"Luke!!" teriak Leon memanggil Luke.
Luke yang merasa di panggil langsung masuk kedalam ruangan Leon dengan cepat bersama Ray.
"Hubungi Johny, Dery, Dejun, Mark, Steffen, Eric, Kenzo, suruh mereka kumpul di rumah."
"Tapi Mark, Johny dan Eric kan lag--"
"AKU TIDAK PEDULI! SURUH MEREKA KEMBALI SEKARANG!!" Leon membentak kuat membuat Ray dan Luke terkejut.
"Baik boss." Luke dan Ray segera keluar dari ruangan Leon, mereka langsung menghubungi teman-teman dunia gelap Leon.
Leon merasa sangat frustasi sekarang, dia merasa yakin dengan mafia yang terus mengejar keluarga Naya adalah ayahnya sendiri. Apa yang harus dia lakukan untuk melindungi Naya dari ayahnya. Dia memang memiliki banyak anak buah, namun ayahnya juga cukup kuat. Leon jadi merasa sangat binggung. Dia harus bagaimana sekarang. Apa dia harus berhenti menjadi seorang mafia, tapi sayang sekali, sudah banyak pencapaian yang dia lakukan semenjak menjadi seorang mafia.
Drrrt Drrrt
Ponsel Leon bergetar, ada pesan masuk. Leon langsung membukanya, pesan itu berasal dari Nara yang mengirimkan sebuah foto.
Nara : sent you pictures
Nara mengirimkan foto Naya yang sedang duduk di ayunan sambil tersenyum, Leon tau itu di halaman belakang di gedung bagian timur. Dia terus memperhatikan foto itu, tanpa sadar bibir Leon tersenyum. Naya terlihat sangat cantik saat tersenyum, bibirnya yang mungil dan matanya yang hilang karena tertarik senyum membuat dia semakin cantik. Leon menghela napasnya panjang, dia baru saja merasa sedikit tenang melihat Naya baik-baik saja bersama Nara. Walaupun jauh di dalam hati Leon, dia sedikit takut kalau dirinya tidak bisa menjaga Naya dan keluarganya dengan baik. Namun dia ingat dengan tekad yang sudah dia bentuk di dalam dirinya. Dia miliki tanggung jawab sekarang, anggap saja ini sebagai ujian karena ingin melindungi cinta pandangan pertamanya yaitu Naya.
"Apa itu cinta, tidak mungkin aku mencintainya," ucap Leon sambil menggeleng-ngelengkan kepalanya mematikan ponselnya lalu kembali memeriksa berkas-berkas yang masih menumpuk.
*****
"Nara, ini sangat indah, udara disini juga sangat segar," ucap Naya sambil menarik napas lalu menghembuskannya perlahan.
"Inilah tempat yang paling ku sukai di gedung timur, aku sering beristirahat disini."
"Apakah pekerjaan mu begitu berat?" tanya Naya menatap Nara yang berada di sampingnya.
"Tidak begitu berat."
"Kenapa kau tidak bekerja di rumah sakit saja? "
"Aku dan Leon sudah sangat lama berteman, lagian disini aku mendapatkan gaji 4x lebih banyak dari dokter di rumah sakit."
"SERIUS?!"
Nara menganggukan kepalanya.
"Sepertinya dia benar-benar tidak tau cara menghabiskan uang ya Nar,"
"Iya, sangat tidak tau cara menghabiskan uang, karena uangnya tak pernah habis, setiap hari selalu masuk, dan itu semua dengan nominal yang luar biasa besarnya."
"Oh iya, aku kuliah di jurusan kedokteran juga loh."
"Sungguh? Wahh beruntung sekali Leon."
"Tapi aku masih semester 4."
"Aku akan membantumu menyelesainkan kuliah mu dengan cepat, beri tahu aku jika kau membutuhkan bantuan dalam mengerjakan tugas," ucap Nara menyakinkan Naya, namun Naya rasa kuliahnya akan berhenti sampai disini. Karena Leon pasti tidak akan mau dirinya kuliah.
Naya menundukkan kepala.
"Ada apa?" tanya Nara menatap Naya.
"Apa aku masih bisa kuliah?"
"Tentu saja, mengapa tidak?"
"Aku tidak memiliki banyak uang, bahkan aku tidak memiliki uang. Ayahku bangkrut, adikku saja sudah tidak sekolah," ucap Naya pelan namun masih bisa di dengar oleh Nara.
"Tidak mungkin Leon tidak menyuruhmu untuk melanjutkan kuliah, anak buah disini semuanya S1 dan Leon sendiri yang membayar semua kuliah mereka." seketika mata Naya melebar, mulun menganga. "Sungguh, aku tidak berbohong, bahkan ada yang S2."
Naya menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Dia mem--"
BRUMM BRUMM BRUMM
Suara mobil yang cukup kuat membuat Nara berhenti berbicara. Nara langsung panik seketika.
"Ini pasti ada masalah," ucap Nara dalam hati.
"Sebaiknya kita segera masuk," ajak Nara menarik tangan Naya. Naya yang tampak binggung dengan gaya jalan Nara yang tampak tergesa-gesa membuatnya kesulitan untuk mengejar Nara.
Nara langsung duduk di ruangan cctv miliknya, dia melihat banyak mobil sport yang sudah tak asing baginya, parkir di baseman gedung barat.
"Ada apa Nara?" tanya Naya menatap monitor Nara yang sangat banyak secara bergantian.
"Hmm... tidak ada apa-apa hanya saja teman Leon tiba-tiba datang, sepertinya mereka akan mengadakan rapat besar malam ini. Kau harus tetap berada di gedung selatan, tidak boleh keluar dari sana."
"Kenapa?"
"Kau adalah orang yang di lindungi oleh Leon."
"Aku tidak mengerti dengan situasi seperti ini."
"Aku tidak bisa menceritakannya kepada mu, aku harus ke gedung barat sekarang, sebelum Leon kembali dari kantornya."
"Bagimana dengan ku?"
"Kau berbicaralah lah dengan anak buah Leon yang berada di gedung selatan. Aku akan mengantarmu sekarang ke gedung selatan," ucap Nara mengenggam tangan Naya.
"Oke... baik lah." Naya menurut dengan Nara. Tampak dari muka Nara yang sangat tidak tenang.
"Ada apa ini sebenarnya," ucap Naya dalam hati ketika melewati lorong menuju gedung selatan.
"Aku mengantarmu hanya sampai disini, kau naiklah sendiri ke atas," ucap Nara membuka pintu lift. Kamar Nara dan Leon terletak di gedung selatan di lantai 4, sedangkan pekerja berada di lantai 2 dan 3 sisanya di lantai 4. Untuk lantai 1 itu kosong, hanya untuk menerima tamu yang tak begitu akrab.
Di dalam lift Naya merasa ada yang tak beres dari semuanya. Namun dia berusaha untuk positif thinking dan mencoba untuk biasa saja dengan situasi ini, mungkin dia agak sedikit syok dengan banyak mobil yang terparkir dan suara mobil yang cukup keras.
Setelah sampai di lantai 4 Naya melihat anak buah Leon yang sedang menelfon seseorang, Namun Naya tidak ingin menguping, dia langsung menuju kamarnya dan berbaring, rasanya suhu badannyasekarang sedang tidak stabil dan matanya terasa begitu berat. Naya membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
*****
Nara berlari melewati lorong menuju gedung barat. dia begitu tergesa-gesa, jika Leon sudah menyuruh sahabatnya untuk berkumpul, di saat bukan waktunya mereka berkumpul, pasti ada masalah, atau ada hal yang penting yang harus di bicarakan yang tak bisa di tunda.
"Ada apa ini?" tanya Nara saat dirinya sampai di ruang diskusi yang sudah ada 4 orang lelaki duduk menatap dirinya binggung. Salah satu dari mereka adalah pacar Nara.
"Aku juga tidak tau, bukannya kau yang bekerja disini?" tanya Dery.
"Leon tidak ada menghubungiku bahkan anak buah lainnya yang berada di gedung Timur Tidak ada yang mengetahui hal ini."
"Kalau begitu kita tunggu saja Leon, sebentar lagi dia akan datang." ucap Dejun memainkan ponselnya.
"Nar, kau tau tentang wanita yang tinggal bersama Leon?" tanya Steffen kekasih Nara.
"Tau, tadi aku baru saja bermain dengannya."
"Cantik kah?" tanya Kenzo yang mulai penasaran.
"Cantik, tapi sepertinya dia jauh lebih kecil dari kita," ucap Nara sambil menyandar di bangku.
"Kecil segini?" Dery menunjukkan jari kelingkingnya.
Nara langsung menoyor kepala Dery. "Kecil bukan dalam artian sebesar kelingking pinter!"
"Terus?"
"Muda maksudku."
"Kau..." Dery ingin melemparkan ponsel Dejun ke arah Nara geram.
"Kalau berani kau lempar, ku bunuh kau Dery," celetuk Steffen berdiri di depan Nara untuk melindungi gadisnya itu.
"Mampus pawangnya marah," sahut Dejun mengamankan ponselnya.
"Kenapa Leon bawa gadis itu kerumahnya? Bukannya Leon tidak suka dengan perempuan?" tanya Kenzo menatap sahabatnya bergantian.
"Di bawa kerumah bukan berati suka kali Zo," jawab Dejun melepas kaca matanya.
"Terus apa dong?"
"Kau tidak ingat gadis ini? Dia juga di bawa Leon dulu," ucap Dery menunjuk Nara.
"Narakan temen kita dari kuliah, gue rasa itu hal yang biasa. Sedangkan ini orang asing, lagian Nara bukan perempuan, dia kan makhluk jadi-jadian," celetuk Steffen melirik Nara.
"Enak saja kau..."
"Apa ini yang di namakan first lope?" Celetuk Dejun menunjukkan finger heartnya.
"Lovee!"
"Nampak banget nilai bahasa inggrisnya waktu sekolah kebakaran," papar Steffen sambil terkekeh.
"Bangsat."
"Tapi yang Dejun bilang bisa jadi sih," ucap Nara memain-maikan kursi putarnya.
"Leon mulai pubertas gitu?"
Nara mengangguk, "soalnya pas Luke telfon gue nyuruh kirimin orang ke lokasi dia, pas banget bertepatan setelah beberapa menit kemudian Leon datang mengngendong gadis itu, kalau kalian liat wajah Leon, kalian pasti engga nyangka, dia kelihatan khawatir banget sama gadis itu."
"Gadis itu kenapa?"
"Dia di kejar-kejar oleh mafia."
"Terus Gadis itu baik-baik saja kan?"
"Kalau gue periksa sih baik, cuman luka-luka kecil sama memar-memar gitu. Tapi gue rasa mentalnya kena, pasti dia agak trauma gitu sama tempat yang gelap-gelap, soalnya gue pernah nanganin orang yang sama persis sama kayak gadis itu. Kemungkinan kita atau Leon sendiri engga bakal bilang tentang pekerjaan gelapnya."
"Tapi ya... gue rasa, lambat laut pasti gadis itu bakal tau," ucap Kenzo menyenderkan kepalanya ke bangku.
"Nahh iya... Mungkin itu yang buat Leon ngumpulin kita, untuk menyembunyikan kalau kita adalah seorang pengusaha bukan mafia."
"Nanti malam ada barang masuk dari om Darma, gimana tu? tadi gue liat cctv kantor. Tapi..." Nara mengambil ponselnya tiba-tiba nada bicaranya menurun.
"Kenapa mbul?" tanya Steffen penasaran menarik kursi mendekat ke Nara.
"Leon kelihatan marah banget sama om Darma pas om Darma pergi, coba deh liat." Nara menunjukkan cuplikan vidio cctv kantor dari ponselnya.
"Engga bisa di kuatin gitu suaranya?" tanya Dery yang mulai penasaran.
"Eng--"
"Sini, coba kasih gue headset, biar gue baca dari mulutnya," ucap Kenzo, Dejun yang baru saja mengeluarkan headsetnya langsung memberikannya ke Kenzo.
"Tapi engga ada suaranya, kenapa pakai headset?" tanya Dery menatap Kenzo binggung.
"Oh iya ya, kenapa ngasih Headset sih Dejun!" bentak Kenzo sambil melempar headset milik dejun dengan bercanda.
"Ntah ni Dejun minus kepalanya," balas Steffen ikut ikut memarahi Dejun.
"Der bunuh gue Der," ucap Dejun mengeluarkan pistol dari balik jasnya.
"Liat wajah Dejun begitu lusuh..." kekeh Nara menatap Dejun yang memanyukan bibirnya. Nara sudah tidak heran dengan sahabat-sahabatnya yang suka sekali iseng satu sama lain.
"Guee tau!" pekik Kenzo tiba-tiba berdiri sambil menutup mulutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel Nara.
Spontan semua mata tertuju kepada Kenzo.
"Kau tau apa yang dia katakan?" tanya Dery menatap Kenzo. Kenzo mengangguk.
"Ay--"
"Mark,Johny dan eric belum datang ya?" tanya Leon yang baru saja masuk dengan nada dingin yang mengejutkan seisi ruangan.
"Bisa tidak kau masuk pakai salam?"
"Assalamualaikum ya ahli kubur..."
"Dijual otaak Leon masih mulus no minus." celetuk Steffen geram.
"Kau menyuruhku mengucapkan salam, sudah ku ucapakan kau tidak membalas," balas Leon dengan nada dingin dan tatapan tanjam Sambil duduk di sebelah Nara.
"Sudah,jangan rebutin aku, aku tau aku cantik," celetuk Nara dengan wajah tidak berdosa.
"Kau di jual di pasar minggu pun tidak akan laku," sahut Steffen menatap Nara.
"Kenapa?"
"Karna kau tidak bisa di beli dengan uang, kau sangat mahal harganya sampai orang tak bisa memiliki mu, hanya akulah yang bisa memiliki mu, hebatkan aku." jawab Steffen dengan senyum manis, membuat Nara klepek-klepek.
"Telah tewas jantung Nara pada hari Selasa, tanggal 35, tahun 2030, jam 13.40," ucap Dery menatap Steffen dan Nara.
"Ken, kita telalu muda untuk berada disini," bisik Dejun kepada Jeno yang mulai enek melihat Steffen dan Nara yang mulai tidak tau tempat.
Leon yang berada di samping Nara langsung berpindah duduk di samping Kenzo.
"Mengapa kau pindah?"
"Aku merasa tak pantas berada di samping spesies bucin seperti meraka."Leon mengalihkan pandangannya.
"Bukannya kau sebentar lagi dengan gadis itu?" tanya Kenzo angkat bicara.
"Gadis?" Leon tampak berpikir. "Ohh tidak... Aku hanya mengutipnya."
"Jika kau hanya mengutipnya seharusnya kau tidak peduli dengan semua tentang dirinya," cetus Steffen membuat Leon menatap Haechan tajam.
"Terserahku lah, ingin melakukan apapun, mengapa kau sibuk?" sarkas Leon menatap Steffen tajam.
"Apa ini man... Kau terlihat benar-benar peduli dengan gadis itu sekarang," jawab Steffen tersenyum.
"Apa kau sedang jatuh cinta?" Kenzo menyenggol lengan Leon.
"Jatuh cinta? Apa itu, jatuh jajanan?"
"Jatuh cinta man, c.i.n.t.a, sarang, love," ucap Dery memujukkan finger heart ke arah Leon.
"Aku tidak peduli tentang hal itu, yang aku rasakan sekarang aku ingin melindungi gadis itu dari ayahku." Leon membuka mach book yang dia bawa.
"Aaaa....." sereta semua orang tersenyum ke arah Leon.
"Apa?"
"Tidak ada, ayo mulai," ucap Dejun tersenyum.
"Kalau kita mulai bagaimana dengan Johny, Mark dan Eric?" Tanya Dery menghentikan semua pergerakan.
"Mereka tidak akan datang, kita akan melakukannya ber 6." Leon terlihat dingin sekali.
"Tidak jelas kau Leon!" kesal seisi ruangan menatap Leon memburu. Padahal tadi dia lah yang menyakan keberadaan Johny, Eric dan Mark, ketika baru saja masuk.
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan gadis itu?" tanya Kenzo dengan wajah yang terlihat serius.
"Ayah Naya bangkrut karena di tipu temannya, mereka terjerat banyak utang dan di kejar oleh seorang mafia. Mafia itu sepertinya ayahku, dia menyekap Naya beberapa hari yang lalu."
"Mengapa dia mengejar Naya?"
"Sepertinya karena Ibu naya pernah melakukan hubungan intim dengan ayahku, saat dia mengetahui kalau Naya adalah anak dari wanita itu, dia ingin melakukan hal menjijikan itu kepada Naya."
"Aisshhh...."
"Itu mengapa aku ingin melindungi Naya dan keluarganya."
"Aku merasa ada yang ganjal dengan kebangkrutan ayahnya, cobak kau cari tau tentang itu Kenzo. Sepertinya kebangkrutan itu di lakukan oleh om Darma," ucap Dejun dengan raut wajah yang serius.
"Hubungan mu dengan ayahmu akan bertambah buruk."
"Biarlah, aku sudah tidak menganggapnya sebagai ayahku lagi."
"Bagaimana kita akan menjual barang ilegal lagi, jika hubungan mu dan ayah mu memburuk," ucap Steffen menatap Leon.
"Sebenarnya, narkoba dan senjata itu, ayahku dapatkan dari paman Kim, cuman ayahku melakukan hal ini agar mendapatkan pengahasillan banyak, supaya dia bisa menyewa banyak wanita."
"Lalu apa yang mau kau lakukan sekarang?"
"Aku akan berhenti memasok narkoba dan barang ilegal lainnya, aku sudah memikirkan hal itu, lagian uangku masih akan tetap banyak walaupun tidak memasok barang-barang ilegal itu. Mulai sekarang aku akan fokus ke Naya dan keluarganya, pertama aku akan Memindahkan ayah dan ibu Naya ke luar negeri untuk sementara waktu dan meminta mereka untuk mengganti nama, begitupun dengan Naya. Saat Naya berada di kampus aku ingin anak buah mu Nara, yang berada di jurusan kedokteran, suruh mereka mengawasi Naya dan juga anak buah mu Steffen yang masih baru-baru legal ikut masuk ke dalam kampus. Aku masih ingin melihat motif Ayah ku ini apa? Jika ini benar-benar untuk kepuasan nafsu berati ada sangkut pautnya dengan om Gunawan."
"Om Gunawa?"
"Iya, pria penjual organ manusia dan wanita."
"Om Gunawan?" "Pria penjual organ dan wanita." Semua mata tertuju kepada Leon. Steffen mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. "Ini otakku yang ke kecilan atau gimana ya?" tanya Steffen dengan raut wajah binggung. "Sejak kapan kamu punya otak?" celetuk Nara yang berada di samping Haechan. "Punya lah, emang kayak kamu otak di gadain ke shopee." "Enak aja..." "Gue engga paham dengan hubungan om Gunawan, ayahmu dan keluarga Naya," ucap Dery menyengir. "Terimakasih Dery kau sudah mewakiliku," sahut Steffen ikut menyengir. "Jadi gini, ayah Leon itu tau kalau anaknya menyimpan gadis cantik di rumahnya, dan ayah Leon bilang kalau gadis itu adalah anak dari wanita yang pernah menj
Naya tidur dengan nyenyak di pelukan Leon, pelukannya sekarang bagaikan penangkal bagi Naya, seakan mimpi-mimpi buruk tidak berani masuk saat Leon sudah memeluk Naya. Dia sangat nyaman di pelukan Leon. Hingga matahari sudah naik, keduanya masih tetap tertidur dengan pulas. Leon sama sekali tidak melepas pelukannya dari Naya, membuat Naya tak bisa bergerak. Semakin lama matahari semakin tinggi, hingga menembus jendela kamar, membuat Naya merasa terganggu. Dia membuka matanya perlahan dan langsung di sungguhkan dengan dada Leon secara langsung tanpa di halang oleh baju. Sepanjang malam Leon telanjang dada memeluk Naya membuat Naya menunduk melirik bajunya yang terlihat masih aman, sekilas dia telah berpikiran aneh. "Aku sudah katakan, aku tidak akan melakukan apapun," ucap Leon dengan suara khas baru bangun tidur. Naya mendongak, dia menatap wajah Leon, yang masih memejamkan matanya.  
Di rumah, Naya mondar mandir di depan lift menunggu Leon kembali. Sudah hampir 3 jam Leon tak kunjung pulang, apakah dia baik-baik saja? Bagaimana dengan keluarganya, terutama sang adik. Apakah mereka terluka? Sangat banyak pertanyaan yang muncul di kepala Naya, bisa-bisa dia gila jika pertanyaan itu terus menerus muncul di kepalanya. Naya mengambil ponselnya mencoba menghubungi Leon namun telfonya tidak aktif, ingin menghubungi keluarganya namun Leon menyuruh Naya untuk tidak menghubungi siapa pun. Ting... Lift terbuka memunculkan Luke dan Ray begitupun dengan 4 sahabat Leon dan ada Nara juga. Naya segera mendekati mereka. "Leon diman--" Ucapan Naya terhenti saat dia melihat Leon keluarganya saat Luke dan Ray keluar dari lift. "Ayah... Ibu..." pekik Naya memeluk ibu dan ayahnya b
"Di temukan 3 mayat lelaki tergeletak di perubahan kecil. Pihak keluarga sama sekali tidak tahu menahu tentang kejadian tersebut. Terkhir korban mengatakan bahwa dia akan pergi keluar kota untuk bekerja.3 pria itu berumur 28 tahun, ketiga-tiganya di temukan tewas karena bunuh diri, dengan bukti tembakan yang masih mereka pegang. Sejauh ini polisi masih menyelidiki kasusnya, dan belum mengetahui apa motif bunuh diri dari 3 pria tersebut.""Bunuh diri lagi? Baru beberapa jam lalu ada berita bunuh diri." "Wahh... Benarkah?""Iya, sekitar jam 5 tadi sore di temukan mayat di dusun sebelah.""Kita harus berhati-hati ya berati mulai sekarang."Seketika suasana menjadi ricuh, akibat ocehan-ocehan serta tanggapan beberapa orang setelah mendengar berita menegangkan di televisi. Budaya membicarakan orang lain apalagi orang yang telah meninggal sangat sulit di hilangkan.Gadis yang sedari ta
Hara melangkahkan kakinya menuju apartement barunya, dia baru saja pulang dari kantor Dery, setelah mengajak lelaki itu balikan. Sekarang status dirinya telah memiliki seorang pacar, sepanjang jalan Hara tersenyum menyeringai, dia merasa bangga pada dirinya karena hanya dengan waktu sekejap dia bisa menaklukan hati Dery, mantan kekasihnya tersebut yang sekarang telah menjadi kekasihnya kembali.Hara merenggangkan tubuhnya sebelum membuka knop pintu. Tubuhnya sangat lelah akibat tak tidur semalaman, dia sibuk menyusun barang-barang yang dia bawa dari rumah lama ke apartement barunya. Hara sekarang tinggal di apartment bersama Abil sang adik di suruh oleh nyonya Eliana. Dia telah bekerja di bawah naungan wanita tersebut mulai hari ini. Bagaikan memenangkan lontre yang bernilai besar, Hara bisa memiliki semuanya mulai sekarang."Aku pulang...," seru Hara melihat sekeliling yang terlihat kosong. Dia berjalan menuju kamar Abil."A
Pria berpakaian serba hitam masuk ke salah satu mension, mension ini sangat berbeda dengan mension bisanya, mension ini digunakan bukan untuk tempat tinggal namun digunakan untuk menyimpan senjata dan tempat bekerja."Apa wanita itu sudah menjalankan tugasnya?" tanya pria tersebut kepada salah satu anak buahnya yang sedang memandang monitor."Sudah tuan, dia menjalankan tugasnya dengan baik.""Bagus, ada gunanya juga aku menahan nafsuku selama ini karena mendidik dia untuk menjadi anak buah yang hebat," ucap pria itu berjalan menuju ke salah satu senjata miliknya."Kalau begitu masuk ke misi selanjutnya," lanjut pria itu dengan senyum menyeringgan menatap monitor yang memperlihatkan seorang gadis sedang menonton tv dengan beberapa berkas yang berserakan di sekitarnya.DrrrtDrrrtPria itu mengambil ponselnya yang bergetar, dia melihat nama yang muncul yaitu Eliana."Bagaimana pekerjaanku
Pagi yang cerah, matahari hari bersinar sangat indah. Leon baru saja selesai mandi, dia sedang merapikan pakaiannya. Hari ini dia bangun lebih cepat dari Naya, lebih tepatnya dia sama sekali tak tidur karena terus memandang wajah Naya yang begitu tenang saat sedang tidur.Setelah selesai merapikan pakaiannya dan rambutnya, Leon berjalan mengendap-ngendap mengambil tap dan machbooknya secara perlahan agar Naya tidak terbangun."Tu--""Sstttt....." Luke menutup mulutnya berjalan mendekati Leon sambil mengendap-ngendap."Ayo tuan berangkat," bisik Luke di telinga Leon yang di jawab anggukan oleh Leon."Pergilah keluar, sebentar lagi aku akan keluar. Aku harus pamit terlebih dahulu dengan Naya," balas Leon dengan berbisik juga.Luke mengangguk, dia berjalan keluar dari kamar Leon sambil mengendap-ngendap.Leon yang telah memastikan Luke sudah keluar dari kamarnya berjalan mendekati Naya yang masih tertidur pulas.Cu
Helikopter turun di hotel milik keluarga Mark, Leon dan 4 sahabatnya bergegas segera turun."Apa sudah bisa di lacak, siapa yang melakukannya?" tanya Leon kepada anak buah Mark yang menjemputnya di depan hotel."Tuan Mark mencurigai satu orang tuan," ucap Juan sambil fokus menyetir."Siapa?" tanya Kenzo yang mulai mengecek cctv yang di kirimkan tim Nara."Saudara tiri tuan Leon," seru Juan memberhentikan mobilnya tak jauh dari lokasi bar milik Leon, terlihat di sekitar bar ada 3 mobil pemadam."HAH?! SAUDARA TIRI?" pekik Kenzo terkejut.Leon dan Juan tidak menjawab mereka sudah lebih dulu turun dari mobil. Leon berlari menuju Mark yang berdiri dengan wajah khawatir."Apa ada korban?" tanya Leon menatap bar yang habis terbakar."Tidak, hanya luka-luka kecil," sahut Mark memandang pasrah."Bagaimana bisa kau tidak ada di tempat?" Steffen angkat bicara."Aku tadi mendapatkan tele
"Leon..." panggil seorang dari pintu, Leon menoleh kebelakang, itu adalah Naya yang sedang menatapnya membawa selimut untuk menutupi badannya padahal dia telah memakai pakaian. Dia berjalan kearah Leon sekarang dengan rasa takut dan ragu. Leon yang paham mengeserkan duduknya hingga mentok di pinggir pegangan pinggir kursi, agar dia menjaga jarak dari Naya. Naya duduk di samping Leon , menutup badannya."Ada apa hmm?" tanya Leon dengan lembut sambil menatap Naya, namun Naya tidak menatap dirinya."Aku takut..." lirih Naya sambil menatap bintang."Dia sudah mati, jangan takut.""Kau sudah melihat tubuhku, apa kau akan jadikan aku sebagai budak nafsu mu dan teman-teman mu?""Apa maksud mu Naya?""Aku takut... Akuu takut hikss... Leon... Aku takut..." Naya mulai menangis lagi."Naya dengarkan aku, aku mungkin laki-laki sama seperti penjahat itu, tapi aku tidak sebejat dirinya, bukannya sudah ku katakan?
"Leon bagaimana ini ada 2 lokasi yang harus kita lihat, dan jarahnya cukup jauh keduanya," ucap Kenzo menatap machbooknya. Ada dua titik lokasi antara ponsel Darma dan titik lokasi jam tangan Naya."Makasud mu apa?!""Kita mengikuti jam tangan Naya atau lokasi ponsel ayah mu? Ada dua kemungkinan yang terjadi di sin--""Aku pilih jam tangan Naya, aku yakin Naya masih menggunakan jam tangannya cuman telah tersenggol lagi dengan yang lain mungkin mengakibatkan jamnya sudah tidak menghasilkan suara lagi.""Kalau mengikuti jam tangan Naya artinya Naya berada di hotel bintang lima itu, jaraknya hanya 3 kilo dari sini."Leon melepaskan pengamannya saat tau helikopter yang dia naiki akan turun di salah satu kantor milik sepupu Kenzo. Leon mengambil pistol miliknya yanga dia rakit sendiri lalu di sembunyikannya di balik kaosnya."Apa pun yang terjadi di hotel nanti ntah Naya berpakaian atau
Hara masuk kedalam Lab, smeua mata tertuju kepada dirinya, membuat Hara gugup dia merasa teman-temannya tau kalau Naya pergi di bawa oleh seseorang.TRING!!Hara terkejut ponselnya berbunyi, dia mengambil ponslenya melihat nama yang muncul dari ponselnya. Dia adalah Eliana."Halo nyonya aku te--"'Cepat pergi dari sana! Bersembunyilah, Leon dan yang lain sedang menuju kampus!'"Hah?! Lalu bagaiman ini, aku akan ke apartemen mu saja ya?"'Tidak! Aku sedang dalam perjalan menuju Eropa, kau urus lah diri mu sendiri lagi, terimasih telah menjadi budak ku."Titt....Sambungan terputus, Hara panik bukan main, dia tidak tau harus bersembunyi dimana sekarang. Dengan cepat dia membereskan smeua barang-barangnya lalu berlari kearah parkiran. Dia akan pergi jauh ketempat kampung orang tua yang sangat terpencing. Hara yang sudah panik tidak menghubungi adiknya terlebih dahul
Pagi ini hujan turun, membuat udah yang masuk kedalam kamar Leon sangatlah dingin. Naya sudah mematikan ac di kamar Leon namun dirinya dan Leon masih enggan bangun meninggalkan kasur yang sangat membuat keduanya nyaman. Posisi keduanya masih saling berpelukan, seperti posisi saling peluk adalah posisi yang membuat keduanya nyaman.Naya membukannya matanya perlahan, karena ingat dia harus pergi kuliah sebum jam 9. Saat mngerjapkan matanya dia melihat Leon yang masih tertidur menghadap dirinya, bentuk wajah Leon sangat indah ternyata, membuat Naya terpesona."Sudah bangun?" suara berat yang selalu Naya dengar saat bangun tidur adalah suara Leon yang masih memejamkan matanya namun ternyata dia telah bangun."Hmmm sudah," ucap Naya sambil mengulet. "Pergi mandi sana, sekarang jadwal membersihkan luka di perut mu.""Engga mau mandi, malas, dingin," ucap Leon sambil ngedusel ke bahu Naya seperti anak kecil.
"Hara, aku ada sedikit kurang paham dengan tugas yang di berikan buk Syla tadi,""Mau mengerjakannya bersama-sama?" tawar Hara kepada Naya.Naha mengangguk antusias "Apa kau tidak sibuk?""Tidak, adikku sedang tidak pulang kerumah beberapa hari ini, dia tidur di rumah kawannya yang berada di dekat kampus, karena masihh ujian praktikum jadi mereka ngumpul untuk belajar bersama.""Kalau begitu aku akan menghubungi Leon terlebih dahulu." Naya mengambil ponselnya dari dalam tasnya untuk meminta izin kepada Leon."Leon ada menghubungi mu Luke?" tanya Naya kepada Luke.Luke mengangguk, "Tadi ada, tapi udah 1 jam yang lalu, emangnya ada apa?""Aku ingin meminta izin kepadanya, aku mau membawa Hara kerumah, kira-kira boleh tidak ya?""Coba saja kau hubungi."Naya mengangguk menghidupkan ponselnya mencari nama Leon. Setelah menemukannya, Naya langsung menekan tombol hijau.
"Rumah sama kecil ku?""Itu rencana yang aku katakan untuk memberi pelajaran kepada om Darma," ucap Kenzo dengan percaya diri."Kau..." Leon menggantung ucapannya menatap Kenzo tajam. Kenzo balik menatap Leon sambil menenguk ludah, wajah Leon tidak seperti ekspetasi Kenzo yang rasa akan terlihat senang, namun kenyataannya dia salah, Leon saat ini sedang mengeraskan rahangnya, mengerutkan keningnya."Sini!" bentak Leon sambil membesarkan matanya sekarang.Kenzo berjalan mendekati Leon dengan rasa sedikit takut. Seketika seisi meja makan mendadak bungkap dan ketakutan."A-apa aku melakukan kesalahan?""Tidak, tapi pekerjaan mu itu bagus," ucap Leon mengubah mimik wajahnya menjadi senang.Kenzo langsung tertawa melihat perubahan wajah Leon yang mengejutkan. Anak buah yang lain, yang ikut serta dalam pembakaran tadi malam ikut tertawa."Tapi tuan, bagaimana kalau di dalam sana tidak ada ayah
Naya duduk di samping Leon, tubuhnya masih terus bergetar, dia masih merasa ketakutan. Leon sekarang sedang berbaring tidak sadarkan diri di tempat tidur. Darah yang dia keluarkan cukup banyak membuat tubuhnya menjadi lemas."N-nara apa kau punya obat penenang?"Nara mengangguk, "Ini, minumlah, setelah itu kau tidur."Naya mengambil obat penenang yang Nara berikan. "Apa kau mau memelukku Nara? Tubuhku menolak untuk tidur jika tidak ada yang memelukku.""Tentu saja, ayo tidur di kamar sebelah. Biar ku pijat juga badan mu agar lebih rileks."Naya mengangguk dia berdiri dan berjalan lebih dulu ke kamarnya. Naraa berjalan di belakang Naya."Aku akan mengambilkan minum untuk mu sebentar," ucap Nara berjalan kearah dapur.Naya mengangguk lemah."Bagimana keadaannya?" tanya Steffen mendekati Nara."Leon belum siuman cuman pendarahannya sudah ku hentikan, kalau Naya, dia masi
Leon menikmati suasa kafe yang bernuansa perkebunan ini, dia dapat menikmati kenikmatan udara yang masuk delama lobang hidungnya, sengguh sejuk, padahal hari sudah terbilang siang, matahari sudah hampir berada di atas kepala."Udah alam engga kesini rasanya masih sama aja ya," ucap leon memejamkan matanya, menikmati setiap hembusan napasnyang sangat nikmat sampai dirinya tak ingin melewati satu kenikmatan pun."Iyaa, masih asri bahkan lebih asri jika di lihat-lihat," sahut Kenzo yang melihat-lihat sekelilingnya."Gue pengen buat belakang rumah gue kayak gini, kira-kira butuh berapa tukang kebun ya?""Lo gila, mau letak bunga-bunga cantik kayak gini di belakang rumah? Ingat helikopter lo bejibun ya Leon, belum terbang helikopter lo masih di panasin di bunga udah berceceran kemana-mana," celetuk Kenzo mengingat belakang rumah Leon ada 4 helikopter dan 3 pesawat wing."Iya juga ya, kalau gitu gue beli rumah lagi deh untuk di bi
"Leon apa kau yakin ingin pergi kerumah ayahmu?" Kenzo menarik bahu Leon."Iya, aku sangat muak dengan dirinya!" kesal Leon dengan wajah yang sudah terlihat memerah."Jangan lakukan itu, luka di perutmu masih basah, bisa berdarah kembali jika kau banyak bergerak.""Aku tidak peduli, aku ingin membunuhnya sekarang," ucap Leon membuka bagasi mobilnya dan mengambil pistol yang dia buat sendiri."Leon, jangan membuat Naya menangis untuk kedua kalinya, aku akan mengurus semua ini aku akan memperketat semua pengamanan dan turun ke lapangan sendiri untuk memata-matai ayah mu.""Jika aku tidak kerumahnya sekarang, dia akan masuk ke rencana selanjutnya Kenzo, kau macam tidak tau bagaimana ayahku," cerca Leon menatap Kenzo dengan penuh amarah."Cukup-cukup cobalah tenang, ada hal yang ingin ku memberi tahu kepada mu, kalau anak buah kita ada yang berhasil masuk ke dalam