"Keterangan Bapak sangat diperlukan untuk pengungkapan kasus. Diduga Nyonya Vivian terlibat human trafficking," ungkap pria berseragam yang sedang mengemudi."Janin dia, bukan anak dari suaminya?"tanya Nadio kaget."Diduga seperti itu dan perlu menunggu hasil dari tim forensik, Pak.""Okey. Tolong, nanti kami diturunkan di Apartemen Mediterania. Lebih dekat daripada ke rumah," pinta Nadio sembari mengusap pipi sang istri.Benar-benar melelahkan! Kami tak mau bikin masalah, kenapa hidup harus serumit ini, Allah? Keluh Nadio dalam hati.Tak bisa dipungkiri, hidup dia dan Karmila tiada henti didera kesulitan demi kesulitan. Kedua mata Nadio menatap ke arah depan. Tampak dari kejauhan mobil pemadam kebakaran menuju arah mereka.Polisi yang sedang mengemudi bergerak cepat menepikan mobil. Ada tiga buah mobil pemadam kebakaran yang berpapasan dengan mereka. Terdengar polisi di kursi pengemudi menerima telepon. Namun pembicaraan telepon tak terdengar oleh Nadio karena kalah oleh sirine ambul
"Sayang, percaya ke Abang. Kami gak ada hubungan. Hanya Miss. Vivian pandai mencari kesempatan. Rasa empati Abang dipermainkan," jelas Nadio kemudian."Kalian pernah mabuk berdua?" tanya Karmila penuh selidik."Enggak! Abang hanya antar jemput dia ke klinik. Gak lebih."Karmila terdiam. Tatapan mata ke arah gemerlap lampu-lampu kota yang tampak dari kejauhan. Dia tak habis pikir dengan para lelaki di sekelilingnya, begitu mudahnya luluh oleh bujuk rayu wanita lain."Sayang, maafin aku. Selama berinteraksi dengan Miss. Vivian, aku kaga pernah mau ditawarin makanan maupun minuman. Tetap waspada. Aku lakuin demi kemanusiaan doang," jelas Nadio sembari memutar tubuh sang istri agar bisa berhadapan."Apa mungkin alasan Paklek demi kemanusiaan juga? Bukan perkara rasa manusia atau hewan. Kenapa gak jujur? Tau rasanya gak, saat liat suami keluar dari klinik memeluk wanita lain, yang lagi hamil? Padahal istrinya sendiri sedang periksa kandungan, sendirian. Itu yang namanya kemanusiaan?" Nadi
"Masa, iya. Zaman digital kayak gini, masih ada ilmu kesaktian. Aku gak percaya itu," sahut pria gempal. Tanpa disadari ketiga polisi tersebut sesosok bayangan masuk ke ruang perawatan Vivain tanpa terdengar suara langkah kaki. Beberapa menit kemudian pintu sudah terbuka dan ruang perawatan kosong."Tolooong! Pasien ilang!" teriak seorang perawat dari dalam ruangan.Ketiga petugas yang berjaga segera mendatangi perawat yang berdiri dengan tubuh gemetar sembari menunjuk ke arah luar."Selamat malam, Sus!" sapa polisi gempal kepada perawat di hadapannya. Sedangkan kedua rekannya berdiri memidai seisi ruangan bercat putih tersebut."Selamat malam, Bapak-bapak. Pasien tiba-tiba menghilang," ucap perawat dengan terbata-bata."Kapan terakhir bertemu pasien?" tanya polisi berkulit kuning langsat."Setengah jam yang lalu. Saya sempat keluar ambil infus. Pasien dalam keadaan tidur pulas," jawab perawat sembari menulis di catatan pasien. Kedua polisi yang lain bergerak cepat. Mereka keluar rua
"Coba kamu yang menjawabnya," pinta Nadio. "Bisa kupastikan gak ada hubungannya dengan aku. Itu mungkin berhubungan dengan kamu, Honey. Bapak sengaja ingin membahas berdua," balas Karmila bijak.Nadio tampak ragu-ragu menjawab telepon dan Karmila paham itu. Wanita ini seketika menekan tombol hijau. Akhirnya, Nadio dengan ekspresi muka terkejut, mau tak mau harus menjawab telepon."Assalammu'alaikum, Pak," jawab Nadio dengan penuh santun."Wa'alaikumussalam, Nak." Nadio seketika kaget mendengar suara dari seberang telepon. Karmila yang sedari tadi memperhatikan suaminya yang sedang menelepon, segera mengaktifkan speaker."Nak Nadio masih kenal suara Bapak, kan?" tanya seseorang tersebut.Karmila segera menutup mulut saking kagetnya. Kemudian, dia mematikan speaker dan berbisik," Paklek kabur?"Nadio menggelengkan kepala lalu mendekatkan ponsel dan berucap,"Ya, Paklek.""Alhamdulillah, akhirnya masih mau berbicara dengan Paklek. Ada di mana, Nak? Paklek ada perlu ngomong sedikit."Nadi
"Gak nyangka Paklek bisa setega itu pada Bulek. Pantas aja Bulek sampe mencoba bunuh diri," ucap Karmila dengan kedua bola mata berembun."Kita harus cari tahu juga, untuk apa dokter sampe berani melanggar sumpah dengan memberikan data kita ke mereka?" tanya Nadio sambil merangkul Karmila.Lima menit kemudian, mobil yang dinanti telah tiba. Pasutri tersebut bangkit lalu segera menghampirinya. Sopir bergegas untuk untuk membuka pintu bagi kedua majikan, tetapi dicegah oleh Nadio."Kewajiban Bapak itu menjemput kami saja. Selagi kami masih sehat dan kuat berdiri, hal seperti ini bisa dilakukan sendiri. Terima kasih atas ketulusan hati Bapak," ucap Nadio setelah dirinya dan Karmila berada di dalam mobil.Kini, kendaraan mewah tersebut meluncur membelah keramaian jalan raya. Tak lama kemudian, ponsel Karmila berdering. Wanita berambu ikal tersebut mengambilnya dari dalam tas. Rupanya nomor kontak Pak Rahmat yang sedang menghubungi Karmila."Assalammu'alaikum, Pak.""Wa'alaikumussalam, Ndu
"Saya diberitahu dokter jaga. Saat ibu itu krisis sehabis menegak cairan pembersih keramik," ungkap tenaga kebersihan."Mbak pernah bertemu dengan suaminya juga?" tanya Karmila mulai melancarkan aksi untuk mengorek keterangan. Sementara, Nadio sedari tadi sedang menikmati kopi hanya bisa geleng-geleng kepala melihat sang istri yang berlagak macam seorang detektif."Pernah. Saat suaminya jagain wanita mata sipit di kamar situ juga," balas tenaga kebersihan bersemangat.Dari gesture tubuh wanita tersebut, Karmila bisa tahu bahwa tipe pengghibah. Dia pun tersenyum menyadari hal itu. Karmila pun merasa senang, suatu kesempatan untuknya menggali info lebih banyak. Secara tenaga kebersihan tersebut sering bertemu dengan para pasien. "Oh, itu. Saya kenal. Namanya Miss. Vivian dan Bu Handoko yang pasien sekarang masuk rumah sakit setelah Miss. Vivian dibawa kabur seseorang. Benar seperti itu?" tanya Karmila yang bermaksud memancing omongan wanita berambut cepat tersebut."Betul, Bu. Yang baw
"Permainan yang cantik. Mereka lolos dari jerat hukum dari kasus pembakaran rumah karena ada keterlibatan oknum polisi. Kita kaga nyangka telah kasih tempat keluarga mafia," beber Nadio dengan intonasi kesal. Dia merasa jengkel telah dikelabui selama ini oleh dua orang yang dihormati sama layaknya dengan kedua mertua."Mereka tak sepolos anggapan kita," sahut Karmila tak kalah senewen.Tiba-tiba ekspresi Nadio berubah menjadi gembira. Karmila mengernyitkan dahi ke arah suaminya. "Aku punya ide menarik.""Ide apaan?" tanya Karmila semakin keheranan."Maaf, Pak. Kami tinggal dulu sebentar ke bagian administrasi. Bagaimanapun, kami gak tega membiarkan jazad Bulek tak terurus," ucap Nadio pamit ke Pak Rahmat lalu mencium punggung tangan mertuanya."Maksudnya mau dimakamkan di sini, kayak anak dan menantunya?" tanya Pak Rahmat sambil menatap Nadio dan Karmila bergantian."Aku gak tau, Pak. Abang tuh dadakan punya keputusan," sahut Karmila sambil menatap jengkel ke arah sang suami."Saya ak
Jemari Karmila mengusap kasar kepala bagian belakang yang tertutup jilbab. Wanita ini begitu jengkel dengan ketidak profesionalisme pihak rumah sakit. Bagaimana bisa data riwayat penyakit pasien ditukar dengan seenaknya sendiri? Sedari semalam pikiran Karmila menjadi tak tenang.Dia merasa ada yang tak beres dengan dirinya juga. Setiap kali setelah meminum obat tubuhnya bertambah sakit. Bahkan dirinya merasa lebih sehat, saat tak meminum obat. Oleh karena itu, dalam waktu seminggu ini Karmila sengaja tak meminum obat. Ajaib! Badannya lebih bugar daripada biasanya.Setelah proses pemakaman selesai, dia telah sepakat dengan Nadio akan cek up ke tempat lain. Dari situ harapan Karmila telah melambung tinggi bahwa dirinya bukan penderita HIV AIDS.Karmila melangkah menuju ruang ganti. Dia akan berganti dengan kostum khusus untuk perawatan jenazah. Dari kejauhan sudah terdengar iring-iringan sirine mobil jenazah dan mobil patroli.Moga aja, hari ini aku dapat sedikit info rahasia, batin Kar
Dalam ruangan hanya terdengar tarikan napas para penghuninya. Tak ada yang mau bersuara. Masing-masing meresapi peristiwa haru yang terjadi di hadapan mereka. Karmila tampak paling bahagia karenanya.Ia merasa rencana membuat rumah makan bersama Bude Darmo dan Rasti akan berjalan tanpa hambatan, bahkan bisa lebih mudah terwujud. Ia optimis, Pendi yang telah berubah akan ikut andil membantunya."Alhamdulillah, bisa bertemu orang-orang baik seperti kalian," ucap Pendi lalu tersenyum tipis."Alhamdulillah, saya ikut senang, meski tak tahu soal mafia. Dengan itikad baik Mas Pendi dalam menangkap pelaku pengerusakan, saya sebagai pimpinan di sini mengucapkan terima kasih. Tindakan heroik Mas Pendi membuat kredibilitas kafe terjaga. Jika masa bersyarat sudah berakhir dan Mas ingin bergabung di kafe. Saya bisa merekomendasikan Mas untuk menjadi karyawan tanpa interview," ucap manager dengan wajah sumringah.Tawaran kerja barusan ditanggapi Pendi dengan wajah berseri-seri. Pria bertato terseb
"Ada laporan masuk. Pelaku pengerusakan telah ditangkap polisi, Pak," jawab sekuriti yang berdiri."Syukurlah!" seru Karmila dengan perasaan lega."Maaf, yang buat laporan siapa, Pak?" tanya Nadio yang penasaran."Seorang pria yang sekarang sedang berada di pos penjagaan. Katanya mengenal baik Bapak dan Ibu," jawab sekuriti sambil melihat ke arah Nadio dan Karmila. "Apa benar namanya Pendi?" tanya Nadio segera."Benar, Pak. Berarti orang itu benar-benar mengenal Bapak dan Ibu?" tanya balik sekuriti."Gimana gak kenal? Dia itu anak dari bude saya, Pak," sahut Karmila sambil tertawa kecil. Demikian pula Nadio."Wah, kebetulan sekali. Pak, tolong ajak orang tersebut kemari. Kita ajak berdiskusi," ucap manager sambil menatap sekuriti."Baik, Pak!" seru sekuriti dengan tangan memberi hormat. Pria tersebut segera balik badan dan berlalu.Setelah kepergiaannya, kini tinggal seorang sekuriti dan tukang parkir yang berpandangan dengan raut wajah bahagia. Mereka merasa lega karena tak harus me
Nadio segera mengambil foto dengan ponsel lalu mengirimkan kepada Mr. Bram dan polisi yang sedang menyelidiki kasus mereka.Saat tukang parkir datang dengan maksud akan membantu arah kendaraan saat keluar dari parkir, tak kalah kaget. Pria berseragam hijau tersebut tak enak hati kepada Nadio dan Karmila."Saya minta maaf, Bapak dan Ibu. Silakan tunggu sebentar. Saya akan lapor ke sekuriti soal ini," ucap pria tersebut dengan sorot mata penyesalan."Ok. Silakan. Bagaimana bisa terjadi seperti ini?" protes Nadio kesal.Karmila hanya menatap keduanya dengan pikiran tak menentu. Wanita ini merasa ngeri juga dengan kejadian barusan. Kehidupan rumah tangganya diselimuti berbagai masalah yang beruntun. Baru saja merasa lega dengan penjelasan Mr. Bram yang telah mulai menguak kasus sedikit demi sedikit. Namun, dengan insiden yang terjadi ini, membuat Karmila teringat traumanya kembali. "Honey, apa yang salah dengan kita?" tanya Karmila dengan wajah memelas.Nadio yang mendengarnya, langsung
"Maaf, boleh saya tahu? Siapakah yang telah menyerahkan map ini ke waiter?" tanya Nadio sambil menduga-duga sosok pemberi barang bukti tersebut. Seketika, Mr. Bram tersenyum tipis sambil berkata,"Orang terdekat Bapak dan Ibu." Pasutri muda ini pun seketika terkejut lalu saling berpandangan. Mr. Bram memahami kebingungan keduanya. Pria berpenampilan layaknya aktor laga tersebut mengambil ponsel dari dalam saku jaket. Tampak dirinya menghubungi seseorang. Mr. Bram sesaat berbicara lalu mengaktifkan speaker. "Silakan berbicara langsung dengan Bapak Nadio dan istri," ucap Mr. Bram dengan senyum yang membuat pasutri di hadapannya semakin penasaran. "Assalammu'alaikum." "Wa'alaikumussalam. Bapak!" teriak Karmila dan Nadio berbarengan. Mereka tak bisa mempercayai dengan suara yang terdengar. "Ya, ini Bapak, Nak. Maafkan, telah membuat kalian kaget," balas Pak Rahmat dari ujung telepon. Ucapan pria separuh baya tersebut seketika membuat wajah pasangan muda berseri-seri. Mereka tak menyan
"Salam kenal, Bu. Saya Mr. Bram Akira yang akan menangani kasus. Semoga berkenan," balas pria tersebut seraya membungkukkan badan. "Salam kenal kembali, Mr. Bram. Kami berharap bisa tuntas secepatnya," balas Karmila lalu membungkukkan badan pula. "Silakan duduk Mr. Bram!" pinta Nadio. Ketiganya kemudian duduk berhadapan. Secera kebetulan seorang waiter sedang lewat di depan mereka. Nadio seketika memanggilnya. Saat pria tersebut datang menghampiri, Nadio meminta untuk menghidangkan tiga minuman. "Baik, Pak. Saya akan segera membawakan pesanan. Mohon ditunggu. Permisi," ucap waiter tersebut lalu membungkuk. "Silakan," balas Nadio segera. Waiter segera berlalu meninggalkan tempat. Kini ketiganya kembali mengadakan pembicaraan. Di saat asik mengobrol datang seorang waiter lain dengan membawa sebuah map. Pria muda berambut cepak style tentara tersebut mengucapkan salam. Namun, tiba-tiba tubuhnya sempoyongan seperti orang mabuk. "Kenapa itu?" tanya Karmila kaget. Nadio dan Mr. Bram
Tentu saja, penjelasan Nadio semakin membuat Karmila keheranan. Wanita berambut ikal tersebut memang orang yang lugu. "Hal biasa semacam itu di luar negeri. Pasangan tanpa komitmen resmi dan tetap bertanggung jawab kepada anak biologis. Mungkin saja, Tuan Ongki sudah melalaikan tanggung jawab." "Akhirnya ada rasa dendam karenanya," ucap Karmila mencoba menduga-duga. "Ya, begitulah." Pembicaraan terhenti, pada saat mobil mereka tak bisa bergerak karena tepat di depan mata ada kerumunan warga. Sesaat kemudian datanglah mobil patroli polisi dan ambulans. "Honey, kecelakaan?" tanya Karmila sembari mengawasi gerak-gerik para petugas yang sedang mengeksekusi korban. "Sepertinya pembunuhan," jawab Nadio segera. Rupanya mereka tak perlu menunggu lama untuk mengetahui dengan yang terjadi. Dari pembicaraan warga yang sedang berkerumun, mengarah pada kasus mutilasi. Karmila bergidik seketika mendengarnya. Korban adalah seorang dokter. Tiba-tiba terdengar ponsel Karmila berbunyi dan terter
"Selamat siang, Dokter," ucap Karmila sembari mengaktifkan speaker. "Selamat siang. Saya minta maaf, terpaksa menghubungi Bu Karmila. Hanya nomor kontak ini yang tercantum pada data pasien," jelas Dokter Andrean. "Gak masalah. Dokter, mau berbicara dengan suami saya?" "Boleh saya minta minta nomor Pak Nadio? Saya harus sampaikan langsung ke beliau." "Nomor suami sedang diprivate, Dok. Akhir-akhir ada yang teror. Tinggal bilang ke saja, nanti saya sampaikan," balas Karmila sambil tersenyum ke arah suaminya. Nadio pun langsung mengacungkan jempol. "Baiklah. Bu Vivian sempat keceplosan pada saya, sempat mengambil sidik jari Pak Nadio buat akses masuk ke apartemen. Maka dari itu dia yakin bahwa anaknya adalah benih Pak Nadio. Maaf, Bu. Sebenarnya ini bisa dibuktikan dengan tes DNA." "Dokter, ini saya, Nadio. Maaf, tadi lagi nyetir. Miss. Vivian kapan masuk apartemen? Kapan dia ambil sidik jari?" tanya Nadio dengan ekspresi marah sekaligus penasaran. Karmila pun ikut kesal begitu tahu
"Saya paham kronologinya. Kebetulan saya sempat ngobrol dengan Bu Vivian. Dari pasien ini, terungkap bahwa dia yang menularkan penyakit tersebut ke Pak Handoko lalu menular lagi ke pasangannya. Pasien tak sengaja menularkannya karena berdua dalam pengaruh narkoba saat melakukan hal tersebut," ungkap Dokter Andrean yang akhirnya, berhasil menyakinkan pasutri muda. Baik Nadio maupun Karmila tak menyangka dengan pernyataan dokter barusan. Mereka tak pernah lihat gelagat aneh dari Vivian, kalau memang wanita tomboi tersebut seorang pecandu narkoba. Namun, Karmila akhirnya punya pertanyaan yang menggelitik. "Jadi janin yang kemarin, benih siapa, Dok?" tanya Karmila sembari memandang dokter tersebut. "Kemungkinan besar anak suaminya. Itu masih dugaan saya dan perlu dibuktikan. Demi penyelidikan kasus yang terkait," jelas Dokter Andrean. Penjelasan dokter tersebut menjadikan Karmila teringat sesuatu. "Miss. Vivian pisah ranjang sampai akhirnya cerai itu sejak setahun lalu, Dok," urai Ka
Beberapa selang alat kesehatan menempel di bagian tubuh. Itu sudah mengindekasikan bahwa wanita yang terbaring ini sedang tidak baik-baik saja."Terima kasih masih mau memberi undangan kepada kami, Miss," ucap Nadio bernada canda agar pasien sedikit terhibur."Undangan yang bikin kalian bengong tentunya," balas Vivian dengan bibir bergetar.Kedua mata wanita tomboi tersebut sayu dan bisa dibilang hampir hilang cahayanya. Raut wajah yang dulu bersih segar, kini pucat pasi bagai tak dialiri darah. Pasutri muda yang sedang berdiri di depannya memandang dengan perasaan tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan air mata Karmila tak tertahan lagi, mengalir deras, membasahi kedua pipi.Nadio seketika memeluk sang istri lalu berbisik,"Tahan dulu. Biar dia gak tambah sedih."Karmila pun mengangguk dan segera mengusap buliran-buliran bening tersebut dengan tisu. Kini, hanya tersisa isakan dan bunyi napas yang sesak. Namun, Karmila menahannya agar tak terdengar oleh Vivian."Miss. Vivian haru