𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶
【AFTERFALL】
“Putri, apa Anda serius akan melakukannya?” untuk kesekian kalinya, Narin bertanya dengan pasrah. Ujung jarinya terasa dingin tatkala ia membantu Kaline memakai jubah, pun dengan bibirnya yang memucat lantaran panik.
“Tenang saja, aku tidak akan membahayakanmu.” Kaline berusaha menenangkan. “Kau hanya perlu memberitahuku dimana tepatnya Pangeran Cliftone bermalam. Setelahnya, kau boleh pergi. Jika aku tertangkap, aku bersumpah tidak akan menyebut namamu.”
Meski masih terlihat skeptis, Narin mengambil secarik kertas dan mulai menggambarkan denah sederhana. “Pangeran dari Voalire ada di istana bagian barat, begitu juga tamu yang lainnya. Jika saya tidak salah, kamarnya adalah satu yang paling ujung, dekat dengan balkon besar. Seharusnya tidak terlalu sulit ditemukan karena kamar milik Pangeran dari Voalire satu-satunya yang tidak memiliki penjaga di depan pintu masuk.”
Kaline mengangguk paham. Ia lantas melipat kecil denah yang sudah digambarkan Narin lalu menyelipkannya di saku kecil jubah yang ia kenakan.
“Tapi, Putri ....” Suara Narin kembali menahannya saat langkah gadis itu hendak keluar dari kamar. “Seperti yang saya bilang sebelumnya, setiap kerajaan memiliki pengawal pribadi kecuali Voalire. Penjagaan di sana seharusnya jauh lebih ketat. Anda harus selalu berhati-hati agar tidak ketahuan.”
“Tentu saja. Terima kasih telah mengingatkanku.”
Lentera yang dibawanya membawa cahaya remang-remang yang hanya mampu menyinari dua langkah di depannya. Tidak ada satupun penjaga di lorong tidak berguna ini—seperti dugaan Narin. Meski lebih cepat jika melewati lorong penyimpanan, lebih aman jika memutar melewati lorong pembuangan karena jarang ada penjaga di sini.
“Beberapa langkah lagi, seharusnya aku sudah bisa menemukan pintu kayu,” bisik Kaline berusaha mengingat semua arahan yang sudah dijelaskan dengan detail oleh Narin.
Tidak ada masalah besar sampai detik ini selain tikus-tikus yang tak jarang mengagetkan Kaline, membuatnya tanpa sengaja mengeluarkan suara.
Pintu kayu seperti gambaran Narin berdiri tepat di hadapannya. Ruangan ini adalah bekas dari ruangan pembuatan pupuk yang mempunyai lubang tersembunyi yang terhubung langsung ke salah satu ruang penyimpanan.
Kaline membuka pintu kayu tua itu perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara decitan. Bau busuk bangkai tikus bersama sisa-sisa sampah organik yang sudah membusuk menyambut kedatangan Kaline saat ia masuk. Meski ia sudah bersusah payah menahan napas dan menutup indra penciumannya, aroma busuk itu tetap saja masuk.
Kaline pasrah, percuma menghabiskan waktu untuk mengenyahkan aroma tak sedap ini. Ia menarik napas dalam-dalam, lantas meraba-raba dinding bata kasar berusaha mencari papan tipis yang menutup lubang tersebut.
Tidak terlalu sulit mencarinya karena ruangan ini tidak terlalu luas. Dalam hitungan menit, Kaline sudah berhasil menyingkirkan papan itu, membuat sebuah lubang yang besarnya setengah dari tubuh Kaline terpampang dengan jelas. Ada banyak sarang laba-laba dan kotoran memenuhi lubang tersebut membuat Kaline ragu untuk memasukinya.
“Aku bisa saja menemukan bangkai tikus yang sudah membusuk di dalam sana.” Kaline berbicara pada dirinya sendiri.
Sedetik kemudian, Kaline menggelengkan kepalanya dengan tegas, menghilangkan semua keraguan yang tiba-tiba saja bersarang di kepalanya. “Aku akan tinggal di negeri aneh ini untuk waktu yang lama. Aku harus mengetahui setidaknya negeri macam apa yang akan aku tempati.”
Tak hendak berpikir lebih lama, ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam lubang itu tanpa mempedulikan sarang laba-laba yang menempeli jubah yang ia kenakan. Lubang itu sempit, bahkan seperti dugaannya, ada banyak bangkai tikus yang tergeletak di tanah kasar penuh debu. Kaline menelan ludahnya kasar, berusaha tidak mempedulikan bau yang menyeruak serta rasa pengap.
Lubang yang semakin lama semakin mengecil itu akhirnya memperlihatkan ujungnya. Cahaya remang-remang yang berasal dari obor api yang menempel di sisi dinding. Langkah gadis itu tampak semakin hati-hati. Ia memasang pendengarannya setajam mungkin, berusaha menangkap suara sekecil apapun dari ruangan penyimpanan itu.
“Biasanya tidak ada penjaga di dalam ruangan, tapi tetap berhati-hati. Tidak menutup kemungkinan jika kebetulan ada penjaga di dalam sana.” Suara penuh peringatan dari Narin kembali memenuhi kepalanya. Narin benar, segala hal tak terduga bisa saja terjadi. Ia harus berhati-hati.
Setelah menunggu beberapa menit dan memastikan memang tidak ada orang di dalam sana, Kaline akhirnya keluar. Ia meletakkan lentera yang ia bawa kembali ke dalam lubang. Selanjutnya, akan ada banyak penjaga di lorong-lorong, terlalu beresiko jika ia tetap membawa lentera. Lagi pula, lorong-lorong selanjutnya pasti diterangi dengan obor atau lilin, jadi tidak terlalu menyusahkannya lantaran harus berusaha melihat dalam kegelapan.
Kepalanya mengelilingi seisi ruangan. Ternyata ruangan ini adalah tempat penyimpanan alat makan yang biasanya digunakan untuk pesta. Barang-barang ini tidak terlalu penting. Jadi seharusnya, tidak terlalu banyak atau bahkan tidak ada penjaga di sekelilingnya.
Ia menempelkan telinganya pada bidang kayu yang menjadi akses keluar-masuk, berusaha mendeteksi suara-suara yang ada di baliknya namun nihil, sepertinya memang tidak ada penjaga di depan ruangan penyimpanan ini. Pintunya terkunci dengan rapat. Tapi untungnya, Narin memiliki akses kunci ke semua ruangan penyimpanan dan meminjamkannya pada Kaline setelah gadis itu membujuknya.
Tangannya dengan cekatan mengeluarkan kunci dari kantung jubahnya yang teramat dalam. Gembok yang melilit gagang pintu itu sudah berkarat, membuat Kaline sedikit kesulitan membukanya namun ia berhasil setelah beberapa kali percobaan.
Sama seperti sebelumnya, ia membuka pintu itu perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara decitan dari engsel-engselnya yang juga sudah berkarat.
Tidak ada penjaga di sini. Ini merupakan keuntungan yang amat besar bagi Kaline karena ia tidak perlu berjalan mengendap-endap. Satu-satunya ancaman yang ia waspadai sekarang tinggal penjaga yang berkeliling setiap lorong.
“Ada 14 kelompok yang bertugas berkeliling istana pada malam hari. Setiap kelompok biasanya terdiri dari 4 orang petugas. Tidak seperti penjaga pada umumnya, mereka lebih teliti dan peka. Anda harus berhati-hati, Putri. Mereka tidak akan melepaskan siapapun bahkan seorang bangsawan kelas atas seperti Anda.”
Untuk yang kesekian kalinya, Kaline membuang napasnya dengan keras, berusaha menetralkan rasa gugup yang ada di dalam dirinya. “Aku hanya perlu menaiki tangga dan melewati satu lorong lagi. Aku tidak boleh gagal.”
Langkahnya yang teramat ringan berhasil berjalan tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Meski begitu, Kaline sama sekali tidak mengurangi kewaspadaannya. Ia terus memandang ke segala arah dengan hati-hati, berjalan menunduk untuk berjaga-jaga, dan memasang pendengarannya setajam mungkin untuk mendeteksi ancaman bahkan setelah ia menaiki tangga menuju ke istana bagian barat.
Ada banyak arah menuju istana bagian barat. Jalan yang ia lalui biasanya digunakan para pelayan oleh karena itu lebih sering tidak ada penjaga yang menjaga pintu masuk bagian barat dari sini.
“Apa kau melihat bayangan tadi?”
Sialan! 4 orang berseragam zirah lengkap dengan pedang panjang berjalan dengan serempak dari arah berlawanan. Dengan sigap, Kaline bersembunyi di balik pilar besar. Narin benar, mereka sangat teliti dan peka. Bahkan bayangan kecil yang tak sengaja dibuatnya lantaran melewati lilin saja dapat ditangkap mereka.
“Ya, aku melihatnya.”
“Berpencarlah! Cari siapa pemilik bayangan itu.”
Sial! Keempat petugas itu berpencar, memeriksa satu persatu pilar yang biasanya digunakan seseorang sebagai tempat persembunyian. Kaline tidak bisa lari ke manapun. Tidak ada benda yang bisa digunakan untuk bersembunyi selain pilar-pilar yang menjulang tinggi. Jika Kaline nekat dan lari begitu saja, sudah pasti percuma. Para petugas itu mempunyai stamina yang jauh lebih bagus daripada miliknya. Mereka pasti bisa menangkap Kaline dengan mudah.
Seorang petugas mendekat ke arahnya. Tinggal 1 pilar lagi, ia akan tertangkap basah.
“Sudahlah!” salah satu dari mereka bersuara. “Para tamu dari kerajaan lain memiliki penjaga mereka sendiri. Pada akhirnya penyusup itu akan tertangkap. Tugas kita sudah selesai 30 menit lalu. Mari kita pulang.”
Tak ada jawaban dari yang lainnya, namun derap langkah yang tegas itu semakin lama terdengar semakin menjauh.
Hening terjadi cukup lama, membuat Kaline benar-benar yakin jika mereka telah pergi. Ia berbalik keluar dari balik pilar besar dan ternyata benar, para petugas itu telah pergi. Dengan cepat, ia kembali melangkah dengan hati-hati, mencari cabang lorong paling ujung yang merupakan tempat Pangeran dari Voalire bermalam.
Tak lama kemudian, Kaline berhasil menemukannya. Tidak ada satupun petugas yang berjaga di depan pintu ganda itu, membuat Kaline dengan leluasa mengetuk pintu kokoh yang berdiri gagah di depannya.
“Ada apa?”
Suara misterius tiba-tiba saja berbisik tepat di telinganya, membuat Kaline terpanjat dan menoleh ke belakang.
Seorang pria dengan surai hitam mengkilap, kulit yang pucat, bibir yang merah, serta mata merah yang menyala terang menatapnya dengan tajam, membuat Kaline merasa amat terancam meski pria itu tidak memegang senjata apapun yang dapat melukainya.
Setelah berusaha mengusir rasa gugupnya, Kaline akhirnya tersenyum meski ia yakin senyumannya tampak amat konyol. “Pangeran Sirius Cliftone Alorine dari Voalire, senang bertemu denganmu,” ucap Kaline yang tak mampu menyembunyikan rasa gugupnya, membuat suaranya terdengar bergetar.
Pangeran yang disapa hanya menatapnya datar tanpa ekspresi yang berarti. “Putri Ralenia Kaline Gard, apa yang membuatmu datang kesini?” tanyanya mengintimidasi.
“Bolehkah aku berbicara denganmu?”
“Sayangnya tidak, Putri.” Derap langkah sepatu bot berkulit rusa yang sudah dipenuhi lumpur itu menyentuh lantai kasar secara bergantian, meninggalkan Putri dari Kerajaan Eargard—sang tuan rumah—sendirian.
“Aku tidak berbicara kecuali kau memberiku keuntungan.”
»—————————–✄
𝙠𝙪𝙣𝙟𝙪𝙣𝙜𝙞 𝙄𝙣𝙨𝙩𝙖𝙜𝙧𝙖𝙢 @𝙙𝙪𝙨𝙠𝙤𝙛𝙚𝙮𝙚 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙢𝙚𝙡𝙞𝙝𝙖𝙩 𝙙𝙚𝙩𝙖𝙞𝙡 𝙘𝙚𝙧𝙞𝙩𝙖
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶【AFTERFALL】Suara tapak sepatu yang bersatu dengan lantai kasar itu terdengar dengan jelas, perlahan-lahan bergerak menjauh darinya. Benar. Kenapa Kaline tidak memikirkan ini sebelumnya? Bagaimana jika Pangeran dari Voalire menolak untuk berbicara padanya? Pertanyaan sederhana yang belum mendapatkan jawaban itu membawanya ke dalam kegagalan.“Tapi aku adalah tuan rumah di sini, Pangeran.” Kaline berbalik, membuat pintu ganda yang hendak tertutup sempurna itu terhenti pergerakannya.Gadis itu telah berusaha keras untuk menginjakkan kakinya di sini. Ia tidak akan menyerah semudah itu. “Bukankah kau seharusnya memberikan sedikit rasa hormat jika kau memang belajar tata krama?”Pangeran Cliftone melipat kedua
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶【AFTERFALL】Kastil luas itu tampak amat suram. Tidak sedikitpun cahaya fajar dapat masuk melewati gorden-gorden tebal yang terpasang di setiap jendela. Seorang pria dengan jubah hitam yang tak pernah lepas dari tubuh jakungnya itu berdiri tegak menatap betapa kosongnya kastil itu. Udara dingin melilit kulit pucat yang tak pernah mengusik ketenangan pria itu.“Sudah pulang, Pangeran?”Pangeran Cliftone berbalik, mendapati seorang pria jakung akhir 40-an itu menatapnya dengan manik merah menyala. Sudah lebih dari satu dekade Cliftone mengenal pemimpin Voalire itu, namun tak sedikitpun dari wajahnya berubah menua.Pangeran Cliftone menunduk. “Baru saja, Yang Mulia.”
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶【AFTERFALL】Tepat dua hari sebelum pertemuannya dengan Pangeran Cliftone, Kaline masih belum menemukan cara bagaimana ia bisa tiba di Danau Sane tepat waktu. Meski ia sadar maksud Pangeran dari Voalire itu membalas surat hanya untuk mempermainkan Kaline, tapi itu tetap kesempatan emas. Bagaimanapun, ia harus tetap hadir meski melukai harga dirinya sekalipun.“Apa kau sungguh yakin cara ini tidak akan berhasil?” tanya Kaline untuk kesekian kalinya.Narin menghela napasnya. Sudah berjam-jam mereka berdebat soal ini. “Anda adalah seorang penerus tahta Kerajaan Eargard, Putri. Tentu tidak mudah menghilang begitu saja meski hanya dalam satu jam,” jelas Narin dengan sabar.Sejujurnya, ia merasa kas
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶 【AFTERFALL】 Kaline menatap Pangeran Cliftone tajam. Ia tak peduli manik merah menyala milik lawannya itu membalas tak kalah tajam. Setelah pertemuan mereka, Pangeran Cliftone langsung membawa Kaline menuju gubuk kecil yang tampak tua. “Beraninya kau membangun tempat persembunyian di wilayahku,” ucap Kaline penuh penekanan. Bagaimana bisa gubuk ini lolos dari pengawasan para penjaga perbatasan? Jika terus dibiarkan, vampir ini bisa saja masuk ke istana tanpa ketahuan. Pangeran Cliftone tersenyum sinis, tampak sama sekali tak merasa bersalah atas tindakannya. “Andai kau tahu hal kotor yang orang kalian lakukan di wilayahku, Putri. Kau harus berkunjung ke penjara Voalire lain kali.” Kaline terdiam. Ia telah mende
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶 【AFTERFALL】 Rumor hubungan spesial antara Putri Kaline dan Pangeran Cliftone menyebar dengan cepat. Seluruh penjuru negeri sudah mengetahui rumor tersebut hanya dalam satu malam. Banyak rakyat yang tidak setuju dan meminta penjelasan dari pihak kerajaan. Beberapa bahkan setia menunggu di depan istana sedari malam. “Jawab aku, Putri. Apa kau benar berhubungan dengan Pangeran Cliftone?” tanya Raja El sekali lagi dengan suara datar yang terdengar amat dalam. Kaline menundukkan kepalanya gelisah. Ruangan raja yang dikelilingi dengan rak buku itu tak ia sangka dapat menjadi amat menakutkan. Ratu Faline yang berdiri di samping kursi raja itu mengelus pundak suaminya perlahan, berusaha membuatnya tenang. “Kau tahu ap
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶 【AFTERFALL】 Udara dingin yang menusuk kulit tak mengurangi antusiasme rakyat dari empat kerajaan besar terutama Eargard. Lampion serta obor di jalan dinyalakan dengan terang, menghiasi jalanan Eargard yang sudah mulai gelap. Gerbang istana yang biasanya ditutup dengan rapat kini terbuka dengan lebar, mempersilakan semua kalangan masuk tanpa memandang kasta. Para bangsawan dengan kereta kuda serta setelan yang tampak anggun membentuk kelompok-kelompok kecil berdasarkan kasta sosial. Berbincang-bincang sekaligus mencari celah untuk merendahkan satu sama lain. Beberapa dari mereka turut memperhatikan rakyat biasa yang tampak histeris melihat keindahan bangunan istana dengan tatapan risih. “Aku tak percaya pihak istana turut mengundang rakyat bawahan itu,” bisik salah satuny
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶 【AFTERFALL】 Beberapa jam sebelumnya .... Aula utama istana terasa amat sesak. Ratusan bangasawan dengan gaun-gaun mengembang menari bersama mengikuti irama lagu yang dibawakan sekelompok musikan ternama di atas panggung kecil. Para pelayan sibuk mondar-mandir membawa gelas-gelas anggur yang sudah habis. Sebagian lain yang sudah terlalu mabuk untuk menari memilih berbincang ringan membentuk kelompok-kelompok kecil. Kaline yang masih terjebak di atas balkon itu terus menatap balkon yang ada di seberangnya. Wajah familiar yang fokus memperhatikan tamu undangan yang menari itu tak sekalipun menoleh pada gadis itu. Membuat manik abu-abunya terlihat suram. “Kau menyukai vampir itu, bukan?” Ratu Faline yang duduk di sampingnya tiba-tiba b
𝙳𝚄𝚂𝙺𝙾𝙵𝙴𝚈𝙴 𝙿𝚁𝙴𝚂𝙴𝙽𝚃𝙸𝙽𝙶 【AFTERFALL】 “Putri ....” Sudah satu jam terakhir Kaline terus menangis sembari menatap ke luar jendela yang gelap tanpa cahaya selain bintang dan bulan yang bersinar tak terlalu terang. Narin hanya bisa memandangi Kaline yang sudah ia dampingi saat ia menginjak usia 18 tahun itu dengan nanar. Seingatnya, Kaline hanya pernah menangis dua kali. Pertama saat ia terjatuh dari kuda lima tahun yang lalu, dan sekarang yang entah disebabkan karena apa. “Apa Pangeran dari Elavrine menyampaikan sesuatu yang buruk pada Anda, Putri?” Narin kembali menebak dengan suara rendah. Ia sempat mendengar desas-desus dari pelayan yang mengurus pesta dari malam jika Putri Kaline dan Pangeran dari Elavrine terlihat sangat akrab. Bahkan mereka sempat berdansa bersama.
Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Saat malam gelap lagi-lagi menurunkan hujan gumpalan es pertama yang kali ini disambut dengan penuh kegembiraan.Setahun setelah musim dingin yang menegangkan. Sebuah penikahan akan dilaksanakan.“Cal, apa kau baik-baik saja?” tanya Kaline khawatir, menatap Pangeran Cliftone yang berdiri di sebelahnya sebagai seseorang yang beberapa detik lagi akan dinikahi.“Kau tahu aku telah-”“Aku telah memaafkanmu,” potong Kaline, kembali mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Pangeran Cliftone yang sempat melonggar.“Kau bisa membatalkannya sebelum acaranya dimulai,” ucap Pangeran Cliftone untuk yang kesekian kalinya.Lagi-lagi, Kaline menggeleng dengan tegas. “Tidak akan ada yang dibatalkan, Cal. Aku akan menikahimu.”Pangeran Cliftone membuang napasnya dengan kasar. Ada perasaan campur aduk yang sedari tadi hinggap di dalam dir
Kaline membelalak. Tepat sebelum panah yang dilepaskan Zed mengenai tubuh Pangeran Antheo, peri-peri bersayap merah beterbangan secara acak, membakar panah itu hingga tak bersisa.“Sial!” Pangean Rex menggerutu kesal. Maniknya yang kecoklatan seperti madu berubah menjadi kuning terang. Gigi-giginya yang tajam tiba-tiba saja muncul.Gawat. Pangeran Rex akan berubah menjadi serigala.“Pangeran, awas!” seru Kaline, berusaha mengalihkan perhatian Pangeran Antheo yang fokus memerintah para peri itu sehingga tak menyadari Pangeran Rex dengan tubuh serigala yang beringas berdiri tepat di belakangnya.Satu ayunan penuh amarah keluar, seakan mengajak Pangeran Antheo berduet dengannya yang langsung diterima Pangeran Antheo tanpa keberatan.Sementara Kaline yang masih terikat di pohon berseru panik. Ingin sekali ia curi pisau kecil yang terselip di antara celana Zed, namun mustahil karena kini, kuku-kukunya sudah berubah menjadi panjan
Kedua tangan itu menggenggam setir mobil dengan kuat. Nyeri di ulu hatinya sama sekali tak mereda. Meski begitu, tidak akan ada satupun air mata yang membasahi pipinya. Waktunya sudah habis. Gadis yang dicintainya akan bertunangan dengan seseorang. Seseorang yang jauh lebih baik darinya. Seseorang yang bisa menyampaikan perasaannya. Bukan dengan seorang pengecut seperti dirinya yang seumur hidup hanya berani melihatnya dari jauh. Kaline, seorang perempuan yang tinggal di depan rumahnya. Mereka tumbuh bersama. Cal melihat semuanya. Bagaimana lucunya gadis itu saat balita hingga kini tumbuh menjadi seorang perempuan jelita. Selama itu, ia tak melakukan apapun. Bahkan tidak sekalipun ia pernah menyapanya. Cal adalah seorang pengecut. Dulu maupun sekarang. Dalam kecepatan mobil yang tinggi dan terus berjalan, pandangannya terkunci pada sebuah restoran tiga lantai. Disanalah, harapannya akan benar-benar berakhir, kala seorang pria menyematkan cincin indah
Napas Kaline teramat sesak. Dalam kondisi terikat pada pohon besar seperti sekarang, Kaline nyaris tidak dapat melakukan apapun jika saja mulutnya ikut tertutup.“Apa yang kau lakukan?” tanya Kaline penuh amarah saat Pangeran Rex mendekat dengan senyuman memuakkan.Bagaimana bisa pria itu tersenyum setelah hal gila yang ia lakukan?“Ssstt … tidak perlu marah, Putri. Aku hanya ingin membuat namamu abadi. Setelah ini, aku yakin tidak akan ada yang berani melupakanmu,” ucapnya dengan penuh kebanggaan sambil menumpahkan sebotol minyak berbau menyengat tepat di bawah kaki Kaline.Dari ujung mata gadis itu, dapat ditangkap pergerakan Pangeran Antheo dan Cliftone yang mengendap-endap menuju tempat yang saling berlawanan. Langkah Pangeran Antheo perlahan mendekati seorang penyihir tua yang sedang fokus bertapa, sedangkan langkah Pangeran Cliftone menjauhinya.Rencana mereka harus berhasil.“Kau akan menyesali per
“Aku bersumpah aku tidak tahu apapun tentang ini!” seru Pangeran Antheo dengan frustasi.Ini sudah lebih dari dua puluh kali Kaline dan Pangeran Cliftone menanyakan hal yang sama, terus membuat posisinya semakin terpojok.Pangeran Antheo mengatakan hal yang sebenarnya. Dia tidak tahu apapun soal ini. Bahkan hingga saat ini, dirinya masih bertanya-tanya bagaimana bisa peri-peri itu berada di luar kendalinya.“Kau sendiri yang mengatakan bahwa hanya dirimu yang bisa mengendalikan peri-peri itu, Pangeran. Jangan berbohong.” Kaline terus mendesaknya. Meski Pangeran Antheo tidak bisa melihat apapun sekarang, ia yakin kini Kaline sedang memandangnya dengan tajam.“Demi negeriku, Putri. Aku tidak tahu apapun soal ini. Peri-peri itu, aku tidak tahu apapun!” seru Pangeran Antheo sambil menjambak rambutnya untuk mengalihkan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuhnya.“Sudahlah, Putri. Kau tahu dia bukan pelak
Lenguhan ringan beberapa kali keluar dari mulut Kaline. Kepalanya terasa seperti baru saja ditimpa oleh sesuatu yang berat dan memang benar adanya, di dahi gadis itu sekarang, sudah ada benjolan sebesar setengah bola pingpong. Bau busuk asap pertama kali masuk ke dalam indera penciumannya saat gadis itu terbangun. Kedua tangan dan kakinya terikat dengan kencang, membuat gadis itu harus bersusah payah untuk menyandarkan tubuhnya pada dinding di tepi ruangan kecil ini. “Ah … akhirnya ada yang terbangun juga.” Suara ringan itu membuat Kaline kembali was-was. Di dalam kegelapan seperti ini, ia tidak bisa melihat apapun kecuali … dua sinar kecil berwarna merah di ujung ruangan. “Cal, apa itu kau?” tanya Kaline dengan hati-hati. “Ya … syukur kau masih mengingatku. Aku pikir kau akan hilang ingatan setelah dipuku oleh bata, Putri,” jawab pria itu dengan candaan yang sama sekali tidak lucu. Kaline memilih untuk tidak lagi menimpali ucapan pria
Kantung mata yang mulai menghitam itu sama sekali tidak dipedulikan oleh Pangeran Antheo. Sudah seminggu lebih ia hanya tidur selama 2 jam. Malam panjang yang seharusnya digunakan untuk istirahat ia habiskan bersama lima ekor peri nakal yang kini sudah kembali terkurung didalam sangkarnya.Kini, saat samar-samar fajar telah terlihat, Pangeran Antheo akan kembali ke Istana Eargard dengan wajah lelah.Ada jeda waktu lima hari tersisa sebelum sayembara akan kembali dimulai. Lima hari yang harus dimanfaatkannya sebaik mungkin untuk membuat monster-monster kecil di dalam sarang itu patuh padanya. Setelah ia berhasil mengendalikan 5 peri penghancur ini, ia akan kembali mengirimkannya ke penjara bawah laut.Langkah jenjang pria itu perlahan-lahan melambat kala mendengar sesuatu yang mencurigakan.Jelas sekali tadi terdengar beberapa langkah kecil di belakangnya. Meski pendengaran Pangeran Antheo tak begitu tajam, bahkan saat ia sengaja berjalan denga
Sinar bulan purnama malam ini tampak amat terang, seakan-akan cahayanya mampu menerangi 4 orang yang kini sedang bersembunyi diantara semak belukar, membiarkan tubuh mereka menjadi santapan empuk nyamuk yang kelaparan.Kaline terus berdoa dalam hati, harap-harp Narin tidak memasuki kamarnya malam ini agar tidak ada yang tahu bahwa Putri Mahkota Eargard diam-diam menyusup pergi menguntit Pangeran Antheo.Tentu saja, jika aktivitasnya bersama 3 pria ini ketahuan dan beritanya menyebar, merekaa terpaks mendekam di istana selama berbulan-bulan untuk menghindari hujatan masyarakat. Menguntit adalah tindakan yang berbelok dari tata krama. Siapapun bangsawan yang menyalahi tata krama akan dianggap tidak memiliki adab dan dikucilkan oleh masyarakat dan tentu saja itu tak boleh terjadi mengingat posisi Kaline sebagai Putri Mahkota yang seharusnya dihormati.
malam sebelumnya Tatapan penuh permusuhan itu tampak dengan amat jelas di antara kedua tanganya. Meja bundar sebagai penengah itu agaknya terlampau kecil untuk menghalau aura menegangkan diantara keduanya. Tidak, di meja itu tidak hanya ada mereka berdua. Seorang wanita tua dengan punggung yang sudah membungkuk ada di antara keduanya dengan senyuman licik yang tak kunjung pudar. Selain itu, Zed juga dengan setia berdiri di belakang Pangeran Rex. “Jadi, seberapa jauh yang kau tahu?” tanya Pangeran Rex dengan dingin, membuka suara untuk pertama kalinya. Mata menyala yang terus berkilat itu tak gentar membalas tatapan tajam dari manik bak madu milik Pangeran Rex. Jika saja ia bukan seorang vampir, sudah pasti ia akan meminum teh hangat di hadapannya untuk mengulur waktu, bermaksud membuat Pangeran Rex tersulut emosi. “Aku tidak bisa mengukur jika tidak tahu batasan ukurannya, Pangeran. Jika kau menginginkan jawabannya, kau harus memberitahuku sej