"Emang ada di mana?" tanya Karmila yang semakin penasaran. Wanita berambut ikal ini hingga memiringkan badan demi mendengar penjelasan sang suami."Mas Tanto udah ditangkap bersama Bulek Handoko di warung dekat terminal.""Hah! Kok bisa, Honey? Kasus apaan?" Kedua mata Karmila terbelalak. Wanita ini benar-benar tak menyangka kejadian tersebut."Selama beberapa hari, orang kita udah intai aktivitas Mas Tanto. Tau, kaga? Mas Tanto udah ambil foto-foto kegiatan pekerja dan barang-barang yang akan diekspor di sekitar gudang. Kemarin mau masuk gudang, keburu ketaun.""Apa mungkin gerbang macet, gara-gara ulah dia?" tanya Karmila dengan muka memerah. Wanita ini sembari mengingat-ingat sesuatu."Abang pikir juga gitu. Dia pandai merakit elektronik.""Aku sempat liat di rumah Mas Tanto ada alat pemotong besi. Apa mungkin dia bekerja membuat pagar?""Tunggu hasil penyelidikan. Habis antar mereka, kita ke kantor polisi," ucap Nadio sembari menunjuk arah belakang dengan jempol. Karmila seketika
"Semoga mereka gak bisa susul kita," ujar Nadio yang semakin menambah kecepatan kendaraannya."Aamiin," sahut Karmila yang mulai menghubungi nomor polisi."Mbak, bisa fotoin mereka? Plat nomor harus jelas!" perintah Nadio kepada baby sitter. "Baik, Pak," balas baby sitter yang segera mengambil ponsel dari dalam tas.Nadio mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi lalu saat ada kesempatan ada sebuah kawasan perumahan, dia pun segera berbelok. Kebetulan para sekuriti telah mengenal dengan baik mobil yang dikendarai oleh Nadio.Dengan menurunkan kaca jendela, Karmila dan Nadio menyapa dua sekuriti yang sedang berjaga. Keduanya sudah beberapa kali mengunjungi kediaman seorang staf yang ada di sini."Honey, penguntit kita masih ada, tuh," ucap Karmila saat mobil telah melewati pos penjagaan."Tenang. Kita akan lewat pintu belakang,"balas Nadio dengan tersenyum melihat pantulan bayangan para penguntit dari kaca spion."Aman deh, kalo gitu," sahut Karmila tersenyum sambil mengamati para pe
"Madam, silakan tenangin diri dulu. Satu jam lagi, saya akan menemui Anda. Bagaimana? Anda tak keberatan?""Baik, Pak Na-Nadio. Ma-maaf.""Terima kasih telah berbaik hati menelepon saya. Selamat sore, Madam Alexa.""Selamat sore, Pak Nadio."Hubungan telepon berakhir dengan menyisakan rasa penasaran dalam diri Nadio. Karmila datang di saat sang suami telah mengeluarkan mobil dari garasi. Wanita berambut ikal tersebut segera menutup pintu garasi lalu melangkahkan kaki menuju mobil."Honey, apa perlu aku telepon sekuriti dulu?" tanya Karmila sesaat setelah duduk di samping Nadio."Oh, ya. Tolong tanyain, mobil di depan gerbang udah pergi belum? Suruh cek CCTV lalu simpan plat nomornya.""Oke, Honey. Lega juga. Akhirnya, bisa pulang," balas Karmila yang segera menghubungi nomor kontak sekuriti. Sedangkan Nadio segera mengemudikan mobil ke arah gerbang. Dia menghentikan mobil sejenak lalu segera mengemudi ke arah pulang. Karmila yang menghubungi sekuriti tampak terperangah mendengar penj
"Madam Alexa ingin bertemu kita di rumah sakit sekarang. Gimana?""Coba aku ngomong ke dia langsung," jawab Nadio sambil menekan tombol speaker layar ponsel."Halo, Madam Alexa. Kami antar baby sitter pulang bentar. Habis itu langsung ke sana," ucap Nadio."Bisa secepatnya?" tanya Madam Alexa dari ujung telepon."Kami usahakan, Madam. Mohon ditunggu," jawab Nadio sambil beradu pandang dengan sang istri sekilas. Kedua mata pria tersebut kembali ke arah depan karena akan berbelok. Sekitar satu kilometer lagi, mereka akan sampai rumah."Oke, saya berharap kalian secepatnya datang. Vivian kritis dan ingin bertemu dengan kalian. Please!"Pasutri ini pun terkejut, begitu mendengar ucapan Madam Alexa."Oh My God! Kami turut prihatin. Madam tenang dulu. Lima menit lagi kami sampe rumah. Kami secepatnya ke sana. Take care," ucap Nadio dengan ekspresi sedih."Thanks you so much." Hubungan telepon terputus dan Karmila bengong mendengar percakapan barusan. Dia masih memegang ponsel. Banyak hal ya
"Nak, tolong lepasin Bulek. Paklek kasian sedang sakit di rumah. Bulek gak akan melarikan diri dan akan rajin wajib lapor.""Maaf, Bulek. Harus ikuti prosedur kepolisian. Karena kali ini, Bulek tak merugikan aku dan Karmila saja, tetapi perusahaan juga. Bulek telah menyalahgunakan data pribadi Karmila.""Bulek kena jebak Tanto dan Miss. Vivian. Nak, minta tolong.""Maaf, Bulek. Aku sedang di jalan. Selamat sore," ucap Nadio mengakhiri pembicaraan.Karmila tersenyum lebar mendengar ucapan Nadio kepada Bu Handoko. Wanita berambut ikal ini memandangi ponselnya yang berisi beberapa pesan masuk dari Bu Handoko. Dirinya tak ingin membaca dan sudah tahu tentang maksud si pengirim pesan."Semoga bisa jera oleh kejadian ini. Berat memang buat kita. Mereka berdua memanfaatkan keadaan untuk memperdaya kita," kata Nadio dengan masih menyisakan ekspresi kekesalan. "Jadi pembelajaran, Honey. Ke depannya, kita lebih berhati-hati. Kadang masih teringat, mereka telah bekerja sama dengan pembakar ruma
"Oke. Saya tunggu, Madam."Tak lama kemudian, terdengar suara pesan masuk. Nadio segera membuka aplikasi pesan lalu membacanya beberapa saat. Karmila pun ikut membaca dan secara tak sengaja matanya melihat pantulan bayangan sosok Pak Handoko melintas dari jendela kaca ruang tunggu."Honey, barusan Paklek lewat," bisik Karmila ke telinga Nadio."Di mana?" tanya sang suami yang seketika mencari keberadaan pria tersebut.Karmila memindai sekeliling, tetapi tak menemukan siapa pun. "Cepat banget! Barusan lewat."Nadio segera berjalan ke arah pintu keluar dan dari sana, dia bisa melihat Pak Handoko yang berjalan mengendap-endap mendekati mobil Nadio. Namun, pria berparas oriental tersebut tak kurang akal. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana lalu mulai melakukan panggilan ke sebuah nomor kontak."Selamat sore, Pak Nadio. Kami sudah siap di depan," jawab seseorang dari ujung telepon."Selamat sore juga, Pak. Mohon pantau mobil saya karena target ada di sekitar situ," balas Nadio lalu te
"Keterangan Bapak sangat diperlukan untuk pengungkapan kasus. Diduga Nyonya Vivian terlibat human trafficking," ungkap pria berseragam yang sedang mengemudi."Janin dia, bukan anak dari suaminya?"tanya Nadio kaget."Diduga seperti itu dan perlu menunggu hasil dari tim forensik, Pak.""Okey. Tolong, nanti kami diturunkan di Apartemen Mediterania. Lebih dekat daripada ke rumah," pinta Nadio sembari mengusap pipi sang istri.Benar-benar melelahkan! Kami tak mau bikin masalah, kenapa hidup harus serumit ini, Allah? Keluh Nadio dalam hati.Tak bisa dipungkiri, hidup dia dan Karmila tiada henti didera kesulitan demi kesulitan. Kedua mata Nadio menatap ke arah depan. Tampak dari kejauhan mobil pemadam kebakaran menuju arah mereka.Polisi yang sedang mengemudi bergerak cepat menepikan mobil. Ada tiga buah mobil pemadam kebakaran yang berpapasan dengan mereka. Terdengar polisi di kursi pengemudi menerima telepon. Namun pembicaraan telepon tak terdengar oleh Nadio karena kalah oleh sirine ambul
"Sayang, percaya ke Abang. Kami gak ada hubungan. Hanya Miss. Vivian pandai mencari kesempatan. Rasa empati Abang dipermainkan," jelas Nadio kemudian."Kalian pernah mabuk berdua?" tanya Karmila penuh selidik."Enggak! Abang hanya antar jemput dia ke klinik. Gak lebih."Karmila terdiam. Tatapan mata ke arah gemerlap lampu-lampu kota yang tampak dari kejauhan. Dia tak habis pikir dengan para lelaki di sekelilingnya, begitu mudahnya luluh oleh bujuk rayu wanita lain."Sayang, maafin aku. Selama berinteraksi dengan Miss. Vivian, aku kaga pernah mau ditawarin makanan maupun minuman. Tetap waspada. Aku lakuin demi kemanusiaan doang," jelas Nadio sembari memutar tubuh sang istri agar bisa berhadapan."Apa mungkin alasan Paklek demi kemanusiaan juga? Bukan perkara rasa manusia atau hewan. Kenapa gak jujur? Tau rasanya gak, saat liat suami keluar dari klinik memeluk wanita lain, yang lagi hamil? Padahal istrinya sendiri sedang periksa kandungan, sendirian. Itu yang namanya kemanusiaan?" Nadi
Dalam ruangan hanya terdengar tarikan napas para penghuninya. Tak ada yang mau bersuara. Masing-masing meresapi peristiwa haru yang terjadi di hadapan mereka. Karmila tampak paling bahagia karenanya.Ia merasa rencana membuat rumah makan bersama Bude Darmo dan Rasti akan berjalan tanpa hambatan, bahkan bisa lebih mudah terwujud. Ia optimis, Pendi yang telah berubah akan ikut andil membantunya."Alhamdulillah, bisa bertemu orang-orang baik seperti kalian," ucap Pendi lalu tersenyum tipis."Alhamdulillah, saya ikut senang, meski tak tahu soal mafia. Dengan itikad baik Mas Pendi dalam menangkap pelaku pengerusakan, saya sebagai pimpinan di sini mengucapkan terima kasih. Tindakan heroik Mas Pendi membuat kredibilitas kafe terjaga. Jika masa bersyarat sudah berakhir dan Mas ingin bergabung di kafe. Saya bisa merekomendasikan Mas untuk menjadi karyawan tanpa interview," ucap manager dengan wajah sumringah.Tawaran kerja barusan ditanggapi Pendi dengan wajah berseri-seri. Pria bertato terseb
"Ada laporan masuk. Pelaku pengerusakan telah ditangkap polisi, Pak," jawab sekuriti yang berdiri."Syukurlah!" seru Karmila dengan perasaan lega."Maaf, yang buat laporan siapa, Pak?" tanya Nadio yang penasaran."Seorang pria yang sekarang sedang berada di pos penjagaan. Katanya mengenal baik Bapak dan Ibu," jawab sekuriti sambil melihat ke arah Nadio dan Karmila. "Apa benar namanya Pendi?" tanya Nadio segera."Benar, Pak. Berarti orang itu benar-benar mengenal Bapak dan Ibu?" tanya balik sekuriti."Gimana gak kenal? Dia itu anak dari bude saya, Pak," sahut Karmila sambil tertawa kecil. Demikian pula Nadio."Wah, kebetulan sekali. Pak, tolong ajak orang tersebut kemari. Kita ajak berdiskusi," ucap manager sambil menatap sekuriti."Baik, Pak!" seru sekuriti dengan tangan memberi hormat. Pria tersebut segera balik badan dan berlalu.Setelah kepergiaannya, kini tinggal seorang sekuriti dan tukang parkir yang berpandangan dengan raut wajah bahagia. Mereka merasa lega karena tak harus me
Nadio segera mengambil foto dengan ponsel lalu mengirimkan kepada Mr. Bram dan polisi yang sedang menyelidiki kasus mereka.Saat tukang parkir datang dengan maksud akan membantu arah kendaraan saat keluar dari parkir, tak kalah kaget. Pria berseragam hijau tersebut tak enak hati kepada Nadio dan Karmila."Saya minta maaf, Bapak dan Ibu. Silakan tunggu sebentar. Saya akan lapor ke sekuriti soal ini," ucap pria tersebut dengan sorot mata penyesalan."Ok. Silakan. Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" protes Nadio kesal.Karmila hanya menatap keduanya dengan pikiran tak menentu. Wanita ini merasa ngeri juga dengan kejadian barusan. Kehidupan rumah tangganya diselimuti berbagai masalah yang beruntun. Baru saja merasa lega dengan penjelasan Mr. Bram yang telah mulai menguak kasus sedikit demi sedikit. Namun, dengan insiden yang terjadi ini, membuat Karmila teringat traumanya kembali. "Honey, apa yang salah dengan kita?" tanya Karmila dengan wajah memelas.Nadio yang mendengarnya, langsung
"Maaf, boleh saya tahu? Siapakah yang telah menyerahkan map ini ke waiter?" tanya Nadio sambil menduga-duga sosok pemberi barang bukti tersebut. Seketika, Mr. Bram tersenyum tipis sambil berkata,"Orang terdekat Bapak dan Ibu." Pasutri muda ini pun seketika terkejut lalu saling berpandangan. Mr. Bram memahami kebingungan keduanya. Pria berpenampilan layaknya aktor laga tersebut mengambil ponsel dari dalam saku jaket. Tampak dirinya menghubungi seseorang. Mr. Bram sesaat berbicara lalu mengaktifkan speaker. "Silakan berbicara langsung dengan Bapak Nadio dan istri," ucap Mr. Bram dengan senyum yang membuat pasutri di hadapannya semakin penasaran. "Assalammu'alaikum." "Wa'alaikumussalam. Bapak!" teriak Karmila dan Nadio berbarengan. Mereka tak bisa mempercayai dengan suara yang terdengar. "Ya, ini Bapak, Nak. Maafkan, telah membuat kalian kaget," balas Pak Rahmat dari ujung telepon. Ucapan pria separuh baya tersebut seketika membuat wajah pasangan muda berseri-seri. Mereka tak menyan
"Salam kenal, Bu. Saya Mr. Bram Akira yang akan menangani kasus. Semoga berkenan," balas pria tersebut seraya membungkukkan badan. "Salam kenal kembali, Mr. Bram. Kami berharap bisa tuntas secepatnya," balas Karmila lalu membungkukkan badan pula. "Silakan duduk Mr. Bram!" pinta Nadio. Ketiganya kemudian duduk berhadapan. Secera kebetulan seorang waiter sedang lewat di depan mereka. Nadio seketika memanggilnya. Saat pria tersebut datang menghampiri, Nadio meminta untuk menghidangkan tiga minuman. "Baik, Pak. Saya akan segera membawakan pesanan. Mohon ditunggu. Permisi," ucap waiter tersebut lalu membungkuk. "Silakan," balas Nadio segera. Waiter segera berlalu meninggalkan tempat. Kini ketiganya kembali mengadakan pembicaraan. Di saat asik mengobrol datang seorang waiter lain dengan membawa sebuah map. Pria muda berambut cepak style tentara tersebut mengucapkan salam. Namun, tiba-tiba tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk. "Kenapa itu?" tanya Karmila kaget. Nadio dan Mr. Bram
Tentu saja, penjelasan Nadio semakin membuat Karmila keheranan. Wanita berambut ikal tersebut memang orang yang lugu. "Hal biasa semacam itu di luar negeri. Pasangan tanpa komitmen resmi dan tetap bertanggung jawab kepada anak biologis. Mungkin saja, Tuan Ongki sudah melalaikan tanggung jawab." "Akhirnya ada rasa dendam karenanya," ucap Karmila mencoba menduga-duga. "Ya, begitulah." Pembicaraan terhenti, pada saat mobil mereka tak bisa bergerak karena tepat di depan mata ada kerumunan warga. Sesaat kemudian datanglah mobil patroli polisi dan ambulans. "Honey, kecelakaan?" tanya Karmila sembari mengawasi gerak-gerik para petugas yang sedang mengeksekusi korban. "Sepertinya pembunuhan," jawab Nadio segera. Rupanya mereka tak perlu menunggu lama untuk mengetahui dengan yang terjadi. Dari pembicaraan warga yang sedang berkerumun, mengarah pada kasus mutilasi. Karmila bergidik seketika mendengarnya. Korban adalah seorang dokter. Tiba-tiba terdengar ponsel Karmila berbunyi dan terter
"Selamat siang, Dokter," ucap Karmila sembari mengaktifkan speaker. "Selamat siang. Saya minta maaf, terpaksa menghubungi Bu Karmila. Hanya nomor kontak ini yang tercantum pada data pasien," jelas Dokter Andrean. "Gak masalah. Dokter, mau berbicara dengan suami saya?" "Boleh saya minta minta nomor Pak Nadio? Saya harus sampaikan langsung ke beliau." "Nomor suami sedang diprivate, Dok. Akhir-akhir ada yang teror. Tinggal bilang ke saja, nanti saya sampaikan," balas Karmila sambil tersenyum ke arah suaminya. Nadio pun langsung mengacungkan jempol. "Baiklah. Bu Vivian sempat keceplosan pada saya, sempat mengambil sidik jari Pak Nadio buat akses masuk ke apartemen. Maka dari itu dia yakin bahwa anaknya adalah benih Pak Nadio. Maaf, Bu. Sebenarnya ini bisa dibuktikan dengan tes DNA." "Dokter, ini saya, Nadio. Maaf, tadi lagi nyetir. Miss. Vivian kapan masuk apartemen? Kapan dia ambil sidik jari?" tanya Nadio dengan ekspresi marah sekaligus penasaran. Karmila pun ikut kesal begitu tahu
"Saya paham kronologinya. Kebetulan saya sempat ngobrol dengan Bu Vivian. Dari pasien ini, terungkap bahwa dia yang menularkan penyakit tersebut ke Pak Handoko lalu menular lagi ke pasangannya. Pasien tak sengaja menularkannya karena berdua dalam pengaruh narkoba saat melakukan hal tersebut," ungkap Dokter Andrean yang akhirnya, berhasil menyakinkan pasutri muda. Baik Nadio maupun Karmila tak menyangka dengan pernyataan dokter barusan. Mereka tak pernah lihat gelagat aneh dari Vivian, kalau memang wanita tomboi tersebut seorang pecandu narkoba. Namun, Karmila akhirnya punya pertanyaan yang menggelitik. "Jadi janin yang kemarin, benih siapa, Dok?" tanya Karmila sembari memandang dokter tersebut. "Kemungkinan besar anak suaminya. Itu masih dugaan saya dan perlu dibuktikan. Demi penyelidikan kasus yang terkait," jelas Dokter Andrean. Penjelasan dokter tersebut menjadikan Karmila teringat sesuatu. "Miss. Vivian pisah ranjang sampai akhirnya cerai itu sejak setahun lalu, Dok," urai Ka
Beberapa selang alat kesehatan menempel di bagian tubuh. Itu sudah mengindekasikan bahwa wanita yang terbaring ini sedang tidak baik-baik saja."Terima kasih masih mau memberi undangan kepada kami, Miss," ucap Nadio bernada canda agar pasien sedikit terhibur."Undangan yang bikin kalian bengong tentunya," balas Vivian dengan bibir bergetar.Kedua mata wanita tomboi tersebut sayu dan bisa dibilang hampir hilang cahayanya. Raut wajah yang dulu bersih segar, kini pucat pasi bagai tak dialiri darah. Pasutri muda yang sedang berdiri di depannya memandang dengan perasaan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan air mata Karmila tak tertahan lagi, mengalir deras, membasahi kedua pipi.Nadio seketika memeluk sang istri lalu berbisik,"Tahan dulu. Biar dia gak tambah sedih."Karmila pun mengangguk dan segera mengusap buliran-buliran bening tersebut dengan tisu. Kini, hanya tersisa isakan dan bunyi napas yang sesak. Namun, Karmila menahannya agar tak terdengar oleh Vivian."Miss. Vivian haru