Naya tidur dengan nyenyak di pelukan Leon, pelukannya sekarang bagaikan penangkal bagi Naya, seakan mimpi-mimpi buruk tidak berani masuk saat Leon sudah memeluk Naya. Dia sangat nyaman di pelukan Leon. Hingga matahari sudah naik, keduanya masih tetap tertidur dengan pulas. Leon sama sekali tidak melepas pelukannya dari Naya, membuat Naya tak bisa bergerak.
Semakin lama matahari semakin tinggi, hingga menembus jendela kamar, membuat Naya merasa terganggu. Dia membuka matanya perlahan dan langsung di sungguhkan dengan dada Leon secara langsung tanpa di halang oleh baju. Sepanjang malam Leon telanjang dada memeluk Naya membuat Naya menunduk melirik bajunya yang terlihat masih aman, sekilas dia telah berpikiran aneh.
"Aku sudah katakan, aku tidak akan melakukan apapun," ucap Leon dengan suara khas baru bangun tidur. Naya mendongak, dia menatap wajah Leon, yang masih memejamkan matanya.
"Kau sudah bangun, mengapa tidak melepaskan pelukan mu ini," ucap Naya ingin merentangkan tangannya.
"Tunggu sebentar, aku belum mau pergi ke kantor," jawab Leon mempererat pelukannya.
"Kau tidak memakai baju, apa kau tidak kedinginan?"
"Tidak sama sekali, aku malah merasa hangat saat memelukmu seperti ini." Leon ngedusel ke rambut Naya.
"Apa yang kau lakukan Leon..."
"Hmmm... Aku sangat suka harum rambutmu." Leon menghirup wangi rambut Naya yang sangat membuat hidungnya nyaman.
"Kau seperti anak kecil," ejek Naya mulai pasrah.
"Kau yang seperti anak kecil, menungguku di sofa sambil menangis, tanpa menelfonku," ucap Leon dengan nada dingin.
"Hmm... Aku tidak berpikir untuk menelfonmu, aku sangat takut untuk kembali ke kamarku mengambil ponsel. P-pr--"
"Kau tidur lah bersamaku mulai sekarang." Leon membuka matanya, dia menatap Naya mendalam.
"Kau gila?" Naya terkejut dengan ucapan Leon.
Leon menggelengkan kelapanya, dia kembali memejamkan matanya, "Tidak, aku melakukan ini agar kau tidur dengan nyenyak, dan aku juga dapat ikut tertidur."
Jauh di dalam hati Leon dia merasa terluka, namun dia tutupi luka itu agar bisa lebih kuat untuk melindungi Naya. Leon mulai merenggangkan tangannya.
"Emang biasanya kau tidak tidur?"
"Tidak." Leon menggelengkan kepalanya.
Naya menatap wajah Leon, dia benar-benar terlihat sangat jarang sekali istirahat, di sekitar matanya terlihat menghitam, seperti mata panda. Tanpa sadar Naya menyentuh lingkaran hitam yang berada di sekitar mata Leon tersebut.
"Jangan lakukan itu, kau butuh istirahat, jika tidak, kau akan sakit," ucap Naya masih menyetuh lingkar hitam di sekitar mata Leon menggunakan jari telunjuknya.
"Bukannya kuliah jurusan kedokteran juga tak pernah tidur?" celetuk Leon membuka matanya menatap Naya.
"Ahh... Iya kau benar." Naya seketika bungkap dengan ucapan Leon yang hampir benar, bahkan memang benar terjadi di kehidupan Naya saat dia kuliah. Dia benar-benar jarang sekali tidur, bahkan bisa di bilang dia tak pernah tidur, tidur pun paling hanya 1-3 jam saja.
"Jangan menasehatiku gara-gara kau anak kesehatan, Kau sendiri saja belum sehat." Leon menatap Naya tajam lalu kembali memeluk Naya.
"Kata mu sebentar... Ini sudah lama... Pergi lah mandi, kau harus bekerja!"
"Diam!" Leon kembali memejamkan matanya. "Kau itu seperti guling, nyaman jika di peluk."
Naya menghela napasnya panjang, dia sungguh merasa risih jika Leon bersikap seperti ini.
"Leon... Jangan seperti anak kecil," rintih Naya berusaha melepaskan tangan Leon.
"Berhentilah bergerak, atau kau ku bunuh."
Naya terdiam, dia tak bergerak sama sekali, dia hanya menatap wajah Leon. Saat dia menarik napas tercium bau maskulin dari tubuh Leon.
"Nay," panggil Leon dengan suara dingin.
Naya diam, dia tidak menjawab.
"Kau tuli?" tanya Leon menatap wajah Naya.
"Kau tapi menyuruh ku diam tadi, jika aku tidak diam kau akan membunuhku."
"Maksudku jangan bergerak bukan diam bodoh!" bentak Leon menatap naya tajam.
"Kenapa?" tanya Naya memalingkan wajahnya.
"Aku akan memindahkan ayah dan ibu mu begitupun dengan adikmu ke America. Apakah boleh?"
"TIDAK!!" pekik Naya spontan.
Cup
Leon menyium pipi Naya. "Kau berisik, aku tidak suka itu."
"Kau..." Naya menggantungkan ucapannya.
"Hanya sementara, tinggal disini terlalu beresiko."
"Lalu aku bagaimana?"
"Kau tetap disini bersamaku, dan akan melanjutkan kuliahmu bulan besok."
"Apakah kau telah menemukan siapa mafia yang terus mengejar keluaragaku?" tanya Naya dengan wajah yang tampak sangat serius.
"Sudah, tapi aku harus lebih banyak mencari bukti, agar tidak salah sasaran."
Naya menatap wajah Leon dengan raut wajah yang sedih.
"Kita akan mengunjungi ayahmu kapan saja jika kau mau."
"Benarkah?" ucap Naya antusias.
"Hmm..." Leon bergumam.
"Setiap seminggu sekali boleh?"
"Kau gila, bagaimana dengan pekerjaanku dan kuliah mu." Leon menatap Naya tajam.
"Iya juga..." Naya merendahkan suaranya.
"Aku ingin kau sembuh." Leon melepas pelukannya dia menatap Naya intens.
"Aku tidak sakit, aku sehat kok."
"Mental mu yang sakit," ucap Leon dalam hati.
Leon tersenyum, "hubungi aku jika kau merasa ada yang engga beres dari dirimu. Jangan seperti kemarin, Dengar?"
"Baiklah, apakah aku boleh menemui keluargaku hari ini?" Naya meminta izin kepada Leon.
"Tidak, lusa saja. Aku ingin istirahat sekarang."
"Kau tidak jadi pergi ke kantor?"
"Tidak, aku mager," ucap Leon memunggungi Naya.
"Aku ingin bertanya boleh?"
"Tidak."
"Mengapa kau ingin melindungiku dan keluargaku?"
"Aku bilang tidak boleh, mengapa kau bertanya!"
"Leon... Berhentilah berhati dingin, aku tau hatimu seperti hello kitty."
"Apa itu hello kitty yang ku tau boneka Anabel."
"Pantes kek setan bentukannya," ucap Naya pelan, namun masih bisa di dengan Leon dengan jelas.
"Aku mendengar ucapanmu Naya..."
"Kalau begitu jawab pertanyaanku..."
"Karena aku ingin," jawab Leon dengan nada dingin.
"Kau menyukaiku?"
"Tidak, kau bukan levelku."
"Tidak mungkin alasannya karna kau ingin, pasti ada yang lain, yang lebih panjang," cetus Naya membuat Leon risih.
"Kau berisik sekali Naya..."
"Baiklah aku diam, jangan panggil-panggil namaku," ketus Naya memunggungi Leon.
Leon berbalik badan perlahan melihat Naya yang memunggunginya.
"Aku tidak tau mengapa aku ingin melindungimu," bisik Leon dalam Hati.
Leon kembali berbalik memunggungi Naya. Mereka sekarang saling memunggungi satu sama lain. Naya memejamkan matanya kembali, sedangkan Leon menahan pusing yang tiba-tiba datang.
Tok tok tok
"Masuk!" teriak Leon.
Ceklek
"Selamat pagi tuan, apakah tuan tidak ke kantor hari ini?"
"Tidak, batalkan semua acara hari ini, aku ingin istirahat kepalaku tiba-tiba sangat pusing," ucap Leon membuat Naya membuka matanya seketika.
"Apakah tuan butuh obat?
"Tidak, aku hanya butuh istirahat."
"Baiklah tuan, kalau begitu saya kembali bekerja," pamit Luke keluar dari kamar Leon.
Leon memejamkan matanya, kepalanya benar-benar pusing sekarang, apa yang dirinya lihat semuanya terasa berputar. Begitupun dengan perut bagian atas di sekitar ulu hatinya terasa nyeri.
"Apakah kau sudah makan kemarin?" tanya Naya, namun Leon tidak menjawab.
"Leon..." panggil Naya berbalik badan.
"Aku baik-baik saja, kau diam lah," ketus Leon masih memunggungi Naya.
Naya seakan mengerti sakit yang Leon rasakan, dia bangkit dari tidurnya lalu pergi berjalan keluar kamar sambil mengikat rambutnya. Leon yang melihat Naya keluar hanya menghela napas kasar. Saat berjalan ke dapur, Naya melihat Nara dan empat lelaki yang sedang menatapnya dengan intens di meja makan. Naya yang tidak mengenali empat lelaki tersebut hanya beralih menatap Nara sambil tersenyum.
"Ciee tidur bareng Leon," celetuk Nara menyengir.
"Jadi ini si Naya Naya itu?" tanya Dery sambil menyeruput teh hangatnya.
"Ehh iya... Sini deh Nay, gue kenalin sahabat-sahabatnya Leon," suruh Nara, Naya yang berniat membuatkan Leon makanan tersebut beralih berjalan menuju meja makan.
"Ini Namanya Steffen," ucap Nara memperkenalkan lelaki yang berada di sampingnya.
"Kenalin gue Steffen, sahabatnya Leon, plus pacarnya Nara lebih tempatnya jodohnya Nara," ucap Steffen mengulurkan tangannya.
Naya tersenyum, dia membalas uluran tangan Steffen, "Aku Naya."
"Kalau ini Namanya Kenzo, dia yang paling pintar dan paling tampan."
Kenzo mengulurkan tangannya, "Kenzo."
"Naya."
"Kalau ini yang alisnya tebel namnya Dejun, kalau sebelahnya namnaya Dery."
"Hay aku Dejun."
"Aku Naya."
"Aku prince Dery."
"Prince bibir bibirmu," celetuk Steffen, dan hanya di balas dengan menyengir lebar oleh Dery.
"Salam kenal, aku Naya."
"Leon mana Nay?" tanya Nara yang melirik pintu kamar Leon, yang tak kunjung keluar.
"Dia pusing katanya."
"Ahh... tu anak pasti lagi-lagi engga makan." Nara menghela napasnya panjang, dia sudah mengerti tingkah Leon.
"Aku ingin membuat makanan, kalian mau makan apa? biar aku siapin," tawar Naya berjalan ke dapur.
"Nasi goreng deh," ucap Dejun dan Dery serentak.
"Samain aja deh," sahut Kenzo dan diikuti dengan anggukan Steffen.
"Biar aku aja yang membuat nasi goreng untuk mereka, kamu buatkan sup untuk Leon," suruh Nara sambil mengikat rambutnya dan berjalan ke arah kulkas.
"Yess mbull yang buat pasti pake cinta nih," sorak Steffen dengan senyum yang semeringah.
"BUCIN!" pekik Dery, Dejun dan Kenzo.
"Sstt... lo mau di bunuh Leon," ucap Nara memperingati sahabatnya dengan tatapan tajam.
"Ya lagian kalian engga tau tempat sih...," ketus Kenzo mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
"Makanya kalau suka sama perempuan itu cepetan ditembak," sahut Steffen memainkan ponselnya.
"Tunggu tanggal bagus," celetuk Kenzo mengundang banyak tatapan.
"Kau pikir perasaan cewek sebatas tanggal cantik?!" sarkas Dejun dan di jawab oleh Kenzo dengan anggukan.
"Biar pas diingat keren aja gitu," celetuk Kenzo seperti tidak berpikir panjang.
"Aku pikir Kenzo beneran pinter, ternyata dia begitu goblok ya," celetuk Dery sambil menggeleng-ngelengkan kepalanya.
"Dari pada kau, masih mengenang mantan, emang mantan mu pahlawan masih di kenang kenang segala," balas Kenzo tak mau kalah.
"Mantan terindah tu iya ku kenang," jawab Dery menatap tajam Kenzo.
"Kalau indah engga bakal jadi mantan," ucap Naya spontan sambil memotong wortel.
"Nahh.... iya, bener kata si Naya," sorak semuanya sambil mengacungkan Jempol ke arah Naya, membuat Dery bungkam.
"Sepertinya Naya kalau di tongrkongan bareng temen-temennya paling julit nih," celetuk Steffen lalu diikuti dengan anggukan oleh yang lain.
Naya hanya tersenyum sambil memotong wortel, "Aku tidak pernah memiliki teman."
"Tidak mungkin kau tidak memiliki teman, apalagi sekarang, banyak anak muda yang gampang bergaul, aku tidak percaya kau tidak memiliki teman," ucap Nara menyenggol lengan Naya yang seakan bercanda dengan ucapannya.
"Aku tidak bisa berteman dengan orang, pernah sekali aku merasa sudah dekat dengan orang tersebut, mereka menjauhiku atau bisa di bilang mereka membuangku. Mereka mengacuhiku seperti tidak melihat apapun ketika berpapasan, padahal awalnya kami cukup dekat namun mereka membuangku begitu saja seperti sampah." semuanya bungkap saat Naya mulai bercerita dengan raut wajah yang sedih.
"Padahal aku tidak pernah mengatakan hal buruk kepada mereka, aku selalu baik kepada mereka, aaa... kalau mengingat hal itu kembali, aku merasa sangat kesal rasanya, saat aku bertemu kalian seperti saat ini, aku merasa selama ini aku menjalani hidup di planet yang berbeda dengan kalian, karena aku tidak pernah menemui satupun orang yang benar-benar ramah kepadaku," ucap Naya mulai sedikit emosi namun dari Mata sudah terlihat berkaca-kaca.
"Hal yang paling aku benci sampai saat ini adalah mengapa aku tidak pernah bisa membenci mereka, walaupun aku di perlakukan seperti itu, rasanya sangat menyebalkan, hah..." Naya menghela napasnya, Nara yang peka dengan keadaan Naya langsung mengelus pundak Naya mencoba untuk menenangkan Naya.
"Udah, udah jangan dipikirkan lupain aja Nay," ucap Nara menenangkan Naya.
Naya mengelap air matanya yang turun lalu menarik napasnya panjang, "Ah... maaf aku jadi curhat."
"Engga papa kok Nay, membagi sedikit pengalaman itu suatu hal engga salah kok," ucap Dejun sambil tersenyum memandang Naya.
"Sekarang mari kita berteman, jadi jangan pernah merasa bahwa kau tidak pernah bisa memiliki teman, terkadang seseorang menjauhi kita tanpa alasan yang jelas, itu biasanya salah satu faktornya karena tidak sefrekuensi dengan dirinya atau lingkaran pertemanan mereka sangat kecil, maksudnya, mereka hanya mau berteman dengan orang yang itu itu saja, kalaupun ada orang baru, mereka pasti akan mencari yang selevel dengan kehidupan mereka," jelas Dery, dia teringat dengan dirinya yang sama seperti Naya dulu, dia tidak pernah memiliki teman sampai akhirnya dia bertemu Leon yang mengajaknya untuk berteman. Padahal Dery dan leon sangat memiliki kepribadian yang berbeda namun selama Dery berteman dengan Leon, Leon adalah orang yang sangat baik, walauapun banyak yang menilai dirinya dia dingin, cuek atau berhati batu, tapi bagi Dery Leon tidak seperti itu. Dia mengetahui Leon lebih dalam setelah Luke, tidak seperti sahabatnya yang lain yang baru bertemu Leon di jaman sekolah menengah akhir.
"Nahh.. bener nih kata Dery, tumben bijak," ucap Dejun tersenyum menaikkan salah satu aslinya ke arah Dery.
"Maaf Der aku mengatakan hal yang tak pantas tadi," ucap Naya dengan nada pelan.
"Ah... tidak masalah, perkataan mu itu benar,"balas Dery dengan senyum yang merekah.
"Baiklah berati geng kita, nambah satu anggota nih," celetuk Steffen menatap para sahabatnya secara bergantian dengan senyum yang sangat lebar.
Naya tersenyum memandang teman barunya tersebut, dia merasa bahagia, ada orang yang mau berteman dengan dirinya. Tanpa di mereka sadari pembicaraan mereka di dapur sangat terdengar jelas ke kamar Leon, leon membuka cctv yang berada di dapur dengan machbooknya.
"Kau dengan mereka memiliki kepribadian yang sama Nay, kalian pasti akan akur," ucap Leon pelan mematikan machbooknya dan kembali memejamkan matanya.
*****
Nara dan empat sahabat lelakinya sekarang sedang merapikan meja makan, sedangkan Naya masih mengaduk-ngaduk supnya yang hampir matang. Naya sangat ahli dalam memasak, dia sangat pandai memasak apaun, karena dia selalu membantu ayah dan ibunya saat memasak membuatnya pandai cara memasak, berbeda dengan Nara yang memiliki bakat memasak yang begitu minim. dia hanya bisa memasak hal-hal yang mudah saja.
"Nar tolong liatin supnya, aku ingin membangunkan Leon," suruh Naya yang di jawab dengan anggukan oleh Nara yang sedang memindahkan Nasi gorengnya ke dalam manggkuk dengan ukuran yang begitu besar.
Naya mengetuk pintu Leon terlebih dahulu baru masuk, dia melihat Leon yang masih terbalut dengan selimut. Naya mencoba berjalan lebih dekat.
"Leon..." panggil Naya pelan agar Leon tidak terkejut.
"Hmm..."Leon bergumam menyipitkan matanya. "Ada apa?"
"Ayo bangun, mari kita sarapan, sahabatmu yang lain sudah menunggu di meja makan."
"Aku tidak ingin makan," ucap Leon menarik selimutnya hingga menutupi wajahnya.
"Jangan seperti itu, aku tau magh mu sedang kambuh." Naya duduk di samping Leon menarik selimut Leon pelan.
"Jangan sok tau kau," ketus Leon.
"Baiklah aku akan menunggu hingga kau mau makan," ucap Naya sambil duduk bersila di samping Leon.
Leon diam, di balik selimut yang menutupi wajahnya dia merasa sangat risih dengan keberadaan Naya.
"Padahal aku telah memasakkan sup untuk mu dengan resep ibuku, tapi kau tidak mau makan," rajuk Naya, membuat Leon menghela napas panajang di balik selimut.
"Baiklah aku makan," sahut Leon menyibakkan selimutnya dan turun dari temapt tidurnya berjalan mengambil kaos di atas kursi yang tak jauh dari tempat tidurnya.
Naya tersenyum lebar menatap Leon, Leon hanya menatap Naya datar.
"Ngapa senyam senyum!"
"Hm... engga ada." Naya keluar dari kamar Leon dengan senyum yang masih merekah, dia merasa Leon tidak ada dinginnya sama sekali, dia sangat gampang di luluhkan.
Leon keluar dari kamar langsung di tatap intens oleh para sahabatnya yang telah duduk lebih dulu di meja makan. Leon membalas tatapan para sahabatnya dengan tajam. Dery dan Dejun menenguk air liurnya lalu mengalihkan pandangannya.
"Ayo mulai makan," ajak Nara mengambil nasi goreng lebih dulu.
"Kayaknya yang buat lebih dulu laper ya," celetuk Steffen menatap sang kekasih yang sudah menyendokkan nasi goreng beberapa kali kepiringnya.
"Ingat badan sudah semakin bulut Nara," sahut Dery memperingati Nara.
"Jangan katakan itu kepada wanitaku!" sanggah Steffen membuat Nara tersenyum dan menyendokkan nasi kedalam mulutnya.
"Perbucinan di mulai," gerutu Kenzo dan Dejun menatap sinis Steffen .
"Sirik terosss," ejek Steffen mengambilkan minum untuk Nara.
Leon yang sedang tidak mood hanya diam di tempat. Naya yang melihat Leon tidak sama sekali bergerak dari tempat duduknya mulai berdiri, Dia mengambilkan Nasi untuk Leon, namun Nasi putih yang Naya berikan bukan Nasi goreng. Leon menatap Naya yang telaten menyiapkan semunya untuk dirinya. Sahabat Leon yang melihat Leon di perlakukan seperti itu hanya cengo. Karena Leon anak yang sangat mandiri dia tidak biasa dengan perlakuan seperti itu, bahkan dia pernah memarahi anak buah yang pernah ingin memberikan nasi kepiringnya, karena dia tidak suka, dan saat itu Leon langsung tidak ingin makan.
"Makan yang banyak ya," ucap Naya lembut, semakin membuat sahabatnya lagi-lagi cengo.
Leon hanya mengangguk dan mulai memakan masakan Naya.
"Dejun sepertinya kita tidak pantas disini," ucap Kenzo menunduk menatap nasi gorengnya, yang baru saja dia ambil.
"Ken aku mau juga dong kayak Leon," sahut Dejun memberikan piringnya kepada Kenzo. Kenzo menatap Dejun sinis dan menggeleng-ngelengkan kepala.
"Sini Jun biar gue siapin." Dery berdiri mengambil nasi goreng ke piring Dejun.
"Makasih sayang," celetuk Dejun sambil tersenyum.
Kenzo menatap keduanya jijik.
Mereka mulai makan tanpa suara, Naya yang sesekali melirik Leon yang tampak lahap membuatnya tersenyum. Namun saat di tengah makan tiba-tiba Luke datang dengan napas yang tidak teratur.
"Tuan..."
Semua mata tertuju kepada Luke.
"Ada apa?"
Luke berjalan mendekati Leon lalu berbisik di telinga Leon.
"Apa?!" seluruh mata tertuju kepada Leon yang tiba-tiba memekik.
"Ck-sialan, kita harus cepat kesana. Kalian cepat siap-siap, kita harus segera ke maskas," Leon menyuruh sahabatnya untuk segera bersiap, sedangkan sahabat Leon menatap Leon binggung.
"Jangan biarkan mereka lolos!" bentak Leon menarik Luke menjauh dari meja makan.
"Sempat mereka lolos, ku bunuh kalian semua!" bisik Leon dengan murka. Luke mengangguk berkali-kali.
"Cepat siapkan mobil, dan kalian tunggu apa lagi, cepat!!" murka Leon berlari menuju kamarnya untuk mengambil jaket.
Naya mengernyitkan keningnya, dia binggung dengan apa yang terjadi, melihat Leon yang sangat marah membuatnya ingin menyusul Leon ke kamar namun di tahan oleh Nara.
Nara menggelengkan kepalanya, "Jangan Nay."
"Ada apa ini sebenarnya?" tanya Naya dengan raut wajah yang khawatir.
"Aku juga tidak tau, nanti aku tanyakan dengan anak buahku, aku harus pergi ke gedung timur sekarang," ucap Nara meninggalkan Naya dengan perasaan binggung dan penasaran. Naya menghampiri Leon ke kamar tanpa takut.
"Ada apa ini Leon?"
"Aku harus pergi sekarang, anak buah dari mafia yang mengejarmu kemarin datang kembali ke rumah keluargamu dan hampir membunuh adik laki-laki mu." Naya langsung menutup mulutnya, air matanya mulai turun. "Jangan khawatir aku akan melindungi keluargamu Naya, aku sudah berjanji, kau baik-baiklah di rumah, jangan kemana-mana, jangan juga menelfon kelurga sebelum aku pulang. Aku akan mengurus semunya."
Leon pergi meninggalkan Naya yang terduduk di ujung ranjang Leon.
"Tunggu!!"
Leon yang sudah keluar dari kamar berbalik menatap Naya yang berjalan ke arahnya.
"Ada apa?"
Naya menggenggam tangan Leon, air matanya sudah mebasahi pipinya sekarang, membuat Leon tak kuat untuk melihatnya.
"Kembali dengan selamat, jangan ada terluka, paham?"
Leon sedikit tersenyum lalu mengangguk, dia memeluk Naya, dan mencium kening naya sekilas lalu pergi meninggal Naya yang menatap kepergian Leon dengan air mata yang terus keluar, di satu sisi dia sangat takut terjadi apa-apa dengan keluarganya di satu sisi dia juga engga mau Leon terluka.
Sepanjang jalan Leon memikirkan Naya, sebenarnya dia tak ingin meninggalkan Naya sendirian, namun membawanya juga suatu hal yang tidak mungkin.
*****
"Di sebelah mana?"
Leon berjalan lebih dulu diikuti dengan para sahabatnya yang sudah tau tujuan mereka datang ke markas apa. Leon melihat sekeliling maskarnya namun tidak ada orang yang Leon cari. Luke berjalan mendahului Leon, "sebelah sini."
Leon berjalan lebih dalam ke gedung sebelahnya, gedung yang sudah tua dan sudah lama tidak di tempati. Dia menemukan seseorang yang telah merusak moodnya di pagi hari di saat dia sedang menikmati sarapan buatan Naya yang sangat lezat.
Orang itu duduk di kursi di tengah ruangan, dengan tangan yang terikat rantai ke belakang dan kaki juga di ikat dengan rantai di sisi-sisi kursi, membuat orang tersebut tidak bisa kemana-mana, wajahnya sudah penuh dengan lebam.
Leon menghela napasnya panjang saat dia melihat wajah lelaki tersebut, Lelaki itu adalah mantan anak buahnya yang telah bekerja di tempat lain.
"Aku tidak menyangka itu kau."
"Mike?" ucap pelan Dery menatap Kenzo, Steffen dan Dejun. Mereka hanya menjawab Dery dengan anggukan.
Orang itu yang tadi menunduk sekarang mendongakkan kepalanya menatap Leon takut.
"L-Leon?"
"Siapa yang menyuruh seperti ini?" tanya Leon dengan mata yang tajam dia mendekati Mike.
"T-Tidak ada."
"Kau tidak mungkin melakukan ini sendirian!"
"Sejak kapan seorang Leon melindungi seorang gadis? apakah kau baru saja mengalami pubertas?" Mike menatap Leon dengan tajam, dia yang tadi terlihat takut sekarang terlihat sedang menantang Leon.
"Haha. Kalau aku sudah pubertas emang kenapa? apa aku merugikan mu? tidak kan, sekarang siapa yang nyuruhmu untuk menganggu keluarga gadis yang ke cintai hah! kau sepertinya ingin sekali mati di tanganku Mike."
"Hmph, kau telah banyak berubah ternyata." Mike menyeringgai membuat Leon emosi begitupun dnegan sahabatnya.
"Mike sepertinya hidupmu akan berakhir sampai disini," celetuk Steffen yang pernah menjadi kawan Mike di bangku sekolah menengah akhir.
"Aku tidak perduli, haha."
"Brengsek, bisa-bisanya kau tertawa?"
BUGH
"Argh!"
"Katakan siapa yang menyuruhmu untuk menganggu keluarga Naya, hah!!"
"Aku tidak akan mengatakannya walaupun aku mati sekarang."
"Wahh... berani sekali kau," Kenzo menjambak rambut Mike kuat hingga dia mendongak menatap Jeno sinis.
"Jangan menambah dosa ku Mike! cepat beri tau aku siapa yang menyuruhmu!!" murka Leon dengan wajah yang sudah memerah.
"Orang yang paling dekat dengan mu dulu." Mike menyeringgai kepada Leon.
Leon dan para sahabatnya tampak berpikir, siapa orang yang Mike maksud, pastinya bukan ayahnya yang Mike maksud. Karena sama sekali tidak ada anak buah ayahnya yang mendekati lingkungan rumah Naya sama sekali.
"SIAPA BANGSAT!!"
BUGH!!
BUGH!!
Mike tersungkur, dia sepertinya sama sekali tidak ingin memeberitahu orang yang telah menyuruhnya.
Leon mengeluarkan benda yang dia sembunyikan dari belakang celanya, yaitu pistol. Mengarahkan ke kepala Mike yang sontak membuat Mike ketakutan.
"Lihat muka mu itu Mike, kau terlihat sangat ketakutan, lebih baik kau katakan segera sebelum kau mati," celetuk Steffen yang ikut mengambil pistonya di balik celananya.
Mike mengganti raut wajahnya lansung menjadi menatap Steffen remeh, "Aku sama sekali tidak takut, kau salah menilai ku Steffen."
"Wahh... kau berani sekali tuan Mike."
"Untuk apa aku menjadi pengecut seperti kau Steffen!!"
DORR!!
Steffen menembak kaki kanan Mike.
"ARGHH!!"
"Ups aku tidak sengaja, menarik pelatuknya, maaf, pasti sangat sakit ya rasanya?"
"Cepatlah Mike jangan membuat kami menyiksa dirimu sebelum mati, itu begitu sangat menyenangkan, aku sangat tidak tahan," celetuk Dejun menyeringgai kearah Mike.
"Aku tidak akan mengatakan apapun, karena aku pure ingin menganggu keluarganya!! keluarganya terlihat seru sekali."
"BRENGSEK!!"
PLAK!!
"Asal kau tau Mike! aku sekarang sangat ingin mengeluarkan semua isi kepala mu, sepertinya seru. Lalu aku akan menjual organ-organ mu kepasar gelap agar menambah pengghasilan untuk anak buahku. Namun sekarang bersyukurlah kau, aku belum mematikanmu, aku sedang menahannya. Jangan memancingku untuk melakukannya, cepat katakan siapa yang menyuruh mu?!!"
"Tidak ada yang menyuruhku, aku ingin melakukannya sendiri!!
"Punya dendam apa kau kepadaku Mike?!"
"Kau telah mengambil apa yang seharusnya milikku Leon! aku tidak senang dengan mu, kau merebutnya dariku!!"
Leon dan sahabatnya mengernyit. Apa yang telah Leon ambil dari dirinya? dia memiliki banyak harta untuk apa dia mengambil milik orang lain, itu hal yang sangat tidak berguna.
"Aku tidak pernah meng--"
"NARARYA!"
"Dari mana kau mengenalinya?" tanya Jeno mendekati Mike.
"Dia milikku, ibunya punya utang kepadaku, dan aku menginginkan anak gadisnya, sebagai penghasil uangku, aku ingin menjualnya ke orang-orang karena dia sangat cantik dan bodynya sangat bagus, pasti si jalang itu sangat pandai mengikat perhatian orang-orang, namun saat aku sudah mendapatkannya, kau malah mengambilnya dariku dan aku tidak bisa mendapatkan apa-apa brengsek! seharusnya aku sudah mandi uang sekarang dari si jalang itu!"
Leon emosi mendengar sebutan jalang yang di tunjukkan kepada Naya. Berani sekali Mike, yang dulu terlihat lugu saat bekerja dengan dirinya. Leon yang kasar saja tidak pernah mengatakan seseorang dengan sebutan itu apalagi dengan Naya yang sekarang menjadi wanita yang di hormati. Leon menghela napasnya panjang, berati yang datang ke mimpi Naya setiap hari yang membuat Naya menangis ketakutan adalah Mike.
Mata Leon memanas, "Bawa dia ke sungai aku ingin membunuhnya disana bersama mayat-mayat yang lain."
Leon berjalan lebih dulu keluar markas diikuti para sahabatnya. Luke memerintahkan anak buah yang lain untuk membawanya ke sungai, melepas ikatan rantai di kakinya agar bisa berjalan, namun baru saja di buka,
"MATI KAU LEON BRENGSEK!!"
"LEON, AWAS!"
Di rumah, Naya mondar mandir di depan lift menunggu Leon kembali. Sudah hampir 3 jam Leon tak kunjung pulang, apakah dia baik-baik saja? Bagaimana dengan keluarganya, terutama sang adik. Apakah mereka terluka? Sangat banyak pertanyaan yang muncul di kepala Naya, bisa-bisa dia gila jika pertanyaan itu terus menerus muncul di kepalanya. Naya mengambil ponselnya mencoba menghubungi Leon namun telfonya tidak aktif, ingin menghubungi keluarganya namun Leon menyuruh Naya untuk tidak menghubungi siapa pun. Ting... Lift terbuka memunculkan Luke dan Ray begitupun dengan 4 sahabat Leon dan ada Nara juga. Naya segera mendekati mereka. "Leon diman--" Ucapan Naya terhenti saat dia melihat Leon keluarganya saat Luke dan Ray keluar dari lift. "Ayah... Ibu..." pekik Naya memeluk ibu dan ayahnya b
"Di temukan 3 mayat lelaki tergeletak di perubahan kecil. Pihak keluarga sama sekali tidak tahu menahu tentang kejadian tersebut. Terkhir korban mengatakan bahwa dia akan pergi keluar kota untuk bekerja.3 pria itu berumur 28 tahun, ketiga-tiganya di temukan tewas karena bunuh diri, dengan bukti tembakan yang masih mereka pegang. Sejauh ini polisi masih menyelidiki kasusnya, dan belum mengetahui apa motif bunuh diri dari 3 pria tersebut.""Bunuh diri lagi? Baru beberapa jam lalu ada berita bunuh diri." "Wahh... Benarkah?""Iya, sekitar jam 5 tadi sore di temukan mayat di dusun sebelah.""Kita harus berhati-hati ya berati mulai sekarang."Seketika suasana menjadi ricuh, akibat ocehan-ocehan serta tanggapan beberapa orang setelah mendengar berita menegangkan di televisi. Budaya membicarakan orang lain apalagi orang yang telah meninggal sangat sulit di hilangkan.Gadis yang sedari ta
Hara melangkahkan kakinya menuju apartement barunya, dia baru saja pulang dari kantor Dery, setelah mengajak lelaki itu balikan. Sekarang status dirinya telah memiliki seorang pacar, sepanjang jalan Hara tersenyum menyeringai, dia merasa bangga pada dirinya karena hanya dengan waktu sekejap dia bisa menaklukan hati Dery, mantan kekasihnya tersebut yang sekarang telah menjadi kekasihnya kembali.Hara merenggangkan tubuhnya sebelum membuka knop pintu. Tubuhnya sangat lelah akibat tak tidur semalaman, dia sibuk menyusun barang-barang yang dia bawa dari rumah lama ke apartement barunya. Hara sekarang tinggal di apartment bersama Abil sang adik di suruh oleh nyonya Eliana. Dia telah bekerja di bawah naungan wanita tersebut mulai hari ini. Bagaikan memenangkan lontre yang bernilai besar, Hara bisa memiliki semuanya mulai sekarang."Aku pulang...," seru Hara melihat sekeliling yang terlihat kosong. Dia berjalan menuju kamar Abil."A
Pria berpakaian serba hitam masuk ke salah satu mension, mension ini sangat berbeda dengan mension bisanya, mension ini digunakan bukan untuk tempat tinggal namun digunakan untuk menyimpan senjata dan tempat bekerja."Apa wanita itu sudah menjalankan tugasnya?" tanya pria tersebut kepada salah satu anak buahnya yang sedang memandang monitor."Sudah tuan, dia menjalankan tugasnya dengan baik.""Bagus, ada gunanya juga aku menahan nafsuku selama ini karena mendidik dia untuk menjadi anak buah yang hebat," ucap pria itu berjalan menuju ke salah satu senjata miliknya."Kalau begitu masuk ke misi selanjutnya," lanjut pria itu dengan senyum menyeringgan menatap monitor yang memperlihatkan seorang gadis sedang menonton tv dengan beberapa berkas yang berserakan di sekitarnya.DrrrtDrrrtPria itu mengambil ponselnya yang bergetar, dia melihat nama yang muncul yaitu Eliana."Bagaimana pekerjaanku
Pagi yang cerah, matahari hari bersinar sangat indah. Leon baru saja selesai mandi, dia sedang merapikan pakaiannya. Hari ini dia bangun lebih cepat dari Naya, lebih tepatnya dia sama sekali tak tidur karena terus memandang wajah Naya yang begitu tenang saat sedang tidur.Setelah selesai merapikan pakaiannya dan rambutnya, Leon berjalan mengendap-ngendap mengambil tap dan machbooknya secara perlahan agar Naya tidak terbangun."Tu--""Sstttt....." Luke menutup mulutnya berjalan mendekati Leon sambil mengendap-ngendap."Ayo tuan berangkat," bisik Luke di telinga Leon yang di jawab anggukan oleh Leon."Pergilah keluar, sebentar lagi aku akan keluar. Aku harus pamit terlebih dahulu dengan Naya," balas Leon dengan berbisik juga.Luke mengangguk, dia berjalan keluar dari kamar Leon sambil mengendap-ngendap.Leon yang telah memastikan Luke sudah keluar dari kamarnya berjalan mendekati Naya yang masih tertidur pulas.Cu
Helikopter turun di hotel milik keluarga Mark, Leon dan 4 sahabatnya bergegas segera turun."Apa sudah bisa di lacak, siapa yang melakukannya?" tanya Leon kepada anak buah Mark yang menjemputnya di depan hotel."Tuan Mark mencurigai satu orang tuan," ucap Juan sambil fokus menyetir."Siapa?" tanya Kenzo yang mulai mengecek cctv yang di kirimkan tim Nara."Saudara tiri tuan Leon," seru Juan memberhentikan mobilnya tak jauh dari lokasi bar milik Leon, terlihat di sekitar bar ada 3 mobil pemadam."HAH?! SAUDARA TIRI?" pekik Kenzo terkejut.Leon dan Juan tidak menjawab mereka sudah lebih dulu turun dari mobil. Leon berlari menuju Mark yang berdiri dengan wajah khawatir."Apa ada korban?" tanya Leon menatap bar yang habis terbakar."Tidak, hanya luka-luka kecil," sahut Mark memandang pasrah."Bagaimana bisa kau tidak ada di tempat?" Steffen angkat bicara."Aku tadi mendapatkan tele
Helikopter milik Leon mendarat sempurna di halaman belakang rumah Leon. Anak buah Leon berdiri di pintu belakang menyambut kedatangan 2 helikopter, Nara yang berdiri paling depan tersenyum saat melihat sang kekasih Steffen kembali dengan selamat. Semua anak buah Leon membungkuk saat Leon lewat, Leon tak membalas membukuk dia langsung saja masuk meninggalkan 4 sahabatanya."Si Leon ngapatu cepat amat jalannya," ujar Steffen melihat punggung Leon yang mulai menjauh."Naya sakit," ucap Nara membuat 4 sahabatnya terkejut."Sakit? Sakit apa?" tanya Dejun kepada Nara."Sepertinya Naya banyak pikiran, membuat datang bulannya tidak teratur dan membuatnya sakit perut.""Aishh... Pasti rasanya sakit sekali tidak seperti biasanya kau datang bulan," seru Steffen. "Kaau pergilah liat ke adaan Naya, aku dan yang lain akan bersih-bersih terlebih dahulu."Nara mengangguk, "Baiklah."Nara berjalan menuju kamar
"Lebihh cepatt lagii Lukee... Lebih cepat lagiii..." seru Naya yang sekarang sedang berada di mobil dengan rasa yang penuh khawatir. Darah yang berada di perut Leon terus keluar tak henti-henti."Iya nyonya iyaa." Luke menaikkan pedal gasnya, saat semua mobil telah menepi."Ku mohon bertahan lah Leon... Hiks.... Bertahanlah..." tangis Naya pecah melihat wajah Leon pucat pasih. Apalagi tadi saat dia melihat saat Leon tertembak di depan matanya sendiri. Flasback on"NAYA AWAS!!"Leon berlari kearah Naya, sedangkan Naya yang samar mendengarkan teriakan Leon tetap berdiri di tempat sambil tersenyum.DorrDorrLeon memeluk Naya erat, membuat 2 tembakan berhasil mengenai perutnya. Kemeja putihnya telah berganti warna menjadi merah. Semua orang yang berada di acara itu berteriak kuat."LEON!!""Syukurlah kau tidak kenapa-napa," ucap Leon sambil tersenyu
"Leon..." panggil seorang dari pintu, Leon menoleh kebelakang, itu adalah Naya yang sedang menatapnya membawa selimut untuk menutupi badannya padahal dia telah memakai pakaian. Dia berjalan kearah Leon sekarang dengan rasa takut dan ragu. Leon yang paham mengeserkan duduknya hingga mentok di pinggir pegangan pinggir kursi, agar dia menjaga jarak dari Naya. Naya duduk di samping Leon , menutup badannya."Ada apa hmm?" tanya Leon dengan lembut sambil menatap Naya, namun Naya tidak menatap dirinya."Aku takut..." lirih Naya sambil menatap bintang."Dia sudah mati, jangan takut.""Kau sudah melihat tubuhku, apa kau akan jadikan aku sebagai budak nafsu mu dan teman-teman mu?""Apa maksud mu Naya?""Aku takut... Akuu takut hikss... Leon... Aku takut..." Naya mulai menangis lagi."Naya dengarkan aku, aku mungkin laki-laki sama seperti penjahat itu, tapi aku tidak sebejat dirinya, bukannya sudah ku katakan?
"Leon bagaimana ini ada 2 lokasi yang harus kita lihat, dan jarahnya cukup jauh keduanya," ucap Kenzo menatap machbooknya. Ada dua titik lokasi antara ponsel Darma dan titik lokasi jam tangan Naya."Makasud mu apa?!""Kita mengikuti jam tangan Naya atau lokasi ponsel ayah mu? Ada dua kemungkinan yang terjadi di sin--""Aku pilih jam tangan Naya, aku yakin Naya masih menggunakan jam tangannya cuman telah tersenggol lagi dengan yang lain mungkin mengakibatkan jamnya sudah tidak menghasilkan suara lagi.""Kalau mengikuti jam tangan Naya artinya Naya berada di hotel bintang lima itu, jaraknya hanya 3 kilo dari sini."Leon melepaskan pengamannya saat tau helikopter yang dia naiki akan turun di salah satu kantor milik sepupu Kenzo. Leon mengambil pistol miliknya yanga dia rakit sendiri lalu di sembunyikannya di balik kaosnya."Apa pun yang terjadi di hotel nanti ntah Naya berpakaian atau
Hara masuk kedalam Lab, smeua mata tertuju kepada dirinya, membuat Hara gugup dia merasa teman-temannya tau kalau Naya pergi di bawa oleh seseorang.TRING!!Hara terkejut ponselnya berbunyi, dia mengambil ponslenya melihat nama yang muncul dari ponselnya. Dia adalah Eliana."Halo nyonya aku te--"'Cepat pergi dari sana! Bersembunyilah, Leon dan yang lain sedang menuju kampus!'"Hah?! Lalu bagaiman ini, aku akan ke apartemen mu saja ya?"'Tidak! Aku sedang dalam perjalan menuju Eropa, kau urus lah diri mu sendiri lagi, terimasih telah menjadi budak ku."Titt....Sambungan terputus, Hara panik bukan main, dia tidak tau harus bersembunyi dimana sekarang. Dengan cepat dia membereskan smeua barang-barangnya lalu berlari kearah parkiran. Dia akan pergi jauh ketempat kampung orang tua yang sangat terpencing. Hara yang sudah panik tidak menghubungi adiknya terlebih dahul
Pagi ini hujan turun, membuat udah yang masuk kedalam kamar Leon sangatlah dingin. Naya sudah mematikan ac di kamar Leon namun dirinya dan Leon masih enggan bangun meninggalkan kasur yang sangat membuat keduanya nyaman. Posisi keduanya masih saling berpelukan, seperti posisi saling peluk adalah posisi yang membuat keduanya nyaman.Naya membukannya matanya perlahan, karena ingat dia harus pergi kuliah sebum jam 9. Saat mngerjapkan matanya dia melihat Leon yang masih tertidur menghadap dirinya, bentuk wajah Leon sangat indah ternyata, membuat Naya terpesona."Sudah bangun?" suara berat yang selalu Naya dengar saat bangun tidur adalah suara Leon yang masih memejamkan matanya namun ternyata dia telah bangun."Hmmm sudah," ucap Naya sambil mengulet. "Pergi mandi sana, sekarang jadwal membersihkan luka di perut mu.""Engga mau mandi, malas, dingin," ucap Leon sambil ngedusel ke bahu Naya seperti anak kecil.
"Hara, aku ada sedikit kurang paham dengan tugas yang di berikan buk Syla tadi,""Mau mengerjakannya bersama-sama?" tawar Hara kepada Naya.Naha mengangguk antusias "Apa kau tidak sibuk?""Tidak, adikku sedang tidak pulang kerumah beberapa hari ini, dia tidur di rumah kawannya yang berada di dekat kampus, karena masihh ujian praktikum jadi mereka ngumpul untuk belajar bersama.""Kalau begitu aku akan menghubungi Leon terlebih dahulu." Naya mengambil ponselnya dari dalam tasnya untuk meminta izin kepada Leon."Leon ada menghubungi mu Luke?" tanya Naya kepada Luke.Luke mengangguk, "Tadi ada, tapi udah 1 jam yang lalu, emangnya ada apa?""Aku ingin meminta izin kepadanya, aku mau membawa Hara kerumah, kira-kira boleh tidak ya?""Coba saja kau hubungi."Naya mengangguk menghidupkan ponselnya mencari nama Leon. Setelah menemukannya, Naya langsung menekan tombol hijau.
"Rumah sama kecil ku?""Itu rencana yang aku katakan untuk memberi pelajaran kepada om Darma," ucap Kenzo dengan percaya diri."Kau..." Leon menggantung ucapannya menatap Kenzo tajam. Kenzo balik menatap Leon sambil menenguk ludah, wajah Leon tidak seperti ekspetasi Kenzo yang rasa akan terlihat senang, namun kenyataannya dia salah, Leon saat ini sedang mengeraskan rahangnya, mengerutkan keningnya."Sini!" bentak Leon sambil membesarkan matanya sekarang.Kenzo berjalan mendekati Leon dengan rasa sedikit takut. Seketika seisi meja makan mendadak bungkap dan ketakutan."A-apa aku melakukan kesalahan?""Tidak, tapi pekerjaan mu itu bagus," ucap Leon mengubah mimik wajahnya menjadi senang.Kenzo langsung tertawa melihat perubahan wajah Leon yang mengejutkan. Anak buah yang lain, yang ikut serta dalam pembakaran tadi malam ikut tertawa."Tapi tuan, bagaimana kalau di dalam sana tidak ada ayah
Naya duduk di samping Leon, tubuhnya masih terus bergetar, dia masih merasa ketakutan. Leon sekarang sedang berbaring tidak sadarkan diri di tempat tidur. Darah yang dia keluarkan cukup banyak membuat tubuhnya menjadi lemas."N-nara apa kau punya obat penenang?"Nara mengangguk, "Ini, minumlah, setelah itu kau tidur."Naya mengambil obat penenang yang Nara berikan. "Apa kau mau memelukku Nara? Tubuhku menolak untuk tidur jika tidak ada yang memelukku.""Tentu saja, ayo tidur di kamar sebelah. Biar ku pijat juga badan mu agar lebih rileks."Naya mengangguk dia berdiri dan berjalan lebih dulu ke kamarnya. Naraa berjalan di belakang Naya."Aku akan mengambilkan minum untuk mu sebentar," ucap Nara berjalan kearah dapur.Naya mengangguk lemah."Bagimana keadaannya?" tanya Steffen mendekati Nara."Leon belum siuman cuman pendarahannya sudah ku hentikan, kalau Naya, dia masi
Leon menikmati suasa kafe yang bernuansa perkebunan ini, dia dapat menikmati kenikmatan udara yang masuk delama lobang hidungnya, sengguh sejuk, padahal hari sudah terbilang siang, matahari sudah hampir berada di atas kepala."Udah alam engga kesini rasanya masih sama aja ya," ucap leon memejamkan matanya, menikmati setiap hembusan napasnyang sangat nikmat sampai dirinya tak ingin melewati satu kenikmatan pun."Iyaa, masih asri bahkan lebih asri jika di lihat-lihat," sahut Kenzo yang melihat-lihat sekelilingnya."Gue pengen buat belakang rumah gue kayak gini, kira-kira butuh berapa tukang kebun ya?""Lo gila, mau letak bunga-bunga cantik kayak gini di belakang rumah? Ingat helikopter lo bejibun ya Leon, belum terbang helikopter lo masih di panasin di bunga udah berceceran kemana-mana," celetuk Kenzo mengingat belakang rumah Leon ada 4 helikopter dan 3 pesawat wing."Iya juga ya, kalau gitu gue beli rumah lagi deh untuk di bi
"Leon apa kau yakin ingin pergi kerumah ayahmu?" Kenzo menarik bahu Leon."Iya, aku sangat muak dengan dirinya!" kesal Leon dengan wajah yang sudah terlihat memerah."Jangan lakukan itu, luka di perutmu masih basah, bisa berdarah kembali jika kau banyak bergerak.""Aku tidak peduli, aku ingin membunuhnya sekarang," ucap Leon membuka bagasi mobilnya dan mengambil pistol yang dia buat sendiri."Leon, jangan membuat Naya menangis untuk kedua kalinya, aku akan mengurus semua ini aku akan memperketat semua pengamanan dan turun ke lapangan sendiri untuk memata-matai ayah mu.""Jika aku tidak kerumahnya sekarang, dia akan masuk ke rencana selanjutnya Kenzo, kau macam tidak tau bagaimana ayahku," cerca Leon menatap Kenzo dengan penuh amarah."Cukup-cukup cobalah tenang, ada hal yang ingin ku memberi tahu kepada mu, kalau anak buah kita ada yang berhasil masuk ke dalam