"Masa, iya. Zaman digital kayak gini, masih ada ilmu kesaktian. Aku gak percaya itu," sahut pria gempal. Tanpa disadari ketiga polisi tersebut sesosok bayangan masuk ke ruang perawatan Vivain tanpa terdengar suara langkah kaki. Beberapa menit kemudian pintu sudah terbuka dan ruang perawatan kosong."Tolooong! Pasien ilang!" teriak seorang perawat dari dalam ruangan.Ketiga petugas yang berjaga segera mendatangi perawat yang berdiri dengan tubuh gemetar sembari menunjuk ke arah luar."Selamat malam, Sus!" sapa polisi gempal kepada perawat di hadapannya. Sedangkan kedua rekannya berdiri memidai seisi ruangan bercat putih tersebut."Selamat malam, Bapak-bapak. Pasien tiba-tiba menghilang," ucap perawat dengan terbata-bata."Kapan terakhir bertemu pasien?" tanya polisi berkulit kuning langsat."Setengah jam yang lalu. Saya sempat keluar ambil infus. Pasien dalam keadaan tidur pulas," jawab perawat sembari menulis di catatan pasien. Kedua polisi yang lain bergerak cepat. Mereka keluar rua
"Coba kamu yang menjawabnya," pinta Nadio. "Bisa kupastikan gak ada hubungannya dengan aku. Itu mungkin berhubungan dengan kamu, Honey. Bapak sengaja ingin membahas berdua," balas Karmila bijak.Nadio tampak ragu-ragu menjawab telepon dan Karmila paham itu. Wanita ini seketika menekan tombol hijau. Akhirnya, Nadio dengan ekspresi muka terkejut, mau tak mau harus menjawab telepon."Assalammu'alaikum, Pak," jawab Nadio dengan penuh santun."Wa'alaikumussalam, Nak." Nadio seketika kaget mendengar suara dari seberang telepon. Karmila yang sedari tadi memperhatikan suaminya yang sedang menelepon, segera mengaktifkan speaker."Nak Nadio masih kenal suara Bapak, kan?" tanya seseorang tersebut.Karmila segera menutup mulut saking kagetnya. Kemudian, dia mematikan speaker dan berbisik," Paklek kabur?"Nadio menggelengkan kepala lalu mendekatkan ponsel dan berucap,"Ya, Paklek.""Alhamdulillah, akhirnya masih mau berbicara dengan Paklek. Ada di mana, Nak? Paklek ada perlu ngomong sedikit."Nadi
"Gak nyangka Paklek bisa setega itu pada Bulek. Pantas aja Bulek sampe mencoba bunuh diri," ucap Karmila dengan kedua bola mata berembun."Kita harus cari tahu juga, untuk apa dokter sampe berani melanggar sumpah dengan memberikan data kita ke mereka?" tanya Nadio sambil merangkul Karmila.Lima menit kemudian, mobil yang dinanti telah tiba. Pasutri tersebut bangkit lalu segera menghampirinya. Sopir bergegas untuk untuk membuka pintu bagi kedua majikan, tetapi dicegah oleh Nadio."Kewajiban Bapak itu menjemput kami saja. Selagi kami masih sehat dan kuat berdiri, hal seperti ini bisa dilakukan sendiri. Terima kasih atas ketulusan hati Bapak," ucap Nadio setelah dirinya dan Karmila berada di dalam mobil.Kini, kendaraan mewah tersebut meluncur membelah keramaian jalan raya. Tak lama kemudian, ponsel Karmila berdering. Wanita berambu ikal tersebut mengambilnya dari dalam tas. Rupanya nomor kontak Pak Rahmat yang sedang menghubungi Karmila."Assalammu'alaikum, Pak.""Wa'alaikumussalam, Ndu
"Saya diberitahu dokter jaga. Saat ibu itu krisis sehabis menegak cairan pembersih keramik," ungkap tenaga kebersihan."Mbak pernah bertemu dengan suaminya juga?" tanya Karmila mulai melancarkan aksi untuk mengorek keterangan. Sementara, Nadio sedari tadi sedang menikmati kopi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sang istri yang berlagak macam seorang detektif."Pernah. Saat suaminya jagain wanita mata sipit di kamar situ juga," balas tenaga kebersihan bersemangat.Dari gesture tubuh wanita tersebut, Karmila bisa tahu bahwa tipe pengghibah. Dia pun tersenyum menyadari hal itu. Karmila pun merasa senang, suatu kesempatan untuknya menggali info lebih banyak. Secara tenaga kebersihan tersebut sering bertemu dengan para pasien. "Oh, itu. Saya kenal. Namanya Miss. Vivian dan Bu Handoko yang pasien sekarang masuk rumah sakit setelah Miss. Vivian dibawa kabur seseorang. Benar seperti itu?" tanya Karmila yang bermaksud memancing omongan wanita berambut cepat tersebut."Betul, Bu. Yang baw
"Permainan yang cantik. Mereka lolos dari jerat hukum dari kasus pembakaran rumah karena ada keterlibatan oknum polisi. Kita kaga nyangka telah kasih tempat keluarga mafia," beber Nadio dengan intonasi kesal. Dia merasa jengkel telah dikelabui selama ini oleh dua orang yang dihormati sama layaknya dengan kedua mertua."Mereka tak sepolos anggapan kita," sahut Karmila tak kalah senewen.Tiba-tiba ekspresi Nadio berubah menjadi gembira. Karmila mengernyitkan dahi ke arah suaminya. "Aku punya ide menarik.""Ide apaan?" tanya Karmila semakin keheranan."Maaf, Pak. Kami tinggal dulu sebentar ke bagian administrasi. Bagaimanapun, kami gak tega membiarkan jazad Bulek tak terurus," ucap Nadio pamit ke Pak Rahmat lalu mencium punggung tangan mertuanya."Maksudnya mau dimakamkan di sini, kayak anak dan menantunya?" tanya Pak Rahmat sambil menatap Nadio dan Karmila bergantian."Aku gak tau, Pak. Abang tuh dadakan punya keputusan," sahut Karmila sambil menatap jengkel ke arah sang suami."Saya ak
Jemari Karmila mengusap kasar kepala bagian belakang yang tertutup jilbab. Wanita ini begitu jengkel dengan ketidak profesionalisme pihak rumah sakit. Bagaimana bisa data riwayat penyakit pasien ditukar dengan seenaknya sendiri? Sedari semalam pikiran Karmila menjadi tak tenang.Dia merasa ada yang tak beres dengan dirinya juga. Setiap kali setelah meminum obat tubuhnya bertambah sakit. Bahkan dirinya merasa lebih sehat, saat tak meminum obat. Oleh karena itu, dalam waktu seminggu ini Karmila sengaja tak meminum obat. Ajaib! Badannya lebih bugar daripada biasanya.Setelah proses pemakaman selesai, dia telah sepakat dengan Nadio akan cek up ke tempat lain. Dari situ harapan Karmila telah melambung tinggi bahwa dirinya bukan penderita HIV AIDS.Karmila melangkah menuju ruang ganti. Dia akan berganti dengan kostum khusus untuk perawatan jenazah. Dari kejauhan sudah terdengar iring-iringan sirine mobil jenazah dan mobil patroli.Moga aja, hari ini aku dapat sedikit info rahasia, batin Kar
Nadio seketika mengerutkan kening. Dia mencoba mengingat sesuatu. "Pasien ini pertama kali berobat?" "Bersamaan dengan Ibu Karmila saat itu,"jawab petugas."Oh, ya. Baru saya ingat. Saat saya antar istri berobat, pasien ini datang diantar suaminya. Kami akan langsung temui perawat. Terima kasih," ucap Nadio sembari menggandeng tangan Karmila. Mereka pun berlalu dari hadapan kedua petugas.Hari itu pasangan tersebut tak mendapatkan apa yang diinginkan. Perawat pendamping tak bisa memberikan keterangan tanpa seizin dokter.****Karmila tersenyum saat mengingat hal tersebut. Sekarang dirinya sedang berdiri menunggu kedatangan Nadio. Ada sekitar 10 menit Karmila menanti, hingga lehernya hampir pegal menoleh, tiap kali ada mobil yang mendekat.Tiba-tiba ponsel di dalam tas berbunyi. Karmila mengambilnya lalu melihat nama yang tertera pada layar. Dia pun tersenyum."Honey?""Sayang, kamu pesan taksi aja. Aku liat staf pemulasaran sedang mengamati kamu," balas Nadio dari seberang telepon. S
"Siapa barusan, Pak?" tanya Nadio begitu sudah dekat dengan mertuanya. "Dia tadi tanya, apa ada wanita berhijab tinggal di sini? Bapak bilang gak ada," jawab Pak Rahmat kemudian."Biarin, Pak. Mari kita sarapan dulu," ajak Nadio sembari mengangguk ke arah Pak Rahmat."Siapa yang dia maksud, Nak?"tanya Pak Rahmat sembari berjalan mengiringi qlangkah kaki Nadio."Mungkin dia lagi cari sodara. Ada berapa orang tadi, Pak?" tanya Nadio sambil menoleh.Sepintas dirinya melihat dari pantulan kaca dinding rumah, penampakan sebuah mobil mencurigakan. Bahkan pria muda tersebut merasa perlu berhenti lalu balik badan. Pak Rahmat pun mengikuti perbuatan menantunya."Bapak liat mobil yang berhenti depan pagar?" tanya Nadio sambil memandang Pak Rahmat."Oh, itu tadi mobil yang dinaiki orang tadi," jawab Pak Rahmat dengan pandangan tertuju ke sosok di balik kemudi."Mobil ini tadi ada di sana juga?" "Iya, ada. Diparkir agak ke belakang. Dari balik gerbang, baru terlihat. Bapak pernah liat laki-laki