"Permainan yang cantik. Mereka lolos dari jerat hukum dari kasus pembakaran rumah karena ada keterlibatan oknum polisi. Kita kaga nyangka telah kasih tempat keluarga mafia," beber Nadio dengan intonasi kesal. Dia merasa jengkel telah dikelabui selama ini oleh dua orang yang dihormati sama layaknya dengan kedua mertua."Mereka tak sepolos anggapan kita," sahut Karmila tak kalah senewen.Tiba-tiba ekspresi Nadio berubah menjadi gembira. Karmila mengernyitkan dahi ke arah suaminya. "Aku punya ide menarik.""Ide apaan?" tanya Karmila semakin keheranan."Maaf, Pak. Kami tinggal dulu sebentar ke bagian administrasi. Bagaimanapun, kami gak tega membiarkan jazad Bulek tak terurus," ucap Nadio pamit ke Pak Rahmat lalu mencium punggung tangan mertuanya."Maksudnya mau dimakamkan di sini, kayak anak dan menantunya?" tanya Pak Rahmat sambil menatap Nadio dan Karmila bergantian."Aku gak tau, Pak. Abang tuh dadakan punya keputusan," sahut Karmila sambil menatap jengkel ke arah sang suami."Saya ak
Jemari Karmila mengusap kasar kepala bagian belakang yang tertutup jilbab. Wanita ini begitu jengkel dengan ketidak profesionalisme pihak rumah sakit. Bagaimana bisa data riwayat penyakit pasien ditukar dengan seenaknya sendiri? Sedari semalam pikiran Karmila menjadi tak tenang.Dia merasa ada yang tak beres dengan dirinya juga. Setiap kali setelah meminum obat tubuhnya bertambah sakit. Bahkan dirinya merasa lebih sehat, saat tak meminum obat. Oleh karena itu, dalam waktu seminggu ini Karmila sengaja tak meminum obat. Ajaib! Badannya lebih bugar daripada biasanya.Setelah proses pemakaman selesai, dia telah sepakat dengan Nadio akan cek up ke tempat lain. Dari situ harapan Karmila telah melambung tinggi bahwa dirinya bukan penderita HIV AIDS.Karmila melangkah menuju ruang ganti. Dia akan berganti dengan kostum khusus untuk perawatan jenazah. Dari kejauhan sudah terdengar iring-iringan sirine mobil jenazah dan mobil patroli.Moga aja, hari ini aku dapat sedikit info rahasia, batin Kar
Nadio seketika mengerutkan kening. Dia mencoba mengingat sesuatu. "Pasien ini pertama kali berobat?" "Bersamaan dengan Ibu Karmila saat itu,"jawab petugas."Oh, ya. Baru saya ingat. Saat saya antar istri berobat, pasien ini datang diantar suaminya. Kami akan langsung temui perawat. Terima kasih," ucap Nadio sembari menggandeng tangan Karmila. Mereka pun berlalu dari hadapan kedua petugas.Hari itu pasangan tersebut tak mendapatkan apa yang diinginkan. Perawat pendamping tak bisa memberikan keterangan tanpa seizin dokter.****Karmila tersenyum saat mengingat hal tersebut. Sekarang dirinya sedang berdiri menunggu kedatangan Nadio. Ada sekitar 10 menit Karmila menanti, hingga lehernya hampir pegal menoleh, tiap kali ada mobil yang mendekat.Tiba-tiba ponsel di dalam tas berbunyi. Karmila mengambilnya lalu melihat nama yang tertera pada layar. Dia pun tersenyum."Honey?""Sayang, kamu pesan taksi aja. Aku liat staf pemulasaran sedang mengamati kamu," balas Nadio dari seberang telepon. S
"Siapa barusan, Pak?" tanya Nadio begitu sudah dekat dengan mertuanya. "Dia tadi tanya, apa ada wanita berhijab tinggal di sini? Bapak bilang gak ada," jawab Pak Rahmat kemudian."Biarin, Pak. Mari kita sarapan dulu," ajak Nadio sembari mengangguk ke arah Pak Rahmat."Siapa yang dia maksud, Nak?"tanya Pak Rahmat sembari berjalan mengiringi qlangkah kaki Nadio."Mungkin dia lagi cari sodara. Ada berapa orang tadi, Pak?" tanya Nadio sambil menoleh.Sepintas dirinya melihat dari pantulan kaca dinding rumah, penampakan sebuah mobil mencurigakan. Bahkan pria muda tersebut merasa perlu berhenti lalu balik badan. Pak Rahmat pun mengikuti perbuatan menantunya."Bapak liat mobil yang berhenti depan pagar?" tanya Nadio sambil memandang Pak Rahmat."Oh, itu tadi mobil yang dinaiki orang tadi," jawab Pak Rahmat dengan pandangan tertuju ke sosok di balik kemudi."Mobil ini tadi ada di sana juga?" "Iya, ada. Diparkir agak ke belakang. Dari balik gerbang, baru terlihat. Bapak pernah liat laki-laki
Karmila dan Nadio pun beranjak ke dapur untuk berpamitan ke Bu Rahmat. Saat di dapur mereka menemui wanita separuh baya itu sedang video call dengan Bu Ratih. Dia tampak sudah cukup akrab dengan atasan Karmila di tempat pemulasaran tersebut. Nadio segera menyuruh Karmila untuk balik ke ruang makan. Seketika Karmila memutar tubuh dan beranjak ke ruang tamu."Bu, saya pamit dulu," ucap Nadio yang mengagetkan Bu Rahmat. Wanita separuh baya ini segera berpamitan kepada lawan bicaranya."Sejak kapan Ibu kenal dengan Bu Ratih?" tanya Karmila setelah ibunya menaruh ponsel di atas kulkas.Wanita berhijab tersebut sudah mulai hapal dengan suara atasannya itu. Apalagi, beberapa kali Bu Rahmat menyebut nama Bu Ratih. Sementara waktu, Bu Rahmat menatap Karmila dan menantunya. Dia tersenyum tipis."Ibu kenal Bu Ratih saat pemakaman Lisa. Dia orang baik. Pada waktu itu, beliau bertanya kepada soal teman-teman Lisa. Ibu jawab, Lisa punya banyak teman saat bekerja, tapi setelah sakit, tak ada lagi y
"Dulu itu, mereka itu suami istri yang lugu. Tahunya kerja di perkebunan. Sejak Handoko sering diajak ke kota oleh teman Lisa, jadi berubah gaya hidup," ungkap Pak Rahmat."Sebentar, Pak. Seperti apa teman-teman Lisa itu? Orang Indonesia atau Cina?" tanya Nadio yang punya dugaan tertentu."Kayaknya bukan orang Indonesia. Yang nyetir mobil almarhum Nak Ray dan ada satu lagi juga Indonesia," jelas Pak Rahmat bersemangat."Emang bawa mobil dua?" tanya Karmila."Iya, dua mobil mewah. Dandanannya macam bos gitu," ucap Pak Rahmat."Itu pasti bajingan tua itu dan tangan kanannya," sahut Nadio dengan nada sinis."Udah ketangkep semua, kan?" tanya Karmila dengan tatapan mata nanar."Mr. Liam dinyatakan hilang," jawab Nadio dengan muka kesal."Ia kabur saat diperiksa dokter," balas Nadio datar."Dokternya bukan yang tukar data kita, kan?"tanya Karmila yang semakin penasaran."Sayang?""Kita sepemikirankah?" tanya Karmila sambil mengangkat alis. Pertanyaan Karmila pun direspon anggukan oleh Nadi
Beberapa selang alat kesehatan menempel di bagian tubuh. Itu sudah mengindekasikan bahwa wanita yang terbaring ini sedang tidak baik-baik saja."Terima kasih masih mau memberi undangan kepada kami, Miss," ucap Nadio bernada canda agar pasien sedikit terhibur."Undangan yang bikin kalian bengong tentunya," balas Vivian dengan bibir bergetar.Kedua mata wanita tomboi tersebut sayu dan bisa dibilang hampir hilang cahayanya. Raut wajah yang dulu bersih segar, kini pucat pasi bagai tak dialiri darah. Pasutri muda yang sedang berdiri di depannya memandang dengan perasaan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan air mata Karmila tak tertahan lagi, mengalir deras, membasahi kedua pipi.Nadio seketika memeluk sang istri lalu berbisik,"Tahan dulu. Biar dia gak tambah sedih."Karmila pun mengangguk dan segera mengusap buliran-buliran bening tersebut dengan tisu. Kini, hanya tersisa isakan dan bunyi napas yang sesak. Namun, Karmila menahannya agar tak terdengar oleh Vivian."Miss. Vivian haru
"Saya paham kronologinya. Kebetulan saya sempat ngobrol dengan Bu Vivian. Dari pasien ini, terungkap bahwa dia yang menularkan penyakit tersebut ke Pak Handoko lalu menular lagi ke pasangannya. Pasien tak sengaja menularkannya karena berdua dalam pengaruh narkoba saat melakukan hal tersebut," ungkap Dokter Andrean yang akhirnya, berhasil menyakinkan pasutri muda. Baik Nadio maupun Karmila tak menyangka dengan pernyataan dokter barusan. Mereka tak pernah lihat gelagat aneh dari Vivian, kalau memang wanita tomboi tersebut seorang pecandu narkoba. Namun, Karmila akhirnya punya pertanyaan yang menggelitik. "Jadi janin yang kemarin, benih siapa, Dok?" tanya Karmila sembari memandang dokter tersebut. "Kemungkinan besar anak suaminya. Itu masih dugaan saya dan perlu dibuktikan. Demi penyelidikan kasus yang terkait," jelas Dokter Andrean. Penjelasan dokter tersebut menjadikan Karmila teringat sesuatu. "Miss. Vivian pisah ranjang sampai akhirnya cerai itu sejak setahun lalu, Dok," urai Ka