"Om Gunawan?"
"Pria penjual organ dan wanita."
Semua mata tertuju kepada Leon. Steffen mulai menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Ini otakku yang ke kecilan atau gimana ya?" tanya Steffen dengan raut wajah binggung.
"Sejak kapan kamu punya otak?" celetuk Nara yang berada di samping Haechan.
"Punya lah, emang kayak kamu otak di gadain ke shopee."
"Enak aja..."
"Gue engga paham dengan hubungan om Gunawan, ayahmu dan keluarga Naya," ucap Dery menyengir.
"Terimakasih Dery kau sudah mewakiliku," sahut Steffen ikut menyengir.
"Jadi gini, ayah Leon itu tau kalau anaknya menyimpan gadis cantik di rumahnya, dan ayah Leon bilang kalau gadis itu adalah anak dari wanita yang pernah menjadi mainannya. Dia bilang ke Leon kalau body Naya engga kalah bagus dari pada ibunya dan nyuruh Leon untuk menyicicipinya. Dari situ bisa kita simpulkan semua kejadian dari mulai ayah Naya bangkut bisa aja itu dari ayah Leon yang menginginkan ibu Naya untuk bermain dengan dirinya lagi. Terus dia juga ingin bermain dengan Naya. Maka dari situ kita harus mencari tau siapa yang menipu ayahnya Naya, ntah itu suruhan ayahnya Leon atau benar teman ayah Naya sendiri. Dan mengapa bersangkut paut dengan om Gunawan, karena ayah Leon dapatin wanita yang bisa dia mainin setiap malam itu ya dari om Gunawan, dengan imbalan ayah Leon harus memberikan wanita cantik agar ayah Leon bisa bermain lagi dengan wanita lainnya. Denger-denger wanita yang om Gunawan jual itu beda dengan penjual lainnya. Makanya ayah Leon itu ngejar Naya bisa untuk dua kegunaan, pertama dia jual, kedua dia pakai untuk nafsu dia sendiri," Jelas Kenzo sambil mencoret machbooknya agar yang lain paham.
Dery mengangguk, "Berarti kita mulai dari ayahnya dulu kan? Otomatis kita harus ngelindungi keluarganya dulu sebelum cari tau, biar keluarga Naya aman."
"Nahh... Iya, jadi lo mau mindahkan keluarga Naya kemana?" tanya Kenzo menatap Leon.
"Rencanaku ke America sih, sekalian bantu-bantu Johny disana."
"Lo udah ada cerita ke Naya atau datangin keluarganya gitu?" tanya Nara sambil mengeluarkan ponselnya.
"Tadi aku udah datangin keluarganya, awalnya mereka ngusir, terus aku cerita dari awal mula ketemu Naya, terus orang tuanyanya engga percaya namun lama-lama mereka percaya dengan apa yang gue bilang, walaupun sempat ada sedikit perdebatan dengan ayah Naya, tapi mereka akhirnya menerima, dengan imbalan mereka harus bertemu Naya terlebih dahulu sebelum mereka pergi ke America untuk melihat keadan sang anak apakah benar-benar baik atau tidak, dan meraka minta tidak membatasi Naya untuk memberi kabar kepada orang tuanya," jelas Leon di balasa dengan anggukan oleh semua sahabatnya.
"Ayah Naya tau ibunya pernah bermain dengan ayah mu?"
"Tidak, tadi kebetulan ayahnya keluar sebentar, jadi aku sempat berbicara berdua dengan ibunya."
"Lalu?"
"Ibunya memintaku untuk menjaga Naya, dan mau mengikuti apapun perintahku. Ibunya takut dengan ayahku, dia bilang dia tak ingin bertemu dengan ayahku lagi."
"Kalau begitu kita sudah bisa mulai sekarang," ucap Kenzo mulai mengirim pesan kepada anak buahnya.
"Kalau gitu aku ingin ke gedung timur dulu, mengurus kinerja anak buahku, sebentar lagi mereka akan ganti shift," ucap Nara bangkit dari tempat duduknya.
"Tunggu sebentar," ucap Steffen menarik tangan Nara untuk duduk kembali.
"Kenapa?" tanya Nara binggung menatap Steffen yang melepas sendalnya.
"Nih pakai, kau pasti bakal lari-larian dari sini sampai gedung timur, jadi kau harus pakai sendalku, untuk menghindari terjadinya sesuatu. Soalnya mata mu sukak tiba-tiba buta," ucap Steffen memaikaikan sendalnya ke kaki Nara.
"Kegedean anjir, kakiku berasa naik sampan," ungkap Nara saat dia mencoba berjalan di dalam ruangan memakai sendal milik Steffen.
"Pakai! Jangan bandel deh," bentak Steffen.
"Iya iya, kalau gitu aku pergi dulu, kalian lanjutlah diskusi tanpa gue," ucap Nara pamit lalu keluar dari ruang diskusi.
Semuanya sibuk dengan machbook masing-masing, Kenzo yang mencoba mengehack akun akun milik ayah Leon untuk melihat chat ayahnya setiap hari dengan siapa saja. Sedangkan Dejun mengintruksi anak buahnya untuk turun ke daerah rumah keluarga Naya dan melihat sekitar rumahnya. Sedangkan Dery dan Steffen mengintruksi sebagian anak buahnya untuk melihat lingkungan rumah ayah Leon dan siapa saja anak buah ayahnya, agar mereka lebih mudah mengenali ketika sudah memulai misi perlindungan. Di samping Kenzo, Leon tengah sibuk dengan kantor dan berusaha menghubungi paman Kim agar berhenti untuk menyetor senjata dan narkoba kepada sang ayah. Selain itu Leon juga mencari tau tentang penghasilan sang ayah dari mana saja, selain dari penjualan barang ilegal. Mereka ber lima pasti akan sibuk bergelut dengan machbook masing-masing sampai tidak tau suasana hari sudah semakin gelap.
*****
"Kau sama cantiknya ternyata dengan ibumu," ucap lelaki yang sepertinya sudah berumur, dia mendekatkan wajahnya ke wajah Naya. Naya memejamkan matanya dia berusaha menjauhkan wajahnya dari lelaki tersebut, namun kepalanya di tahan oleh lelaki tersebut.
"Menjauhlah!" bentak Naya mulai ketakutan.
"Malam ini aku ingin menikmati tubuhmu, sepertinya permainanmu sama enaknya dengan ibu mu," lelaki itu mengelus pipi Naya dengan lembut, dia melirik bagian dada Naya, pas sekali dengan Naya yang sedang memakai kemeja dengan 3 kancing atas yang terbuka, lelaki tersebut dan melihat sedikit milik Naya.
"Jangan lakukan itu, ku mohon..." Naya menggelengkan kepalanya langsung menyilangkan tangannya di dada untuk menutupi bagian dadanya.
"Ayolah... ibu mu saja tidak malu menunjukkannya kepada ku, untuk apa kau malu. aku yakin permainan mu sangat nikmat Naya." lelaki itu menari tangan Naya kuat sambil tersenyum menggoda.
"AAAAAA....."
Naya berteriak kuat dan membuka matanya, nafasnya mulai memburu. Dia menangis ketakutan melihat sekeliling kamarnya, tubuhnya mulai bergetar. Dia memeluk kakinya sambil menyembunyikan wajahnya.
"Tuhan ku mohon..."
Bayangan lelaki itu terus berputar di kepala Naya, dia memejamkan matanya dan menutup telinganya, sekarang suara berat lelaki itu muncul di telinganya. Naya melirik pintu kamarnya, dia sangat ingin keluar dari kamarnya, namun kakinya tidak dapat bergerak, dia lemas selemas lemasnya, napasnya semakin tidak teratur. Naya berusaha mengumpulkan energinya untuk meraih pintu kamarnya yang tak jauh dari tempat tidurnya.
"Ku mohon beri aku kekuatan..."
Kaki Naya langsung diberikan sedikit tenaga, akhirnya di bisa membuka pintu kamarnya lalu keluar, di luar dia tidak melihat siapapun. Naya melirik jam, pukul 00.30. dia berjalan menuju sofa sambil menangis ketakutan.
"Nyonya apakah kau baik-baik saja?" tanya salah satu anak buah Leon yang berdiri di depan pintu kamar mandi.
Naya tidak memperdulikan anak buah Leon yang menatap dirinya binggung tersebut. dia terus menangis, telinganya masih tergiang-tergiang dengan suara berat lelaki itu, begitupun dengan isi kepalanya masih muncul senyum bejat lelaki itu yang terus muncul di mimpinya tersebut.
Naya merebahkan tubuhnya yang masih bergetar dan masih terus menangis, dia menatap lift sambil berdoa semoga Leon segera datang. Namun sudah setengah jam Naya menunggu Leon tak kunjung datang.
"Nyonya, apa yang sedang ka lakukan disini," ucap anak buah Leon yang bername tag Adit tersebut.
"A-aku m-menunggu L-Leon," ucap Naya pelan dengan sisa sisa tangisan.
"Aishh..." Adit mengeluarkan ponselnya, dia berjalan menjauh dari Naya.
Naya terus memandang lift yang tak kunjung terbuka, lama kelamaan matanya terasa berat, mungkin karena dia baru saja siap menangis membuatnya sangat mengantuk. Namun Naya tak ingin menutup matanya, dia takutt dengan lelaki yang terus mendatanginya. Walaupun sudah di tahan dengan sekuat tenaga, Naya menyerah, dia kembali tertidur di sofa sambil menumpu tangannya untuk di jadikan bantal.
*****
Sekarang telah pukul 1 malam mereka masih sibuk dengan machbook. Dery, Dejun dan Kenzo sesekali telah menguap, sedangkan Steffen dan Leon tampak masih fress, mata mereka sangat terlihat begitu kuat, menatap machook berjam-jam. Namun tiba-tiba ponsel Leon bergetar yang berada di atas meja.
Drrrt drttt drrrtt
Leon melirik ponselnya, tertulis nama anak buahnya yaitu Adit yang muncul. Leon mengangkat telfon dari Adit sambil berjalan keluar dari ruangan.
"Halo dit, ada apa?"
"Apakah tuan tidak pulang? Saya akan pergantian shift sekarang."
"Saya ada di gedung barat, yaudah kamu pulang saja."
"Tapi tuan di lantai 4 hanya ada saya yang menjaga. Setelah shift saya habis sudah tidak ada lagi."
"Ohh iyaa, nanti Luke saya suruh naik ke atas."
"Tu--"
Leon langsung mematikan ponselnya, tanpa mendengarkan ucapan Adit yang belum selesai.
"Luke, naik ke atas, shift adit akan segera selesai," ucap Leon menepuk bahu Luke.
"Tuan tidak istirahat?"
"Tidak, aku banyak kerjaan," jawab Leon berjalan menuju ruang diskusi lagi.
"Bagaimana dengan Naya? Jika dia mimpi buruk lagi bagaimana?"
Leon memukul jidatnya. Dia melupakan gadis itu. Pantas saja Adit menelfon dirinya, biasanya tidak pernah menelfon jika pergantian shift.
"Duluan lah, segera cek keadaan Naya, aku kan menyusul," suruh Leon masuk kedalam ruang diskusi yang tadinya sahabatnya masih bekerja sekarang telah tidur semua kecuali Steffen yang masih mengotak-ngotik machbooknya.
"Siapa telfon?"
"Anak buahku," ucap Leon mengambil jaketnya dan machbooknya.
"Kau mau kemana?"
"Aku ingin balik ke kamar, ingin mengecek Naya."
"Ahh... Iya, kalau gitu Aku mau ke tempat Nara deh, kasian dia tidak ada yang mengeloninya pasti." Steffen membereskan barang-barangnya, dan mematika machbook Kenzo, Dejun dan Dery yang sudah tertidur pulas.
"Yaudah kalau gitu gue duluan ya," pamit Leon keluar dari ruang diskusi.
"Yess bisa kelonan sama Nara..." ucap Steffen sabil tersenyum mengambil sendal Jeno.
Leon berlari menuju gedung Selatan lalu menaiki lift ke lantai 4 dimana kamarnya berada. Baru pintu lift terbuka telah terlihat Naya tertidur di sofa tanpa alas bantal di kepalanya dan selimut. Leon melihat wajah Naya yang terlihat baru selesai menangis.
"Kenapa dia sini?" bisik Leon kepada Adit yang belum pulang.
"Engga tau tuan, pas saya mau ke kamar mandi nyonya sudah banjir air mata. Terus pas saya tanya kenapa, dia tidak menjawab, terus dia tidur di sofa. Selesai dari kamar mandi saya hampiri dia, saya tanya lagi katanya menunggu tuan. Saya ingin menelfon tuan tapi saya takut mengganggu, saya telfon Luke ponselnya mati. Jadi say--"
Belum selesai Adit menjelaskan, Leon sudah menggendong Naya ala bridal style. Luke dan Adit yang melihatnya hanya bungkam. Ini adalah kali kedua Leon terlihat khawatir namun tetap berusaha menahannya.
Leon membawa Naya ke kamarnya, badan Naya terasa sedikit panas. Dia meletakkan Naya di atas tempat tidurnya, dan menarikkan selimut hingga setinggi dada. Leon duduk di samping Naya sambil mengelus kepala Naya perlahan.
"Mau meluk, tapi belum mandi." Leon menghela napas lalu perlahan turun dari tempat tidurnya dan berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan badan.
Tak perlu menunggu lama Leon keluar tanpa menggunakan baju, hanya memakai celana panjang. Dia melihat Naya yang mulai gelisah. Leon langsung menghampiri Naya dan tidur di samping Naya, membawa Naya kedalam dekapannya. Leon mengelus-ngelus punggung Naya.
"K-kumohon jangan lakukan itu padaku..." ucap Naya pelan namun masih bisa di dengar oleh Leon.
"Shttt... Aku disini, engga ada yang bisa melakukan apapun kepadamu," bisik Leon meletakkan pipinya di atas kepala Naya dengan tangan yang masih sibuk mengelus punggung dengan lembut. Leon dapat menyium bau rambut Naya yang sangat harum.
"K-kau dari mana saja... Aku takut, hiks."
Leon mempererat pelukannya, dia membawa Naya kedalam dekapannya. Naya terus menerus mengigau hingga mengeluarkan air mata. Leon melihat Naya yang begitu tersiksa, dia terus mengelus Naya dan sesekali mencium kening Naya dan pucuk kepala Naya. Leon tau pasti lelaki brengsek itu masuk lagi kedalam mimpi Naya.
"Maafkan ayahku Naya."
Naya tidur dengan nyenyak di pelukan Leon, pelukannya sekarang bagaikan penangkal bagi Naya, seakan mimpi-mimpi buruk tidak berani masuk saat Leon sudah memeluk Naya. Dia sangat nyaman di pelukan Leon. Hingga matahari sudah naik, keduanya masih tetap tertidur dengan pulas. Leon sama sekali tidak melepas pelukannya dari Naya, membuat Naya tak bisa bergerak. Semakin lama matahari semakin tinggi, hingga menembus jendela kamar, membuat Naya merasa terganggu. Dia membuka matanya perlahan dan langsung di sungguhkan dengan dada Leon secara langsung tanpa di halang oleh baju. Sepanjang malam Leon telanjang dada memeluk Naya membuat Naya menunduk melirik bajunya yang terlihat masih aman, sekilas dia telah berpikiran aneh. "Aku sudah katakan, aku tidak akan melakukan apapun," ucap Leon dengan suara khas baru bangun tidur. Naya mendongak, dia menatap wajah Leon, yang masih memejamkan matanya.  
Di rumah, Naya mondar mandir di depan lift menunggu Leon kembali. Sudah hampir 3 jam Leon tak kunjung pulang, apakah dia baik-baik saja? Bagaimana dengan keluarganya, terutama sang adik. Apakah mereka terluka? Sangat banyak pertanyaan yang muncul di kepala Naya, bisa-bisa dia gila jika pertanyaan itu terus menerus muncul di kepalanya. Naya mengambil ponselnya mencoba menghubungi Leon namun telfonya tidak aktif, ingin menghubungi keluarganya namun Leon menyuruh Naya untuk tidak menghubungi siapa pun. Ting... Lift terbuka memunculkan Luke dan Ray begitupun dengan 4 sahabat Leon dan ada Nara juga. Naya segera mendekati mereka. "Leon diman--" Ucapan Naya terhenti saat dia melihat Leon keluarganya saat Luke dan Ray keluar dari lift. "Ayah... Ibu..." pekik Naya memeluk ibu dan ayahnya b
"Di temukan 3 mayat lelaki tergeletak di perubahan kecil. Pihak keluarga sama sekali tidak tahu menahu tentang kejadian tersebut. Terkhir korban mengatakan bahwa dia akan pergi keluar kota untuk bekerja.3 pria itu berumur 28 tahun, ketiga-tiganya di temukan tewas karena bunuh diri, dengan bukti tembakan yang masih mereka pegang. Sejauh ini polisi masih menyelidiki kasusnya, dan belum mengetahui apa motif bunuh diri dari 3 pria tersebut.""Bunuh diri lagi? Baru beberapa jam lalu ada berita bunuh diri." "Wahh... Benarkah?""Iya, sekitar jam 5 tadi sore di temukan mayat di dusun sebelah.""Kita harus berhati-hati ya berati mulai sekarang."Seketika suasana menjadi ricuh, akibat ocehan-ocehan serta tanggapan beberapa orang setelah mendengar berita menegangkan di televisi. Budaya membicarakan orang lain apalagi orang yang telah meninggal sangat sulit di hilangkan.Gadis yang sedari ta
Hara melangkahkan kakinya menuju apartement barunya, dia baru saja pulang dari kantor Dery, setelah mengajak lelaki itu balikan. Sekarang status dirinya telah memiliki seorang pacar, sepanjang jalan Hara tersenyum menyeringai, dia merasa bangga pada dirinya karena hanya dengan waktu sekejap dia bisa menaklukan hati Dery, mantan kekasihnya tersebut yang sekarang telah menjadi kekasihnya kembali.Hara merenggangkan tubuhnya sebelum membuka knop pintu. Tubuhnya sangat lelah akibat tak tidur semalaman, dia sibuk menyusun barang-barang yang dia bawa dari rumah lama ke apartement barunya. Hara sekarang tinggal di apartment bersama Abil sang adik di suruh oleh nyonya Eliana. Dia telah bekerja di bawah naungan wanita tersebut mulai hari ini. Bagaikan memenangkan lontre yang bernilai besar, Hara bisa memiliki semuanya mulai sekarang."Aku pulang...," seru Hara melihat sekeliling yang terlihat kosong. Dia berjalan menuju kamar Abil."A
Pria berpakaian serba hitam masuk ke salah satu mension, mension ini sangat berbeda dengan mension bisanya, mension ini digunakan bukan untuk tempat tinggal namun digunakan untuk menyimpan senjata dan tempat bekerja."Apa wanita itu sudah menjalankan tugasnya?" tanya pria tersebut kepada salah satu anak buahnya yang sedang memandang monitor."Sudah tuan, dia menjalankan tugasnya dengan baik.""Bagus, ada gunanya juga aku menahan nafsuku selama ini karena mendidik dia untuk menjadi anak buah yang hebat," ucap pria itu berjalan menuju ke salah satu senjata miliknya."Kalau begitu masuk ke misi selanjutnya," lanjut pria itu dengan senyum menyeringgan menatap monitor yang memperlihatkan seorang gadis sedang menonton tv dengan beberapa berkas yang berserakan di sekitarnya.DrrrtDrrrtPria itu mengambil ponselnya yang bergetar, dia melihat nama yang muncul yaitu Eliana."Bagaimana pekerjaanku
Pagi yang cerah, matahari hari bersinar sangat indah. Leon baru saja selesai mandi, dia sedang merapikan pakaiannya. Hari ini dia bangun lebih cepat dari Naya, lebih tepatnya dia sama sekali tak tidur karena terus memandang wajah Naya yang begitu tenang saat sedang tidur.Setelah selesai merapikan pakaiannya dan rambutnya, Leon berjalan mengendap-ngendap mengambil tap dan machbooknya secara perlahan agar Naya tidak terbangun."Tu--""Sstttt....." Luke menutup mulutnya berjalan mendekati Leon sambil mengendap-ngendap."Ayo tuan berangkat," bisik Luke di telinga Leon yang di jawab anggukan oleh Leon."Pergilah keluar, sebentar lagi aku akan keluar. Aku harus pamit terlebih dahulu dengan Naya," balas Leon dengan berbisik juga.Luke mengangguk, dia berjalan keluar dari kamar Leon sambil mengendap-ngendap.Leon yang telah memastikan Luke sudah keluar dari kamarnya berjalan mendekati Naya yang masih tertidur pulas.Cu
Helikopter turun di hotel milik keluarga Mark, Leon dan 4 sahabatnya bergegas segera turun."Apa sudah bisa di lacak, siapa yang melakukannya?" tanya Leon kepada anak buah Mark yang menjemputnya di depan hotel."Tuan Mark mencurigai satu orang tuan," ucap Juan sambil fokus menyetir."Siapa?" tanya Kenzo yang mulai mengecek cctv yang di kirimkan tim Nara."Saudara tiri tuan Leon," seru Juan memberhentikan mobilnya tak jauh dari lokasi bar milik Leon, terlihat di sekitar bar ada 3 mobil pemadam."HAH?! SAUDARA TIRI?" pekik Kenzo terkejut.Leon dan Juan tidak menjawab mereka sudah lebih dulu turun dari mobil. Leon berlari menuju Mark yang berdiri dengan wajah khawatir."Apa ada korban?" tanya Leon menatap bar yang habis terbakar."Tidak, hanya luka-luka kecil," sahut Mark memandang pasrah."Bagaimana bisa kau tidak ada di tempat?" Steffen angkat bicara."Aku tadi mendapatkan tele
Helikopter milik Leon mendarat sempurna di halaman belakang rumah Leon. Anak buah Leon berdiri di pintu belakang menyambut kedatangan 2 helikopter, Nara yang berdiri paling depan tersenyum saat melihat sang kekasih Steffen kembali dengan selamat. Semua anak buah Leon membungkuk saat Leon lewat, Leon tak membalas membukuk dia langsung saja masuk meninggalkan 4 sahabatanya."Si Leon ngapatu cepat amat jalannya," ujar Steffen melihat punggung Leon yang mulai menjauh."Naya sakit," ucap Nara membuat 4 sahabatnya terkejut."Sakit? Sakit apa?" tanya Dejun kepada Nara."Sepertinya Naya banyak pikiran, membuat datang bulannya tidak teratur dan membuatnya sakit perut.""Aishh... Pasti rasanya sakit sekali tidak seperti biasanya kau datang bulan," seru Steffen. "Kaau pergilah liat ke adaan Naya, aku dan yang lain akan bersih-bersih terlebih dahulu."Nara mengangguk, "Baiklah."Nara berjalan menuju kamar
"Leon..." panggil seorang dari pintu, Leon menoleh kebelakang, itu adalah Naya yang sedang menatapnya membawa selimut untuk menutupi badannya padahal dia telah memakai pakaian. Dia berjalan kearah Leon sekarang dengan rasa takut dan ragu. Leon yang paham mengeserkan duduknya hingga mentok di pinggir pegangan pinggir kursi, agar dia menjaga jarak dari Naya. Naya duduk di samping Leon , menutup badannya."Ada apa hmm?" tanya Leon dengan lembut sambil menatap Naya, namun Naya tidak menatap dirinya."Aku takut..." lirih Naya sambil menatap bintang."Dia sudah mati, jangan takut.""Kau sudah melihat tubuhku, apa kau akan jadikan aku sebagai budak nafsu mu dan teman-teman mu?""Apa maksud mu Naya?""Aku takut... Akuu takut hikss... Leon... Aku takut..." Naya mulai menangis lagi."Naya dengarkan aku, aku mungkin laki-laki sama seperti penjahat itu, tapi aku tidak sebejat dirinya, bukannya sudah ku katakan?
"Leon bagaimana ini ada 2 lokasi yang harus kita lihat, dan jarahnya cukup jauh keduanya," ucap Kenzo menatap machbooknya. Ada dua titik lokasi antara ponsel Darma dan titik lokasi jam tangan Naya."Makasud mu apa?!""Kita mengikuti jam tangan Naya atau lokasi ponsel ayah mu? Ada dua kemungkinan yang terjadi di sin--""Aku pilih jam tangan Naya, aku yakin Naya masih menggunakan jam tangannya cuman telah tersenggol lagi dengan yang lain mungkin mengakibatkan jamnya sudah tidak menghasilkan suara lagi.""Kalau mengikuti jam tangan Naya artinya Naya berada di hotel bintang lima itu, jaraknya hanya 3 kilo dari sini."Leon melepaskan pengamannya saat tau helikopter yang dia naiki akan turun di salah satu kantor milik sepupu Kenzo. Leon mengambil pistol miliknya yanga dia rakit sendiri lalu di sembunyikannya di balik kaosnya."Apa pun yang terjadi di hotel nanti ntah Naya berpakaian atau
Hara masuk kedalam Lab, smeua mata tertuju kepada dirinya, membuat Hara gugup dia merasa teman-temannya tau kalau Naya pergi di bawa oleh seseorang.TRING!!Hara terkejut ponselnya berbunyi, dia mengambil ponslenya melihat nama yang muncul dari ponselnya. Dia adalah Eliana."Halo nyonya aku te--"'Cepat pergi dari sana! Bersembunyilah, Leon dan yang lain sedang menuju kampus!'"Hah?! Lalu bagaiman ini, aku akan ke apartemen mu saja ya?"'Tidak! Aku sedang dalam perjalan menuju Eropa, kau urus lah diri mu sendiri lagi, terimasih telah menjadi budak ku."Titt....Sambungan terputus, Hara panik bukan main, dia tidak tau harus bersembunyi dimana sekarang. Dengan cepat dia membereskan smeua barang-barangnya lalu berlari kearah parkiran. Dia akan pergi jauh ketempat kampung orang tua yang sangat terpencing. Hara yang sudah panik tidak menghubungi adiknya terlebih dahul
Pagi ini hujan turun, membuat udah yang masuk kedalam kamar Leon sangatlah dingin. Naya sudah mematikan ac di kamar Leon namun dirinya dan Leon masih enggan bangun meninggalkan kasur yang sangat membuat keduanya nyaman. Posisi keduanya masih saling berpelukan, seperti posisi saling peluk adalah posisi yang membuat keduanya nyaman.Naya membukannya matanya perlahan, karena ingat dia harus pergi kuliah sebum jam 9. Saat mngerjapkan matanya dia melihat Leon yang masih tertidur menghadap dirinya, bentuk wajah Leon sangat indah ternyata, membuat Naya terpesona."Sudah bangun?" suara berat yang selalu Naya dengar saat bangun tidur adalah suara Leon yang masih memejamkan matanya namun ternyata dia telah bangun."Hmmm sudah," ucap Naya sambil mengulet. "Pergi mandi sana, sekarang jadwal membersihkan luka di perut mu.""Engga mau mandi, malas, dingin," ucap Leon sambil ngedusel ke bahu Naya seperti anak kecil.
"Hara, aku ada sedikit kurang paham dengan tugas yang di berikan buk Syla tadi,""Mau mengerjakannya bersama-sama?" tawar Hara kepada Naya.Naha mengangguk antusias "Apa kau tidak sibuk?""Tidak, adikku sedang tidak pulang kerumah beberapa hari ini, dia tidur di rumah kawannya yang berada di dekat kampus, karena masihh ujian praktikum jadi mereka ngumpul untuk belajar bersama.""Kalau begitu aku akan menghubungi Leon terlebih dahulu." Naya mengambil ponselnya dari dalam tasnya untuk meminta izin kepada Leon."Leon ada menghubungi mu Luke?" tanya Naya kepada Luke.Luke mengangguk, "Tadi ada, tapi udah 1 jam yang lalu, emangnya ada apa?""Aku ingin meminta izin kepadanya, aku mau membawa Hara kerumah, kira-kira boleh tidak ya?""Coba saja kau hubungi."Naya mengangguk menghidupkan ponselnya mencari nama Leon. Setelah menemukannya, Naya langsung menekan tombol hijau.
"Rumah sama kecil ku?""Itu rencana yang aku katakan untuk memberi pelajaran kepada om Darma," ucap Kenzo dengan percaya diri."Kau..." Leon menggantung ucapannya menatap Kenzo tajam. Kenzo balik menatap Leon sambil menenguk ludah, wajah Leon tidak seperti ekspetasi Kenzo yang rasa akan terlihat senang, namun kenyataannya dia salah, Leon saat ini sedang mengeraskan rahangnya, mengerutkan keningnya."Sini!" bentak Leon sambil membesarkan matanya sekarang.Kenzo berjalan mendekati Leon dengan rasa sedikit takut. Seketika seisi meja makan mendadak bungkap dan ketakutan."A-apa aku melakukan kesalahan?""Tidak, tapi pekerjaan mu itu bagus," ucap Leon mengubah mimik wajahnya menjadi senang.Kenzo langsung tertawa melihat perubahan wajah Leon yang mengejutkan. Anak buah yang lain, yang ikut serta dalam pembakaran tadi malam ikut tertawa."Tapi tuan, bagaimana kalau di dalam sana tidak ada ayah
Naya duduk di samping Leon, tubuhnya masih terus bergetar, dia masih merasa ketakutan. Leon sekarang sedang berbaring tidak sadarkan diri di tempat tidur. Darah yang dia keluarkan cukup banyak membuat tubuhnya menjadi lemas."N-nara apa kau punya obat penenang?"Nara mengangguk, "Ini, minumlah, setelah itu kau tidur."Naya mengambil obat penenang yang Nara berikan. "Apa kau mau memelukku Nara? Tubuhku menolak untuk tidur jika tidak ada yang memelukku.""Tentu saja, ayo tidur di kamar sebelah. Biar ku pijat juga badan mu agar lebih rileks."Naya mengangguk dia berdiri dan berjalan lebih dulu ke kamarnya. Naraa berjalan di belakang Naya."Aku akan mengambilkan minum untuk mu sebentar," ucap Nara berjalan kearah dapur.Naya mengangguk lemah."Bagimana keadaannya?" tanya Steffen mendekati Nara."Leon belum siuman cuman pendarahannya sudah ku hentikan, kalau Naya, dia masi
Leon menikmati suasa kafe yang bernuansa perkebunan ini, dia dapat menikmati kenikmatan udara yang masuk delama lobang hidungnya, sengguh sejuk, padahal hari sudah terbilang siang, matahari sudah hampir berada di atas kepala."Udah alam engga kesini rasanya masih sama aja ya," ucap leon memejamkan matanya, menikmati setiap hembusan napasnyang sangat nikmat sampai dirinya tak ingin melewati satu kenikmatan pun."Iyaa, masih asri bahkan lebih asri jika di lihat-lihat," sahut Kenzo yang melihat-lihat sekelilingnya."Gue pengen buat belakang rumah gue kayak gini, kira-kira butuh berapa tukang kebun ya?""Lo gila, mau letak bunga-bunga cantik kayak gini di belakang rumah? Ingat helikopter lo bejibun ya Leon, belum terbang helikopter lo masih di panasin di bunga udah berceceran kemana-mana," celetuk Kenzo mengingat belakang rumah Leon ada 4 helikopter dan 3 pesawat wing."Iya juga ya, kalau gitu gue beli rumah lagi deh untuk di bi
"Leon apa kau yakin ingin pergi kerumah ayahmu?" Kenzo menarik bahu Leon."Iya, aku sangat muak dengan dirinya!" kesal Leon dengan wajah yang sudah terlihat memerah."Jangan lakukan itu, luka di perutmu masih basah, bisa berdarah kembali jika kau banyak bergerak.""Aku tidak peduli, aku ingin membunuhnya sekarang," ucap Leon membuka bagasi mobilnya dan mengambil pistol yang dia buat sendiri."Leon, jangan membuat Naya menangis untuk kedua kalinya, aku akan mengurus semua ini aku akan memperketat semua pengamanan dan turun ke lapangan sendiri untuk memata-matai ayah mu.""Jika aku tidak kerumahnya sekarang, dia akan masuk ke rencana selanjutnya Kenzo, kau macam tidak tau bagaimana ayahku," cerca Leon menatap Kenzo dengan penuh amarah."Cukup-cukup cobalah tenang, ada hal yang ingin ku memberi tahu kepada mu, kalau anak buah kita ada yang berhasil masuk ke dalam