Share

89

Penulis: Aina D
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku menuntun Mas Fahry untuk duduk di sofa, agak jauh dari letak ranjang pasien. Lalu aku menarik kursi kecil dan duduk di samping ranjang pasien.

“Kurasa kamu sudah pulih, Sya. Bekas-bekas penganiayaan Mas Fahry kemarin sudah tak ada, wajahmu sudah kembali mulus sama seperti sebelumnya.”

“Apa maumu?”

“Bagaimana kondisi bayimu? Apa kamu sudah memberitahu pada ayah bayi itu akan keberadaannya? Atau mungkin kamu masih sedang memikirkan siapa yang akan kamu tunjuk menjadi ayah bayi itu? Apa pun yang ada di dalam pikiranmu, aku hanya ingin mengingatkan jangan sekali-sekali menuding suamiku sebagai laki-laki yang menitipkan benih padamu.”

Nasya terlihat salah tingkah.

“Ah, jangan-jangan dugaanku benar. Kamu sudah merencanakan akan menuding Mas Fahry sebagai pemilik janin itu?”

“Apa maksudmu? Aku ... aku wanita bersuami. Untuk apa aku menuding orang lain?”

Ada nada ragu dari caranya berbicara.

“Wah, terima kasih kalau begitu. Aku hanya khawatir kamu akan menjebak suamiku lagi atas keberadaa
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • AKU TANPAMU   90

    Kata-kata Mas Lukman tadi benar-benar menggangu pikiranku. Bagaiamana mungkin dengan sadis ia mengatakan akan membunuh bayi Nasya hanya karena itu bukan anaknya?Ucapannya pada Mas Fahry sebelum berlalu tadi pun membuatku tak nyaman.“Tenang saja, Nasya tak akan menuntut apa-apa darimu, apalagi untuk menuntut tanggung jawabmu. Aku hanya akan menggunakanmu sebagai alat untuk memenangkan semuanya dari perempuan murahan itu.”“Oiya, aku tak menyangka kamu bisa menganiayanya seperti itu. Kasihan sekali istriku mencintai lelaki sepertimu, yang ternyata juga hanya memanfaatkan tubuhnya. Ataukah mungkin kamu sudah sadar jiwa perempuan itu hanyalah sampah?”Begitu rentetan kalimat Lukman pada Mas fahry tadi, yang tak dihiraukan oleh Mas Fahry karena aku memberi kode padanya agar tak meladeni pria itu.Aku benar-benar bergidik ngeri membayangkan bagaimana nanti pria itu akan memperlakukan Nasya yang sekarang bahkan masih dirawat di rumah sakit. Beruntung ia mengatakakan tak akan menyakiti Nila

  • AKU TANPAMU   91

    “Namun, akhirnya saat kamu dan Khanza pergi meninggalkanku bahkan mengatakan ingin mengajukan perceraian. Aku baru menyadari jika tangisan dan air matamu jauh lebih berarti dari tangisannya. Maka aku yang sudah putus asa melampiaskan emosiku pada Nasya dan juga Indah. Aku baru berhenti ketika Nasya memohon dan mengatakan jika ia sedang hamil. Ternyata bukan Nasya, tapi kamulah yang menjadi kelemahanku, Tania. Aku sungguh gelap mata saat membayangkan kamu akan mengajukan gugatan cerai. Aku sanggup kehilangan jabatan dan karirku, aku tak lagi peduli akan itu semua. Tapi aku tak sanggup membayangkan jika harus kehilanganmu dan Khanza.”Ia berhenti, menatapku dan kembali mengusap pipiku.“Kemarin setelah keluar dari tahanan, aku akhirnya berpikir jika hidupmu akan lebih aman dan lebih baik tanpaku. Meski aku sendiri masih belum tau bagaimana hidupku tanpamu, tanpa Khanza. Aku berpikir jika rasa sakit yang kuberikan padamu tak akan terhenti sampai di sini. Urusanku dengan Nasya masih akan

  • AKU TANPAMU   92

    Aku menggeliat ketika mendengar bel pintu berbunyi, sedangkan Mas Fahry masih memeluk tubuhku erat di sofa. Ia benar-benar melakukannya di sofa, melakukan aktifitas penuh peluh yang membuatku dan Mas Fahry akhirnya tertidur pulas di sofa setelahnya.Lagi-lagi bunyi bel membuatku terpaksa membuka mata yang masih terasa berat.“Kenakan pakaianmu, Sayang. Aku akan membuka pintu.” Mas Fahry menyodorkan pakaianku dan tadinya teronggok di lantai bersama pakaiannya.“Siapa yang datang, Mas?”“Entahlah.”Aku bisa mendengar samar-samar percakapan Mas Fahry dan tamu yang menekan bell tadi. Rupanya itu adalah Roy yang kembali datang dan mengantarkan mobil Mas Fahry sesuai perintahnya tadi.“Mas Hasan baru aja hubungin gue, Ry. Dia sedang menyusun rencana menyekap Nasya setelah Nasya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Gue masih pura-pura berada di pihaknya agar dia tak curiga. Gue mohon beri gue kepastian secepatnya, apa Mbak Tania mau nolongin gue buat nitip Nasya di rumah lu. Gue kasian nge

  • AKU TANPAMU   93

    “Bu, Mas Fahry tak berbuat sejauh itu. Ibu tak usah khawatir. Lagi pula kalau lapor polisi pun tak semudah itu, apalagi Nasya tak punya bukti jika suaminya mencancamnya.”“Tapi, Nak ....”“Kali ini percaya pada Tania, Bu. Siapa tau setelah Nasya melihat ketulusan kita melindunginya, dia juga bisa menyadari kekeliruannya selama ini yang masih menginginkan Mas Fahry.”***Hari ini, Roy benar-benar membawa Nasya ke rumah kami setelah dengan susah payah aku meyakinkan ibu. Khanza sendiri juga sudah pulang ke rumah setelah dinyatakan sudah sehat oleh dokter, juga Mas Fahry, pasien yang bahkan meminta sendiri infusnya dilepas dan bahkan sempat mengajakku pulang ke rumah garden saat ia masih berstatus pasien.Menurut Roy, awalnya Nasya menolak ketika yang menjemputnya adalah Roy yang diketahuinya hanya sebagai rekan kerjanya satu perusahaan. Nasya pun sempat marah saat Roy berterus terang padanya bahwa selama ini ia adalah orang kepercayaan Hasan Lukman yang disuruhnya untuk memata-matai Nas

  • AKU TANPAMU   94

    Tak banyak yang berubah sejak kehadiran Nasya di rumah selain tatapan matanya yang selalu mengikuti ke mana Mas Fahry. Namun Mas Fahry tak sekalipun mempedulikannya. Sehari-harinya ia hanya menghabiskan waktu bersama Khanza, dan lebih banyak berada di dalam kamar. Sesekali ia masih menerima panggilan telepon membahas masalah pekerjaan.Aku tau, sebenarnya Mas Fahry merasa tersiksa ketika aktivitasnya terbatas seperti ini. Keputusan perusahaan belum lagi keluar mengenai hukuman apa yang akan diterimanya. Sedangkan dari Roy, kudengar jika Nasya sudah kembali mengajukan surat pengunduran diri. Dari Roy pula aku mendengar jika saat ini Hasan Lukman sudah kembali ke Bandung dan mengurus perceraian juga pembagian harta mereka. Ia sendiri masih mempercayakan pengawasan Nasya pada Roy, tanpa tau jika saat ini Roy telah berbalik arah dan memihak pada Nasya.Malam ini, tak tahan terus menerus berada di dalam kamar, aku mengajak Mas Fahry keluar. Kami bertiga memilih menghabiskan waktu di taman

  • AKU TANPAMU   95

    Mas Fahry memilih es krim yang dibawa ibu tadi, aku pun memilih salah satunya. Tak ada pembicaraan lagi antara kami karena asyik menikmati es krim. Namun saat aku membuka bungkus es krim yang kedua yang ternyata sudah mulai meleleh, aku menangkap tatapan tak biasa dari Mas Fahry saat aku menjilati es krim yang hampir meleleh. Lelaki itu meringis seperti sedang menahan sakit.Aku menautkan alisku menatapnya heran, sambil terus menjilat es krim rasa coklat di tanganku ketika tiba-tiba saja Mas Fahry merebut kasar es krim ku lalu membuangnya ke sembarang arah.Baru saja aku hendak protes ketika lelaki itu telah menciumiku dengan membabi buta dan membuatku kehabisan napas. Mas Fahry pun seperti kehabisan napas namun ia sama sekali tak menghentikan ciumannya. Tangannya meremas rambutku dan menahan kepalaku agar tetap berada pada posisi yang diinginkannya.“Mas!” protesku saat memperoleh sedikit oksigen.Namun ternyata protesku justru membuatnya semakin menggila. Lidahnya menerobos berkali-

  • AKU TANPAMU   96

    Kami chek out dari hotel tepat di saat cuaca kota Denpasar sedang tak bersahabat. Hujan deras disetai angin kencang membuat beberapa petugas hotel terlihat ragu saat Mas Fahry meminta fasilitas pengantaran ke Bandara Ngurah Rai. Guide tour pun sudah dicancel semua oleh Mas Fahry, padahal masih ada 2 hari tersisa dari paket bulan madu yang sudah dibayarnya. Mas Fahry terlihat sedikit bersitegang dengan pihak hotel ketika mereka menyarankan menunda ke bandara mengingat cuaca sedang sangat buruk.Namun Mas Fahry bersikeras dengan alasan sedang ada urusan yang sangat penting yang tak bisa ditunda lagi, sementara aku hanya menatapnya dari sofa yang ada di lobby hotel dengan tatapan kosng. Pikiranku tak lagi fokus karena memikirkan keselamatan putriku.Berkali-kali aku harus mengusap sudut mataku, yang kemudian membuat Mas Fahry makin terlihat panik dan menuntut untuk segera berangkat ke bandara.“Kamu tenang dulu, ya, Sayang. Mereka sudah setuju mengantarkan kita sekarang juga. Jangan pan

  • AKU TANPAMU   97

    Beberapa kali terdengar pengumuman dari petugas bandara yang mengumumkan jika kemungkinan tak akan ada penerbangan lagi hari ini karena beberapa fasilitas bandara dan beberapa antena juga roboh diterpa angin kencang. Aku semakin panik, sementara penampilan Mas Fahry makin terlihat acak-acakan.Hingga akhirnya kami benar-benar tak bisa terbang, lalu kembali terdampar di salah satu hotel yang berada di area bandara.“Mas, aku takut.” Kali ini tangisku makin kencang.“Ssshhh. Kamu tenang, ya, Sayang. Insya Allah Khanza tidak apa-apa.”Dia menenangkanku, padahal aku tau lelaki itu pun sedang merasakan hal yang sama. Tadi kudengar ia menelepon Mas Gufron dan meminta bantuannya untuk mencari Khanza. Aku juga mendengar ia menelepon Gibran, namun yang membuatku semakin khawatir ketika aku mendengar pembicaraannya dengan Gibran.“Tolong kamu awasi gerak-gerik Hasan Lukman di sana. Aku curiga dia berada di balik semua ini.”Degg!! Jantungku serasa mau copot. Jika dugaan Mas Fahry benar, aku be

Bab terbaru

  • AKU TANPAMU   152

    Mas Fahry semakin jahil, sesekali ia menggenggam tanganku dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya memegang setir. Sesekali pula ia bersenandung lalu kemudian mengedipkan matanya padaku, lengkap dengan senyum manisnya. Dalam hati aku mengucap terima kasih pada Mbak Tania, tanpa amanah darinya, tanpa harta paling berharga yang ditinggalkannya ini, mungkin seumur hidup aku tak akan pernah merasakan kebahagiaan seperti ini.Sesungguhnya Allah sebaik-baiknya penulis skenario. Jika saja aku tak menikah dengan Mas Fahry, mungkin aku akan menjadi wanita paling nelangsa karena tak bisa memiliki anak. Namun lihatlah apa yang kumiliki sekarang? Suami yang penyayang, anak-anak yang sehat dan ceria yang tak lain adalah keponakanku sendiri. Maka tak ada jarak apa pun yang menghalangi kasih sayangku pada Khanza dan Ghazy, anak-anak Mbak Tania. Aku menengok sekilas ke belakang, tersenyum pada Ghazy yang menggumamkan panggilannya saat aku tersenyum padanya.“Mama,” sapa bocah itu tersenyum. A

  • AKU TANPAMU   151

    Sejak vonis tak bisa hamil dari dr. Sovia padaku, aku merasa Mas Fahry setiap hari semakin perhatian. Hal-hal sekecil apapun dilakukannya untukku. Kadang di saat aku masih sibuk menyiapkan sarapan pagi, ternyata ia berinisiatif memandikan Ghazy, atau hanya sekedar merapikan kamar jika Baby Ghazy masih tertidur. Tak jarang pula ia menelepon di siang hari dan mengatakan agar aku tak usah terlalu sibuk di dapur, dan sesaat kemudian ia menyuruh kurir mengantar berbagai menu makanan ke rumah kami. Kalimat-kalimat ajaibnya juga hampir setiap hari terdengar olehku.“Jangan terlalu capek, Dek.”“Kamu baik-baik saja kan, Dek?”“Mama Ghazy mau makan apa hari ini?”“Kalau bawa mobil hati-hati ya, Dek. Kalau capek mending pesan transportasi online.”“Mas pesan ART dari yayasan ya, untuk bantu-bantu kerjaan rumah.”Dan masih banyak lagi kalimat-kalimatnya yang lain yang membuatku seolah menjadi ratu di rumah ini. terkadang aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Sesekali aku memprotes jika merasa

  • AKU TANPAMU   150

    Pagi ini aku bangun dengan wajah pucat, tapi masih tetap menjalankan tugasku menyiapkan sarapan untuk keluarga kecil kami, dan menyiapkan semua perlengkapan kerja Mas Fahry.“Kamu pucat sekali, Nak.” Ibu menegurku saat aku sedang sibuk di dapur.“Iya, Bu,” jawabku singkat.“Nilam sakit, Nak?”“Nggak, Bu. Biasa, penyakit bulanan.”“Nilam lagi haid?”“Iya, Bu.”Ibu dan bahkan Mas Fahry memang sudah hapal dengan kebiasaanku. Setiap bulan, saat sedang haid, aku akan selalu terlihat pucat dan tak bersemangat. Ini memang sudah menjadi penyakitku sejak masih gadis dulu. Masa-masa haid selalu membuatku tersiksa, sakit perut dan pucat serta lemas.“Sebaiknya Nak Nilam sesekali memeriksakan diri ke dokter.”“Ah, nggak perlu, Bu. Nilam udah terbiasa. Nanti juga sembuh sendiri.”“Tak ada salahnya mencoba, Nak. Ibu hanya khawatir, soalnya Nilam kalau sedang haid selalu seperti ini.”“Nilam nggak apa-apa, Bu.”Aku masih berusaha meyakinkan ibu, sementara Mas Fahry dan Khanza tak berkomentar apa-apa

  • AKU TANPAMU   149

    Kini hampir enam bulan sudah usia pernikahanku dan Mas Fahry. Setelah ia mendengar pengakuan perasaanku waktu itu di depan pusara Mbak Tania, aku tau pria itu juga semakin berusaha untuk mencintaiku, meski aku tau jauh di dalam hatinya masih nama Mbak Tania lah yang bertahta. Aku pun tak menuntut banyak. Bagiku, cukuplah dengan dia tak memiliki wanita lain dan selalu memperhatikan kebutuhanku dan anak-anak, itu semua sudah cukup.Dan ternyata Mas Fahry memenuhi semuanya. Ia bahkan membelikan sebuah mobil untukku, yang sehari-harinya kugunakan untuk mengantar jemput Khanza yang kini sudah mulai bersekolah di jenjang PAUD. Jatah uang bulanan pun selalu tepat waktu dan tak pernah berkurang. Bahkan saat aku memprotes padanya karena merasa ia terlalu banyak memberikan nafkah bulanan, Mas Fahry hanya beralasan jika itu semua tak seberapa jika dibanding dengan pengabdianku padanya, terutama menjaga anak-anak dan juga merawat ibu yang kini mulai sakit-sakitan.Mas Fahry juga sering mengajakk

  • AKU TANPAMU   148

    “Kenapa-kenapa gimana maksud Mas?”“Ngomong sendiri tadi, panjang lebar lagi.”“Hah? Mas Fahry dengar?”Ia kembali mengacak rambutku, lalu menghela napas dalam-dalam.“Mas dengar semuanya, Dek. Makanya lain kali kalau bicara di depan pusara gini dalam hati saja. Bukan kayak tadi seolah-olah sedang berhadapan langsung dengan Tania.”“Ehm ... Mas Fahry dengar apa?” Aku penasaran.“Dengar ungkapan perasaan dari seorang gadis yang kini tiba-tiba saja sudah dewasa.”Aku salah tingkah. Bagaimana ini? Dia mendengar aku mengakui perasaanku padanya di hadapan pusara istrinya. Pipiku mendadak terasa panas. Mas Fahry meraih tanganku, menyatukan jemarinya dengan jemariku. Kini kami berdua berdiri bergenggaman tangan di depan pusara Mbak Tania.“Kamu lihat, Tania ... adik kecilmu ini udah dewasa sekarang. Dia sudah bisa jadi mama yang baik bagi Ghazy. Juga sudah bisa ... jadi istri yang memuaskan suami.” Kalimat terakirnya setengah berbisik. Aku mencubit pinggangnya.“Ayo pulang.”“Nilam bawa moto

  • AKU TANPAMU   147

    Pagi ini aku terbangun dengan mata seperti berpasir dan juga bengkak. Semalaman tadi aku memang tak bisa memejamkan mata dan baru tertidur beberapa jam sebelum azan Subuh berkumandang. Kejadian semalam membuat rasa kantukku menguap entah ke mana, selain karena rasa tak nyaman pada pusat tubuhku akibat hubungan semalam, gumaman Mas Fahry setelahnya juga sangat mengganggu pikiranku. Bagaimana mungkin aku menyerahkan mahkotaku pada lelaki yang menggumankan nama lain setelahnya, meskipun itu adalah nama kakakku sendiri. Ada rasa nyeri di ulu hatiku. Apakah aku telah salah melakukan ini?Mas Fahry tersenyum simpul saat berpapasan denganku saat ia baru saja pulang dari mesjid untuk menunaikan salah subuh. Kulihat ia memperhatikan wajahku sesaat. Aku segera menunduk, menyembunyikan mataku yang terasa panas dan bengkak akibat.“Nggak perlu malu-malu gitu, Dek. Nanti juga terbiasa,” ucapnya padaku, sambil mencolek daguku yang masih menunduk.Bukan, Mas. Aku bukan sedang malu, toh apa yang kita

  • AKU TANPAMU   146

    “Udah?” tanyanya.“Iya.” Aku terkekeh.“Awas kamu, ya. Nanti malam Mas hukum.”“Kalau gitu sebelum Mas pulang mending Nilam balik ke rumah ayah aja, dari pada dihukum.”“Ehhh, jangan dong! Hukumannya hukuman enak kok.” Ia menggerakkan alisnya naik turun.Aku bergidik saat memahami maksud dari kalimatnya tadi.“Udah ah. Katanya banyak kerjaan.”“Kamu sih aneh-aneh aja sampai video call segala. Oiya, anak-anak mana, Dek?”“Nih, lagi main puzzle.” Kuarahkan kamera ponselku pada Khanza dan Ghazy yang tengah bermain.Masa Fahry pun menyapa anak-anak satu persatu sebelum memutuskan sambungan telepon.***Aku memilih duduk di sofa sambil membaca novel sambil menunggu Mas Fahry pulang. Ghazy sendiri sudah tertidur pulas setelah menghabiskan dua botol susu formula tadi. Jika biasanya aku dengan acuh tidur di samping Ghazy dan tak menunggu jika Mas Fahry pulang malam, tapi entah kenapa hari ini aku begitu menantikan kepulangannya. Kejadian semalam dimana ia melakukan sentuhan fisik yang memabuk

  • AKU TANPAMU   145

    Aku sedang merapikan beberapa barang-barang Mbak Tania dari lemari saat ibu memanggilku. Ya, aku baru berani merapikan beberapa barang Mbak Tania setelah kemarin Mas Fahry melepas pigura foto mereka di dinding kamar. Kurasa mungkin benar apa kata Mas Fahry kemarin, meski dia belum bisa melupakan Mbak Tania, dan aku pun masih merasa risih dengan statusku saat ini, tapi hidup kami akan terus berjalan. Aku sudah menjadi istri sah Mas Fahry, anak-anak pun akan semakin bertumbuh besar dalam pengasuhanku. Kurasa pelan-pelan aku juga harus menata hidup dan menata hati. Bukankah ini juga amanah dari Mbak Tania padaku untuk mengawasi anak-anaknya setelah kepergiannya? Meskipun Mbak Tania tak pernah memintaku untuk menggantikan perannya sebagai istri Mas Fahry, namun ternyata sekarang takdir telah membawaku ke sini, ke kamar ini, menggantikan peran Mbak Tania menjaga anak-anaknya dan sekaligus menjadi istri dari Mas Fahry.“Iya, ada apa, Bu?” tanyaku saat ibu memanggilku dari depan pintu kamar.

  • AKU TANPAMU   144

    “Lepas, Mas. Aku mau mandiin Ghazy!”“Jawab dulu, Dek. Mas boleh ketemu Nasya hari ini?”“Mas mau ajak Khanza?”“Nggak lah, Dek. Mas nggak mungkin kabulkan permintaan Khanza tadi. Ini benar-benar urusan kerjaan, bukan urusan pribadi.”“Terserah kamu, Mas! Lepaskan, aku mau mandiin Ghazy.” Kali ini aku sendiri yang melepas tangannya dari pinggangku.Mas Fahry menghela napas kasar, kemudian memperhatikan saat aku mulai membuka pakaian Baby Ghazy satu persatu untuk kumandikan.“Ngapain senyum-senyum?” tanyaku dengan kening mengeryit ketika melihat Mas Fahry tersenyum.“Mas sedang bayangin kalau Mas yang dibukain pakaiannya seperti itu sama kamu.” Ia terkekeh.Dasar nggak ada akhlak! Batinku. Seenaknya saja lelaki ini mengucapkan guyonan tanpa berpikir apa akibatnya. Tak taukah dia kalimatnya barusan berhasil membuat wajahku panas, kurasa saat ini wajahku sudah seperti kepiting rebus. Dan masih dengan tak punya perasaan lelaki itu justru membuatku semakin merona.“Kapan bisa praktekin sep

DMCA.com Protection Status