"Semoga mereka gak bisa susul kita," ujar Nadio yang semakin menambah kecepatan kendaraannya."Aamiin," sahut Karmila yang mulai menghubungi nomor polisi."Mbak, bisa fotoin mereka? Plat nomor harus jelas!" perintah Nadio kepada baby sitter. "Baik, Pak," balas baby sitter yang segera mengambil ponsel dari dalam tas.Nadio mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi lalu saat ada kesempatan ada sebuah kawasan perumahan, dia pun segera berbelok. Kebetulan para sekuriti telah mengenal dengan baik mobil yang dikendarai oleh Nadio.Dengan menurunkan kaca jendela, Karmila dan Nadio menyapa dua sekuriti yang sedang berjaga. Keduanya sudah beberapa kali mengunjungi kediaman seorang staf yang ada di sini."Honey, penguntit kita masih ada, tuh," ucap Karmila saat mobil telah melewati pos penjagaan."Tenang. Kita akan lewat pintu belakang,"balas Nadio dengan tersenyum melihat pantulan bayangan para penguntit dari kaca spion."Aman deh, kalo gitu," sahut Karmila tersenyum sambil mengamati para pe
"Madam, silakan tenangin diri dulu. Satu jam lagi, saya akan menemui Anda. Bagaimana? Anda tak keberatan?""Baik, Pak Na-Nadio. Ma-maaf.""Terima kasih telah berbaik hati menelepon saya. Selamat sore, Madam Alexa.""Selamat sore, Pak Nadio."Hubungan telepon berakhir dengan menyisakan rasa penasaran dalam diri Nadio. Karmila datang di saat sang suami telah mengeluarkan mobil dari garasi. Wanita berambut ikal tersebut segera menutup pintu garasi lalu melangkahkan kaki menuju mobil."Honey, apa perlu aku telepon sekuriti dulu?" tanya Karmila sesaat setelah duduk di samping Nadio."Oh, ya. Tolong tanyain, mobil di depan gerbang udah pergi belum? Suruh cek CCTV lalu simpan plat nomornya.""Oke, Honey. Lega juga. Akhirnya, bisa pulang," balas Karmila yang segera menghubungi nomor kontak sekuriti. Sedangkan Nadio segera mengemudikan mobil ke arah gerbang. Dia menghentikan mobil sejenak lalu segera mengemudi ke arah pulang. Karmila yang menghubungi sekuriti tampak terperangah mendengar penj
"Madam Alexa ingin bertemu kita di rumah sakit sekarang. Gimana?""Coba aku ngomong ke dia langsung," jawab Nadio sambil menekan tombol speaker layar ponsel."Halo, Madam Alexa. Kami antar baby sitter pulang bentar. Habis itu langsung ke sana," ucap Nadio."Bisa secepatnya?" tanya Madam Alexa dari ujung telepon."Kami usahakan, Madam. Mohon ditunggu," jawab Nadio sambil beradu pandang dengan sang istri sekilas. Kedua mata pria tersebut kembali ke arah depan karena akan berbelok. Sekitar satu kilometer lagi, mereka akan sampai rumah."Oke, saya berharap kalian secepatnya datang. Vivian kritis dan ingin bertemu dengan kalian. Please!"Pasutri ini pun terkejut, begitu mendengar ucapan Madam Alexa."Oh My God! Kami turut prihatin. Madam tenang dulu. Lima menit lagi kami sampe rumah. Kami secepatnya ke sana. Take care," ucap Nadio dengan ekspresi sedih."Thanks you so much." Hubungan telepon terputus dan Karmila bengong mendengar percakapan barusan. Dia masih memegang ponsel. Banyak hal ya
"Nak, tolong lepasin Bulek. Paklek kasian sedang sakit di rumah. Bulek gak akan melarikan diri dan akan rajin wajib lapor.""Maaf, Bulek. Harus ikuti prosedur kepolisian. Karena kali ini, Bulek tak merugikan aku dan Karmila saja, tetapi perusahaan juga. Bulek telah menyalahgunakan data pribadi Karmila.""Bulek kena jebak Tanto dan Miss. Vivian. Nak, minta tolong.""Maaf, Bulek. Aku sedang di jalan. Selamat sore," ucap Nadio mengakhiri pembicaraan.Karmila tersenyum lebar mendengar ucapan Nadio kepada Bu Handoko. Wanita berambut ikal ini memandangi ponselnya yang berisi beberapa pesan masuk dari Bu Handoko. Dirinya tak ingin membaca dan sudah tahu tentang maksud si pengirim pesan."Semoga bisa jera oleh kejadian ini. Berat memang buat kita. Mereka berdua memanfaatkan keadaan untuk memperdaya kita," kata Nadio dengan masih menyisakan ekspresi kekesalan. "Jadi pembelajaran, Honey. Ke depannya, kita lebih berhati-hati. Kadang masih teringat, mereka telah bekerja sama dengan pembakar ruma
"Oke. Saya tunggu, Madam."Tak lama kemudian, terdengar suara pesan masuk. Nadio segera membuka aplikasi pesan lalu membacanya beberapa saat. Karmila pun ikut membaca dan secara tak sengaja matanya melihat pantulan bayangan sosok Pak Handoko melintas dari jendela kaca ruang tunggu."Honey, barusan Paklek lewat," bisik Karmila ke telinga Nadio."Di mana?" tanya sang suami yang seketika mencari keberadaan pria tersebut.Karmila memindai sekeliling, tetapi tak menemukan siapa pun. "Cepat banget! Barusan lewat."Nadio segera berjalan ke arah pintu keluar dan dari sana, dia bisa melihat Pak Handoko yang berjalan mengendap-endap mendekati mobil Nadio. Namun, pria berparas oriental tersebut tak kurang akal. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana lalu mulai melakukan panggilan ke sebuah nomor kontak."Selamat sore, Pak Nadio. Kami sudah siap di depan," jawab seseorang dari ujung telepon."Selamat sore juga, Pak. Mohon pantau mobil saya karena target ada di sekitar situ," balas Nadio lalu te
"Keterangan Bapak sangat diperlukan untuk pengungkapan kasus. Diduga Nyonya Vivian terlibat human trafficking," ungkap pria berseragam yang sedang mengemudi."Janin dia, bukan anak dari suaminya?"tanya Nadio kaget."Diduga seperti itu dan perlu menunggu hasil dari tim forensik, Pak.""Okey. Tolong, nanti kami diturunkan di Apartemen Mediterania. Lebih dekat daripada ke rumah," pinta Nadio sembari mengusap pipi sang istri.Benar-benar melelahkan! Kami tak mau bikin masalah, kenapa hidup harus serumit ini, Allah? Keluh Nadio dalam hati.Tak bisa dipungkiri, hidup dia dan Karmila tiada henti didera kesulitan demi kesulitan. Kedua mata Nadio menatap ke arah depan. Tampak dari kejauhan mobil pemadam kebakaran menuju arah mereka.Polisi yang sedang mengemudi bergerak cepat menepikan mobil. Ada tiga buah mobil pemadam kebakaran yang berpapasan dengan mereka. Terdengar polisi di kursi pengemudi menerima telepon. Namun pembicaraan telepon tak terdengar oleh Nadio karena kalah oleh sirine ambul
"Sayang, percaya ke Abang. Kami gak ada hubungan. Hanya Miss. Vivian pandai mencari kesempatan. Rasa empati Abang dipermainkan," jelas Nadio kemudian."Kalian pernah mabuk berdua?" tanya Karmila penuh selidik."Enggak! Abang hanya antar jemput dia ke klinik. Gak lebih."Karmila terdiam. Tatapan mata ke arah gemerlap lampu-lampu kota yang tampak dari kejauhan. Dia tak habis pikir dengan para lelaki di sekelilingnya, begitu mudahnya luluh oleh bujuk rayu wanita lain."Sayang, maafin aku. Selama berinteraksi dengan Miss. Vivian, aku kaga pernah mau ditawarin makanan maupun minuman. Tetap waspada. Aku lakuin demi kemanusiaan doang," jelas Nadio sembari memutar tubuh sang istri agar bisa berhadapan."Apa mungkin alasan Paklek demi kemanusiaan juga? Bukan perkara rasa manusia atau hewan. Kenapa gak jujur? Tau rasanya gak, saat liat suami keluar dari klinik memeluk wanita lain, yang lagi hamil? Padahal istrinya sendiri sedang periksa kandungan, sendirian. Itu yang namanya kemanusiaan?" Nadi
"Masa, iya. Zaman digital kayak gini, masih ada ilmu kesaktian. Aku gak percaya itu," sahut pria gempal. Tanpa disadari ketiga polisi tersebut sesosok bayangan masuk ke ruang perawatan Vivain tanpa terdengar suara langkah kaki. Beberapa menit kemudian pintu sudah terbuka dan ruang perawatan kosong."Tolooong! Pasien ilang!" teriak seorang perawat dari dalam ruangan.Ketiga petugas yang berjaga segera mendatangi perawat yang berdiri dengan tubuh gemetar sembari menunjuk ke arah luar."Selamat malam, Sus!" sapa polisi gempal kepada perawat di hadapannya. Sedangkan kedua rekannya berdiri memidai seisi ruangan bercat putih tersebut."Selamat malam, Bapak-bapak. Pasien tiba-tiba menghilang," ucap perawat dengan terbata-bata."Kapan terakhir bertemu pasien?" tanya polisi berkulit kuning langsat."Setengah jam yang lalu. Saya sempat keluar ambil infus. Pasien dalam keadaan tidur pulas," jawab perawat sembari menulis di catatan pasien. Kedua polisi yang lain bergerak cepat. Mereka keluar rua