"Apa ada yang sakit?" tanya Abara kini sembari melihat ke arah Nenek tua itu, yang sudah ia baringkan di atas kasurnya.
"Tentu saja, sepertinya pinggangku ini terkilir," ucapan wanita paruh baya itu membuat Bara geleng-geleng kepala. Dimana-mana harusnya kaki yang terkilir ini malah pinggang
"Boleh minta bantuan lagi?" ucap lagi nenek itu
"Apa?"
"Bolehkah jika kau membantu untuk mengoleskan balsem ke pinggangku?" pintanya. Sontak membuat Bara bergidik ngeri.
"Saya gak jago ngurut dan cukup gak suka sama aroma balsem," terang Bara kini menolak membuat Nenek itu agak sedikit kecewa
"Bara, ayolah. Aku kan istrimu, tak seharus-"
"Stop! Jangan mengaku anda istri saya," potong Bara kini. Akhirnya, ia buru-buru mengambil balsem di nakas dekat kasur. Ia pikir mungkin itu milik nenek itu.
Dari pada lama-lama berdebat kusir, mending ia cepat-cepat mengabulkan permintaan nenek di hadapannya ini.
"Sebelah mana yang sakit?" tanyanya dengan acuh.
"Sebelah sini," balas nenek sembari membuka sedikit baju dan menunjuk ke arah pinggangnya.
"Maaf, Nek. Aku coba oleskan yah ..."
"Lah, kok panggil nenek. Panggil aja aku sayang, aku ini istrimu, loh, Mas! Jadi, Jangan sungkan dan wajar kalo kamu menyentuhku," ucapan nenek itu lagi-lagi membuat Bara merasa merinding. Dan menghentikan aktifitasnya untuk mengolesi balsem pada pingging nenek.
"Sudahlah, aku mau pakai dulu baju," terang Bara kini. Sembari berlalu pergi, buru-buru ia mengambil baju dari lemari untuk memakainya di kamar mandi. Sementara Nenek yang mengaku Liyana itu hanya senyum-senyum sendiri melihat tingkah suaminya yang malang itu. Ia pasti kini merasa ilfil terhadap dirinya. Tapi, kenapa rumah tangga ini sekarang merasa lucu.
💕
Bara berdiri di atas balkon rumahnya. Sudah pasti, malam ini ia mencoba menghindar karena takut menjadi mangsa dari terkaman Mak lampir yang mengaku istrinya itu. Dari pada harus berdebat kusir dan mendengarkan rayuan nenek tua itu. Bara memilih untuk menatap langit yang mana bertaburan bintang berkerlap Kerlip. Cuaca malam ini sangat bagus dan bersahabat. Namun, tak secerah pikirnya, yang sangat berantakan.
Ia masih bingung sebenarnya... Kemana pergi istrinya? Dan apakah mungkin jika nenek tua itu adalah istrinya?
"Nih, di minum. Kebetulan tadi aku bikinin kamu teh," seketika terdengar suara dari sebelahnya. Sembari menyodorkan secangkir teh yang masih mengepul. Membuat Bara bangun dari lamunannya.
"Saya, gak suka minum teh!" tolak Bara kini sembari menolak cangkir yang ada di hadapannya.
"Kenapa sayang? Aku padahal sudah bikinin ini loh, buat kamu," ucap lagi wanita paruh baya yang sekarang ada di pinggirnya.
"Mulai sekarang, saya sangat membenci "Teh" mengerti! Dan ingat, malam ini jangan tidur di kamar saya. Karena saya, tidak suka aroma balsem!" tegas Bara sembari berlalu pergi meninggalkan nenek yang mengaku sebagai Liyana?
Wanita itu hanya berdiri mematung sembari memandang punggung pria tinggi itu yang sudah masuk ke dalam rumah. Air mata tak sengaja lolos dari hadapannya. Ia berpikir, kalo seandainya ia masih memiliki paras cantik, body yang bagus dan masih muda. Sudah pasti suaminya tak akan meninggalkan dirinya.
**
"Di mana nenek tua itu?" Risa yang baru saja datang ke dalam rumah, langsung saja mendengar pertanyaan dari mertuanya yang tengah terduduk dan menyilangkan kakinya itu.
"Ia sudah pulang," balasnya kini sembari menutup pintu rumah.
"Syukurlah, kamu sendiri aja sudah merepotkan! apalagi ditambah dua orang dengan nenek tua itu. Aku gak bisa membayangkan! sekacau apa hidup ini. Pasti akan stres dibuatnya."
Risa tak menjawab apa-apa lagi. Hanya diam mematung di depan pintu. Yang kemudian, terdengar suara mobil dari luar lalu terbukalah pintu rumah dan ternyata benar saja, suaminya- David baru pulang.
"Assalamualaikum," ucap David yang baru membuka pintu, lalu dibalas salamnya oleh Risa berbarengan dengan dirinya yang mencium tangan suaminya itu.
"Loh, Bu. Belum tidur?" tanya David kini sembari melihat ke arah ibunya yang tengah terduduk itu.
"Syukurlah ... David kamu sudah pulang, sini duduk. Ibu mau bicara sama kamu," balas Bu Mala sembari meyuruh anaknya untuk mendekat dan duduk disampingnya.
David pun memegang tangan istrinya untuk sama-sama mendekati Ibunya dan duduk. Karena sedari tadi, Risa hanya berdiri dan tak dipedulikan oleh mertuanya itu. Risa selalu merasa nyaman kala dekat David dan bersyukur jika David sudah pulang ke rumah. Terkadang, kalau suaminya belum pulang ia lebih memilih untuk diam di dalam kamar. Dari pada harus berurusan dengan Ibu mertuanya yang selalu menyalahkan dirinya atas segala sesuatu hal yang ada di dalam rumah.
"Ada apa, Bu?" tanya David kini sembari menatap Ibunya
"Ini, coba lihat. Ini foto calon istrimu," balas Bu Mala sembari menyodorkan handphone genggamnya itu. Di mana terdapat foto wanita cantik berambut pirang dibalut gaun merah maroon tengah berdiri di dekat tangga.
"Cantik, kan. Dia juga wanita karier yang sukses! independent woman! Sudah pasti dia lebih cocok dengan kamu nak. Dan kamu tahu dia adalah teman masa kecilmu dulu," lanjut lagi Bu Mala yang tengah membanggakan sosok calon menantu barunya itu.
"Dari pada kamu harus sama wanita kampung kaya Risa. Iih ... Kalau Ibu pasti sudah tidak tahan! Dia bisanya apa sih?" Kini lagi-lagi Bu Mala berucap sembari mengibaskan rambutnya seakan merasa gerah.
Entah, kenapa ucapan dari Ibu mertuanya itu. Seakan menggores hati Risa kini. Kenapa rasanya Ibu mertuanya tak memperdulika dirinya. David juga menatap ke arah istrinya yang tengah merunduk berwajah masam itu.
David kembali memegang tangan Risa yang terduduk di sebelahnya.
"Sudah David bilang, kalo aku gak mau nikah lagi, Bu!" Ucapan anaknya yang tegas membuat Mala tersulut emosi.
"Tapi, nak-"
"Aku katakan tidak Bu, aku sangat mencintai Risa!" David pun berdiri dari duduknya dan beranjak untuk meninggalkan ibunya sembari membawa Risa untuk pergi ke dalam kamar.
"Apa yang kamu pertahankan dari gadis kampung itu! Hanya penderitaan yang ia buat!" Mala terus saja ngomel-ngomel sembari berdiri. Namun, David tetap melanjutkan langkahnya untuk pergi ke dalam kamar. Begitu pun dengan Risa. Walaupun umpatan dan makian terdengar ia juga tak memperdulikan. Ia lagi-lagi merasa bersyukur karena suaminya selalu berada di sampingnya dan menjadi garda terdepan untuk mebelanya.
💕
Cahaya sinar matahari mencoba masuk ke dalam kamar, melalui cela gorden berwarna abu yang masih tertutup itu.
Bara mencoba mengucekan kedua bola matanya. Dan terkaget, setelah melihat tangan yang melingkar pada tubuhnya.
Dan ternyata itu adalah nenek yang ia sebut bau balsem, tengah tertidur di sampingnya.
Ia merasa ingin muntah mencium aroma balsem itu. Dan mencoba melepaskan tangan wanita paruh baya itu.
"Lepaskan!"
"Kenapa, sayang?" Wanita itu terbangun karena suara Bara yang keras.
"Suruh siapa anda tidur di kamar saya!" Kini Abara naik pitam
"Lah ... Kita kan suami dan is-"
"Stop! Jangan katakan itu lagi!" ucap Bara memotong pembicaraan
"Tapi, sayang. Aku ini istrimu, mas!" Balasan nenek itu membuat Bara kembali merasa geli
"Stooppp! Jangan katakan!" Bara pun buru-buru melepaskan tangan nenek, mengambil handuk lalu pergi ke dalam kamar meninggalkan wanita tua itu.
Bara berpikir kalo akan ada baiknya, kalo ia mencarikan asisten rumah tangga untuk mengurus nenek tua itu dan sebagai alibi jika nenek itu mendekati dirinya.
Abara berjalan menuju kamar mandi sambil tetap membayangkan wajah sang nenek yang mengaku sebagai istrinya. Ia merasa kesal dan ingin segera mencari solusi.Setelah mandi, Abara sarapan dan memutuskan untuk berangkat ke kantor. Di dalam mobil, dia memikirkan rencana untuk mencari pembantu rumah tangga."Ini adalah solusi terbaik," katanya pada dirinya sendiri. "Dengan begitu, aku bisa menghindari nenek itu."*Sesampainya di kantor, Abara langsung menemui sekretarisnya, Lestari.“Lestari, aku butuh bantuanmu,” kata Abara. "Saya ingin mencari pembantu rumah tangga. Bisakah Anda membantu saya mencarikannya?"Lestari mengangguk. “Tentu saja, Tuan. Saya akan mencari beberapa kandidat yang cocok.”Setelah menerima perintah,Lestaripun segera memberitahu beberapa rekannya dan membuat loker di media sosial untuk mencari asisten Bara. Dan tak butuh waktu lama, banyak orang yang menghubungi dan melamar melalui chat pada nomor yang ia lampirkan.Ketika dirasa sudah menemukan beberapa yang tepat,
Nenek tua itu mengetuk pintu kamar Abara dengan keras. "Abara, jangan tidur dengan orang lain! Aku adalah istrimu!"Abara merasa kesal. "Nenek, berhenti! Aku sudah bilang kamu tidak bisa mengontrol hidupku."Bayu berdiri dan berjalan ke arah pintu kamar dan membukanya. "Nenek, saya hanya membantu Pak Abara. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Nenek itu memandang Bayu dengan dendam. "Kamu pikir kamu bisa menggantikan aku? Aku tidak akan membiarkannya!"Bayu tetap tenang. "Nenek, saya hanya membantu Pak Abara. Saya tidak memiliki niat lain."Abara mencoba menenangkan. "Nenek, jangan salah paham. Bayu hanya asisten saya."Wanita paruh baya itu tidak percaya. "Aku tidak percaya! Aku melihat cara Bayu memandangmu. Aku tahu dia menyukaimu!"Bayu terkejut. "Saya? Menyukai Pak Abara? Tidak mungkin!"Abara merasa tidak nyaman dengan tuduhan wanita tua itu. "Nenek, berhenti! Kamu salah paham. Bayu hanya membantu saya."Nenek semakin marah. "Aku tidak salah paham! Aku lihat cara kamu memandangn
Abara keluar dari kamar mandi dan melihat wajah Bayu merah padam. "Bayu, apa salahnya? Kamu terlihat tidak enak badan," tanya Abara dengan khawatir.Bayu berusaha menyembunyikan perasaannya. "Tidak apa-apa, Pak Abara. Aku hanya... kepanasan saja."Abara mendekati Bayu dan bertanya, "Kamu yakin tidak ada yang lain?""Tidak, pak."Abara semakin mendekat ke arah Bayu, matanya menatap dalam. "Bayu, aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Ceritakanlah."Bayu tergagap, berusaha menyembunyikan sesuatu di dalam dirinya. "T-tidak ada apa-apa, Pak Abara."Abara memegang bahu Bayu. "Bayu, aku percaya kamu. Ceritakanlah apa yang sebenarnya terjadi."Abara menatap mata Bayu dengan lembut, mencari kejujuran di balik pandangan Bayu. Bayu merasa terjebak, tidak bisa menghindari tatapan Abara.Jantung Bayu seakan berdegup kencang, merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Dia tidak bisa menyangkal lagi sesuatu yang ingin ia katakan pada Abara.Seorang wanita paruh baya itu datang secara tiba-tiba
Setelah berbicara dengan wanita tua yang mengaku istri tuannya itu. Bayu masuk ke dalam bathroom yang terdapat di dalam kamar Abara untuk membersihkan diri.Dia melepaskan semua pakaian yang menempel pada tubuhnya tak lupa aksesoris, Kacamata, Topi, janggut dan kumis palsunya. lalu Ia menginjakkan kakinya memasuki bak berisi air itu dan merendamkan diri di bathtub. Perlahan mulai memasuki ke dalam air yang mengenai kulitnya.Ia mencoba mengingat kejadian beberapa waktu sebelumnya, saat ia berlari mencoba melewati hutan. kulitnya bahkan tergores oleh duri dan ranting pohon. Baju yang ia pakai menjadi compang-camping. Ia tak memakai alas kaki, Kakinya menginjak ke tanah dan terasa sangat becek karena habis hujan. Tak ada jalan hanya kegelapan dan pohon-pohon di kiri dan kanan. Ia hampir menyerah, jantungnya berdegup sangat kencang tak lupa nafasnya memburu dan tak beraturan. Semua orang berpakaian hitam dan bertubuh besar mengejarnya dari belakang.Bahkan ia sendiri sudah tak tahu baga
Entah kenapa Bayu (Liyana) merasakan sosok Abara begitu perhatian padahal dirinya, padahal Bara dikenal sangat cuek. Seandainya, saja bahwa ini dilakukan, terlihat seperti pasangan bukan atasan ke bawahan sudah pasti ia sangat bahagia. Walaupun sebenarnya mereka memang pasangan yang sesungguhnya. Tapi Bara, tidak mengetahui sosok dirinya (Bayu adalah Liyana) yang asli. Bayu tak mengerti mengapa Bara lebih memilih untuk makan siang bersamanya. Dibandingkan menyantap makananan dari istri tuanya itu. Saat Bayu dan Abara makan siang bersama. Abara tiba-tiba saja menyuruh Bayu untuk mencari istrinya. Abara menatap Bayu (Liyana) dengan mata dingin selama makan siang. "Bayu, aku ingin kamu melakukan sesuatu untukku." Bayu (Liyana) berhati-hati. "Apa itu, Pak Abara?" Abara tersenyum sinis. "Cari istriku yang hilang. Aku yakin dia masih di kota ini. Aku ingin kamu menemukannya dan membawanya kembali kepadaku." Liyana merasa ngeri, berusaha menyembunyikan kepanikan. "Baik, Abara. Aku ak
Nenek Liyana, yang sebenarnya adalah Liyana yang menyamar, memergoki adegan tersebut dan marah. "Apa yang terjadi di sini?!" nenek bertanya dengan suara keras.Bayu berusaha melepaskan diri dari pelukan Abara. "Nyonya, tidak apa-apa! Abara hanya mabuk dan terjatuh!"Nenek Liyana mendekati mereka dengan mata marah. "Abara, kamu tidak bisa mengendalikan diri! Bayu, lepaskan diri dari pelukannya!"Abara, masih mabuk, membuka mata dan melihat nenek. "Liy... Liyana... kamu...?" dia berbicara tidak jelas.Nenek Liyana terkejut. "Abara, kamu mengenal aku?!"Bayu berusaha menenangkan situasi. "Nenek, dia hanya mabuk. Dia tidak tahu apa yang dia katakan."Namun, nenek Liyana sudah marah. "Bayu, bawa Abara ke kamar sekarang juga!"Nenek Liyana, yang masih marah, memandang Abara dengan tajam. "Abara, kamu tidak bisa mengendalikan diri! Bayu, bawa dia ke kamar sekarang juga cepat!" timpalnya lagi dengan berteriak.Bayu mengangguk dan membantu Abara berdiri. Abara masih terhuyung-huyung, tapi dia
"Pak Abara, aku tidak tahu apa yang tuan maksud. Aku hanya ingin membantumu dan Nyonya Liyana," kata Bayu, mencoba menjawab dan tetap tenang.Abara menatap Bayu dengan mata yang tajam, mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Saya tidak percaya padamu, Bayu. Saya merasa ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku."Bayu merasa hatinya berdebar, takut Abara akan menemukan kebenaran tentang identitasnya. "Pak Abara, aku benar-benar tidak tahu apa yang tuan maksud. Sungguh Aku hanya ingin membantumu dan Nyonya Liyana," kata Bayu sekali lagi, mencoba tetap tenang.Abara menghela napas, lalu berpaling dan hendak berjalan ke dalam kamar. Bayu menatapnya dengan perasaan lega, tapi juga khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya. "Lebih baik kau tidur lagi denganku Bayu, sekarang saya takut jika tidur sendiri," ucapan itu membuat Bayu seakan ingin tertawa. Namun, ia harus menahannya. Sejak kapan Sang Bos menjadi penakut seperti ini? 🥀🥀Abara dengan diikuti Bayu berjalan kembali ke dalam k
Abara menutup matanya lagi, dan Bayu bisa melihat bahwa Abara sedang berusaha untuk tidur. Bayu juga menutup matanya, tapi dia tidak bisa tidur karena masih memikirkan tentang apa yang terjadi hari ini. Dia memikirkan tentang Nyonya Liyana (Nenek tua), dan tentang kekhawatiran Abara.Setelah beberapa saat, Bayu mendengar suara napas Abara yang teratur, menandakan bahwa Abara sudah tertidur. Bayu berusaha untuk tidur juga, tapi dia masih terjaga karena masih memikirkan tentang banyak hal.Bayu terus berbaring di tempat tidurnya, memikirkan tentang apa yang terjadi hari ini. Dia memikirkan tentang Nyonya Liyana, dan tentang kekhawatiran Abara. Dia juga memikirkan tentang janjinya untuk mencari Liyana yang asli, padahal itu adalah dirinya sendiri. Dan tentang apa yang harus dia lakukan untuk memenuhi janjinya itu.Saat Bayu masih memikirkan tentang semua itu, dia mendengar suara langkah kaki yang lembut di luar kamar. Bayu membuka matanya dan menatap ke arah pintu, berusaha untuk melihat
Bayu dengan cepat meminta Bara untuk pulang, meninggalkan Sapphire yang masih berdiri di tempat. Bara masih terlihat terkejut dan sebenarnya penasaran setelah mendengar kabar tentang Liyana dari Sapphire."Aku tidak bisa percaya ini," kata Bara, dengan suara yang keras. "Aku harus melakukan sesuatu untuk menyelamatkan Liyana."Bayu memandang Bara dengan ekspresi yang khawatir. "Kita harus berhati-hati, Bara. Kita tidak tahu apa yang kita hadapi, apalagi terhadap wanita ini," kata Bayu, dengan suara yang berbisik.Bara mengangguk pelan, tapi masih terlihat terobsesi dengan apa yang dikatakan oleh Sapphire terhadap Liyana. Bayu tahu bahwa dia harus menjaga Bara agar tidak melakukan sesuatu yang berbahaya.Sebelum mereka pulang, Sapphire memanggil Bara dan Bayu untuk berhenti sejenak. "Tunggu, Bara," kata Sapphire, dengan suara yang serius. "Aku ingin membantu kamu menemukan Liyana, Tapi, kamu malah begini," terang lagi Sapphire "Jangan sok peduli Sapphire, kamu aja tidak tahu bagaiman
Bara mengangguk setuju dengan Bayu. "Aku setuju, kita harus menemukan Liyana secepat mungkin," kata Bara, dengan suara yang serius. "Tapi kita harus berhati-hati, karena kita tidak tahu apa yang kita hadapi."Bayu memandang Bara dengan rasa tekad. "Aku tidak peduli apa yang kita hadapi, aku hanya ingin menemukan Liyana dan membawanya pulang," kata Bayu, dengan suara yang kuat dan tekad.Bara memandang Bayu dengan rasa hormat. "Aku tahu kamu bisa melakukannya, Bayu," kata Bara, dengan suara yang lembut. "Kita akan bekerja sama untuk menemukan Liyana dan membawanya pulang."Tiba-tiba, telepon Bara berdering. Bara memandang layar telepon dan melihat bahwa panggilan tersebut dari Sapphire, seorang yang sudah ada lama di hidup Bara. Bara memandang Bayu dan mengangguk sebelum menjawab panggilan tersebut." Halo, Sapphire. Apa yang terjadi?" tanya Bara, dengan suara yang ramah, namun sebenarnya jengkel.Sapphire terdengar sedikit tergesa-gesa di ujung telepon. "Bara, aku ingin bertemu dengan
Keesokan harinya, Bayu terbangun dengan masih sedikit sakit dan bingung. Dia tidak ingat apa yang terjadi malam sebelumnya, tapi dia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia mencoba untuk mengingat, tapi ingatannya masih kabur.Bayu berusaha untuk duduk dan melihat sekitarnya. Dia berada di kamar tidur, dan Bara sedang duduk di samping tempat tidurnya, memandanginya dengan rasa khawatir."Bayu, kamu baik-baik saja?" tanya Bara, dengan suara yang lembut dan khawatir.Bayu menggelengkan kepala, masih mencoba untuk mengingat apa yang terjadi. "Apa yang terjadi malam kemarin?" tanya Bayu, dengan suara yang lemah dan bingung.Bara memandang Bayu dengan rasa khawatir. "Kamu pulang dalam keadaan mabuk malam kemarin," kata Bara, dengan suara yang lembut dan khawatir. "Saya tidak tahu apa yang terjadi, tapi Nenek Liyana ada di sini dan dia sangat khawatir tentang kamu."Bayu memandang Bara dengan rasa bingung. "Nenek Liyana? Apa yang dia katakan?" tanya Bayu, dengan suara yang masih lema
Bayu (Liyana) memutuskan untuk setuju dengan keinginan Sapphire. "Baik, saya akan mendekatkan kamu kembali dengan Bara," kata Bayu (Liyana), dengan suara yang lembut dan tidak nyaman. Sapphire tersenyum dan memandang Bayu (Liyana) dengan rasa puas. "Bagus, Liyana," kata Sapphire, dengan nada yang sedikit sinis. "Saya akan memberikan kamu instruksi tentang apa yang harus kamu lakukan." Bayu (Liyana) merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi ini, tapi dia tidak memiliki pilihan lain. Dia harus melakukan apa yang Sapphire inginkan jika dia ingin selamat. Sapphire memberikan Bayu (Liyana) instruksi tentang apa yang harus dia lakukan untuk mendekatkan dirinya kembali dengan Bara. Bayu (Liyana) mendengarkan dengan saksama dan berusaha untuk mengingat semua instruksi yang diberikan. Setelah Sapphire selesai memberikan instruksi, dia memandang Bayu (Liyana) dengan rasa puas. "Baik, Liyana," kata Sapphire, dengan nada yang sedikit sinis. "Sekarang, pergi dan lakukan apa yang saya inginkan
Bayu (Liyana) membuka mata dan terbangun dari tidurnya di sofa, ia masih sedikit bingung, ternyata mereka ketiduran di sini. Ia juga merasa sedikit lelah dari menonton TV semalam. Dia melihat Abara masih memeluknya dengan erat, seperti tidak mau melepaskannya. Bayu (Liyana) merasa sedikit tidak nyaman dengan situasi ini, karena dia masih menyamar sebagai Bayu, asisten Abara.Dia berusaha untuk melepaskan diri dari pelukan Abara, tapi Abara seakan tidak mau melepaskannya. Bayu (Liyana) harus berhati-hati agar tidak terbongkar identitasnya yang sebenarnya. Dia tidak ingin Abara mengetahui bahwa dia adalah Liyana, istri Abara yang hilang."Abara, saya harus bangun," kata Bayu (Liyana), dengan suara yang berat, berusaha untuk tidak terdengar seperti Liyana.Abara membuka matanya dan memandang Bayu (Liyana) dengan agak sedikit kaget. "Maaf, Bayu," kata Abara, dengan suara yang masih serak. "Saya tidak sadar bahwa saya memeluk kamu."Bayu (Liyana) tersenyum dan memandang Abara dengan rasa m
Setelah mereka berdua selesai tertawa dan bercanda, Abara dan Bayu (Liyana) memutuskan untuk menonton TV bersama. Mereka berdua duduk di sofa, dengan jarak yang tidak terlalu jauh.Abara memilih saluran TV yang menayangkan acara bola, dan mereka berdua menontonnya dengan tegang, tertawa dan bercanda. Malam itu, suasana di rumah Abara menjadi lebih tenang. Abara duduk di ruang tamu, menonton TV sambil minum teh. Bayu (Liyana) duduk di sebelahnya, sembari membaca buku.Nenek Liyana sudah tidur, dan rumah menjadi lebih sunyi. Abara merasa bahwa suasana malam itu sangat nyaman, dan dia merasa bahagia karena bisa menghabiskan waktu bersama Bayu (Liyana).Saat Abara menonton TV, dia tidak bisa tidak memperhatikan Bayu (Liyana) yang duduk di sebelahnya. Dia melihat bahwa Bayu (Liyana) sangat fokus membaca buku, dan dia merasa kagum dengan ketekunan Bayu (Liyana).Abara merasa bahwa dia ingin mengobrol dengan Bayu (Liyana), tapi dia tidak tahu apa yang harus dia katakan. Dia hanya duduk di s
Setelah Abara selesai berganti pakaian, dia berjalan untuk keluar dari kamar dan menemui Bayu (Liyana) yang masih berdiri di dekat pintu kamar."Baik, saya sudah siap," kata Abara, dengan suara yang santai.Bayu (Liyana) tersenyum dan mengangguk. "Baik, Pak Abara. Saya akan mengantar Anda ke ruang makan untuk makan malam."Abara mengangguk dan berjalan bersama Bayu (Liyana) ke ruang makan. Saat mereka berjalan, Abara tidak bisa tidak memandang Bayu (Liyana) dengan mata yang sedikit lebih tajam. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang berbeda tentang Bayu (Liyana) hari ini, tapi dia tidak tahu apa itu.Saat mereka tiba di ruang makan, Abara melihat bahwa nenek Liyana sudah menunggu mereka di sana. Dia tersenyum dan mengucapkan selamat malam kepada Abara dan Bayu (Liyana)."Selamat malam, Mas Suami," kata nenek Liyana, dengan suara yang hangat. "Saya harap kamu sudah siap untuk makan malam."Abara mengangguk dan duduk di kursi tengah utama yang disediakan untuknya. Bayu (Liyana) juga duduk di
Abara merasa tidak nyaman dengan kehadiran Sapphire yang begitu dekat. Dia mencoba untuk menjaga jarak, tapi Sapphire terus berjalan mendekatinya."Apa yang kamu inginkan, Sapphire?" tanya Abara lagi, dengan suara yang sedikit lebih keras.Sapphire tersenyum dan berhenti di depan Abara. "Saya ingin tahu mengapa kamu menolak saya dulu," kata Sapphire, dengan mata yang berkilau. "Apa yang salah dengan saya?"Abara merasa terjebak. Dia tidak ingin membicarakan tentang masa lalunya dengan Sapphire, tapi dia juga tidak ingin membuat Sapphire marah."Saya... saya tidak tahu apa yang harus saya katakan," kata Abara, dengan suara yang sedikit ragu-ragu.Sapphire tersenyum lagi dan bergerak lebih dekat ke Abara. "Tidak apa-apa, Abara," kata Sapphire, dengan suara yang sedikit berbisik. "Saya sudah tahu apa yang terjadi. Dan saya sudah siap untuk memulai lagi."Abara merasa tidak nyaman dengan kehadiran Sapphire yang begitu dekat. Dia mencoba untuk menjauhkan diri, tapi Sapphire terus bergerak
Di dalam mobil, Abara dan Bayu berbicara tentang rencana hari ini. Abara memiliki pertemuan dengan beberapa klien penting, dan Bayu harus membantunya untuk mempersiapkan semua dokumen yang diperlukan.Saat mereka berbicara, Bayu tidak bisa tidak memikirkan tentang wanita yang datang ke rumah semalam. Dia masih penasaran tentang siapa wanita itu dan apa hubungannya dengan Abara."Pak Abara, saya ingin bertanya sesuatu," kata Bayu, dengan suara yang hati-hati.Abara memandang Bayu dengan mata yang penasaran. "Apa itu, Bayu?"Bayu berhenti sejenak sebelum bertanya. "Maaf Pak, kalo boleh tahu siapa wanita yang datang ke rumah semalam?"Abara memandang Bayu dengan mata yang tegas, dan Bayu bisa melihat bahwa Abara tidak ingin membicarakan hal itu lagi. "Saya sudah bilang, Bayu. Saya tidak ingin membicarakan hal itu sekarang."Bayu memandang Abara dengan mata yang penasaran, tapi dia tidak mau memaksa Abara untuk membicarakan hal itu lagi. Dia memutuskan untuk mengganti topik pembicaraan."