"Nak, tolong lepasin Bulek. Paklek kasian sedang sakit di rumah. Bulek gak akan melarikan diri dan akan rajin wajib lapor.""Maaf, Bulek. Harus ikuti prosedur kepolisian. Karena kali ini, Bulek tak merugikan aku dan Karmila saja, tetapi perusahaan juga. Bulek telah menyalahgunakan data pribadi Karmila.""Bulek kena jebak Tanto dan Miss. Vivian. Nak, minta tolong.""Maaf, Bulek. Aku sedang di jalan. Selamat sore," ucap Nadio mengakhiri pembicaraan.Karmila tersenyum lebar mendengar ucapan Nadio kepada Bu Handoko. Wanita berambut ikal ini memandangi ponselnya yang berisi beberapa pesan masuk dari Bu Handoko. Dirinya tak ingin membaca dan sudah tahu tentang maksud si pengirim pesan."Semoga bisa jera oleh kejadian ini. Berat memang buat kita. Mereka berdua memanfaatkan keadaan untuk memperdaya kita," kata Nadio dengan masih menyisakan ekspresi kekesalan. "Jadi pembelajaran, Honey. Ke depannya, kita lebih berhati-hati. Kadang masih teringat, mereka telah bekerja sama dengan pembakar ruma
"Oke. Saya tunggu, Madam."Tak lama kemudian, terdengar suara pesan masuk. Nadio segera membuka aplikasi pesan lalu membacanya beberapa saat. Karmila pun ikut membaca dan secara tak sengaja matanya melihat pantulan bayangan sosok Pak Handoko melintas dari jendela kaca ruang tunggu."Honey, barusan Paklek lewat," bisik Karmila ke telinga Nadio."Di mana?" tanya sang suami yang seketika mencari keberadaan pria tersebut.Karmila memindai sekeliling, tetapi tak menemukan siapa pun. "Cepat banget! Barusan lewat."Nadio segera berjalan ke arah pintu keluar dan dari sana, dia bisa melihat Pak Handoko yang berjalan mengendap-endap mendekati mobil Nadio. Namun, pria berparas oriental tersebut tak kurang akal. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celana lalu mulai melakukan panggilan ke sebuah nomor kontak."Selamat sore, Pak Nadio. Kami sudah siap di depan," jawab seseorang dari ujung telepon."Selamat sore juga, Pak. Mohon pantau mobil saya karena target ada di sekitar situ," balas Nadio lalu te
"Keterangan Bapak sangat diperlukan untuk pengungkapan kasus. Diduga Nyonya Vivian terlibat human trafficking," ungkap pria berseragam yang sedang mengemudi."Janin dia, bukan anak dari suaminya?"tanya Nadio kaget."Diduga seperti itu dan perlu menunggu hasil dari tim forensik, Pak.""Okey. Tolong, nanti kami diturunkan di Apartemen Mediterania. Lebih dekat daripada ke rumah," pinta Nadio sembari mengusap pipi sang istri.Benar-benar melelahkan! Kami tak mau bikin masalah, kenapa hidup harus serumit ini, Allah? Keluh Nadio dalam hati.Tak bisa dipungkiri, hidup dia dan Karmila tiada henti didera kesulitan demi kesulitan. Kedua mata Nadio menatap ke arah depan. Tampak dari kejauhan mobil pemadam kebakaran menuju arah mereka.Polisi yang sedang mengemudi bergerak cepat menepikan mobil. Ada tiga buah mobil pemadam kebakaran yang berpapasan dengan mereka. Terdengar polisi di kursi pengemudi menerima telepon. Namun pembicaraan telepon tak terdengar oleh Nadio karena kalah oleh sirine ambul
"Sayang, percaya ke Abang. Kami gak ada hubungan. Hanya Miss. Vivian pandai mencari kesempatan. Rasa empati Abang dipermainkan," jelas Nadio kemudian."Kalian pernah mabuk berdua?" tanya Karmila penuh selidik."Enggak! Abang hanya antar jemput dia ke klinik. Gak lebih."Karmila terdiam. Tatapan mata ke arah gemerlap lampu-lampu kota yang tampak dari kejauhan. Dia tak habis pikir dengan para lelaki di sekelilingnya, begitu mudahnya luluh oleh bujuk rayu wanita lain."Sayang, maafin aku. Selama berinteraksi dengan Miss. Vivian, aku kaga pernah mau ditawarin makanan maupun minuman. Tetap waspada. Aku lakuin demi kemanusiaan doang," jelas Nadio sembari memutar tubuh sang istri agar bisa berhadapan."Apa mungkin alasan Paklek demi kemanusiaan juga? Bukan perkara rasa manusia atau hewan. Kenapa gak jujur? Tau rasanya gak, saat liat suami keluar dari klinik memeluk wanita lain, yang lagi hamil? Padahal istrinya sendiri sedang periksa kandungan, sendirian. Itu yang namanya kemanusiaan?" Nadi
"Masa, iya. Zaman digital kayak gini, masih ada ilmu kesaktian. Aku gak percaya itu," sahut pria gempal. Tanpa disadari ketiga polisi tersebut sesosok bayangan masuk ke ruang perawatan Vivain tanpa terdengar suara langkah kaki. Beberapa menit kemudian pintu sudah terbuka dan ruang perawatan kosong."Tolooong! Pasien ilang!" teriak seorang perawat dari dalam ruangan.Ketiga petugas yang berjaga segera mendatangi perawat yang berdiri dengan tubuh gemetar sembari menunjuk ke arah luar."Selamat malam, Sus!" sapa polisi gempal kepada perawat di hadapannya. Sedangkan kedua rekannya berdiri memidai seisi ruangan bercat putih tersebut."Selamat malam, Bapak-bapak. Pasien tiba-tiba menghilang," ucap perawat dengan terbata-bata."Kapan terakhir bertemu pasien?" tanya polisi berkulit kuning langsat."Setengah jam yang lalu. Saya sempat keluar ambil infus. Pasien dalam keadaan tidur pulas," jawab perawat sembari menulis di catatan pasien. Kedua polisi yang lain bergerak cepat. Mereka keluar rua
"Coba kamu yang menjawabnya," pinta Nadio. "Bisa kupastikan gak ada hubungannya dengan aku. Itu mungkin berhubungan dengan kamu, Honey. Bapak sengaja ingin membahas berdua," balas Karmila bijak.Nadio tampak ragu-ragu menjawab telepon dan Karmila paham itu. Wanita ini seketika menekan tombol hijau. Akhirnya, Nadio dengan ekspresi muka terkejut, mau tak mau harus menjawab telepon."Assalammu'alaikum, Pak," jawab Nadio dengan penuh santun."Wa'alaikumussalam, Nak." Nadio seketika kaget mendengar suara dari seberang telepon. Karmila yang sedari tadi memperhatikan suaminya yang sedang menelepon, segera mengaktifkan speaker."Nak Nadio masih kenal suara Bapak, kan?" tanya seseorang tersebut.Karmila segera menutup mulut saking kagetnya. Kemudian, dia mematikan speaker dan berbisik," Paklek kabur?"Nadio menggelengkan kepala lalu mendekatkan ponsel dan berucap,"Ya, Paklek.""Alhamdulillah, akhirnya masih mau berbicara dengan Paklek. Ada di mana, Nak? Paklek ada perlu ngomong sedikit."Nadi
"Gak nyangka Paklek bisa setega itu pada Bulek. Pantas aja Bulek sampe mencoba bunuh diri," ucap Karmila dengan kedua bola mata berembun."Kita harus cari tahu juga, untuk apa dokter sampe berani melanggar sumpah dengan memberikan data kita ke mereka?" tanya Nadio sambil merangkul Karmila.Lima menit kemudian, mobil yang dinanti telah tiba. Pasutri tersebut bangkit lalu segera menghampirinya. Sopir bergegas untuk untuk membuka pintu bagi kedua majikan, tetapi dicegah oleh Nadio."Kewajiban Bapak itu menjemput kami saja. Selagi kami masih sehat dan kuat berdiri, hal seperti ini bisa dilakukan sendiri. Terima kasih atas ketulusan hati Bapak," ucap Nadio setelah dirinya dan Karmila berada di dalam mobil.Kini, kendaraan mewah tersebut meluncur membelah keramaian jalan raya. Tak lama kemudian, ponsel Karmila berdering. Wanita berambu ikal tersebut mengambilnya dari dalam tas. Rupanya nomor kontak Pak Rahmat yang sedang menghubungi Karmila."Assalammu'alaikum, Pak.""Wa'alaikumussalam, Ndu
"Saya diberitahu dokter jaga. Saat ibu itu krisis sehabis menegak cairan pembersih keramik," ungkap tenaga kebersihan."Mbak pernah bertemu dengan suaminya juga?" tanya Karmila mulai melancarkan aksi untuk mengorek keterangan. Sementara, Nadio sedari tadi sedang menikmati kopi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sang istri yang berlagak macam seorang detektif."Pernah. Saat suaminya jagain wanita mata sipit di kamar situ juga," balas tenaga kebersihan bersemangat.Dari gesture tubuh wanita tersebut, Karmila bisa tahu bahwa tipe pengghibah. Dia pun tersenyum menyadari hal itu. Karmila pun merasa senang, suatu kesempatan untuknya menggali info lebih banyak. Secara tenaga kebersihan tersebut sering bertemu dengan para pasien. "Oh, itu. Saya kenal. Namanya Miss. Vivian dan Bu Handoko yang pasien sekarang masuk rumah sakit setelah Miss. Vivian dibawa kabur seseorang. Benar seperti itu?" tanya Karmila yang bermaksud memancing omongan wanita berambut cepat tersebut."Betul, Bu. Yang baw