Pria berpakaian serba hitam masuk ke salah satu mension, mension ini sangat berbeda dengan mension bisanya, mension ini digunakan bukan untuk tempat tinggal namun digunakan untuk menyimpan senjata dan tempat bekerja.
"Apa wanita itu sudah menjalankan tugasnya?" tanya pria tersebut kepada salah satu anak buahnya yang sedang memandang monitor.
"Sudah tuan, dia menjalankan tugasnya dengan baik."
"Bagus, ada gunanya juga aku menahan nafsuku selama ini karena mendidik dia untuk menjadi anak buah yang hebat," ucap pria itu berjalan menuju ke salah satu senjata miliknya.
"Kalau begitu masuk ke misi selanjutnya," lanjut pria itu dengan senyum menyeringgan menatap monitor yang memperlihatkan seorang gadis sedang menonton tv dengan beberapa berkas yang berserakan di sekitarnya.
Drrrt
Drrrt
Pria itu mengambil ponselnya yang bergetar, dia melihat nama yang muncul yaitu Eliana.
"Bagaimana pekerjaanku
Pagi yang cerah, matahari hari bersinar sangat indah. Leon baru saja selesai mandi, dia sedang merapikan pakaiannya. Hari ini dia bangun lebih cepat dari Naya, lebih tepatnya dia sama sekali tak tidur karena terus memandang wajah Naya yang begitu tenang saat sedang tidur.Setelah selesai merapikan pakaiannya dan rambutnya, Leon berjalan mengendap-ngendap mengambil tap dan machbooknya secara perlahan agar Naya tidak terbangun."Tu--""Sstttt....." Luke menutup mulutnya berjalan mendekati Leon sambil mengendap-ngendap."Ayo tuan berangkat," bisik Luke di telinga Leon yang di jawab anggukan oleh Leon."Pergilah keluar, sebentar lagi aku akan keluar. Aku harus pamit terlebih dahulu dengan Naya," balas Leon dengan berbisik juga.Luke mengangguk, dia berjalan keluar dari kamar Leon sambil mengendap-ngendap.Leon yang telah memastikan Luke sudah keluar dari kamarnya berjalan mendekati Naya yang masih tertidur pulas.Cu
Helikopter turun di hotel milik keluarga Mark, Leon dan 4 sahabatnya bergegas segera turun."Apa sudah bisa di lacak, siapa yang melakukannya?" tanya Leon kepada anak buah Mark yang menjemputnya di depan hotel."Tuan Mark mencurigai satu orang tuan," ucap Juan sambil fokus menyetir."Siapa?" tanya Kenzo yang mulai mengecek cctv yang di kirimkan tim Nara."Saudara tiri tuan Leon," seru Juan memberhentikan mobilnya tak jauh dari lokasi bar milik Leon, terlihat di sekitar bar ada 3 mobil pemadam."HAH?! SAUDARA TIRI?" pekik Kenzo terkejut.Leon dan Juan tidak menjawab mereka sudah lebih dulu turun dari mobil. Leon berlari menuju Mark yang berdiri dengan wajah khawatir."Apa ada korban?" tanya Leon menatap bar yang habis terbakar."Tidak, hanya luka-luka kecil," sahut Mark memandang pasrah."Bagaimana bisa kau tidak ada di tempat?" Steffen angkat bicara."Aku tadi mendapatkan tele
Helikopter milik Leon mendarat sempurna di halaman belakang rumah Leon. Anak buah Leon berdiri di pintu belakang menyambut kedatangan 2 helikopter, Nara yang berdiri paling depan tersenyum saat melihat sang kekasih Steffen kembali dengan selamat. Semua anak buah Leon membungkuk saat Leon lewat, Leon tak membalas membukuk dia langsung saja masuk meninggalkan 4 sahabatanya."Si Leon ngapatu cepat amat jalannya," ujar Steffen melihat punggung Leon yang mulai menjauh."Naya sakit," ucap Nara membuat 4 sahabatnya terkejut."Sakit? Sakit apa?" tanya Dejun kepada Nara."Sepertinya Naya banyak pikiran, membuat datang bulannya tidak teratur dan membuatnya sakit perut.""Aishh... Pasti rasanya sakit sekali tidak seperti biasanya kau datang bulan," seru Steffen. "Kaau pergilah liat ke adaan Naya, aku dan yang lain akan bersih-bersih terlebih dahulu."Nara mengangguk, "Baiklah."Nara berjalan menuju kamar
"Lebihh cepatt lagii Lukee... Lebih cepat lagiii..." seru Naya yang sekarang sedang berada di mobil dengan rasa yang penuh khawatir. Darah yang berada di perut Leon terus keluar tak henti-henti."Iya nyonya iyaa." Luke menaikkan pedal gasnya, saat semua mobil telah menepi."Ku mohon bertahan lah Leon... Hiks.... Bertahanlah..." tangis Naya pecah melihat wajah Leon pucat pasih. Apalagi tadi saat dia melihat saat Leon tertembak di depan matanya sendiri. Flasback on"NAYA AWAS!!"Leon berlari kearah Naya, sedangkan Naya yang samar mendengarkan teriakan Leon tetap berdiri di tempat sambil tersenyum.DorrDorrLeon memeluk Naya erat, membuat 2 tembakan berhasil mengenai perutnya. Kemeja putihnya telah berganti warna menjadi merah. Semua orang yang berada di acara itu berteriak kuat."LEON!!""Syukurlah kau tidak kenapa-napa," ucap Leon sambil tersenyu
"Leon apa kau yakin ingin pergi kerumah ayahmu?" Kenzo menarik bahu Leon."Iya, aku sangat muak dengan dirinya!" kesal Leon dengan wajah yang sudah terlihat memerah."Jangan lakukan itu, luka di perutmu masih basah, bisa berdarah kembali jika kau banyak bergerak.""Aku tidak peduli, aku ingin membunuhnya sekarang," ucap Leon membuka bagasi mobilnya dan mengambil pistol yang dia buat sendiri."Leon, jangan membuat Naya menangis untuk kedua kalinya, aku akan mengurus semua ini aku akan memperketat semua pengamanan dan turun ke lapangan sendiri untuk memata-matai ayah mu.""Jika aku tidak kerumahnya sekarang, dia akan masuk ke rencana selanjutnya Kenzo, kau macam tidak tau bagaimana ayahku," cerca Leon menatap Kenzo dengan penuh amarah."Cukup-cukup cobalah tenang, ada hal yang ingin ku memberi tahu kepada mu, kalau anak buah kita ada yang berhasil masuk ke dalam
Leon menikmati suasa kafe yang bernuansa perkebunan ini, dia dapat menikmati kenikmatan udara yang masuk delama lobang hidungnya, sengguh sejuk, padahal hari sudah terbilang siang, matahari sudah hampir berada di atas kepala."Udah alam engga kesini rasanya masih sama aja ya," ucap leon memejamkan matanya, menikmati setiap hembusan napasnyang sangat nikmat sampai dirinya tak ingin melewati satu kenikmatan pun."Iyaa, masih asri bahkan lebih asri jika di lihat-lihat," sahut Kenzo yang melihat-lihat sekelilingnya."Gue pengen buat belakang rumah gue kayak gini, kira-kira butuh berapa tukang kebun ya?""Lo gila, mau letak bunga-bunga cantik kayak gini di belakang rumah? Ingat helikopter lo bejibun ya Leon, belum terbang helikopter lo masih di panasin di bunga udah berceceran kemana-mana," celetuk Kenzo mengingat belakang rumah Leon ada 4 helikopter dan 3 pesawat wing."Iya juga ya, kalau gitu gue beli rumah lagi deh untuk di bi
Naya duduk di samping Leon, tubuhnya masih terus bergetar, dia masih merasa ketakutan. Leon sekarang sedang berbaring tidak sadarkan diri di tempat tidur. Darah yang dia keluarkan cukup banyak membuat tubuhnya menjadi lemas."N-nara apa kau punya obat penenang?"Nara mengangguk, "Ini, minumlah, setelah itu kau tidur."Naya mengambil obat penenang yang Nara berikan. "Apa kau mau memelukku Nara? Tubuhku menolak untuk tidur jika tidak ada yang memelukku.""Tentu saja, ayo tidur di kamar sebelah. Biar ku pijat juga badan mu agar lebih rileks."Naya mengangguk dia berdiri dan berjalan lebih dulu ke kamarnya. Naraa berjalan di belakang Naya."Aku akan mengambilkan minum untuk mu sebentar," ucap Nara berjalan kearah dapur.Naya mengangguk lemah."Bagimana keadaannya?" tanya Steffen mendekati Nara."Leon belum siuman cuman pendarahannya sudah ku hentikan, kalau Naya, dia masi
"Rumah sama kecil ku?""Itu rencana yang aku katakan untuk memberi pelajaran kepada om Darma," ucap Kenzo dengan percaya diri."Kau..." Leon menggantung ucapannya menatap Kenzo tajam. Kenzo balik menatap Leon sambil menenguk ludah, wajah Leon tidak seperti ekspetasi Kenzo yang rasa akan terlihat senang, namun kenyataannya dia salah, Leon saat ini sedang mengeraskan rahangnya, mengerutkan keningnya."Sini!" bentak Leon sambil membesarkan matanya sekarang.Kenzo berjalan mendekati Leon dengan rasa sedikit takut. Seketika seisi meja makan mendadak bungkap dan ketakutan."A-apa aku melakukan kesalahan?""Tidak, tapi pekerjaan mu itu bagus," ucap Leon mengubah mimik wajahnya menjadi senang.Kenzo langsung tertawa melihat perubahan wajah Leon yang mengejutkan. Anak buah yang lain, yang ikut serta dalam pembakaran tadi malam ikut tertawa."Tapi tuan, bagaimana kalau di dalam sana tidak ada ayah
"Leon..." panggil seorang dari pintu, Leon menoleh kebelakang, itu adalah Naya yang sedang menatapnya membawa selimut untuk menutupi badannya padahal dia telah memakai pakaian. Dia berjalan kearah Leon sekarang dengan rasa takut dan ragu. Leon yang paham mengeserkan duduknya hingga mentok di pinggir pegangan pinggir kursi, agar dia menjaga jarak dari Naya. Naya duduk di samping Leon , menutup badannya."Ada apa hmm?" tanya Leon dengan lembut sambil menatap Naya, namun Naya tidak menatap dirinya."Aku takut..." lirih Naya sambil menatap bintang."Dia sudah mati, jangan takut.""Kau sudah melihat tubuhku, apa kau akan jadikan aku sebagai budak nafsu mu dan teman-teman mu?""Apa maksud mu Naya?""Aku takut... Akuu takut hikss... Leon... Aku takut..." Naya mulai menangis lagi."Naya dengarkan aku, aku mungkin laki-laki sama seperti penjahat itu, tapi aku tidak sebejat dirinya, bukannya sudah ku katakan?
"Leon bagaimana ini ada 2 lokasi yang harus kita lihat, dan jarahnya cukup jauh keduanya," ucap Kenzo menatap machbooknya. Ada dua titik lokasi antara ponsel Darma dan titik lokasi jam tangan Naya."Makasud mu apa?!""Kita mengikuti jam tangan Naya atau lokasi ponsel ayah mu? Ada dua kemungkinan yang terjadi di sin--""Aku pilih jam tangan Naya, aku yakin Naya masih menggunakan jam tangannya cuman telah tersenggol lagi dengan yang lain mungkin mengakibatkan jamnya sudah tidak menghasilkan suara lagi.""Kalau mengikuti jam tangan Naya artinya Naya berada di hotel bintang lima itu, jaraknya hanya 3 kilo dari sini."Leon melepaskan pengamannya saat tau helikopter yang dia naiki akan turun di salah satu kantor milik sepupu Kenzo. Leon mengambil pistol miliknya yanga dia rakit sendiri lalu di sembunyikannya di balik kaosnya."Apa pun yang terjadi di hotel nanti ntah Naya berpakaian atau
Hara masuk kedalam Lab, smeua mata tertuju kepada dirinya, membuat Hara gugup dia merasa teman-temannya tau kalau Naya pergi di bawa oleh seseorang.TRING!!Hara terkejut ponselnya berbunyi, dia mengambil ponslenya melihat nama yang muncul dari ponselnya. Dia adalah Eliana."Halo nyonya aku te--"'Cepat pergi dari sana! Bersembunyilah, Leon dan yang lain sedang menuju kampus!'"Hah?! Lalu bagaiman ini, aku akan ke apartemen mu saja ya?"'Tidak! Aku sedang dalam perjalan menuju Eropa, kau urus lah diri mu sendiri lagi, terimasih telah menjadi budak ku."Titt....Sambungan terputus, Hara panik bukan main, dia tidak tau harus bersembunyi dimana sekarang. Dengan cepat dia membereskan smeua barang-barangnya lalu berlari kearah parkiran. Dia akan pergi jauh ketempat kampung orang tua yang sangat terpencing. Hara yang sudah panik tidak menghubungi adiknya terlebih dahul
Pagi ini hujan turun, membuat udah yang masuk kedalam kamar Leon sangatlah dingin. Naya sudah mematikan ac di kamar Leon namun dirinya dan Leon masih enggan bangun meninggalkan kasur yang sangat membuat keduanya nyaman. Posisi keduanya masih saling berpelukan, seperti posisi saling peluk adalah posisi yang membuat keduanya nyaman.Naya membukannya matanya perlahan, karena ingat dia harus pergi kuliah sebum jam 9. Saat mngerjapkan matanya dia melihat Leon yang masih tertidur menghadap dirinya, bentuk wajah Leon sangat indah ternyata, membuat Naya terpesona."Sudah bangun?" suara berat yang selalu Naya dengar saat bangun tidur adalah suara Leon yang masih memejamkan matanya namun ternyata dia telah bangun."Hmmm sudah," ucap Naya sambil mengulet. "Pergi mandi sana, sekarang jadwal membersihkan luka di perut mu.""Engga mau mandi, malas, dingin," ucap Leon sambil ngedusel ke bahu Naya seperti anak kecil.
"Hara, aku ada sedikit kurang paham dengan tugas yang di berikan buk Syla tadi,""Mau mengerjakannya bersama-sama?" tawar Hara kepada Naya.Naha mengangguk antusias "Apa kau tidak sibuk?""Tidak, adikku sedang tidak pulang kerumah beberapa hari ini, dia tidur di rumah kawannya yang berada di dekat kampus, karena masihh ujian praktikum jadi mereka ngumpul untuk belajar bersama.""Kalau begitu aku akan menghubungi Leon terlebih dahulu." Naya mengambil ponselnya dari dalam tasnya untuk meminta izin kepada Leon."Leon ada menghubungi mu Luke?" tanya Naya kepada Luke.Luke mengangguk, "Tadi ada, tapi udah 1 jam yang lalu, emangnya ada apa?""Aku ingin meminta izin kepadanya, aku mau membawa Hara kerumah, kira-kira boleh tidak ya?""Coba saja kau hubungi."Naya mengangguk menghidupkan ponselnya mencari nama Leon. Setelah menemukannya, Naya langsung menekan tombol hijau.
"Rumah sama kecil ku?""Itu rencana yang aku katakan untuk memberi pelajaran kepada om Darma," ucap Kenzo dengan percaya diri."Kau..." Leon menggantung ucapannya menatap Kenzo tajam. Kenzo balik menatap Leon sambil menenguk ludah, wajah Leon tidak seperti ekspetasi Kenzo yang rasa akan terlihat senang, namun kenyataannya dia salah, Leon saat ini sedang mengeraskan rahangnya, mengerutkan keningnya."Sini!" bentak Leon sambil membesarkan matanya sekarang.Kenzo berjalan mendekati Leon dengan rasa sedikit takut. Seketika seisi meja makan mendadak bungkap dan ketakutan."A-apa aku melakukan kesalahan?""Tidak, tapi pekerjaan mu itu bagus," ucap Leon mengubah mimik wajahnya menjadi senang.Kenzo langsung tertawa melihat perubahan wajah Leon yang mengejutkan. Anak buah yang lain, yang ikut serta dalam pembakaran tadi malam ikut tertawa."Tapi tuan, bagaimana kalau di dalam sana tidak ada ayah
Naya duduk di samping Leon, tubuhnya masih terus bergetar, dia masih merasa ketakutan. Leon sekarang sedang berbaring tidak sadarkan diri di tempat tidur. Darah yang dia keluarkan cukup banyak membuat tubuhnya menjadi lemas."N-nara apa kau punya obat penenang?"Nara mengangguk, "Ini, minumlah, setelah itu kau tidur."Naya mengambil obat penenang yang Nara berikan. "Apa kau mau memelukku Nara? Tubuhku menolak untuk tidur jika tidak ada yang memelukku.""Tentu saja, ayo tidur di kamar sebelah. Biar ku pijat juga badan mu agar lebih rileks."Naya mengangguk dia berdiri dan berjalan lebih dulu ke kamarnya. Naraa berjalan di belakang Naya."Aku akan mengambilkan minum untuk mu sebentar," ucap Nara berjalan kearah dapur.Naya mengangguk lemah."Bagimana keadaannya?" tanya Steffen mendekati Nara."Leon belum siuman cuman pendarahannya sudah ku hentikan, kalau Naya, dia masi
Leon menikmati suasa kafe yang bernuansa perkebunan ini, dia dapat menikmati kenikmatan udara yang masuk delama lobang hidungnya, sengguh sejuk, padahal hari sudah terbilang siang, matahari sudah hampir berada di atas kepala."Udah alam engga kesini rasanya masih sama aja ya," ucap leon memejamkan matanya, menikmati setiap hembusan napasnyang sangat nikmat sampai dirinya tak ingin melewati satu kenikmatan pun."Iyaa, masih asri bahkan lebih asri jika di lihat-lihat," sahut Kenzo yang melihat-lihat sekelilingnya."Gue pengen buat belakang rumah gue kayak gini, kira-kira butuh berapa tukang kebun ya?""Lo gila, mau letak bunga-bunga cantik kayak gini di belakang rumah? Ingat helikopter lo bejibun ya Leon, belum terbang helikopter lo masih di panasin di bunga udah berceceran kemana-mana," celetuk Kenzo mengingat belakang rumah Leon ada 4 helikopter dan 3 pesawat wing."Iya juga ya, kalau gitu gue beli rumah lagi deh untuk di bi
"Leon apa kau yakin ingin pergi kerumah ayahmu?" Kenzo menarik bahu Leon."Iya, aku sangat muak dengan dirinya!" kesal Leon dengan wajah yang sudah terlihat memerah."Jangan lakukan itu, luka di perutmu masih basah, bisa berdarah kembali jika kau banyak bergerak.""Aku tidak peduli, aku ingin membunuhnya sekarang," ucap Leon membuka bagasi mobilnya dan mengambil pistol yang dia buat sendiri."Leon, jangan membuat Naya menangis untuk kedua kalinya, aku akan mengurus semua ini aku akan memperketat semua pengamanan dan turun ke lapangan sendiri untuk memata-matai ayah mu.""Jika aku tidak kerumahnya sekarang, dia akan masuk ke rencana selanjutnya Kenzo, kau macam tidak tau bagaimana ayahku," cerca Leon menatap Kenzo dengan penuh amarah."Cukup-cukup cobalah tenang, ada hal yang ingin ku memberi tahu kepada mu, kalau anak buah kita ada yang berhasil masuk ke dalam