Share

Part 4. Menikah

Penulis: Rizka Fhaqot
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-15 16:24:14

Seminggu setelah kejadian itu, Aiman masih tak bisa melupakan gadis di aula masjid pesantren itu. Sekuat apa ia berusaha, tetap saja bayangannya tak mampu ia enyahkan. 

"Za, bisa bantu aku, gak?" ucap Aiman pada Reza saat mereka tengah makan siang. Jam istirahat siang adalah waktu yang paling tepat untuk ngobrol sesama teman kantor. 

Reza menatap Aiman sekilas, sambil tangan sibuk menyendokkan nasi di piringnya memindahkan ke mulut. 

"Ada apa, Man?" Reza balik bertanya. 

"Aku minta bantu kamu, biar bisa kenal sama Zia." Wajah Aiman terlihat ragu. Khawatir Reza tidak bersedia membantunya. 

"Kamu serius?" Reza meyakinkan Aiman. 

"Iya, Za. Ada rasa tak mampu, tapi rasa itu tak ingin pergi." Aiman memberanikan diri menumpahkan  segala rasa pada Reza tentang perempuan yang ia lihat seminggu lalu. 

"Aku mau bantuin, asal kamu mau janji!" ucap Reza dengan maksud meminta persetujuan. 

"Janji apa?"

"Kalau berhasil deketin dia, jangan pernah ngecewain hatinya!" ucap Reza sungguh-sungguh. 

Bukan tanpa alasan Reza berkata demikian. Adiba adiknya, sering bercerita tentang Zia. Sahabat terbaik Adiba saat menimba ilmu di pesantren yang sama. Bagaimana beratnya hari-hari yang Zia lalui, tanpa keluarga yang menjadi tempat berbagi suka duka hidupnya. 

"Kurasa, kau cukup tau bagaimana aku!" jawab Aiman. 

Reza hanya bergeming. Ia memang cukup tau dengan laki-laki yang tengah duduk di depannya itu. Lelaki dengan wajah tampan dan postur tubuh ideal, hidung bangirnya menyempurnakan tampilan ciptaan Allah agar terlihat sempurna. 

Tak mungkin rasanya, jika Aiman tak memiliki pasangan. Namun, itulah yang terjadi. Empat tahun satu kantor, Reza tak pernah melihat ada  tanda-tanda jika Aiman memiliki pacar. 

Jika Aiman mau, teman sekantornya pun beberapa kali pernah memperlihatkan ketertarikan padanya. Namun, entah kenapa, hatinya begitu dingin. Setelah Sintia tunangannya, yang dikabarkan meninggal lima tahun lalu, hati Aiman terasa begitu kosong. Hingga pertemuannya dengan Zia-lah, gunung es itu seolah mencair. 

"Akan kuusahakan! Jika kau mau, aku memiliki nomor ponselnya." Tawar Reza pada Aiman yang disambut rona bahagia di wajah Aiman. 

Aiman memberanikan diri mengirim pesan pada Zia, sekedar basa-basi. Satu bulan setelahnya keakraban mulai terjalin. 

*****

Jika Allah menciptakan rasa bahagia, maka akan ada pula kecewa sebagai tandingannya. Itu juga yang Aiman rasakan. 

Hari itu, dua bulan setelah pertemuan pertama. Lebih tepatnya, pertama Aiman melihat Zia. Aiman berniat meminta pada gadis itu, untuk mengenalnya lebih jauh.

Semua bermula, saat Aiman melihat story W* milik Zia, sebuah foto pernikahan dengan caption, sakinah hingga jannah sahabatku. Spontan Aiman nengomentari foto tersebut.

[Yang do'ain, udah punya calon?] 

Lama tak berbalas padahal pesan sudah centang biru, hati Aiman mulai resah. Takut jika Zia tak menyukai pesan darinya. Setelah lebih dari sepuluh menit menunggu, barulah sebuah pesan masuk dari Zia. 

[Insya Allah, udah Allah siapin!] balas Zia dengan emot tersenyum malu. 

[Siapa laki-laki beruntung itu?] 

[Zia juga belum kenal] balas Zia, kali ini dengan emot tertawa. 

[Maaf, Zi, jika ini terlalu cepat. Bolehkah jika aku ingin lebih mengenalmu? Itu juga, bila kau mengizinkan.]

Aiman sangat paham, batasan-batasan seorang santri seperti Zia. Meskipun dirinya bukan dari kalangan santri, setidaknya dulu ia pun bersekolah di Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah, saat SMP dan SMA. Jadi meski tak semahir Zia, dirinya pun cukup tahu bagaimana harus bersikap selayaknya.

[Belum sekarang, Bang!] 

[Beri tahu aku, kapan kau siap untuk kuajak menikah? Karena aku tak pernah mengajakmu bermaksiat melainkan untuk ibadah.] 

Aiman harap-harap cemas dengan balasan pesan dari Zia. Jika Zia menolak, akankah dirinya akan kembali mengalami patah hati seperti sebelumnya? 

[Temui Abi sama Ummi, jika memang Bang Aiman serius. Tapi sebelumnya, aku meminta syarat.] 

[Apa syaratmu?] balas Aiman cepat. 

[Bacakan surat Ar-rahman padaku, saat nanti Abang mendatangi Abi. Setelahnya, aku akan memutuskan kebersediaanku pada lamaran, Abang.]

Setelah kejadian itu, setiap sebelum azan magrib, Aiman sudah pergi ke masjid yang tak jauh dari rumahnya. Tak dihiraukannya tatapan heran dari Ibu dan ayahnya maupun Sang Adik, atas perubahan drastis yang ia tunjukan.

Jika sebelumnya, Aiman hanya akan ke masjid saat sholat jum'at saja. Namun, kali ini hampir setiap hari, kecuali saat lembur di kantor.

Ustadz Ibrohim sudah setia menunggunya, setelah sebelumnya mengajar ngaji anak-anak. 

Aiman meminta Ustadz Ibrohim untuk membenarkan bacaannya yang kurang tepat, karena ingin memberikan yang terbaik saat ia menjumpai Ustadz Nasrun kelak. 

Bagaimanapun ia ingin berjuang untuk mendapatkan Zia, gadis yang ia anggap  mempu mengurai sedih menjadi senyum. Gadis yang ia harap, mampu menjadi ibu terbaik bagi anak keturunannya kelak. 

******

Syarat yang Zia ajukan bisa Aiman lewati dengan  baik. Tak sia-sia dulu Ibu dan ayahnya memaksanya untuk bersekolah di MTS dan MA  setelah selesai sekolah dasar. Ternyata ilmunya dulu, sangat bermanfaat bagi dirinya  sekarang. 

Tepat dua bulan setelah itu, Aiman mengajak orang tuanya ke pesantren, untuk melamar gadis yang mampu membuatnya lupa pada kejadian lima tahun lalu. 

"Acaranya mau diadakan di mana?" 

Ustadz Nasrun kembali bersuara, setelah lamaran dari pihak laki-laki diterima dengan baik. 

"Kami manut sama Pak Ustadz saja, iya kan, Bu?" jawab Pak Ramli, sambil melempar tanya kepada istrinya. Senyum mengembang di sela-sela kata yang terucap. Ya, senyum bahagia.

Rasa lelah mengingatkan Aiman untuk melupakan Sintia, telah membuahkan hasil. 

"Iya, pak ustadz," jawab Ibu Ana. 

"Ya, sudah. Kalau begitu, saya tanyakan langsung pada calon wanitanya! Bagaimana, Zia?"

Ustadz Nasrun mengalihkan pandangan pada Zia, pun dengan yang lain. Zia yang duduk di antara Ustadzah Hamidah dan Adiba, hanya menunduk tanpa mampu mengangkat wajah.

Ustadzah Hamidah menggenggam erat jemari yang terbalut kulit putih itu dengan lembut, berusaha mengalirkan kekuatan. 

"Di mana pun itu, jika baik menurut Ummi sama Abi, maka Zia akan nurut," ucap Zia dengan perasaan  gugup. 

Di ruang tamu rumah Ustadz Nasrun mereka bertemu. Aiman membawa anggota keluarganya, Ibu, Ayah dan juga Ari, adik semata wayangnya, juga Tante Erna bersama suaminya. Tante Erna adalah Adik kandung Ana, ibunya Aiman. Aiman pun mengajak Reza untuk ikut serta. 

Adiba dan Fitri turut hadir. Zia meminta kedua sahabatnya untuk menghadiri acaranya. 

Zia tak banyak bersuara. Sebelumnya ia sudah menitip pesan pada Ustadzah Hamidah, yang kemudian disampaikan kepada Ustadz Nasrun. "Jika Bang Aiman mampu menyelesaikan syarat  yang Zia minta, maka keputusannya, Zia serahkan kepada Ummi dan Abi," ujar Zia pada Ustadzah Hamidah sehari sebelumnya. 

"Kalau begitu! Bagaimana kalau kita adakan acaranya di sini saja?  Di pesantren?" tanya Ustadz Nasrun. 

"Baiklah Pak Ustadz. Sebaiknya pun begitu, biar lebih barokah," jawab Pak Ramli. 

"Bagaimana Zia?" Ustadz Nasrun kembali melempar tanya, yang Zia jawab dengan anggukan. 

Hari dan tanggal telah ditentukan, atas kesepakatan bersama. 

Hari di mana, Zia harus siap mengabdi pada lelaki yang bergelar suami itu, kini tiba. Lelaki berwajah teduh sejak empat bulan terakhir, selalu disebutnya dalam do'a, kini resmi bergelar suaminya. 

"Ternyata dirimulah gadis beruntung itu." 

Adiba berkata saat mengiringi Zia keluar dari kamar tamu rumah Ustadz Nasrun, bersama Fitri. Dua sahabat Zia yang selalu ada disemua keadaannya. 

"Masak sih, Dib?" 

"Bang Reza pernah cerita, pas kami berdua pulang acara lamaran kemaren. Sebenarnya banyak yang berusaha ngedeketin Bang Aiman, tapi gak pernah ada yang sanggup naklukin," jawab Adiba sambil tertawa kecil. 

"Urusan gombal, ternyata kamu hebat ya, Dib!" Zia tersenyum manis. 

"Beneran, Zi! Bayangkan, Bang Reza cerita, empat tahun satu kantor, Bang Aiman gak pernah pacaran. Berarti kamu beruntung bangetkan? Secara, cowok seganteng Bang Aiman gak punya pacar, kan langka banget." Adiba tertawa pelan. 

"Udah-udah, keburu tamu pulang nungguin kalian kelar gosip." Fitri akhirnya bersuara. 

Dari tadi dirinya hanya menjadi pendengar setia. Dalam hatinya berdo'a, semoga Allah juga memilihnya untuk mendapatkan jodoh terbaik kelak. 

Air mata bahagia menetes, saat tatapan Zia jatuh pada Ustadz Nasrun dan Ustadzah Hamidah, yang mendampinginya di pelaminan. "Andaikan saja Ibu dan Ayah masih utuh?" Pelan ia lafadzkan surat pembuka qur'an bagi kedua orang tuanya yang telah lebih dulu kembali. 

"Kau kenapa, Zi? Tersenyumlah! Agar tak ada yang mengira kau terpaksa menikah denganku!" ucap Aiman dengan tersenyum menggoda. 

Zia hanya tersenyum, tangan kanannya menyeka bulir yang memaksa keluar. 

Acara resepsi pernikahan dibuat cukup meriah. Sebuah grup nasyid menemani para tamu yang tengah sibuk menghadiri acara sakral yang tengah berlangsung. Senyum terukir dari semua bibir yang hadir, kecuali bibir Tante Erna. Bibir itu tetap datar. Tak ada yang tau, apa yang membuat perempuan 45 tahun itu terlihat tak bersahabat, selain Ummi Hamidah dan Ustadz Nasrun. 

Bab terkait

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 5. Kedatangan Ibu

    Sudah tiga hari sejak Zia mengetahui perihal Sintia, sikap dinginnya kini terlihat. Berkali-kali Aiman membuka gawainya, berharap deretan pesan penuh perhatian yang biasa Zia kirimkan akan muncul di layar ponselnya. Namun, berkali-kali pula Aiman harus kecewa. Jangankan mengiriminya pesan, pesan Aiman pun Zia balas dengan sangat singkat. Bahkan foto profil WA Zia yang semenjak mereka menikah tak pernah digantinya, kini sudah tak nampak. "Sebenci itukah dirimu padaku?" Batin Aiman bergejolak. Hari yang biasa dilaluinya penuh dengan damai, kini sebaliknya. Rasa bersalah dan takut kehilangan, membuat garis-garis senyum tak lagi terlihat. Drrrttt ... Drrrttt ... Drrrttt .... Getar ponsel yang beradu dengan meja membuyarkan lamunan Aiman. "Assalamu'alaikum, Bu?" sapa Aiman, setelah melihat nomor Sang penelpon. "Wa'alaikumussalaam. Kamu di mana, Man?""Masih di kantor, Bu!""Zia sehat, kan? Ibu pengen ngasih tau, kalau lusa Ibu sama ayahmu mau ke rumah kalian!""Kok—kok mendadak, Bu

    Terakhir Diperbarui : 2022-06-15
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 6. Kemalingan

    Ibu Ana menoleh menatap Aiman dan Zia bergantian dengan tatapan heran. Perempuan yang masih terlihat cantik di usia lebih dari setengah abad itu, menampakkan wajah heran.Aiman menatap Sang Ibu dengan wajah pias. Degup jantung seakan terhenti. Bayangan Sang Ibu akan mengamuk tergambar jelas. "Apaan, sih? Orang lagi nonton berita juga." Ibu Ana kini tertawa geli. Ternyata Beliau tengah menonton berita kriminal tentang perselingkuhan yang mengakibatkan rumah istri muda dibakar oleh istri tuanya, akibat suami tak mau menceraikan salah satu dari keduanya. Wajah Aiman yang sempat memucat, kini beangsur pulih. Ada rasa geli di hati Zia saat melihat tingkah suaminya barusan. Aiman mengira, Zia telah menceritakan tentang dirinya dan Sintia kepada ibunya. "Ngagetin tau, Bu. Kirain apaan.""Ya sudah, aku mandi dulu, ya, Bu!" ujar Aiman. Ia berusaha meredam keterkejutan yang membuat jantungnya serasa copot. "Sayang! Nanti tanya Ibu lagi aja ya, Abang udah gerah pengen mandi," lanjutnya sambil

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 7. Perubahan Sikap

    "Tak ada siapa yang merebut siapa, pun tak ada siapa yang memilih siapa. Semua murni jalan takdir. Semua salahku karena tak bisa bertahan lebih lama setelah peristiwa itu." Aiman berusaha membujuk Sintia, bagaimana pun ia tak ingin Sintia menilai buruk Zia yang menurutnya istrinya itu sangat baik. Isakan kecil masih terdengar dari bibir perempuan cantik, berwajah tirus dengan rambut sebahu itu. Dirinya tak terima Aiman membela perempuan lain di hadapannya. "Untuk sementara waktu, bersabarlah. Akan kubujuk Zia agar mau menerimamu untuk tinggal bersamanya." Akhirnya Aiman luluh dan bersedia menyanggupi permintaan Sintia. Namun, ia masih belum tau, entah bagaimana caranya menyampaikan keinginan Sintia pada istrinya. "Makasih, Bang. Akan kutanyakan Tiara teman kantorku. Mungkin dia gak keberatan, jika aku menginap di apartemennya untuk beberapa waktu ke depan."Aiman bisa bernafas lebih lega untuk sementara, walau akhirnya waktu menyesakkan itu akan kembali datang. "Makasih juga, Sin,

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 8. Kembali Terluka

    Aiman menarik napas panjang, menghembusnya perlahan. Tangannya mengusap pelan wajah Zia "Sintia ingin tinggal bersama kita, Zi!"Mataku Zia sukses terbuka lebar, saat mendengar kalimat terakhir yang Aiman ucap barusan. Ia menggeleng kepala, satu sudut bibirnya terangkat. "Apa sebenarnya yang kalian inginkan? Setelah kalian berhasil menikah diam-diam, kini perempuan itu ingin tinggal bersamaku. Apakah masih kurang luka yang kalian torehkan di hatiku? Apa aku harus memohon pada kalian agar jangan menambah lagi luka di hatiku?"Zia menggigit bibir kuat-kuat, emosinya kembali meninggi, hingga matanya mengembun, mengalirkan bulir-bulir yang menganak sungai di pipi, bermuara di pangkuannya. Aiman menangkupkan kedua tangannya di pipi istrinya. Namun dengan cepat Zia menepisnya. "Abang juga tak menginginkan ini, Zi. Tapi ini demi kebaikan kita semua. Demi keamanan Sintia juga.""Kebaikan bagi kita semua?" Zia tersenyum sinis, air mata tak henti membanjiri pipinya. "Ini untuk kebaikan kalian

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 9. Kedatangan Sintia

    Mata Zia melebar saat menatap pemandangan yang tak pernah ia harapkan terjadi. Bahkan mimpi pun ia tak pernah mengira, jika pernikahannya akhirnya akan berakhir sesakit ini. Perempuan itu berdiri membelakangi pintu rumah. Rambut sebahunya tergerai, dengan kaos tangan pendak hitam dan celana jeans panjang berwarna senada, membuat kulit putihnya terlihat kontras. Tangannya menenteng satu koper berukuran cukup besar, serta tas kecil tersangkut di bahunya. "Apa yang membuatmu tega melakukan hal itu?" Zia bertanya pada perempuan dengan tinggi badan sekitar 165 sentimeter yang tengah berdiri di hadapannya itu. Susah payah ia tahan gejolak yang berusaha menguap. Perempuan itu memutar badannya hingga membuat tatapan mereka bertemu. "Aku mencintainya!" ucapnya, dengan tangan bersedekap di dada. Tak ada gurat sesal di wajahnya. "Apa aku pernah menyakitimu, hingga kau tega melakukan ini padaku?" Zia menatap kososong deretan pot tanaman hias di halaman depan. "Kau tak pernah menyakitiku. Kau

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 10. Tak Ingin Lebih Sakit Lagi

    "Layanilah perempuan itu dengan baik, aku tak akan melarangnya, karena memang seharusnya begitu."Aiman kembali memejamkan mata, sambil menarik napas dalam. Ia tak ingin memilih, ia hanya ingin hidup tenang dengan merangkul keduanya secara bersamaan. "Jangan berkata begitu, Zi. Abang tau Abang salah, tapi jangan menghukum Abang dengan kata-kata seperti ucapanmu barusan. Abang sungguh sangat mencintaimu!""Bukankah terkadang cinta memang tak harus memiliki?" lirih Zia pelan. "Berusahalah menerima, Zi! Abang akan berusaha untuk adil." Aiman menatap kosong meja rias di hadapannya. "Aku hanya tak ingin lebih sakit lagi!"Seketika Aiman beralih menatapnya tajam, "Kau cukup paham tentang ini, Zi, bersabarlah! Abang mohon. Jika bisa memilih, Abang lebih memilih tak pernah dipertemukan lagi dengan Sintia, tapi Abang bisa apa?""Jangan pernah mengira, seseorang dengan didikan pesantren akan berubah menjadi malaikat! Aku masih manusia biasa, yang bisa merasakan sakit hati dan kecewa," ucap Zi

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 11. Tak Ada Lagi Air Mata

    Aiman mengusap wajah kasar. Ia tahu kalimat yang baru saja meluncur dari bibirnya, mampu kembali melukai Zia, tapi ia tak bisa membohongi hatinya untuk jujur pada istri pertamanya itu. Berharap Zia bisa mengerti dirinya. "Iya, Zi. Abang mencintai kamu, juga Sintia."Sudut bibir Zia terangkat. Kalimat Aiman tak ubah bak belati tajam yang menancap tepat di ulu hatinya. Zia berusaha menguatkan diri. Ia tahu, jika kedepannya, kata-kata yang lebih menyakitkan akan menjadi hal biasa baginya. "Ke luar lah, Bang! Aku sedang ingin sendiri," usir Zia lirih. "Zi," Pelan tangan Aiman menggenggam jemari Zia. Ada rasa tak tega telah menyakiti perempuan baik itu. Namun ia pun tak mau Sintia kecewa. "Pergilah! Malam ini jatah kau dan Sintia, aku tak ingin sedikit pun menjadi penghalang."Hening. Cukup lama hanya desahan napas penuh luka dari bibir Zia yang terdengar, setelahnya Aiman bangkit dan ke luar setelah mencium pucuk kepala Sang istri. Zia mengusap sudut mata yang basah. Tangannya meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07
  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 12. Sikap Zia Semakin Dingin

    "Harusnya kau yang iri denganku. Bukankah aku yang pertama kali dan satu-satunya yang merasakan luahan cinta dari Bang Aiman setahun ini." Zia mengedipkan sebelah matanya. Entah sejak kapan Zia menjadi pintar membela hatinya seperti sekarang. Sintia terlihat geram. Emosinya memuncak mendengar kalimat Zia barusan. "Tunggu saja kau, Zia! Aku akan menyingkirkanmu dari hati Bang Aiman."Zia tersenyum lembut, menampakkan dagu runcing penyempurna wajahnya. "Masih ada lagi yang perlu ditanyakan?" Zia menaikkan alis. Sintia menghentakkan kakinya ke lantai seiring emosi di dadanya yang memuncak. Perempuan dengan piyama tidur itu meninggalkan Zia yang masih mematung di pintu kamar. Sintia kembali ke kamar, meraih ponsel di atas nakas, lalu mulai memesan makanan jadi. Tiga hari sudah Sintia tinggal bersama mereka, sejak saat itu pula Zia tak pernah lagi memasuki kamar yang sekarang ditempati Sintia, meski hanya sekedar beres-beres. "Kok, pakaian kotornya nggak di cuci, Sayang?" tanya Aima

    Terakhir Diperbarui : 2022-07-07

Bab terbaru

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 179. Cinta Akan Datang di Waktu yang Tepat

    "Terima kasih atas waktu dua tahunmu membersamaiku, Bang. Semoga kau selalu menjadi laki-laki terbaik bagiku dan Hana, putri kita." Zia menyandarkan kepalanya ke dada bidang lelaki yang sudah dua tahun melengkapi hidupnya. Sebuah jalan takdir yang sama sekali tidak pernah ia duga sebelumnya, jika Farid akan menjadi suami, imam juga jalan dirinya untuk menggapai surga Rabb-nya."Alhamdulillah, Sayang. Abang juga sangat bersyukur sekali bisa dipertemukan dengan perempuan cantik, baik hati, sholeha, sepertimu." Senyum menawan Farid dia persembahkan untuk perempuan asing teristimewa dalam hidupnya. Keduanya saling menautkan jari menikmati semilir angin sore di taman samping rumah sambil melihat kelucuan Hana yang tengah bermain tidak jauh dari tempat mereka duduk.Kehangatan keluarga kecil mereka semakin lengkap setelah kehadiran Hana sebagai pengantar doa-doa panjang dalam setiap sujud mereka sebagai orang tua. Meminta serta memohon keberkahan untuk rumah tangga agar senantiasa berada d

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 178. Semua Karena Sabar

    Tiara menatap lekat wajah laki-laki di hadapannya. Dapat ia rasakan hatinya menghangat seiring cinta yang kian tumbuh dan berkembang terhadap laki-laki itu. "Kau yakin? Apa kau sama sekali tak memiliki rasa sakit hati atas penolakanku selama ini?" tanya Tiara dengan rasa penasaran. "Aku yakin. Tak naif, kecewa itu kerap terasa, hanya saja aku menganggapnya sebagai pecut untuk berjuang meraih cintamu lebih keras lagi. Jujur, di luaran sana ada yang mengejarku untuk meraih cintaku, sayangnya hati ini sudah terpaut sejak lama padamu, Ti." Laki-laki itu terlihat sangat serius. Tiara menatap Miko dengan senyum termanisnya. Hati berdesir kian rapat yang sebelumnya tak pernah ia rasakan. "Apa kau akan selalu bersikap seperti ini seandianya aku menerima lamaranmu?" Tiara berusaha menuntaskan keingintahuannya. "Apa kau pikir aku akan mengorbankan waktu dan kesabaranku selama ini dalam memperjuangkan cintamu hingga aku akan mengabaikanmu saat kau sudah menjadi milikmu?" Miko balik bertanya

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 177. Menikahlah denganku!

    Zia mengangguk. "Aku udah maafin Sintia, Ti. Lagipula dari dulu Kakak nggak pernah dendam sama Sintia. Sakit hati atas perlakuan Sintia dulu Kakak rasa itu manusiawi, yang pasti sekarang Kakak sudah mengikhlaskan semuanya." Zia tersenyum lembut. "Kakak memang luar biasa. Terima kasih, Kak.""Maafin kesalahan Sintia! Anggap aja kalo Sintia khilaf waktu ngelakuin semuanya," lanjut Zia."Iya, Kak. Aku hanya berharap semoga Sintia tenang di kehidupan abadinya dan ke depannya nggak akan ada lagi Sintia baru di dalam hidup kita." Tiara berucap lirih. Zia mengangguk pelan. "Aamiin.."***"Sekarang tak ada lagi Sintia, Ti. Aku harap kau bisa menerima lamaranku. Maafkan atas sikapku beberapa waktu lalu." Aiman berucap dengan nada memohon. Aiman meminta Tiara untuk menemuinya di tempat biasa, rumah makan yang beberapa kali mereka jadikan tempat bertemu sambil menghabiskan waktu istirahat siang sebelum kembali ke kantor. Tiara tidak langsung menjawab, ia berpikir sejenak agar tidak salah men

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 176. Mengikhlaskan

    Zia mengalihkan perhatiannya kembali pada sang dokter. Lalu menganggukkan kepala. "Benar, Dok. Jadi jika memang harus dilepas, saya dan keluarga akan berusaha menerima dengan lapang dada." Susah payah Zia mengucapkan kata-kata itu melalui bibirnya yang bergetar. Tapi dia harus, dia tidak bisa ikut rapuh di saat Tiara tak sanggup lagi untuk sekedar berdiri. "Tiara!"Zia menggandeng lengan Tiara untuk ke luar setelah pamit pada dokter yang di hadapan mereka. Farid pun memutuskan untuk mengambil alih semua tugas Tiara. Dia mengikuti dokter tersebut agar segera menandatangani surat persetujuan pelepasan alat penunjang hidup Sintia sekaligus melunasi segala biayanya. Jasad Sintia akan dimandikan oleh pihak rumah sakit dan dikafani sekalian di sini. Supaya mereka hanya tinggal menyemayamkan jasad Sintia menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Di sisi lain, Zia mencoba menuntun Tiara ke kursi ruang tunggu. Dia mendudukkan Tiara sembari memberikan sebotol air mineral yang tadi sempat ia b

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 175. Sintia Sekarat

    Tiara bercerita panjang lebar pada Zia. Ia sendiri merasa sedikit tak nyaman menceritakan semuanya pada Zia, terlebih sesuatu yang ada hubungannya dengan Aiman. Tapi ia sendiri seolah tidak memiliki tempat berbagi. Sang nenek tinggal terpisah darinya dengan jarak satu setengah jam perjalanan. Sedangkan sang ayah, laki-laki itu semakin tak memiliki waktu untuknya, bahkan hanya sekedar menelpon pun seolah tak memiliki waktu. "Kakak hanya bisa menyerahkan semua keputusan padamu, Ti. Kau sudah dewasa. Semoga apa pun keputusanmu itu akan berbuah manis di kemudian hati, Ti.""Terima kasih, Kak, sudah sudi mendengar ceritaku. Aku pun berharap begitu. Aku berharap ada kebahagiaan untukku tanpa harus menyakiti hati siapa pun."Telepon terputus. Zia terdiam sejenak. Isi percakapannya dengan Tiara barusan seolah berputar di kepalanya. Ia sendiri tak tahu harus berbuat apa yang pasti ia hanya berharap yang terbaik bagi Tiara. Embusan napas panjang ke luar dari mulutnya. Sekilas wajah patah hati

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 174. Kita Akan Menemukan Jodoh Masing-masing

    Tiara lagi-lagi tersenyum sinis. Kalimat Aiman mampu menoreh luka di relung sana. Bagi Tiara, pantang berbohong apalagi dalam hal sepenting ini."Jika saja kau bisa melihat isi hatiku, maka kalimat yang kau ucapkan barusan tak akan pernah ke luar." Kali ini tatapan mata Tiara lekat di wajah Aiman.Laki-laki itu terdiam sejenak. Mencari alasan agar kali ini usahanya untuk membina keluarga baru tidak kembali gagal. "Maafkan aku, Ti. Aku khilaf!" Aiman berusaha menurunkan egonya. "Kumohon mengertilah. Aku bahkan tak akan bisa tenang jika hubungan kita terus berlanjut. Dua hati yang aku korbankan atau … bisa saja lebih." Tiara berucap sendu. "Apa tak ada jalan lain, Ti?" Kumohon! Aku hanya ingin membina keluarga bahagia dan melihat senyum kedua orang tuaku kembali merekah." Aiman menghiba berharap hati Tiara akan luluh. Tiara bergeming. Bayangan Ibu Ana melintas membuatnya sedikit tak nyaman. Namun, ia tak ingin keadaan lebih buruk lagi. "Percayalah, kita akan menemukan jodoh kita ma

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 173. Penolakan

    "Laki-laki itu masih menyimpan rasa padamu, Sayang!" ucap Farid saat keduanya baru saja masuk ke mobil. Zia menatap lekat wajah sang suami dengan dahi berkerut. Farid sengaja mengalihkan pandangan lurus ke depan. "Maksudnya?" tanya Zia seolah tak mengerti. "Mantan suamimu!" Kali ini Farid melirik sekilas wajah cemberut Zia. "Abang tak suka Zia bertemu dengannya?" "Tidak!""Meski tanpa sengaja?""Ya."Hening. Zia tak lagi meneruskan pertanyaannya. Ia memilih menatap lekat wajah Farid dengan wajah manyun. Farid yang merasa diperhatikan kini tak bisa menyembunyikan tawanya. "Manyun aja keliatan cantik, apalagi senyum." Farid mengecup puncak hidung Zia. Zia tak menjawab. Gemas rasanya karena merasa dipermainkan. "Nggak usah dipikirin! Abang cuma becanda." Farid tersenyum lembut. "Sebenarnya Abang serius kalau dia masih menyimpan rasa padamu. Sayangnya sekarang Abang-lah laki-laki beruntung itu, bukan dia." Farid kembali terkekeh. "Tak usah bahas dia lagi. Zia nggak nyaman," aku Zi

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 172. Aku Mundur

    Aiman bangkit dan mengangsurkan tangannya saat Farid dan Zia sudah berdiri di dekatnya. Farid dan Aiman bersalaman layaknya dua orang yang baru saja kenal. Karena ini memang kali pertamanya Farid dan Aiman bertatap muka. Saat Zia menikah pun Aiman tak datang karena merasa tak mampu melihat Zia berbahagia dengan laki-laki lain. Setelahnya Farid duduk dengan jarak satu kursi dari Aiman. Zia duduk di samping Farid. "Baru sampai?" tanya Farid berusaha mencairkan suasana. Ia tahu jika Aiman masih sangat menginginkan Zia hingga Zia memuyuskan menerima lamarannya. "Sekitar pukul 2 tadi," jawab Aiman. Ia merasakan suasana yang begitu canggung. "Tiara di dalam?" tanya Farid lagi. "Iya, beberapa menit lalu baru masuk." Aiman menjawab singkat pertanyaan Farid. Ia tak tahu harus berbasa-basi seperti apa agar suasana canggung antara mereka bisa menghangat. *Di dalam ruangan ICU Tiara duduk di sisi kiri Sintia. Ditatapnya wajah dengan luka jahitan di kepala dan pipi di hadapannya. Ada iba d

  • ALASAN SUAMIKU MENDUA   Part 171. Cemburu

    "Kau di sini …." Aiman duduk tepat di samping Tiara. "Maaf, saking paniknya aku lupa mengabarimu." Tiara berucap setelah menoleh sekilas pada Aiman. Setelahnya tatapan matanya kembali mengarah pada pintu ruang ICU yang tertutup rapat. "Aku menghubungimu berulang-ulang tapi tapi tak ada balasan. Akhirnya kuputuskan untuk mencarimu di tempat di mana Sintia dirawat.""Terima kasih sudah sepeduli itu padaku." Kalimat Tiara terdengar datar. Kini Aiman seolah tak lagi memiliki daya tarik di matanya. Ia mulai sadar jika terlalu banyak hati bahkan fisik yang tersakiti saat dirinya ia memutuskan untuk menerima lamaran Aiman.Jika ia tetap meneruskan rencana awal ia yakin hati Miko akan bertambah hancur, pun dengan Sintia. Tiara tak ingin menambah api dendam di hati perempuan itu seandainya Sintia sembuh dari komanya. "Besok malam kita bertemu di tempat biasa habis isya! Ada yang ingin aku bicarakan denganmu," lirih Tiara sendu. Ia sangat paham dengan memutuskan hubungan dengan Aiman berarti

DMCA.com Protection Status