar segera menandatangani surat persetujuan pelepasan alat penunjang hidup Sintia sekaligus melunasi segala biayanya. Jasad Sintia akan dimandikan oleh pihak rumah sakit dan dikafani sekalian di sini. Supaya mereka hanya tinggal menyemayamkan jasad Sintia menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Di sisi lain, Zia mencoba menuntun Tiara ke kursi ruang tunggu. Dia mendudukkan Tiara sembari memberikan sebotol air mineral yang tadi sempat ia b

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 175. Sintia Sekarat

    Tiara bercerita panjang lebar pada Zia. Ia sendiri merasa sedikit tak nyaman menceritakan semuanya pada Zia, terlebih sesuatu yang ada hubungannya dengan Aiman. Tapi ia sendiri seolah tidak memiliki tempat berbagi. Sang nenek tinggal terpisah darinya dengan jarak satu setengah jam perjalanan. Sedangkan sang ayah, laki-laki itu semakin tak memiliki waktu untuknya, bahkan hanya sekedar menelpon pun seolah tak memiliki waktu. "Kakak hanya bisa menyerahkan semua keputusan padamu, Ti. Kau sudah dewasa. Semoga apa pun keputusanmu itu akan berbuah manis di kemudian hati, Ti.""Terima kasih, Kak, sudah sudi mendengar ceritaku. Aku pun berharap begitu. Aku berharap ada kebahagiaan untukku tanpa harus menyakiti hati siapa pun."Telepon terputus. Zia terdiam sejenak. Isi percakapannya dengan Tiara barusan seolah berputar di kepalanya. Ia sendiri tak tahu harus berbuat apa yang pasti ia hanya berharap yang terbaik bagi Tiara. Embusan napas panjang ke luar dari mulutnya. Sekilas wajah patah hati

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 174. Kita Akan Menemukan Jodoh Masing-masing

    Tiara lagi-lagi tersenyum sinis. Kalimat Aiman mampu menoreh luka di relung sana. Bagi Tiara, pantang berbohong apalagi dalam hal sepenting ini."Jika saja kau bisa melihat isi hatiku, maka kalimat yang kau ucapkan barusan tak akan pernah ke luar." Kali ini tatapan mata Tiara lekat di wajah Aiman.Laki-laki itu terdiam sejenak. Mencari alasan agar kali ini usahanya untuk membina keluarga baru tidak kembali gagal. "Maafkan aku, Ti. Aku khilaf!" Aiman berusaha menurunkan egonya. "Kumohon mengertilah. Aku bahkan tak akan bisa tenang jika hubungan kita terus berlanjut. Dua hati yang aku korbankan atau … bisa saja lebih." Tiara berucap sendu. "Apa tak ada jalan lain, Ti?" Kumohon! Aku hanya ingin membina keluarga bahagia dan melihat senyum kedua orang tuaku kembali merekah." Aiman menghiba berharap hati Tiara akan luluh. Tiara bergeming. Bayangan Ibu Ana melintas membuatnya sedikit tak nyaman. Namun, ia tak ingin keadaan lebih buruk lagi. "Percayalah, kita akan menemukan jodoh kita ma

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 173. Penolakan

    "Laki-laki itu masih menyimpan rasa padamu, Sayang!" ucap Farid saat keduanya baru saja masuk ke mobil. Zia menatap lekat wajah sang suami dengan dahi berkerut. Farid sengaja mengalihkan pandangan lurus ke depan. "Maksudnya?" tanya Zia seolah tak mengerti. "Mantan suamimu!" Kali ini Farid melirik sekilas wajah cemberut Zia. "Abang tak suka Zia bertemu dengannya?" "Tidak!""Meski tanpa sengaja?""Ya."Hening. Zia tak lagi meneruskan pertanyaannya. Ia memilih menatap lekat wajah Farid dengan wajah manyun. Farid yang merasa diperhatikan kini tak bisa menyembunyikan tawanya. "Manyun aja keliatan cantik, apalagi senyum." Farid mengecup puncak hidung Zia. Zia tak menjawab. Gemas rasanya karena merasa dipermainkan. "Nggak usah dipikirin! Abang cuma becanda." Farid tersenyum lembut. "Sebenarnya Abang serius kalau dia masih menyimpan rasa padamu. Sayangnya sekarang Abang-lah laki-laki beruntung itu, bukan dia." Farid kembali terkekeh. "Tak usah bahas dia lagi. Zia nggak nyaman," aku Zi

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 172. Aku Mundur

    Aiman bangkit dan mengangsurkan tangannya saat Farid dan Zia sudah berdiri di dekatnya. Farid dan Aiman bersalaman layaknya dua orang yang baru saja kenal. Karena ini memang kali pertamanya Farid dan Aiman bertatap muka. Saat Zia menikah pun Aiman tak datang karena merasa tak mampu melihat Zia berbahagia dengan laki-laki lain. Setelahnya Farid duduk dengan jarak satu kursi dari Aiman. Zia duduk di samping Farid. "Baru sampai?" tanya Farid berusaha mencairkan suasana. Ia tahu jika Aiman masih sangat menginginkan Zia hingga Zia memuyuskan menerima lamarannya. "Sekitar pukul 2 tadi," jawab Aiman. Ia merasakan suasana yang begitu canggung. "Tiara di dalam?" tanya Farid lagi. "Iya, beberapa menit lalu baru masuk." Aiman menjawab singkat pertanyaan Farid. Ia tak tahu harus berbasa-basi seperti apa agar suasana canggung antara mereka bisa menghangat. *Di dalam ruangan ICU Tiara duduk di sisi kiri Sintia. Ditatapnya wajah dengan luka jahitan di kepala dan pipi di hadapannya. Ada iba d

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 171. Cemburu

    "Kau di sini …." Aiman duduk tepat di samping Tiara. "Maaf, saking paniknya aku lupa mengabarimu." Tiara berucap setelah menoleh sekilas pada Aiman. Setelahnya tatapan matanya kembali mengarah pada pintu ruang ICU yang tertutup rapat. "Aku menghubungimu berulang-ulang tapi tapi tak ada balasan. Akhirnya kuputuskan untuk mencarimu di tempat di mana Sintia dirawat.""Terima kasih sudah sepeduli itu padaku." Kalimat Tiara terdengar datar. Kini Aiman seolah tak lagi memiliki daya tarik di matanya. Ia mulai sadar jika terlalu banyak hati bahkan fisik yang tersakiti saat dirinya ia memutuskan untuk menerima lamaran Aiman.Jika ia tetap meneruskan rencana awal ia yakin hati Miko akan bertambah hancur, pun dengan Sintia. Tiara tak ingin menambah api dendam di hati perempuan itu seandainya Sintia sembuh dari komanya. "Besok malam kita bertemu di tempat biasa habis isya! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu," lirih Tiara sendu. Ia sangat paham dengan memutuskan hubungan dengan Aiman berarti

DMCA.com Protection Status