Reinhart menahan tangan sang kaisar yang hendak turun dari kereta kuda. Wajah perempuan itu sedikit cemas setelah mendengar kalimat Caspian yang mengatakan bahwa mereka saat ini berada di area terlarang. Perempuan itu memang belum pernah menginjakkan kaki ke bagian area terlarang di ibukota yang berupa kawasan pasar gelap. Meski begitu, bukan berarti Reinhart tidak pernah mendengar tentang kawasan tersebut. Konon di tempat ini semua benda ilegal diperdagangkan secara terang-terangan. Tidak hanya monster, benda sihir hitam, ataupun informasi yang paling sulit diperoleh sekalipun. Di kawasan ini bahkan jual-beli nyawa merupakan sebuah hal yang biasa. Lantas mengapa kaisar membiarkannya dan tak menutup kawasan itu? Itulah yang ditanyakan Reinhart begitu mendengar cerita tersebut dari Madame Marianna setelah menceritakan situasi di ibukota. "Kaisar punya andil besar kawasan itu dibangun dan bertahan hingga sekarang, Tuan Putri. Bagaimana mungkin beliau akan menutup kawasan tersebut?"
Tubuh Reinhart seketika limbung. Beruntung Caspian berdiri di samping perempuan itu dan menangkapnya dengan tepat ketika Reinhart kehilangan keseimbangan. Apakah caranya terlalu berlebihan? Pikir Caspian dalam benaknya. Harusnya dirinya tak menggunakan cara brutal seperti yang ia gunakan sekarang untuk menunjukkan pada Reinhart, apa yang sebenarnya dilakukan pria itu ketika ia berada di kawasan terlarang di pusat Ibukota Demir. Lihat saja akibatnya, Reinhart kehilangan keseimbangan dan hampir pingsan hanya demi melihat sebagian kecil kengerian yang selama ini mengusik Caspian sebagai Kaisar Demir. "Kau ... tak apa-apa, Rein?" Suara Caspian terdengar khawatir saat mengajukan pertanyaan tersebut. Ia mencengkram pundak Reinhart sedikit kencang agar tetap bisa berdiri tegak. Perempuan itu tak juga menemukan kembali suaranya. Ketimbang fokus dengan pertanyaan Caspian, perempuan itu terpaku pada etalase toko yang memajang ... beraneka macam makhluk yang sebelumnya tidak pernah Reinhar
Suara pemilik toko dari balik meja panjang dan tinggi yang berfungsi sebagai tempat pembayaran mulai berseru tak sabar pada Reinhart dan Caspian. Keduanya tak memberikan tanggapan. Hanya bergeser ke tempat lain yang lebih dalam ke bagian ruangan yang berada di toko tersebut. Barulah ketika pandangan sang pemilik toko terhalang oleh etalase dan kerangkeng besi tempat penyimpanan para makhluk magis, Caspian balas berteriak untuk menanggapi ucapan pria bertubuh tambun itu. "Maafkan kami, Tuan. Kami sedang mencari Elf yang cocok sebagai pelayan di kediaman kami!"Drap! Drap! Drap! Bunyi sepatu beradu dengan lantai kayu terdengar mendekat. Tanpa sadar, Reinhart merapatkan tubuhnya ke arah Kaisar Caspian.Perempuan itu bahkan menggenggam erat ujung jubah sang kaisar. Ada perasaan was-was sekaligus gelisah yang menyelimuti perasaan perempuan itu secara tiba-tiba.Terlebih, ia sama sekali tak menguasai situasi yang terjadi saat ini. Tak lama, muncul wajah seorang pria yang tak asing bagi
Dengan kedua tangan, Reinhart membekap mulutnya. Sudahkah ia membuat kesalahan fatal? Ruangan itu seketika mendadak sunyi. Reinhart baru saja menyadari jika ucapannya terlalu kencang hingga membuat sang pemilik toko menoleh ke arah mereka. Pria itu tampak terkejut ketika mendengar ucapan Reinhart yang memanggil Caspian dengan sebutan Yang Mulia. Dengan cepat, pria berperut buncit itu mendekat ke arah keduanya dan menyingkap tudung jubah yang semula menutupi wajah Caspian. "Jadi, kau benar-benar Kaisar?!" seru pria itu tanpa menunjukkan sopan santun ataupun rasa hormatnya di hadapan penguasa Demir. Tindakan yang cukup membuat Reinhart terkejut. Bahwa pria yang dikenal kejam dan tiran itu, dihinakan oleh orang-orang yang menempati kawasan terlarang.Apa ia melewatkan bagian penting dari kawasan terlarang yang terdapat di Ibukota Demir? "Sepertinya aku tak perlu lagi menyembunyikan identitasku!" ucap Caspian sambil melindungi Reinhart di belakang tubuhnya. Perempuan itu terkesiap.
Perempuan itu tak bisa mempercayai pendengarannya begitu saja. Ia terus menatap si kera berbulu putih yang balas menatapnya. Hingga ia kembali mendengarkan suara yang sama. Reinhart menggeleng dengan cepat. Ia terlalu syok mendapati kenyataan bahwa dirinya bisa mendengar suara makhluk magis itu. Namun, dengan cepat Reinhart mampu menguasai dirinya. Ini dunia di mana sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin. Termasuk bahwa dirinya bisa mendengar suara makhluk magis yang sampai saat ini masih menatapnya. Justru yang tak bisa dipercaya sekarang ialah bagaimana bisa dirinya yang bertubuh kurus, harus mengalahkan seorang bandit bertubuh tinggi dan besar. Pria bertato di seluruh tubuhnya itu bahkan memiliki golok sebagai senjata. "Apa yang kau pikirkan?" bisik Caspian yang tak juga menjauhkan tubuhnya se-inchi pun dari Reinhart. "Ti-tidak ada, Yang Mulia," bohong Reinhart. Atau ia seharusnya mengatakan pada pria itu bahwa dirinya mendengar suara kera putih yang berada tak jauh dari m
"Uhuk!"Batuk bercampur darah keluar dari mulut sang pemilik toko sesaat setelah Reinhart menikam pria itu. Ia sengaja tak menusuk tepat di jantungnya agar pria itu mendapatkan keadilan dari apa yang telah dilakukan."A-ampuni saya, Yang Mulia," ucapnya sebelum kepala yang sudah terkulai itu, ambruk di atas tanah. Caspian tersentak. Ia menatap Reinhart yang kini tengah menyentakkan pedangnya untuk membersihkan noda darah dari badan pedang. "Kau ... tidak membunuhnya?" tanya Caspian setelah melihat lawan yang dilumpuhkan Reinhart. "Dia pantas mati di tiang gantungan setelah mendapatkan pengadilan!" tegas Reinhart dengan nada dingin dan sorot mata tajam yang selama ini tak pernah diperlihatkan. Mungkin, akibat dorongan dendam dalam hatinya sebagai Kim Nara, hingga membuat perempuan itu tanpa ampun menghabisi musuhnya begitu saja. Sejujurnya ada perasaan lega setelah Reinhart melampiaskan amarah yang selama ini menumpuk dalam hati serta pikirannya. "Baiklah, aku akan membawamu kelu
"Tuan Putri!" teriakan yang tak asing membangunkan kesadaran Reinhart yang semula masih sangat tipis. Ia baru saja terbangun dari tidur yang terasa begitu panjang. Bahkan kepala perempuan itu masih sangat pusing dan berdenyut ketika dirinya membuka mata. Ia bahkan tak mengenali di mana dirinya sekarang sampai mendengar suara Iselt yang menyentak gendang telinganya. Namun, begitu mendengar suara jeritan gadis pelayan itu, ia yakin pasti bahwa dirinya belum kembali ke masa depan. Meski begitu dekorasi di ruangan yang ia tempati kini sama sekali asing. Sependek ingatan Reinhart, ini bukan di kamar yang ia tempati selama ini ataupun di kamar sang kaisar. Ia belum pernah melihat ruangan ini sebelumnya. Aromanya pun terasa asing dan seperti berasal dari pedalaman hutan yang sangat jauh. Aroma amber bercampur musk mengingatkan perempuan itu pada pedalaman hutan hujan di negara empat musim. Basah, segar, dan menyejukkan. Tapi, juga terasa sedikit hangat hingga membuatnya tak harus menggig
Suara Reinhart tersekat di kerongkongan. Ia tak sanggup menjawab pertanyaan Caspian meski suaranya sudah berada di pangkal tenggorokan. Ia bahkan baru menyadari, bagaimana dirinya bisa menggunakan bahasa Elf yang ternyata tidak dipahami oleh semua manusia biasa. Reinhart pun baru memahami hal itu ketika Caspian mengajukan pertanyaan padanya. Beberapa saat lalu. Didorong rasa penasaran, Reinhart justru mengajukan pertanyaan tanpa memberikan jawaban. "Memang ... Yang Mulia, tidak bisa memahami bahasa mereka?""Tidak, para Elf sudah lama meninggalkan wilayah Demir dan beralih ke perbatasan wilayah Blanchett. Apa karena itu kau bisa menggunakan bahasa mereka?"Reinhart tak bisa menjawab. Saat itulah ia benar-benar kehilangan kemampuannya berbicara. Sebab perempuan itu sendiri tak tahu pasti, kapan, di mana, atau bagaimana hingga sosok yang ia tempati raganya saat ini, bisa menggunakan bahasa para Elf. Hingga Caspian memanggilnya berulang kali hanya untuk memastikan bahwa keadaan perem