Seperti yang direncanakan beberapa hari yang lalu, kini kedua keluarga itu dipertemukan kembali untuk membahas apa yang seharusnya mereka bahas. Wajah Alarick seperti biasanya, terlihat datar. Pria itu mengeluarkan ponsel setelah menyelesaikan acara makannya. Jari-jarinya menari indah di atas ponsel pintar itu.
Nomor yang ditujunya saat ini adalah mantan kekasihnya. Entah gadis itu akan membalas atau tidak, yang penting dia sudah mencoba.
“Baiklah, seperti yang kita bicarakan beberapa hari lalu Nerissa, maukah kau menikah dengan putraku?” Tuan Maurucio memandang penuh harap pada Nerissa.
Sejenak gadis itu terdiam mengingat percakapannya dengan Alarick di telepon satu hari lalu.
“Aku benar-benar tak ingin menikah denganmu, dan sayangnya hanya kau yang bisa menolak pernikahan ini. Aku harap kau mengerti maksudku.” Katakanlah Alarick labil. bukannya dia sudah menyetujui untuk pernikahan ini?
Lagi dan lagi serangkaian kalimat yang membuat Nerissa muak itu keluar dari bibir Alarick, dan saat ini perkataan Alarick masih terus terngiang di telinganya, namun dengan tenang Nerissa menjawab pertanyaan Tuan Mauricio.
“Ya, tentu saja aku menerimanya.” Nerissa tersenyum sinis. Berbeda dengan Alarick yang saat ini sudah mendongakkan kepalanya menatap Nerissa dengan pandangan tidak menyangka. Dia kira Nerissa akan menolak perjodohan ini mengingat dia sudah memperjelas perasaannya satu hari yang lalu lewat telepon.
“Aahhh leganya. Baiklah, pernikahan kalian akan dilaksanakan tiga hari lagi.” Tuan Frore tersenyum mendengar penuturan Tuan Mauricio.
“Boleh aku berbicara sebentar dengan Nerissa?” Pandangan Alarick terarah pada Ayah Nerissa dan Ayahnya meminta persetujuan.
“Ya tentu saja.” Alarick menatap Nerissa memberikan kode agar menjauh dari sana. Nerissa yang mendapat sinyal itu segera beranjak dari sana menuju sebuah kursi yang jaraknya cukup jauh.
“Ada apa denganmu?” Alarick melayangkan sebuah pertanyaan begitu dia duduk di kursi itu.
“Memangnya ada apa?” Nerissa seakan tak merasa bersalah sedikitpun. Tunggu, bukankah dia memang tidak salah? Dia hanya berusaha membalas budi pada keluarga Mauricio.
Alarick berdecak mendengar pertanyaan Nerissa.
“Bukannya aku sudah memperjelasnya satu hari lalu bahwa aku tak ingin menikah denganmu?” Alarick sedikit meninggikan nada bicaranya.
“Ya, kau memang sudah memberitahuku dengan sangat jelas bahwa kau tak ingin menikah denganku,” jawab Nerissa dengan penekanan di setiap katanya.
“Kau sudah tahu perasaanku padamu, kau juga sudah tahu bahwa aku memiliki kekasih. Bukannya namamu yang akan buruk jika seorang penulis terkenal menikahi pria yang telah memikili kekasih?” ucapan Alarick memang ada benarnya. Lalu Nerissa bisa apa jika dia tidak diberi hak untuk menolak pernikahan itu?
Nerissa tersenyum sinis.
“Dan sekarang kau peduli padaku?” tanya Nerissa. Alarick membuang muka, tangannya terangkat memegang pelipisnya. Apa lagi yang harus dia lakukan agar pernikahan ini tak terjadi?
“Terserah padamu.” Alarick beranjak dari sana kembali ke kursi di mana ayah dan ayahnya Nerissa berada.
***
Satu hari sebelum pernikahan. Setelah Nerissa menerima lamaran beberapa hari ke belakang, dia benar-benar tak bertemu lagi dengan Alarick. Yang dia tahu, saat ini Alarick marah padanya karena mengiyakan perjodohan itu.
Perkataan Alarick terus saja terngiang-ngiang di telinganya.
“Kau sudah tahu perasaanku padamu, kau juga sudah tahu bahwa aku memiliki kekasih. Bukannya namamu yang akan buruk jika seorang penulis terkenal menikahi pria yang telah memikili kekasih?” Memang benar, bisa dikatakan bahwa nama Nerissa sangat besar, selain statusnya sebagai putri keluarga Frore, dia juga merupakan seorang penulis yang tentu saja namanya terkenal di mana-mana.
Apakah namanya akan tercoreng jika dia melakukan pernikahan dengan pria yang telah memiliki kekasih? Lalu apa yang harus dia lakukan saat ini? Apakah dia harus mempercepat waktu kematiannya?
Nerissa segera beranjak di saat dia tahu apa yang harus dilakukannya untuk membatalkan pernikahan ini. Memang tidak bisa dia pungkiri bahwa rencana pernikahan ini membuatnya bahagia, namun dia juga tak bisa merenggut kebahagiaan Alarick begitu saja.
Nerissa memilih memesan taksi dengan segala pertimbangan, salah satunya agar dia tak merepotkan orang lain nantinya.
Setelah sampai di tempat tujuannya, ah bukan, sebenarnya dia hanya mencari tempat yang ramai dengan kendaraan. Gadis itu keluar dari dalam taksi dan melihat sekeliling. Salah satu jalan yang ramai dengan kendaraan dengan kecepatan yang tidak bisa dikatakan pelan.
Deru kendaraan terdengar di seluruh penjuru tempat yang ada di sana. Suara klakson mampu membuat orang-orang yang mendengarnya secara spontan menutup telinga mereka untuk meminimalisir suara yang mengganggu itu.
Dari arah sebelah kanan, Nerissa melihat sebuah mobil yang melaju begitu kencang. Dengan sigap, Nerissa melepaskan tas yang semula mengantung dengan indah di bahunya. Ketika mobil itu mendekat ke arahnya, Nerissa melemparkan tubuhnya ke tengah jalan.
Tubuhnya terpental setelah bertabrakan dengan bagian depan mobil tersebut. Suara tabrakan itu terdengar cukup nyaring sehingga membuat orang-orang yang ada di sana tersentak.
“Aku berhasil, bukan? Membatalkan pernikahan ini?” bisiknya. Senyum simpul terukir di bibirnya sebelum rasa kantuk merenggut kesadarannya.
Beberapa orang berpakaian hitam lengkap dengan earpiece yang tertempel di telinganya segera mengerubungi Nerissa yang kini sudah tidak berdaya. Mereka segera mengangkat Nerissa untuk di bawa ke rumah sakit.
Sementara pengendara mobil yang menabrak Nerissa terluka kecil di bagian pelipisnya juga di bawa ke rumah sakit.
“Maafkan aku tuan, gadis ini tiba-tiba melompat ke arah mobilku,” jelasnya pada orang-orang berpakaian hitam itu.
“Tak apa, aku tahu.” Gadis berkulit putih itu kini memperhatikan setiap bagian wajah gadis yang kini terbaring lemah di sampingnya itu. Ya, dia mengetahui gadis ini. Nerissa Frore seorang penulis terkenal dan seorang putri dari pengusaha sukses di negeri ini. Bukannya besok hari pernikahannya?
Gadis dengan name tag Raquil Caliana itu mengusap darah di pelipisnya dengan tissu.
“Kami ingin meminta maaf atas kejadian beberapa menit lalu.” Raquil mengangguk menanggapi perkataan pria berpakaiann hitam di sampingnya. Dia mengerti apa yang maksud pria itu. Entah masalah apa yang dihadapi penulis ini hingga memilih untuk mengakhiri hidupnya.
“Namaku Fillan, Fillan Elfern. Hubungi nomor ini jika kau membutuhkan sesuatu atau jika kau membutuhkan ganti kerugian.” Pria yang menjadi bodyguard Nerissa itu memberikan sebuah kartu kecil yang berisi nomor ponsel dan sebuah alamat.
Sebuah brankar didorong mendekati Nerissa saat mobil yang ditumpangi Nerissa berhenti di depan rumah sakit.
“Lakukan apapun untuk menyelamatkannya.” Fillan merogoh ponsel di saku sebelah kanannya, dia segera menghubungi Tuan Frore secara langsung.
“Maaf Tuan, kami tak sempat menghentikan Nona Nerissa. Sekarang kami ada di rumah sakit xxx.” Tuan Frore memutuskan sambungannya setelah dia mendapatkan lokasi putrinya saat ini.
Beberapa orang melangkahkan kakinya cepat menuju ruangan dimana Nerissa ditangani. Raquil juga ada di sana, bagaimanapun dia yang membuat Nerissa menjadi seperti ini.
“Di mana Nerissa?” Tuan Frore tergopoh dan tanpa jeda langsung menanyakan keberadaan putrinya pada Fillan.
Fillan Elfern, adalah seorang pria beruntung yang bisa bekerja dengan keluarga Frore. Banyak sekali pria gagah di luar sana yang melamar untuk menjadi bawahan Tuan Frore, namun nyatanya Tuan Frore memilih Fillan sebagai salah satu orang kepercayaannya.Tugasnya selama ini hanya satu, yaitu mengawasi Nerissa Frore putri dari Tuan Frore. Tuan Frore sebenarnya tak pernah melepaskan perhatian dari sosok putrinya itu, hanya saja cara dia memberikan perhatian sangat berbeda.Jika Nyonya Frore merupakan wanita lembut yang selalu memanjakan putra putrinya, berbeda dengan Tuan Frore yang memilih mendidik anaknya untuk menjadi orang yang mandiri. Namun sepertinya didikannya itu menjadi kesalah pahaman dalam keluarganya.Tuan Frore memilih Fillan sebagai ketua bodyguard dalam menjaga anaknya bukan tanpa alasan. Pria paruh baya itu telah melihat sejak lama kepribadian seorang Fillan. Pria itu cerdas, jujur, setia dan yang menjadi poin tambahan untuknya adalah ketam
“Jadi mulai dari mana kau akan bercerita?” Ya, Lovetta datang ke rumah sakit setelah Nerissa menghubunginya. Tangannya sibuk mengupas buah jeruk yang barusan dia bawa.“Rasanya aku tak perlu mengatakan apapun padamu.” Dengan tenang Nerissa mengambil sepotong jeruk yang diberikan Lovetta.“Kau ingin mati?!” Raut wajah Lovetta sukses membuat Nerissa terkekeh.“Ya benar. Bagaimana kau bisa tahu jika aku ingin mati?” Untuk kesekian kalinya Lovetta dikejutkan dengan perkataan Nerissa.“Apa maksudmu?” Tak hanya memberikannya pada Nerissa, gadis itu juga memakan buah jeruk yang sudah dia kupas.“Apa lagi yang bisa ku lakukan selain bunuh diri untuk menggagalkan perjodohan ini?” Lovetta benar-benar tak habis pikir dengan temannya ini.“Lakukan saja, pernikahan itu. Lagipula kau bisa bercerai jika sudah memiliki beberapa bukti kekasaran Alarick padamu.” Dengan lancarn
“Jason Marick, pria itu kakaknya Nerissa.” Tuan Frore memandang Tuan Mauricio lekat-lekat. Dia berharap Tuan Mauricio bisa mengerti dengan ucapannya.“Lalu Merick? Bagaimana bisa nama belakangnya berbeda denganmu?” Rupanya rasa penasaran Tuan Mauricio belum terjawab sepenuhnya.“Dia anak angkatku. Dua puluh dua tahun lalu sebelum aku memiliki Nerissa aku mengadopsinya dari sebuah panti asuhan dan dia sudah memiliki nama yang mungkin diberikan oleh orang tuanya.” Pikiran Tuan Frore melayang pada moment di mana dia dan istrinya mengadopsi Jason anak laki-laki yang sangat tampan dan juga baik hati.Sebelum mengadopsinya, Tuan Frore sudah lama memperhatikan kehidupan anak itu di panti asuhan. Seorang anak laki-laki berumur kurang lebih 4 tahun itu gemar berbagi pada temannya. Itulah yang menarik perhatian Tuan Frore untuk mengadopsi anak itu.“Nerissa mengetahuinya?” tanya Tuan Mauricio.“Ya. Aku me
Sebuah perjodohan antara Alarick dan Nerissa tak dapat dielakkan lagi. Kedua keluarga mereka sama-sama menginginkan perjodohan itu, namun tidak dengan Alarick begitupun Nerissa.Tak ada lagi cara yang dapat mereka lakukan untuk menghindari perjodohan tak masuk akal ini. Bahkan percobaan bunuh diri pun sudah Nerissa lakukan, dan apa hasilnya? Sebuah kegagalan.Hari yang seharusnya menjadi impian para pasangan, namun bagi Nerissa ini adalah awal dari kehancurannya. Seorang suami dengan harta melimpah yang tentu saja akan memenuhi kebutuhan finansialnya, tak menjadikan Nerissa luluh akan pria itu.Memang benar Nerissa telah mencintai pria itu sejak lama, namun bukan berarti dia akan menerima begitu saja sebuah perjodohan yang bahkan sangat tidak diinginkan oleh Alarick.“Bagaimana, Nona?” Seorang pelayan di sebuah butik menatap penuh harap pada Nerissa. Pelayan itu tentu saja menantikan sebuah jawaban positif dari seorang Nona Frore ini, ah akank
Pagi ini terasa begitu asing bagi Nerissa. Gadis cantik itu mengedarkan pandangannya. Ini bukan kamarnya, hanya itu yang terlintas di pikirannya sebelum akhirnya dia mengingat dengan jelas proses pengucapan janji yang mereka lakukan kemarin sore. Ya, Nerissa kini sudah menjadi seorang istri. Istri dari seorang Alarick Mauricio.Cinta pertamanya yang kini berhasil dia miliki sepenuhnya namun tidak dengan hatinya. Perlahan Nerissa melirik seseorang yang tidur dengan pulas di sampingnya. Alarick, pria itu terlihat lebih tampan saat tertidur seperti ini. Ya, mereka memutuskan untuk tidur di kamar yang sama mengingat orang tuanya bisa datang kapan saja.Mentari memang belum menampakkan dirinya, pantas saja jika pria di sampingnya ini masih tertidur begitu nyenyak. Tangan Nerissa terangkat untuk menyentuh pahatan indah di depan matanya sebelum dia mengurungkan niatnya.Alarick mengerjapkan matanya. Entah apa yang membuat pria itu terbangun. Apakah gerakan Neriss
Setelah keberangkatan Alarick ke kantornya, Nerissa tak membuang-buang waktu. Gadis itu segera bersiap-siap untuk pergi ke sebuah mini market. Keadaan lemari es yang begitu kosong membuat Nerissa berinisiatif untuk membeli beberapa bahan makanan.Tak banyak yang akan gadis itu beli. Langkahnya terhenti di sebuah rak sayuran. Tangan mungilnya bergerak dengan lincah memilih sayuran yang hendak dibelinya. Tak hanya itu, Nerissa juga ingin membeli beberapa daging dan telur.Walaupun makanan instan lebih menggiurkan, namun dia tahu jika itu tak baik untuk kesehatannya begitu pula dengan kesehatan Alarick.Nerissa memberikan beberapa lembar uang seratus ribuan sesaat setelah kasir memberitahu total belanjaannya.“Apakah siang ini harus memasak?” monolognya dalam perjalanan pulang. Sebenarnya memasak bukan hal yang sulit, namun dia tak tahu apakah Alarick akan pulang siang ini atau tidak.Sesampainya di rumah, Nerissa bergegas menuju dapur dan
“Aku ingin ... ” belum sempat Alarick mengutarakan keinginannya, suara dering telepon berhasil mengalihkan perhatiannya. Dia juga semakin bersemangat saat melihat siapa orang yang menghubunginya di malam hari.Alarick beranjak dari tempat tidurnya dan meninggalkan Nerissa dengan segala rasa yang ada di hatinya. Dia benar-benar ingin menangis saat ini. Disaat dirinya akan terlelap, Alarick dengan santai menyuruhnya untuk tidak tidur. Sekarang dirinya sudah benar-benar terjaga dan lihatlah apa yang dilakukan Alarick padanya.Perlahan Nerissa bangkit dari duduknya. Dia mengendap menuju balkon kamarnya, niatnya hanya satu. Ya, menguping pembicaraan Alarick. Dia tahu tidak seharusnya dia melakukan hal ini, namun keinginan untuk mengetahui pembicaraan Alarick saat ini sangat besar.“Aku baik-baik saja, bagaimana kabarmu di sana?” Raut bahagia di wajah Alarick terlihat begitu ketara. Sudah bisa dipastikan siapa orang yang berbicara di seberang s
Luciver dibuat bingung dengan pertanyaan satu hari lalu. Dia benar-benar tak menjawab pertanyaan sahabatnya kala itu. Jauh di lubuk hati Luciver sebenarnya pria itu tidak setuju dengan tindakan Alarick saat ini.Jika Alarick mencintai Haleth, harusnya dulu dia memperjuangkannya sebelum Alarick dan Nerissa mengucap janji untuk bersama hingga ajal yang memisahkan, bukannya mengejar Haleth disaat dia sudah berstatus sebagai suami Nerissa.Luciver dan Alarick berteman sudah sangat lama, memang tak bisa dipungkiri jika mereka bukan pria baik-baik. Mereka sering menghabiskan waktu di sebuah club dengan wanita-wanita berpakaian mini di sekelilingnya, namun bukan berarti Alarick juga bisa mempermainkan sebuah pernikahan yang sifatnya sakral. Kali ini Luciver benar-benar tak setuju dengan apa yang dilakukan Alarick, namun dia tak bisa melawan sifat keras kepala Alarick, pria itu tetap pergi menemui Haleth di Prancis.“Apa kau sudah menyelesaikan desain yan
Alarick berpikir beberapa kali setelah Haleth bertanya demikian.“Kau tak memiliki perasaan lebih padanya, kan?” Pertanyaan itu terus saja berputar-putar di kepalanya.Kini mereka telah sampai di apartemen Haleth dan sejak percakapan tadi di mobil, mereka tak lagi mengeluarkan suara sedikitpun. Keadaan menjadi sangat canggung di antara mereka.“Terima kasih telah mengantarku,” ucap Haleth. Alarick menoleh seolah terkejut dengan perkataan Haleth yang tiba-tiba.“Ah iya sama-sama. Kalau begitu aku tak akan lama, masih ada pekerjaan yang belum aku selesaikan. Lain kali aku akan datang,” ujar Alarick. Pria itu menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal sama sekali.Haleth mengangguk mengijinkan Alarick untuk pergi dari sana. “Hmm baiklah, hati-hati di jalan.” Haleth melambaikan tangannya pada Alarick dan dibalas dengan lambaian pula oleh Alarick.Alarick kembali ke parkiran dengan berbaga
Nerissa tersenyum lebar dan menganggukkan kepalanya.“Menurutmu, apakah aku bisa bertahan sampai akhir?” tanya Nerissa. Kedua gadis itu mulai mendudukan dirinya di sofa yang tersedia di sana.“Apa? Dengan suamimu?” tanya Lovetta memastikan.Nerissa mengangguk lesu pertanda lagi-lagi ada masalah yang menimpanya.“Apa lagi yang dilakukan suamimu kali ini?” Melihat raut wajah Nerissa cukup membuat Lovetta yakin bahwa suaminya berulah lagi.“Pagi ini aku melihatnya tersenyum,” ujarnya. Lovetta mengerutkan dahinya.“Lalu di bagian mana kesalahan suamimu?” tanya Lovetta heran.“Tak biasanya dia tersenyum selebar itu. Kau tahu apa jawabannya saat aku bertanya?”“Apa?”“Dia bilang, dia sedang membaca sebuah berita online di ponselnya. Lalu bagian berita yang mana yang berhasil membuatnya tersenyum selebar itu?” Nerissa menyandarkan ba
Semesta seakan tak rela melihat kebahagiaan Nerissa. Baru saja beberapa hari lalu sikap Alarick sedikit menghangat padanya, kini pria itu terasa kembali berbeda.Sejak matahari muncul pagi ini, pria itu terus saja sibuk dengan ponselnya. Telepon yang masuk setiap satu jam sekali dan jangan lupakan notifikasi pesan yang seakan tak ada hentinya.“Ada apa sebenarnya dengan ponselmu?” tanya Nerissa geram. Dia bahkan tak kunjung menyentuh makanannya karena notifikasi sialan itu.“Bukan apa-apa. Hanya notifikasi berita saja,” jawab Alarick.“Sejak kapan kau gemar membaca berita di ponselmu dan dengan senyum mengembang itu?” sindir Nerissa. Kalian tahu sudah berapa lama Nerissa mengagumi Alarick. Gadis itu juga tahu dengan pasti apa saja kebiasaan suaminya ini dan membaca berita online bukanlah tipe suaminya.Entah sadar atau tidak, Alarick memudarkan senyumannya. Pria itu juga baru menyadari jika dia tersenyum beberapa
Setelah hari di mana Alarick membawa Nerissa ke rumah sakit, kini hati Nerissa benar-benar tak tenang. Dia takut Alarick akan mengetahui semuanya. Kalimat yang dia tulis dalam novelnya benar-benar hancur karena pikirannya yang bercabang. “Nerissa aku mau mandi.” Ucapan seseorang membangunkan Nerissa dari lamunannya. Nerissa menatap suaminya yang baru saja pulang kerja. “Ah iya, sebentar akan aku siapkan air hangat.” Nerissa beranjak dari kursi kerjanya. Ya, beberapa hari lalu Alarick menyiapkan sebuah meja kerja khusus Nerissa. Nerissa sudah menolak, namun Alarick tetap mamaksa hingga akhirnya meja itu berada di kamarnya dengan Alarick. Beruntunglah kamar mereka luas, jadi masih banyak ruang yang tersisa di sana. Alarick memang ahli dalam berbenah, namun semenjak ada Nerissa, apartemennya terlihat lebih bersih dan tertata. Alarick memuji kemampuan Nerissa dalam hal berumah tangga. “Sudah selesai.” Nerissa kembali ke kamar setelah seles
“Maafkan aku, aku terpaksa melakukannya. Kau tahu jika aku mengatakan yang sebenarnya apa yang akan terjadi,” bujuk Alarick sambil berjalan menjauh dari sana. Dia khawatir Nerissa akan mendengar apa yang dia bicarakan. Pria jangkung itu memindahkan ponselnya ke telinga sebelah kiri. Terdengar helaan napas dari seberang sana. “Baiklah, aku akan tutup teleponnya,” ucap Haleth. Sebenarnya dia tak terlalu keberatan Alarick memanggilnya apa, namun dia merasa harus melakukan itu agar Alarick percaya bahwa dirinya masih menyayangi Alarick. Alarick menjauhkan ponselnya dari telinga. “Siapa?” tanya Nerissa. Alarick sedikit terlonjak dengan kedatangan Nerissa yang tiba-tiba. “Bukan siapa-siapa, hanya rekan bisnis,” ucapnya. Sebenarnya dia bisa saja memberitahu Nerissa bahwa dirinya masih berhubungan dengan Haleth, hanya saja dia takut gadis itu akan mengadu kepada Ayahnya. Nerissa mengangguk paham. “Kau akan pulang sekarang?” tanya Neris
Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, Nerissa mulai menghubungi satu persatu kontak yang diberikan Lovetta. Dia memang tak berharap banyak pada cara ini, namun tak salah juga jika dia mencoba. Nerissa tak mau mengambil resiko jati dirinya diketahui oleh orang-orang media, maka dari itu dia memakai nomor ponsel lama yang sudah jarang dia pakai. Dia juga tak menelpon tetapi mengirimkan sebuah pesan. Seperti yang kalian tahu jika Nerissa adalah seorang penulis, maka pesan yang dia kirim juga merupakan rangkaian kata yang sepertinya cukup meyakinkan untuk menghentikan skandal Alarick. “Satu persatu sudah selesai,” ucap Nerissa. Memang membutuhkan waktu lama, namun dengan sabar Nerissa mengurusnya satu persatu. “Sayangnya aku gagal meyakinkan stasiun berita yang sangat berpengaruh di Negeri ini,” lirihnya. Sepertinya untuk yang pertama kalinya dia tak bisa membantu Alarick menyelesaikan masalahnya. Nerissa kembali memutar ota
“Kau? Sedang apa kau di sini?” Seseorang masuk begitu saja ke dalam ruangan Tuan Frore. “A-Aku sedang berbicara dengan Ayahmu,” jawab Alarick. Pria itu sedikit tergagap karena kedatangan istrinya yang tiba-tiba. “Kau sendiri sedang apa di sini?” lanjut Alarick. “Ada sesuatu yang harus aku bicarakan dengan Ayahku.” Nerissa memandang ayahnya angkuh. “Ah, kalian duduklah. Kita bicarakan ini baik-baik,” ucap Tuan Frore. “Aku tak akan berbicara bertiga di sini. Urusanku hanya denganmu bukan Alarick,” sarkas Nerissa. Alarick yang mengerti dengan maksud Nerissa segera beranjak dari sana. “Kalau begitu aku pamit, Ayah,” pamit Alarick pada Tuan Frore. “Baiklah. Kapan-kapan mainlah lagi ke sini,” jawab Tuan Frore. Alarick mengangguk dan segera meninggalkan ruangan tuan Frore. “Apa yang membawamu ke sini?” tanya Tuan Frore setelah memastikan Alarick pergi dari sana. “Aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku
Pecakapannya dengan tuan Mauricio satu hari lalu selalu saja terngiang dalam telinganya. Sebenarnya apa yang dipertanyakan tuan Mauricio juga menjadi pertanyaannya.“Apakah keputusan yang tepat, aku menikahkan putriku dengan Alarick?” Tuan Frore termenung sejenak di meja kerjanya.“Bukankah aku sudah mengambil keputusan yang tepat,” lanjutnya.Pikirannya melayang ke masa lalu, di mana putrinya, Nerissa masih mengenakan seragam putih abu yang sangat cocok di badannya.***Gadis dengan rok abu di atas lutut itu berlari memasuki sekolahnya dengan tangannya yang masih setia menggenggam tali tasnya.Nerissa, gadis manis itu terus menyusuri lorong sekolah untuk sampai di kelasnya, namun langkahnya terhenti di depan ruang guru. Nerissa mendekatkan telinganya pada pintu untuk mendengar pembicaraan serius orang yang ada di dalam.“Aku tak bisa membiarkanmu mengikuti turnamen
“Setidaknya kau bilang padanya, bukannya membiarkan orang berharap atas kedatanganmu!” Emosi Lovetta sudah tak terbendung. Awalnya dia akan membiarkan Nerissa yang mengurus rumah tangganya sendiri. Lovetta tahu dia tidak berhak ikut campur dalam rumah tangga seseorang, tapi sahabat mana yang kuat melihat sahabatnya sendiri diperlakukan seperti itu terlebih oleh suaminya sendiri. “Aku tahu. Bisakah kau pergi dari sini? Aku akan menyelesaikan ini dengan Nerissa,” ucap Alarick. Pria itu terlihat sangat tenang setelah mengabaikan janjinya untuk menjemput Nerissa. Tanpa menjawab, Lovetta mengambil kasar tas selempangnya yang tergeletak di kursi. “Aku pergi, jaga dirimu baik-baik.” Di akhir kalimatnya, Lovetta menatap netra Alarick dengan tajam. Nerissa mengangguk meyakinkan Lovetta bahwa dia akan baik-baik saja. “Kenapa kau tak menghubungiku? Kau ingin menghancurkan namaku?” sarkas Alarick. Mungkin maksudnya adalah, jika publik sampai tahu