Bara terus saja mencari di mana sosok nenek-nenek yang ia lihat di kamarnya itu. Namun, sudah beberapa kilo meter ia tempuh, gunung yang ia daki bahkan lautan yah ia sebrangi tak kunjung ia temui.
Mulai dari jalanan sekitar rumahnya, di bawah kerikil dan batu. Bahkan atas pohon juga ia naiki. Yang ada hanya wanita berdaster putih dengan rambut yang acak-acakan dan terjulur panjang, yang menutupi wajahnya tengah duduk di sana. Sembari tertawa cekikikan lalu menangis.
Merasa lelah, Bara pun memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Saat, ia baru saja masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. Tiba-tiba suara bell berbunyi bersamaan dengan ketukan pintu dari luar.
Bara pun kembali memutar badannya untuk membuka pintu dan menghampiri siapa orang yang malam-malam begini berkunjung ke rumahnya. Apa jangan-jangan wanita di atas pohon tadi? Seketika bulu kuduknya merinding.
"Assalamu'alaikum," ucap suara dari luar sana. Pertanda mungkin itu bukan makhluk jadi-jadian.
Bara pun dengan cepat membuka pintu.
Ia pun melihat dua orang wanita tengah berdiri di depan pintu yang baru ia buka.
Seorang wanita berjilbab hitam senada dengan gamis yang di pakai. Menuntun nenek-nenek tua di sampingnya.
Iya, bukannya itu nenek yang baru ia usir?
Dengan cepat nenek itu memeluk tubuhnya.
"Bara, aku mau tinggal di sini. Aku gak tahu harus kemana. Aku gak mau tinggal sama Mak lampir," terang Nenek itu sembari sesenggukan hingga ingusnya meluber dan mengenai kemeja Bara.
Bara mencoba melepaskan pelukan. Merasa sangat merinding sekarang dibanding bertemu dengan mbak Kun yang ada di atas pohon tadi.
"Apa benar, kamu yang namanya Bara?" tanya wanita berjilbab hitam itu kemudian.
Bara hanya mengangguk pelan.
"Kenalkan, aku Risa. Sahabatnya Liyana di kampung," ucap wanita itu lagi membuat Bara tampak gembira.
"Kamu sahabat Liyana? Apa kamu tahu di mana ia sekarang?" tanya Bara sambil memegang kedua bahu Risa.
"Iyah, aku tahu di mana ia sekarang," balas lagi Risa mencoba melepaskan pegangan tangan dari Bara. Merasa risih.
"Mana ia sekarang?" Nampaknya Bara sudah sangat rindu pada sahabat karibnya.
"Dia di sini," terang Risa
"Di mana?" Bara celingak-celinguk menatap ke sekitar rumah
"Dia di sini," balas Risa sambil menoleh ke sebelah kiri yang di mana ada wanita paruh baya itu.
Bara kali ini kembali merinding
"Bukan, dia bukan istriku!"
"Nenek tua ini, bukan Liyana!" elak Bara kali ini.
"Aku Liyana, aku istrimu Mas!" ucap lagi nenek itu sembari memeluk kembali tubuh Bara
"Hii, lepaskan. Kau bukan istriku," timpal lagi Bara sembari melepaskan pelukan erat sang nenek
"Entah, kamu belum bisa menerima atau memang tidak percaya. Tolong, terima dulu dia tinggal di sini yah, kasian di rumah hanya mendapat celotehan Ibu mertuaku," terang lagi Risa
Sebenarnya, Risa menyuruh agar temannya itu tinggal bersama dia di dalam rumahnya. Namun, sikap Ibu mertuanya yang tak suka terhadap kehadiran nenek yang ia akui sebagai neneknya. Membuatnya tak nyaman.
"Saya gak mau," tolak Bara kali ini
"Tolonglah, kasian," ucap Risa memelas
"Plissssshhhh," ucap Nenek itu kini menimpali
"Lagi pula kamu kan tinggal sendiri di sini," potong lagi Risa
Melihat kembali tatapan nenek bermata sendu itu membuat Bara seakan Iba.
"Maaf, mas. tadi saya udah usir mereka cuman tetap menerobos ke dalam," ucap Sekuriti yang tiba-tiba datang dan menangkap si nenek.
"Sudah, lepaskan. Dia akan tinggal di sini," balas Bara kini.
"Beneran, Mas? Adudu makacih loh cayangku," timpal lagi nenek begitu keras, kembali memeluk tubuh Bara.
"Hih, lepaskan. Kamu boleh tinggal di sini sambil mencari kemana perginya istri saya," ucap lagi Bara
Bara pikir dengan mengijinkannya di sini itung-itung minta maaf atas kejadian kemarin malam. Agar dia tidak dicap sebagai anak durhaka.
"Oke, Masku sayang. Love you. Saranghae," ucapnya kembali sembari memperlihatkan jarinya yang menyilang berbentuk love diudara.
Bara semakin merinding, lalu berbalik pergi ke dalam rumah.
"Yasudah, aku pamit dulu yah, Ly. Jaga dirimu baik-baik. Kalau butuh apa-apa. Hubungi aku," ucap Risa kini sembari memberikan kartu yang berisikan nama dan nomor telephone nya.
"Oke, makasih Ris!" balas lagi wanita paruh baya itu sembari mengacungkan jempol dan tersenyum. Deretan gigi yang ompong pun terlihat. Tak lupa gigi emas yang mengkilap menerangi malam ini, sehingga kunang-kunang ikut insekyur dibuatnya.
🥀
Bara terus berjalan ke arah kamarnya, tanpa ia sadari nenek itu mengikutinya masuk ke dalam kamar.
Ia melepaskan jas lalu menyambar handuk dan pergi ke kamar mandi.
Suara keran air kini terdengar dari dalam bilik kamar mandi.
Setelah dirasa sudah membersihkan diri. Dia pun keluar dari kamar mandi dengan memakai handuk putih yang melilit dan menutupi pinggangnya. Sehingga hanya bagian dada sixpacknya yang nampak terlihat.
"Sudah mandinya, sayang?" Namun, ia kaget saat mendapati sosok nenek tua itu tengah berbaring di ranjang tidurnya.
"Ngapain, nenek ada di sini?" tanya Bara keheranan.
"Yah, nungguin kamulah sayang," ucap nenek itu kembali sembari memainkan rambutnya yang terurai dan sudah memutih itu.
"Pergi dari kamar ini!" teriak Bara kini.
"Loh, aku 'kan istrimu mas, jadi yah ... Bakalan sekamar bareng kamu," ucap lagi nenek itu.
"Kamu itu bukan istri saya!" pekik lagi Bara
"Aduduh cayangku, jangan marah-marah entar cepat tua loh." Wanita itu berdiri dengan susah payah dari posisi tidurnya. Memegang pinggang yang terasa encok lalu berjalan ke arah Bara dan mengusap wajah lelaki tampan itu.
Bara semakin merinding kali ini
"Eits, tapi gak papa deh, biar kita sama-sama tua. Kan kita janji bakalan selalu saling cinta sampai hari tua dan sampai maut yang memisahkan," ucap lagi nenek itu kini
"Lepaskan, sekarang kamu pergi dari kamar ini atau aku yang pergi!" teriak lagi Bara kini
"Aku gak bakal pergi, aku kan istrimu mas. Seharusnya ini menjadi momen malam pertama kita yang sempat tertunda." Mendengar ucapan wanita tua itu lagi kini Bara seakan ingin muntah.
Bukannya jadi momen malam pertama, sepertinya malah akan jadi malam terakhir bagi dirinya.
"Yasudah, biar saya yang pergi," ucap Bara lagi namun nenek itu malah memeluknya
"Jangan pergi!"
"Lepaskan!" Bara mencoba melepaskan hingga tubuh nenek itu tak sengaja terdorong dan jatuh ke lantai.
"Aduh, pinggangku, encokku kambuh." Nenek itu meringis kesakitan memegangi pinggangnya.
"Tolong, sayang ...."
"Aduh, sakit." Ia terus meringis kesakitan.
Akhirnya, mau tak mau Bara pun memangkunya untuk naik ke atas ranjang. Nampaknya, kini. wanita paruh baya itu pun kegirangan.
"Terimakasih, sayang," ucapan yang keluar dari mulut nenek itu lagi-lagi seakan membuat bulu kuduknya merinding melebihi saat ia melihat wanita di atas pohon tadi.
"Apa ada yang sakit?" tanya Abara kini sembari melihat ke arah Nenek tua itu, yang sudah ia baringkan di atas kasurnya."Tentu saja, sepertinya pinggangku ini terkilir," ucapan wanita paruh baya itu membuat Bara geleng-geleng kepala. Dimana-mana harusnya kaki yang terkilir ini malah pinggang"Boleh minta bantuan lagi?" ucap lagi nenek itu"Apa?" "Bolehkah jika kau membantu untuk mengoleskan balsem ke pinggangku?" pintanya. Sontak membuat Bara bergidik ngeri."Saya gak jago ngurut dan cukup gak suka sama aroma balsem," terang Bara kini menolak membuat Nenek itu agak sedikit kecewa"Bara, ayolah. Aku kan istrimu, tak seharus-""Stop! Jangan mengaku anda istri saya," potong Bara kini. Akhirnya, ia buru-buru mengambil balsem di nakas dekat kasur. Ia pikir mungkin itu milik nenek itu.Dari pada lama-lama berdebat kusir, mending ia cepat-cepat mengabulkan permintaan nenek di hadapannya ini."Sebelah mana yang sakit?" tanyanya dengan acuh."Sebelah sini," balas nenek sembari membuka sedikit
Abara berjalan menuju kamar mandi sambil tetap membayangkan wajah sang nenek yang mengaku sebagai istrinya. Ia merasa kesal dan ingin segera mencari solusi.Setelah mandi, Abara sarapan dan memutuskan untuk berangkat ke kantor. Di dalam mobil, dia memikirkan rencana untuk mencari pembantu rumah tangga."Ini adalah solusi terbaik," katanya pada dirinya sendiri. "Dengan begitu, aku bisa menghindari nenek itu."*Sesampainya di kantor, Abara langsung menemui sekretarisnya, Lestari.“Lestari, aku butuh bantuanmu,” kata Abara. "Saya ingin mencari pembantu rumah tangga. Bisakah Anda membantu saya mencarikannya?"Lestari mengangguk. “Tentu saja, Tuan. Saya akan mencari beberapa kandidat yang cocok.”Setelah menerima perintah,Lestaripun segera memberitahu beberapa rekannya dan membuat loker di media sosial untuk mencari asisten Bara. Dan tak butuh waktu lama, banyak orang yang menghubungi dan melamar melalui chat pada nomor yang ia lampirkan.Ketika dirasa sudah menemukan beberapa yang tepat,
Nenek tua itu mengetuk pintu kamar Abara dengan keras. "Abara, jangan tidur dengan orang lain! Aku adalah istrimu!"Abara merasa kesal. "Nenek, berhenti! Aku sudah bilang kamu tidak bisa mengontrol hidupku."Bayu berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar dan membukanya. "Nenek, saya hanya membantu Pak Abara. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Nenek itu memandang Bayu dengan dendam. "Kamu pikir kamu bisa menggantikan aku? Aku tidak akan membiarkannya!"Bayu tetap tenang. "Nenek, saya hanya membantu Pak Abara. Saya tidak memiliki niat lain."Abara mencoba menenangkan. "Nenek, jangan salah paham. Bayu hanya asisten saya."Wanita paruh baya itu tidak percaya. "Aku tidak percaya! Aku melihat cara Bayu memandangmu. Aku tahu dia menyukaimu!"Bayu terkejut. "Saya? Menyukai Pak Abara? Tidak mungkin!"Abara merasa tidak nyaman dengan tuduhan wanita tua itu. "Nenek, berhenti! Kamu salah paham. Bayu hanya membantu saya."Nenek semakin marah. "Aku tidak salah paham! Aku lihat cara kamu memandangn
Abara keluar dari kamar mandi dan melihat wajah Bayu merah padam. "Bayu, apa salahnya? Kamu terlihat tidak enak badan," tanya Abara dengan khawatir.Bayu berusaha menyembunyikan perasaannya. "Tidak apa-apa, Pak Abara. Aku hanya... kepanasan saja."Abara mendekati Bayu dan bertanya, "Kamu yakin tidak ada yang lain?""Tidak, pak."Abara semakin mendekat ke arah Bayu, matanya menatap dalam. "Bayu, aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Ceritakanlah."Bayu tergagap, berusaha menyembunyikan sesuatu di dalam dirinya. "T-tidak ada apa-apa, Pak Abara."Abara memegang bahu Bayu. "Bayu, aku percaya kamu. Ceritakanlah apa yang sebenarnya terjadi."Abara menatap mata Bayu dengan lembut, mencari kejujuran di balik pandangan Bayu. Bayu merasa terjebak, tidak bisa menghindari tatapan Abara.Jantung Bayu seakan berdegup kencang, merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Dia tidak bisa menyangkal lagi sesuatu yang ingin ia katakan pada Abara.Seorang wanita paruh baya itu datang secara tiba-tiba
Setelah berbicara dengan wanita tua yang mengaku istri tuannya itu. Bayu masuk ke dalam bathroom yang terdapat di dalam kamar Abara untuk membersihkan diri.Dia melepaskan semua pakaian yang menempel pada tubuhnya tak lupa aksesoris, Kacamata, Topi, janggut dan kumis palsunya. lalu Ia menginjakkan kakinya memasuki bak berisi air itu dan merendamkan diri di bathtub. Perlahan mulai memasuki ke dalam air yang mengenai kulitnya.Ia mencoba mengingat kejadian beberapa waktu sebelumnya, saat ia berlari mencoba melewati hutan. kulitnya bahkan tergores oleh duri dan ranting pohon. Baju yang ia pakai menjadi compang-camping. Ia tak memakai alas kaki, Kakinya menginjak ke tanah dan terasa sangat becek karena habis hujan. Tak ada jalan hanya kegelapan dan pohon-pohon di kiri dan kanan. Ia hampir menyerah, jantungnya berdegup sangat kencang tak lupa nafasnya memburu dan tak beraturan. Semua orang berpakaian hitam dan bertubuh besar mengejarnya dari belakang.Bahkan ia sendiri sudah tak tahu baga
Entah kenapa Bayu (Liyana) merasakan sosok Abara begitu perhatian padahal dirinya, padahal Bara dikenal sangat cuek. Seandainya, saja bahwa ini dilakukan, terlihat seperti pasangan bukan atasan ke bawahan sudah pasti ia sangat bahagia. Walaupun sebenarnya mereka memang pasangan yang sesungguhnya. Tapi Bara, tidak mengetahui sosok dirinya (Bayu adalah Liyana) yang asli. Bayu tak mengerti mengapa Bara lebih memilih untuk makan siang bersamanya. Dibandingkan menyantap makananan dari istri tuanya itu. Saat Bayu dan Abara makan siang bersama. Abara tiba-tiba saja menyuruh Bayu untuk mencari istrinya. Abara menatap Bayu (Liyana) dengan mata dingin selama makan siang. "Bayu, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku." Bayu (Liyana) berhati-hati. "Apa itu, Pak Abara?" Abara tersenyum sinis. "Cari istriku yang hilang. Aku yakin dia masih di kota ini. Aku ingin kamu menemukannya dan membawanya kembali kepadaku." Liyana merasa ngeri, berusaha menyembunyikan kepanikan. "Baik, Abara. Aku ak
Nenek Liyana, yang sebenarnya adalah Liyana yang menyamar, memergoki adegan tersebut dan marah. "Apa yang terjadi di sini?!" nenek bertanya dengan suara keras.Bayu berusaha melepaskan diri dari pelukan Abara. "Nyonya, tidak apa-apa! Abara hanya mabuk dan terjatuh!"Nenek Liyana mendekati mereka dengan mata marah. "Abara, kamu tidak bisa mengendalikan diri! Bayu, lepaskan diri dari pelukannya!"Abara, masih mabuk, membuka mata dan melihat nenek. "Liy... Liyana... kamu...?" dia berbicara tidak jelas.Nenek Liyana terkejut. "Abara, kamu mengenal aku?!"Bayu berusaha menenangkan situasi. "Nenek, dia hanya mabuk. Dia tidak tahu apa yang dia katakan."Namun, nenek Liyana sudah marah. "Bayu, bawa Abara ke kamar sekarang juga!"Nenek Liyana, yang masih marah, memandang Abara dengan tajam. "Abara, kamu tidak bisa mengendalikan diri! Bayu, bawa dia ke kamar sekarang juga cepat!" timpalnya lagi dengan berteriak.Bayu mengangguk dan membantu Abara berdiri. Abara masih terhuyung-huyung, tapi dia
"Pak Abara, aku tidak tahu apa yang tuan maksud. Aku hanya ingin membantumu dan Nyonya Liyana," kata Bayu, mencoba menjawab dan tetap tenang.Abara menatap Bayu dengan mata yang tajam, mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Saya tidak percaya padamu, Bayu. Saya merasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku."Bayu merasa hatinya berdebar, takut Abara akan menemukan kebenaran tentang identitasnya. "Pak Abara, aku benar-benar tidak tahu apa yang tuan maksud. Sungguh Aku hanya ingin membantumu dan Nyonya Liyana," kata Bayu sekali lagi, mencoba tetap tenang.Abara menghela napas, lalu berpaling dan hendak berjalan ke dalam kamar. Bayu menatapnya dengan perasaan lega, tapi juga khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. "Lebih baik kau tidur lagi denganku Bayu, sekarang saya takut jika tidur sendiri," ucapan itu membuat Bayu seakan ingin tertawa. Namun, ia harus menahannya. Sejak kapan Sang Bos menjadi penakut seperti ini? 🥀🥀Abara dengan diikuti Bayu berjalan kembali ke dalam k
Bayu dengan cepat meminta Bara untuk pulang, meninggalkan Sapphire yang masih berdiri di tempat. Bara masih terlihat terkejut dan sebenarnya penasaran setelah mendengar kabar tentang Liyana dari Sapphire."Aku tidak bisa percaya ini," kata Bara, dengan suara yang keras. "Aku harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Liyana."Bayu memandang Bara dengan ekspresi yang khawatir. "Kita harus berhati-hati, Bara. Kita tidak tahu apa yang kita hadapi, apalagi terhadap wanita ini," kata Bayu, dengan suara yang berbisik.Bara mengangguk pelan, tapi masih terlihat terobsesi dengan apa yang dikatakan oleh Sapphire terhadap Liyana. Bayu tahu bahwa dia harus menjaga Bara agar tidak melakukan sesuatu yang berbahaya.Sebelum mereka pulang, Sapphire memanggil Bara dan Bayu untuk berhenti sejenak. "Tunggu, Bara," kata Sapphire, dengan suara yang serius. "Aku ingin membantu kamu menemukan Liyana, Tapi, kamu malah begini," terang lagi Sapphire "Jangan sok peduli Sapphire, kamu aja tidak tahu bagaiman
Bara mengangguk setuju dengan Bayu. "Aku setuju, kita harus menemukan Liyana secepat mungkin," kata Bara, dengan suara yang serius. "Tapi kita harus berhati-hati, karena kita tidak tahu apa yang kita hadapi."Bayu memandang Bara dengan rasa tekad. "Aku tidak peduli apa yang kita hadapi, aku hanya ingin menemukan Liyana dan membawanya pulang," kata Bayu, dengan suara yang kuat dan tekad.Bara memandang Bayu dengan rasa hormat. "Aku tahu kamu bisa melakukannya, Bayu," kata Bara, dengan suara yang lembut. "Kita akan bekerja sama untuk menemukan Liyana dan membawanya pulang."Tiba-tiba, telepon Bara berdering. Bara memandang layar telepon dan melihat bahwa panggilan tersebut dari Sapphire, seorang yang sudah ada lama di hidup Bara. Bara memandang Bayu dan mengangguk sebelum menjawab panggilan tersebut." Halo, Sapphire. Apa yang terjadi?" tanya Bara, dengan suara yang ramah, namun sebenarnya jengkel.Sapphire terdengar sedikit tergesa-gesa di ujung telepon. "Bara, aku ingin bertemu dengan
Keesokan harinya, Bayu terbangun dengan masih sedikit sakit dan bingung. Dia tidak ingat apa yang terjadi malam sebelumnya, tapi dia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia mencoba untuk mengingat, tapi ingatannya masih kabur.Bayu berusaha untuk duduk dan melihat sekitarnya. Dia berada di kamar tidur, dan Bara sedang duduk di samping tempat tidurnya, memandanginya dengan rasa khawatir."Bayu, kamu baik-baik saja?" tanya Bara, dengan suara yang lembut dan khawatir.Bayu menggelengkan kepala, masih mencoba untuk mengingat apa yang terjadi. "Apa yang terjadi malam kemarin?" tanya Bayu, dengan suara yang lemah dan bingung.Bara memandang Bayu dengan rasa khawatir. "Kamu pulang dalam keadaan mabuk malam kemarin," kata Bara, dengan suara yang lembut dan khawatir. "Saya tidak tahu apa yang terjadi, tapi Nenek Liyana ada di sini dan dia sangat khawatir tentang kamu."Bayu memandang Bara dengan rasa bingung. "Nenek Liyana? Apa yang dia katakan?" tanya Bayu, dengan suara yang masih lema
Bayu (Liyana) memutuskan untuk setuju dengan keinginan Sapphire. "Baik, saya akan mendekatkan kamu kembali dengan Bara," kata Bayu (Liyana), dengan suara yang lembut dan tidak nyaman. Sapphire tersenyum dan memandang Bayu (Liyana) dengan rasa puas. "Bagus, Liyana," kata Sapphire, dengan nada yang sedikit sinis. "Saya akan memberikan kamu instruksi tentang apa yang harus kamu lakukan." Bayu (Liyana) merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi ini, tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Dia harus melakukan apa yang Sapphire inginkan jika dia ingin selamat. Sapphire memberikan Bayu (Liyana) instruksi tentang apa yang harus dia lakukan untuk mendekatkan dirinya kembali dengan Bara. Bayu (Liyana) mendengarkan dengan saksama dan berusaha untuk mengingat semua instruksi yang diberikan. Setelah Sapphire selesai memberikan instruksi, dia memandang Bayu (Liyana) dengan rasa puas. "Baik, Liyana," kata Sapphire, dengan nada yang sedikit sinis. "Sekarang, pergi dan lakukan apa yang saya inginkan
Bayu (Liyana) membuka mata dan terbangun dari tidurnya di sofa, ia masih sedikit bingung, ternyata mereka ketiduran di sini. Ia juga merasa sedikit lelah dari menonton TV semalam. Dia melihat Abara masih memeluknya dengan erat, seperti tidak mau melepaskannya. Bayu (Liyana) merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi ini, karena dia masih menyamar sebagai Bayu, asisten Abara.Dia berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Abara, tapi Abara seakan tidak mau melepaskannya. Bayu (Liyana) harus berhati-hati agar tidak terbongkar identitasnya yang sebenarnya. Dia tidak ingin Abara mengetahui bahwa dia adalah Liyana, istri Abara yang hilang."Abara, saya harus bangun," kata Bayu (Liyana), dengan suara yang berat, berusaha untuk tidak terdengar seperti Liyana.Abara membuka matanya dan memandang Bayu (Liyana) dengan agak sedikit kaget. "Maaf, Bayu," kata Abara, dengan suara yang masih serak. "Saya tidak sadar bahwa saya memeluk kamu."Bayu (Liyana) tersenyum dan memandang Abara dengan rasa m
Setelah mereka berdua selesai tertawa dan bercanda, Abara dan Bayu (Liyana) memutuskan untuk menonton TV bersama. Mereka berdua duduk di sofa, dengan jarak yang tidak terlalu jauh.Abara memilih saluran TV yang menayangkan acara bola, dan mereka berdua menontonnya dengan tegang, tertawa dan bercanda. Malam itu, suasana di rumah Abara menjadi lebih tenang. Abara duduk di ruang tamu, menonton TV sambil minum teh. Bayu (Liyana) duduk di sebelahnya, sembari membaca buku.Nenek Liyana sudah tidur, dan rumah menjadi lebih sunyi. Abara merasa bahwa suasana malam itu sangat nyaman, dan dia merasa bahagia karena bisa menghabiskan waktu bersama Bayu (Liyana).Saat Abara menonton TV, dia tidak bisa tidak memperhatikan Bayu (Liyana) yang duduk di sebelahnya. Dia melihat bahwa Bayu (Liyana) sangat fokus membaca buku, dan dia merasa kagum dengan ketekunan Bayu (Liyana).Abara merasa bahwa dia ingin mengobrol dengan Bayu (Liyana), tapi dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia hanya duduk di s
Setelah Abara selesai berganti pakaian, dia berjalan untuk keluar dari kamar dan menemui Bayu (Liyana) yang masih berdiri di dekat pintu kamar."Baik, saya sudah siap," kata Abara, dengan suara yang santai.Bayu (Liyana) tersenyum dan mengangguk. "Baik, Pak Abara. Saya akan mengantar Anda ke ruang makan untuk makan malam."Abara mengangguk dan berjalan bersama Bayu (Liyana) ke ruang makan. Saat mereka berjalan, Abara tidak bisa tidak memandang Bayu (Liyana) dengan mata yang sedikit lebih tajam. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda tentang Bayu (Liyana) hari ini, tapi dia tidak tahu apa itu.Saat mereka tiba di ruang makan, Abara melihat bahwa nenek Liyana sudah menunggu mereka di sana. Dia tersenyum dan mengucapkan selamat malam kepada Abara dan Bayu (Liyana)."Selamat malam, Mas Suami," kata nenek Liyana, dengan suara yang hangat. "Saya harap kamu sudah siap untuk makan malam."Abara mengangguk dan duduk di kursi tengah utama yang disediakan untuknya. Bayu (Liyana) juga duduk di
Abara merasa tidak nyaman dengan kehadiran Sapphire yang begitu dekat. Dia mencoba untuk menjaga jarak, tapi Sapphire terus berjalan mendekatinya."Apa yang kamu inginkan, Sapphire?" tanya Abara lagi, dengan suara yang sedikit lebih keras.Sapphire tersenyum dan berhenti di depan Abara. "Saya ingin tahu mengapa kamu menolak saya dulu," kata Sapphire, dengan mata yang berkilau. "Apa yang salah dengan saya?"Abara merasa terjebak. Dia tidak ingin membicarakan tentang masa lalunya dengan Sapphire, tapi dia juga tidak ingin membuat Sapphire marah."Saya... saya tidak tahu apa yang harus saya katakan," kata Abara, dengan suara yang sedikit ragu-ragu.Sapphire tersenyum lagi dan bergerak lebih dekat ke Abara. "Tidak apa-apa, Abara," kata Sapphire, dengan suara yang sedikit berbisik. "Saya sudah tahu apa yang terjadi. Dan saya sudah siap untuk memulai lagi."Abara merasa tidak nyaman dengan kehadiran Sapphire yang begitu dekat. Dia mencoba untuk menjauhkan diri, tapi Sapphire terus bergerak
Di dalam mobil, Abara dan Bayu berbicara tentang rencana hari ini. Abara memiliki pertemuan dengan beberapa klien penting, dan Bayu harus membantunya untuk mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan.Saat mereka berbicara, Bayu tidak bisa tidak memikirkan tentang wanita yang datang ke rumah semalam. Dia masih penasaran tentang siapa wanita itu dan apa hubungannya dengan Abara."Pak Abara, saya ingin bertanya sesuatu," kata Bayu, dengan suara yang hati-hati.Abara memandang Bayu dengan mata yang penasaran. "Apa itu, Bayu?"Bayu berhenti sejenak sebelum bertanya. "Maaf Pak, kalo boleh tahu siapa wanita yang datang ke rumah semalam?"Abara memandang Bayu dengan mata yang tegas, dan Bayu bisa melihat bahwa Abara tidak ingin membicarakan hal itu lagi. "Saya sudah bilang, Bayu. Saya tidak ingin membicarakan hal itu sekarang."Bayu memandang Abara dengan mata yang penasaran, tapi dia tidak mau memaksa Abara untuk membicarakan hal itu lagi. Dia memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan."