Beranda / Romansa / A Wife's Diary / Jerat Sang Janda

Share

Jerat Sang Janda

Penulis: Yani m
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-17 04:30:25

Fadil pun menghentikan mobilnya tepat di tempat yang diminta oleh perempuan yang duduk disampingnya. 

"Aku antar sampai ke rumah, ya?" tanya lelaki yang sudah beristri itu penuh harap. 

"Jangan ah, lain kali aja," jawab sang Janda terkesan jual mahal. 

"Baiklah, tapi janji ya? Lain kali aku boleh mampir."

" Iya, boleh, nginep juga boleh," sahut perempuan itu dengan senyum menggoda. 

Wanita itu sepertinya tahu betul, bagaimana cara menarik ulur seorang lelaki agar semakin penasaran kepada dirinya. Fadil masih mematung dengan mulut sedikit terbuka saat tubuh seksi Melati melenggang manja di hadapannya. 

Setelah, wanita penggoda itu menghilang di ujung gang sempit. Fadil segera masuk dan duduk di balik kemudi. Kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan kota kecil yang tampak lengang. 

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • A Wife's Diary   Makan Malam

    Lelaki itu pun tampak kesal mendengar jawaban dari sang istri. Ia segera menutup sambungan telepon tanpa sepatah kata pun. Fadil kembali menelusuri akun media sosial Melati. Setiap detail foto bahkan setiap komentar di postingannya, dibaca satu persatu oleh Fadil. Lelaki itu sepertinya begitu terobsesi dengan wanita yang baru dikenalnya.Langit tampak mendung, awan hitam berarak menutupi Cakrawala. Menjadikan warnanya menjadi kelabu. Beberapa saat kemudian, hujan turun dengan deras. Bulan November adalah musim penghujan, hampir setiap hari turun hujan di kota kecil itu. Fadil memutuskan untuk pulang terlebih dahulu agar bisa bersiap-siap untuk menemui sang pujaan hati.Lelaki itu bahkan mengabaikan panggilan telepon dari sang istri beberapa kali. Padahal hari itu, Fadil seharusnya pulang lebih awal ke rumah karena Fadil hanya pulang sekali dalam seminggu.Lelaki itu memacu kendaraan roda empatnya dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-17
  • A Wife's Diary   Pulang

    Malam sudah semakin larut, hampir jam sebelas malamNamun, Fadil sepertinya enggan untuk beranjak dan pergi jauh dari Melati. Lelaki itu lupa bahwa sang istri sedang menunggunya di rumah."Katanya mau pulang? Pulang sana!" seru Melati dengan mengulum senyum."Males, ah, enakan di sini sama kamu," jawab Fadil seraya menatap nakal ke arah janda beranak dua itu."Kenapa males pulang?" tanya Melati, mulai memancing."Males aja, istriku itu klo ke ke rumah paling cuma dibikinin telor ceplokTerus, penampilannya, udah nggak enak di pandang deh.""Masa sih, emang istri kamu nggak bisa masak?""Nggak, masakannya nggak enak."Melati pun tersenyum sinis mendengar penjelasan dari mangsa barunya itu. Itu adalah salah satu kelemahan seorang wanita yang bisa dimanfaatkan oleh wanita lainnya, untuk hadir sebagai wan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-17
  • A Wife's Diary   Rahasia Fadil

    Fadil keluar dengan tersenyum sinis, batinnya terasa puas melihat ekspresi wajah kebingungan dari sang istri. Lelaki itu merasa dirinya perkasa bak Arjuna yang diperebutkan banyak wani. Fadil melenggang pergi dan kembali asyik dengan dunianya sendiri.Zahra segera beranjak dari tempat tidur setelah menyadari perlakuan kasar dari sang suami. Wanita malang itu memunguti pakaian yang telah berserak di lantai dengan tatapan kosong. kalimat yang keluar dari mulut sang suami, begitu melukai harga dirinya sebagai seorang wanita.Zahra yang naif dan polos, tidak tahu bahwa sang suami telah bermain api di belakangnya. Di mata Zahra, Fadil adalah lelaki shaleh yang tidak mungkin mengumbar hasrat bersama wanita yang bukan muhrim.Wanita malang itu segera memakai pakaiannya, kemudian berlari mencari sosok lelaki yang meninggalkannya seketika."Kenapa? Kenapa ayah seperti itu? Apa Ayah sudah tid

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-17
  • A Wife's Diary   Rahasia Fadil 2

    Laju hari mulai merayap perlahan, menuju senja yang selalu datang tepat waktu. Anak-anak bermain di halaman rumah. Zahra menemani mereka sambil menyuapi si kecil Faris. Mereka nampak bahagia, bermain dan becanda ria. Sesekali terdengar gelak tawa dan tangis dari mulut mungil itu. Tiba-tiba Fadil datang menghampiri dan duduk di samping wanita yang telah memberinya tiga orang anak itu.Fadil menatap ke arah anak-anak dengan tatapan kosong, datar dan tanpa ekspresi. Terlihat jelas di raut wajah itu, walaupun raganya di rumah bersama anak dan istrinya. Namun, jiwanya seolah pergi berkelana entah kemana."Bagaimana, menurutmu jika seorang laki-laki ditakdirkan untuk berpoligami?" tanya Fadil tiba-tiba dengan tatapan kosong ke depan.Zahra yang tadinya tersenyum melihat tingkah anak-anak. Seketika bermuram durja. Wanita itu tersentak, batinnya mulai dipenuhi tanya, sedangkan dadanya mulai terasa memanas. 

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • A Wife's Diary   Terlena

    Melati menjejali otak Fadil dengan mengirimkan foto-foto vulgarnya kepada laki-laki yang telah menikah itu. Sepertinya janda dua orang anak itu memang sengaja ingin menghancurkan rumah tangga Fadil udah Zahra.Fadil seperti semakin terhanyut dalam dunia yang dibangun oleh Melati. Hasratnya kembali berkonar saat melihat foto-foto vulgar dari sang pujaan hati. Mereka tampak asyik bercanda Ria dan berbincang tentang hal-hal intim di dalam gawai.Tiba-tiba suara derit pintu terbuka terdengar. Zahra berdiri tepat di balik pintu, membuat Fadil sontak melonjak kaget dan menyembunyikan gawai yang sedang ia pegang."Makan dulu, makanannya udah di depan," ujar Zahra dengan menatap heran ke arah sang suami."Iya, nanti nanti aku ke sana," jawab Fadil yang nampak gugup."Ayah lagi ngapain?" tanya Zahra penasaran."Nggak ngapa-ngapain,

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • A Wife's Diary   Racun

    Fadil kembali melajukan kendaraan roda empat dengan lebih berhati-hati. Setelah semua masalah dianggap selesai dengan pertanggungjawaban yang tertunda, karena saat itu di dalam dompet Fadil hanya tinggal dua lembar pecahan uang lima puluh ribuan.Dering suara gawai kembali terdengar. Kali ini bukan panggilan dari Zahra. Namun, sebuah panggilkan dari seseorang yang sengaja Fadil samarkan namanya menjadi Staff Administrasi dua.Begitu niatnya, Fadil menyembunyikan selingkuhannya dari sang istri.[Kita jalan ke Mall, ya? Ada yang mau aku beli]Fadil terdiam sejenak. Tangan kekarnya segera merogoh dompet yang ada di dalam saku. Pandangan lelaki itu kabur seketika saat melihat isi di dalamnya yang semakin hari semakin tipis.Di tengah perjalanan, Fadil membelokkan arah mobilnya menuju mini market tempat mereka berkumpul.Lelaki itu bergegas

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • A Wife's Diary   Lingkaran Setan

    Fadil menggeser tempat duduknya dan mendekati lelaki tua berambut putih itu. Ia sepertinya ingin meluluhkan hati lelaki tua itu agar bisa lebih mudah mendapatkan sang anak."Bah, ada yang pengen nikahin anak Abah tuh," ujar Susi berseloroh.Semua mata pun tertuju kepada Fadil yang tampak salah tingkah. Lelaki itu itu menatap ke arah sang kekasih hati, kemudian menatap wajah lelaki tua yang duduk di depannya"Jika anak bapak berkenan dan Bapak mengizinkan. Saya mau menikahi anak Bapak," sahut Fadil tanpa ragu."Enggak lah, kamu kan udah punya istri. Ntar ada yang ngelabrak ke sini!" tukas Melati tiba-tiba yang disambut gelak tawa seisi rumah."Makanya jadi suami itu jangan susis. Suami itu kepala bukan ekor," timpal Susi berseloroh.Fadil tersenyum kecut. Lelaki itu menatap sekilas ke arah Melati, kemudian mengedarkan pandan

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19
  • A Wife's Diary   Lingkaran Setan2

    "Pilih aku atau dia? Aku tidak akan pernah sudi untuk dimadu dengan wanita yang tidak berakhlak," ucap Zahra tegas dengan tatapan lurus ke depan.Fadil terdiam memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi. Jauh di dalam lubuk hatinya. Lelaki yang tengah mengalami puber kedua itu tidak ingin rumah tangga yang telah dibangun berpuluh tahun, hancur dalam dalam sekejap.Namun, di sisi lain, niatnya begitu kuat untuk menikahi Melati. wajah wanita itu seakan telah terekam jelas di dalam sanubari dan selalu terbayang di pelupuk mata. Sulit untuk Fadil terlepas dari bayangan Melati. Seperti harumnya bunga Melati yang selalu membuat penikmatnya terhanyut.Fadil tidak pernah berpikir sedikit pun bahwa masa puber kedua yang sering ia dengar dari teman atau pun saudara benar-benar dialami sendiri dan berakibat fatal hingga menimbulkan masalah yang sangat besar di dalam hidupnya. Ia hanya mengikuti hati yang tengah ter

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-19

Bab terbaru

  • A Wife's Diary   Perkenalan

    Setelah memutuskan hubungan dengan Fadil. Suasana di kantor terasa kaku dan canggung. Lelaki itu kembali cuek dan acuh. Begitupun dengan diriku yang sudah tidak ingin kembali terlibat dengan dirinya.Mba Vera menasehati berulang kali agar tidak kembali kepada Fadil. Kami fokus dengan pekerjaan masing-masing. Dia berhasil naik jabatan dan itu membuatnya semakin menyombongkan diri.Aku tidak banyak terpengaruh dan hanya fokus mencari uang. Hari demi hari mulai terasa membosankan. Sampai saat kami mendapat tugas ke luar kota."Kamu bantu Fadil buka di cabang baru ya," pinta Manager perusahaan saat kami tengah mengadakan meeting."Iya, Pak," jabawku singkat."Awas lo, hati-hati jangan masuk perangkap Fadil lagi," bisik Mba Vera yang duduk tepat di sampingku.Aku hanya berdehem sambil mengangguk.***Suasana di kota Kecil tempat kami ditugaskan sangat asri. Udaranya cukup dingin, tapi menyegarkan. Aku di sana hanya untuk satu bulan saja. Kami masih tidak bertegur sapa.Ada satu wanita berna

  • A Wife's Diary   Kenangan 2

    Fadil dan aku berdiri tepat di depan pintu rumah kos. Kami terdiam untuk beberapa saat. Dia menatapku lekat, sebuah tatapan hangat yang mencairkan hati yang mulai membeku. Akan tetapi, hati ini menolak, berusaha membentengi diri agar tidak goyah. aku berusaha untuk mengalihkan pandangan dan menghindari tatapannya."Kita balikan aja?" Tanyanya seraya menggenggam telapak tanganku erat.Aku sempat kaget untuk beberapa saat. Jantung ini terasa berdegup kencang, berpacu lebih cepat. Pertahanan di dalam hati sepertinya mulai roboh. Merasakan sentuhan lembut di telapak tangan, membuatku sedikit gugup dan salah tingkah. Ada sebuah euforia di dalam hati, tapi aku tahan sebisaku agar tidak terlalu terlihat."Gimana?" Tanyanya lagi seperti tidak sabar.Entah setan apa yang mendorong kepala ini. Aku mengangguk dengan spontan. kini, pertahanan ku telah benar-benar roboh. Hati ini memang selemah itu dan mudah luluh."Makasih," ucapnya dengan tersenyum lebar.Tampak rasa puas dan kemenangan di raut m

  • A Wife's Diary   Prank Ipar

    Suasana rumah mendadak ramai, keluarga Mas Fadil sibuk berkemas sambil tertawa. Aku segera masuk ke dalam kamar dengan perasaan tidak menentu.Tangan ini rasanya lemas saat membuka isi dompet yang hanya tersisa beberapa lembar untuk bekal anak sekolah sampai tanggal gajian."Yah, uang bensin sama tol di ayah ya? aku.udah ga ada simpanan," tanyaku dengan tatapan cemas."iya," jawabnya dengan eksfresi bingung."Emang ayah masih punya uang lebih buat ke kolam renang?" tanya ku lagi untuk memastikan."Nggak ada, tapi ga pa- pa, tenang aja," jawabnya yang mencoba untuk tenang.Padahal jauh di dalam hati, aku tahu betul bahwa Mas Fadil sedang memikirkan bagaimana cara untuk mendapatkan tambahan uang. Sesekali, lelaki itu melirik ke arah satu- satunya perhiasan yang aku pakai, sebuah cincin dan sebuah gelang yang melingkar manis di lengan dan jadi."Eit ... kemarin udah jual dua cincin loh, buat tahlil ibu. Ini yang terakhir," tukasku sambil menyembunyikan lengan."Apaan sih, GR ... ayah g ma

  • A Wife's Diary   Masih suasana duka

    Hari hampir pagi saat kami sampai di rumah. Anak2 tampak lelah dan langsung masuk ke kamar, begitu pun dg Mas Fadil yang tampak letih.Laki-laki itu terlihat sedih dan terpukul. Tapi, entah kenapa dengan perasaan diriku. Tidak ada rasa sedih atau pun kehilangan, hanya simpati saja.Beberapa kali kuyakinkan diri ini ' kok nggak sedih? nggak nangis? apa aku masih normal? yang meninggal itu ibu mertua kamu loh, ibu dari suami kamu?' pertanyan itu hilir mudik di dalam benak.Namun, entah lah aku tetap merasa biasa saja, rasa ini sepertinya telah mati akibat rasa sakit saat melihat Ibu berfoto dengan Ira. Salahkah aku yang sudah tidak berempati lagi terhadap mertua atau pun keluarganya. Luka di dalam hati ini sepertinya enggan pergi dan masih terasa perih. Aku memang sudah memaafkan semuanya. Tapi, ingatan ini masih lekat dan mungkin tidak akan pernah lupa dengan setiap perbuatan dan perkataan mereka.***keesekan harinyaSeperti biasa, pagi yang sibuk dengan segala drama anak-anak yang ak

  • A Wife's Diary   Pusara

    Tepat pukul 01.30 Kami sampai di rumah Mas Fadil. Suasana rumah sudah agak sepi.Hanya ada keluarga inti saja di dalamnya. Anak, cucu dan menantu.Di halaman rumah, masih berjejer kursi dan tenda seadanya. Bendera kuning masih tertancap di samping pagar rumah.Kami masuk dengan mengucapkan salam yang disambut oleh saudara-saudara Mas Fadil.Kakak beradik itu saling berpelukan dalam tangis yang menyayat hati. Suasana haru sangat terasa. Kesedihan telah menyelimuti rumah masa kecil mas Fadil itu.Membuat diriku yang sulit menangis sedari tadi, menjadi luruh dalam tangisan bersama seisi rumah."Tadi udah dilama-lamain ngurus jenazahnya biar bisa nunggu kamu, tapi tetep nggak keburu," bisik kakak tertua Mas Fadil yang menyesalkan keterlambatan sang adik.Mas Fadil hanya tersenyum, menahan getir di dalam hatinya. Sosok yang selalu menjadi penyemangat dan alasan dirinya kembali ke rumah itu.Kini telah tiada dan terkubur berkalang tanah seorang diri. Tidak akan terlihat lagi senyuman dari wa

  • A Wife's Diary   Duka Mas Fadil

    "Ibu meninggal, tolong ngebut dikit, Zi!" Pintaku cemas."Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un."Semua orang terdiam dan saling berpandangan. Suasana di dalam mobil menjadi tegang seketika."Ibu beneran meninggal?" Tanya Luna seperti tidak percaya."Iya, masa Mamah becanda. Ayah yang bilang tadi."Bumi dan Kia tampak tertunduk sedih. Aku sibuk dengan pikiran ku sendiri.Takut tidak bisa datang tepat waktu. Takut Mas Fadil menyalahkan aku karena acara liburan ini. Takut tidak sempat menghadiri pemakaman Ibu gara-gara keterlambatan diriku.Suasana jalanan tiba-tiba macet. Jalanan penuh, pengendara motor dan mobil berdesakan.Aku semakin gelisah dan takut. Menatap ke luar dengan tatapan liar. Berharap mobil ini bisa terbang melewati jalanan macet ini."Aduh, gimana ya, takut nggak keburu. Takut Mas Fadil marah," rutukku dengan wajah cemas."Udah, tenangkan diri. Kalo takdirnya harus ketemu dulu sama jenazahnya Ibu pasti bakal ketemu. Tapi kalo sebaliknya, ya ikhlaskan saja," jawab Bapak deng

  • A Wife's Diary   Liburan dan duka

    Dua minggu berlalu, ibu masih sakit dan Mas Fadil masih sibuk bekerja. Jarak dan waktu tidak memungkinkan kami untuk setiap saat berkunjung ke sana.Kami hanya bisa memantau keadaan ibu dari jauh. Mas Fadil menyempatkan vc beberapa kali dengan ibu dan keluarga.Aktivitas tetap berjalan seperti biasanya.****Libur semester kali ini Adi membuat rencana untuk mengadakan liburan bersama di sebuah pantai di kota pelabuhan ratu.Ia sudah memesan beberapa kamar hotel jauh-jauh hari. Sengaja menyiapkan kamar untuk ibu, adik juga jatah kamar untuk diriku dan anak-anak.Malam sudah terasa dingin. Aku duduk di ruang tamu, menemani Mas Fadil yang sedang mengerjakan tugas kantor."Mas, Adi ngajak liburan ke pantai."Aku memulai pembicaraan seraya mendekat dan duduk di samping dirinya."Pantai mana?" Tanya Mas Fadil yang masih sibuk dengan laptopnya, tanpa menoleh ke arahku."Pelabuhan ratu, Sukabumi," jawabku pelan.Hening, suasana kembali hening. Kami sama-sama tahu bahwa pantai dan kota itu me

  • A Wife's Diary   Pulang

    "Cepat siapkan beberapa baju!" pintanya dengan mimik panik."Baju siapa? Ayah mau ke mana?" tanyaku yang terbawa panik.Mas Fadil masih sibuk dengan gawainya. Ia seperti sedang membalas beberapa pesan dengan raut muka serius."Ada, apa?" tanyaku sambil menarik salah satu lengannya.Mas Fadil terdiam seketika, menatap wajahku dalam. Seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting."Ibu sakit, besok kita ke sana.""Sakit apa?" tanyaku yang sempat terhenyak untuk sepersekian detik."Nggak tahu, yang jelas kita ke rumah Ibu besok pagi."Aku pun terdiam, menatap wajah sedih Mas Fadil. Tampak jelas rasa takut dan khawatir di raut muka lelaki itu."Kamu punya uang kan? ada berapa?" Tanya Fadil dengan mimik tegang."Ada, tinggal Satu juta.""Pakai dulu buat beli bensin sama bayar tol."Aku hanya mengangguk pasrah. Untunglah ada uang sisa hasil menulis dan uang kontrakan yang seharusnya untuk biaya hidup sehari-hari, harus aku relakan juga untuk kepentingan yang lebih mendesak.Laki-laki memang b

  • A Wife's Diary   Kabar Melati

    Hari itu, di luar panas terik matahari sangat menyengat kulit. Hari Minggu ini kami masih setia berada di dalam rumah.Hari nyuci dan beres-beres sedunia. Hampir semua pekerjaan rumah telah selesai dikerjakan.Kia bertugas mencuci sepatu dan tas sekolah miliknya. Aa Fariz bertugas membereskan mainan yang berserakan di lantai, bekas dirinya sendiri.Sementara Mas Fadil, asik memandikan dan memberi makan burung kesayangannya.Si bungsu masih terlelap. Wajah mungilnya membuatku gemas dan ingin mencubit pipi merah itu.Walau pada awalnya, aku tidak begitu menginginkan dia ada. Namun, setelah perjuangan panjang dan drama melahirkan yang memacu adrenalin.Aku mulai menyayangi si bungsu. Apalagi saat melihat Mas Fadil begitu sayang kepada si bungsu.Untuknya Adiva adalah penyelamat. Yang mengalihkan perhatiannya dari hal-hal yang tidak baik. Membuat dirinya fokus dan kembali ke jalan yang lurus.Selang beberapa menit Mas Fadil tiba-tiba berbaring di sampingku sambil memainkan gawai."Mah, aya

DMCA.com Protection Status