“Kalian mau selamanya di situ?” pekik wanita teman Lov itu. Aku lalu melepaskan pelukanku pelan. Wanita bercadar itu bertepuk tangan sendiri sambil berdecak. Kami pun mendekatinya yang berteduh di teras depan sebuah ruko yang sudah tutup.“Kalian memang begini.” Wanita bercadar itu mengacungkan jempolnya. “Ini Lunar, Mas. Dia dan neneknya yang menyelamatkanku.”Lunar menangkupkan tangan di depan dada. Kubalas dengan gerakan yang sama.“Ini lah suamiku itu, Lun. Mas Rama.”“Anda lelaki hebat, Mas Rama. Cinta beruntung sekali mendapat lelaki seperti anda,” puji Lunar. “Untuk kamu Cinta, selamat ya. Kamu mendapat suami yang perjuangannya luar biasa. Aku bisa lihat dari keseriusan Mas Rama tadi. Bukan buatan pokoknya. Next time, tetap sering ke rumah nenek ya. Jangan lupakan kami.”“Aku yang terima kasih sama kamu dan Nenek, Lun.”“Nggak perlu. Itu sudah kewajiban sebagai sesame manusia, terlebih lagi sesame muslim.”“Terima kasih sudah menyelamatkan istri saya. Ini benar-benar keajaiban
APAKAH dengan jawaban itu aku berhenti mendekati Lov? Tidak. Tidak sama sekali. Aku terus berusaha mengambil hatinya.Sebisa mungkin tiap hari aku berkomunikasi dengannya meski hanya lewat pesan Whatsapp. Membangun kepercayaan dan keyakinannya memang tidak mudah. Tapi aku yakin ketika itu ia dapatkan, maka tidak mudah pula untuk digoyahkan.Setiap hari aku berdoa dalam shalatku agar Tuhan memberikan keyakinan kepadanya, meluluhkan hatinya, untuk mau menerimaku menjadi suaminya kelak. ***Padahal seminggu lalu, Tuhan seperti mendekatkannya padaku.“Mas Rama,” panggilnya pagi-pagi sudah berada di rumahku. Aku terkejut. Perasaan, tak pernah ia kuajak ke rumah. Mengapa tiba-tiba ia datang menemuiku?“Aku kerja di sini mulai hari ini, Mas. Bapak yang minta aku jadi asisten Bunda Syandi. Jadi kamu nggak usah ge-er.” Ia tersenyum sambil mengangkat alis dua kali.“Dih, siapa juga yang ge-er. Tapi bisa jadi emang Allah yang mendekatkan kita. Mungkin memang jodoh.”“Iih. Apaan sih, Mas. Janga
Memasuki bulan Sya’ban. Pak Tegar telah berhenti menjadi tukang kebun kami belum lama ini karena alasan kesehatan. Ia lebih memilih mengelola sawit dan tinggal di sebuah desa di Sungai Bahar, Muaro Jambi.Malam itu saat berada di kamar bunda, Lov mendapat telepon dari istri Pak Tegar, ibu tirinya. Ibu tirinya itu memberi kabar kalau Pak Tegar sakit dadanya sejak tadi siang dan tak kunjung hilang. Aku dan Bunda saling pandang, melihat Lov mengangkat telepon lalu wajahnya pucat. Ada takut yang menyusup dalam dirinya.“Bun, Bunda,” ujar Lov setelah menerima telepon dari ibu tirinya itu, “Bapak Cinta sakit, Bun. Boleh Cinta izin pulang dan membawanya ke rumah sakit?”“Boleh, tapi ada syaratnya.”“Apa syaratnya, Bun?”“Kamu di antar Rama. Bunda juga ikut. Bagaimana pun Bapak kamu sudah lama bekerja dengan kami, kalau ada apa-apa, kami berhak ikut membantu.”Lov berpikir sejenak, menatap lantai.“Nggak merepotkan, Bun?” Lov agak ragu.“Ayo, Ram, siap-siap. Kita antar Lov dan membawa Pak Teg
SUARA Diko yang nyaring karena senang malam itu mengingatkanku kepada ayahnya, Brian. Sudah masuk dalam catatanku bahwa mayat di makamnya bukanlah mayatnya.Maka dari itu, penglihatan Cinta yang menangkap pandang Brian di sebuah gudang tua yang digunakan untuk berkumpulnya komplotan mereka, yang mengindikasikan ada keterlibatan penjualan narkoba, itu benar. Bisa jadi Lov tak bohong.Kemudian saat ingatanku masih liar, suara teriakan seorang wanita terdengar."Aaa!" teriaknya. Sontak semua pasang mata menoleh padanya. Wanita itu memegang minuman, namun tangannya seperti kaku tak dapat bergerak. Perlahan gelas minuman itu meluruh dari genggamannya, jatuh dan tumpah di atas lantai. Wanita itu tak lain adalah Sonar, salah satu karyawan di Lovamedia.Plang! Suara gelas menggelinding di lantai tersandung kakinya. Tubuhnya gemetar dan tangannya lunglai."Tanganku," keluhnya."Ada apa, Nar?" Cinta mendekatinya dan cepat memegang tangan yanh tiada daya itu."Tak dapat bergerak. Kaku." Sonar m
[Malam, Pak. Maaf mengganggu waktu tidurnya. Saya hanya ingin memberi kabar bahwa Sonar sudah ditangani dokter. Namun dokter bilang itu belum pernah terjadi sebelumnya. Berita baiknya, Sonar sudah dibawa pulang oleh keluarga]Dari Kasih. Masuk pukul 23.37.[Salam, Pak. Sonar sudah dibawa pulang oleh pihak keluarga. Sakitnya nggak diketahui apa, tapi dia baik-baik aja, kok. Administrasi sudah beres. Menggunakan BP*S dan asuransi] Pesan yang sama.Pagi akhir pekan itu aku akan menemui Sonar, juga Lunar. Untungnya, Lov pernah berkunjung ke rumah mereka kemarin. Jadi langsung saja kuajak istriku itu untuk berangkat ke rumah sonar. namun tiba-tiba saja cinta melakukan hal yang tak biasa."Lov, kamu dandan?" tanyaku saat melihat ia mencatut diri di depan cermin. Padahal biasanya ia hanya menggunakan make up tipis."Iya, Mas," jawabnya santai tanpa menoleh ke arahk."Tumben-tumbenan.""Biar lebih kelihatan aja, Mas.""Kelihatan apa?""Ya kelihatan seperti istri direktur.""Emangnya selama i
MAS RAMA kembali memasuki rumah Nenek Jum dan duduk bersila di sampingku setelah menerima telepon dari Pak Solomon, seorang dekan yang sempat hampir melecehkanku beberapa waktu silam. Lunar dan Sonar tak lama kemudian menyusul dan ikut duduk pula bersama kami.Suasana rumah sederhana yang dikelilingi pepohonan itu terasa sejuk. Angin segar bertiup lembut dari jendela dan pintu yang terbuka. Suara kicauan burung dan hewan-hewan pohon seperti tupai, serangga, dan lainnya, terdengar seperti orchestra yang harmoni.“Aaah, akhirnya tangan ini udah mulai bisa digerakkan. Udah mulai hilang kebasnya,” tandas Sonar dengan ekspresi lega dan menyungging senyum, menggerakkan tangan dan memutar-mutar bagian lengan atas.Nenek tersenyum tipis sambil menyipitkan mata. Jempolnya kemudian terangkat di depan wajah.“Oh ya, Nek, orang yang beli ramuan bius itu juga beli penawarnya?” lanjut Mas Rama bertanya penuh selidik, sudah seperti detektif saja yang kerjaannya menginterogasi para suspek.Nenek hany
“Baik, Mas.” Kubaca berita mengenai Mas Rama itu dengan seksama. Ternyata itu menceritakan kejadian dimana Mas Rama menolongku yang ditampar Rinaldi setelah pertunangan Kasih. Mas Rama memang hampir menghempaskan batu sebesar kepala ke wajah Rinaldi, tapi itu bukan niat membunah, hanya menggertak saja. Satu berita kupahami, berita lain muncul dan langsung kulibas pula. “Istri Panorama Angkasa Menghilang Tanpa Jejak, Membuat Ia Gila.” Berita yang sangat mengusik telingaku jika dibaca dari judulnya. Saat kubaca sampai selesai, ternyata apa yang diceritakan lebih menohok lagi dan membuatku geram. Berita itu menuduh Mas Rama sudah tak waras dan putus asa serta depresi sehingga muncul di acara TV lokal program Find Your Love. Serta mengadakan sayembara semu.“Rama Corporation Diprediksi Failed, Investor Kabur, Saham Anjlok.” Berita yang seperti dibuat-buat agar apa yang diceritakan benar-benar terjadi. Menciptakan perspektif pada publik dan pemegang saham untuk menghancurkan kepercayaan m
MATAHARI berpijar sempurna, memancarkan ultraviolet yang maksimal diserap oleh tumbuhan untuk fotosintesis. Daun-daun pohon di depan rumah menari-nari dimainkan angin. Bilamana sudah kuning ia akan menggugurkan diri secara jantan. Netraku yang menerawang ke taman itu menangkap Tara yang berjalan tertatih dituntun Rendra. “Maafkan saya karena tidak bisa menjaga Bu Tara dengan baik, Pak.” Rendra meminta maaf pada Mas Rama sekali lagi. Mas Rama hanya mengibaskan tangan pelan. Ia tahu Rendra adalah tipe perfeksionis yang tak mungkin lalai. Kalau ia bicara seperti itu berarti semua sudah diluar batas kemampuannya.“Udah berapa kali aku bilang, jangan panggil aku Bu Tara. Bisa nggak?” Tara mengeluh lagi pada hal yang sama sejak tadi. Rendra masih menatap datar hingga mengangguk pelan. “Baik, Non Tara.”Tara langsung menjejakkan kaki ke lantai. “Nggak ngerti amat sih. Payah,” umpatnya. “Auuu, sakiiit.” Tara memegangi pergelangan kakinya.Rendra yang disindir Tara sama sekali tak mengubah