"She is a mess,
but she is a masterpiece."-Barbara Letta (l.x)***
Rabu.
09. 30 WIB.Daver, Anara, dan Letta tidak masuk sekolah pada hari Selasa kemarin. Mereka memiliki urusan masing-masing yang tidak bisa ditoleran. Daver harus menjalani rawat jalan di rumah sakit untuk mengobati luka-lukanya, Anara harus menghadiri sidang perceraian kedua orang tuanya, dan Letta harus menghadiri pemakaman kakak tirinya, Rezo.
Tetapi hari ini semuanya masuk seperti biasa. Walaupun Daver masih memiliki banyak luka dan perban di beberapa bagian tubuhnya, laki-laki it
***Setibanya di UKS, Anara meminta Daver untuk duduk di tempat tidur, sedangkan dirinya duduk di kursi yang memang disediakan di ruangan tersebut."Maaf ya gak bisa nemenin ke rumah sakit kemarin," ucap Anara seraya melihat-lihat luka di wajah Daver dengan intens.Daver tersenyum tipis. "Gimana sidangnya kemarin?""Biasa aja gak ada yang spesial." Anara mengembuskan napas begitu melihat setitik darah segar keluar dari bibir Daver. "Ini ada yang belum kering, ya? Duh, kenapa masuk sih hari ini? Harusnya di rumah aja, istirahat!"Anara mengambil cairan hidrogen peroksida, lalu menuangkannya ke kapas. Pelan-pelan, ia membersihkan darah di bibir Daver.
***Sesaat setelah bel pulang sekolah berdentang, Anara mengajak Fara untuk menyamperi Daver di UKS. Sekarang keduanya pun tengah berdiri bersama Daver untuk menunggu ketiga sahabat mereka yang lain.Omong-omong, Fara tidak henti-hentinya memaksa Anara untuk bercerita sejak jam istirahat pertama tadi. Pada akhirnya, Anara memberi tahu juga pada Fara tentang Daver dan Rezo dua hari kemarin. Kini, sahabatnya itu tak kunjung henti mencaci-maki Rezo dan Letta."Wah, wah, masih gak ngerti lagi sih gue, Ra." Fara memijit keningnya. Ia menahan gusar. "Yang aneh itu Letta pake acara nurut bawa-bawa lo segala. Astaga.."Anara mengelus pundak sahabatnya itu untuk memberi ketenangan. "Udah, Far. Gak usah dibahas lagi. Semuanya udah selesai kok. Gue cerita ke lo bukan biar lo ngoceh-ngoceh
***"Sebenernya Daver kenapa sih?" Ander memasukkan asal buku-bukunya ke dalam tas begitu tadi mendengar dering bel.Evan melihat Ander. "Apanya yang kenapa?""Ya babak belur kayak gitu. Gue liat tadi ada perban juga di dadanya. Dia kasih tunjuk.""Ribut lagi kali dia. Gak tau dah. Lo tau sendiri dia mana mau ditanya-tanyain," sahut Rino membopong tas ranselnya dengan bahu kanannya."Itu anak bener-bener dah. Demennya bonyokin badan sendiri," desis Evan.Evan, Ander, dan Rino berbincang seraya keluar dari kelas. Mereka berjalan melewati kelas Anara dan Fara, lalu mengintip ke dalamnya. Ternyata, kelas mere
"Things get worse, squad slays those."-Zhenix***"Haieverything!" Daver menyapa Evan, Ander, dan Rino yang sudah tiba duluan di dalam apartemennya.Untung sekali, Ander masih ingatpasswordapartemen Daver. Kalau tidak, pasti mereka bertiga terkunci di luar karena Daver lama sekali sampainya."Tadi gue sama Ander mampir dulu kevape store, habis itu sempet isi bensin dulu, Rino juga udah ngegodain cewek, terus masih belum nyampe juga lo."Ander ikut menyahut, "Curiga gak sih, Van, kalo dia jalan-jalan ke Monas dulu?"
***Setelah selesai ngumpul, mereka pulang masing-masing berdua kecuali Anara. Daver memaksa gadis itu untuk ia antar sampai rumah. Sekalian Daver beralasan mau bertemu dengan Lena."Masih sakit?" tanya Anara di dalam mobil, sedang dalam perjalanan bersama Daver menuju rumahnya."Gak begitu sih."Lidah Anara berdecak."Kenapaaa?" Daver langsung melihat Anara.Anara mencibir sinis, "Kalo ditanya pasti ngejawabnya seakan-akan lo gapapa mulu."Daver tertawa kecil. "Apa sih orang emang gapapa! Gimana kamu liat luka aku waktu masih tanding, Ra. Nangis-nangis kali ya?""Ngapain gu
"The only man who deserves you is the one who thinks he doesn't."-Davenara(unknown)***Drrrrt.. drrrrt..Evan iseng mengetuk-ngetuk jemari keMacBook, menunggu Elena yang dari tadi belum menjawab panggilan videonya.Video calltidak pernah menjadi secanggung ini kalau tidak ada sesuatu aneh yang dirasakan Evan. Butuh beberapa menit baginya untuk bertapa dulu sebelum memutuskan untuk menelepon cewek itu. Jujur, ia merasaawkward."Halooo!" sapa Elena membuat Evan terperanjat. Menyadari hal itu, Elena tertawa. "Kena
***"Ahay, setelah sekian lama Daver gak dapet surat dari dede gemes, akhirnya dia dapet lagi,guys!" teriak Evan menggebu-gebu. Ia yang pertama kali sampai ke meja kantin yang biasa mereka tempati. Lalu, ia melihat ada seamplop kertas bertuliskan "To: Kak Daver N.""Masih ada yang berani ya jaman sekarang kirim surat ke kakak kelas," tutur Rino tidak paham lagi.Daver mencibir, "Anak Ravalis doang emang yang demennya gini-ginian.""Buka Dav, mumpung Anara belom dateng," papar Ander terkikih."Kalo Anara liat juga dia gak peduli." Evan tertawa."Sini-sini gue yang buka! Kelamaan lo." Rino mengambil alih amplop yang terletak di depan Daver. Ia me
***"Tuh kan." Anara memandang Daver yang berlari cepat mendekatinya."Hah? Kenapa ama Daver?" Alvano meminta penjelasan. Ia menatap Daver sejenak, lalu ia menangkap sesuatu. "Apa..""Kenapa,bro?" tanya Daver saat sampai. Ia dengan agresif merangkul bahu Anara. "Jangan ngerepotin cewek gue mulu napa. Kesian dia kecapean!"Fara terkikih geli mendengar penuturan Daver."Ish, Daver, gak gitu bahasanya," bisik Anara menegur."Lo berdua udah jadian ternyata?" ujar Alvano dengan nada menggantung. "Cepet jugamove ondari Fara. Keren lo."Siapa pun, tolong, kalimat itu sangat membuat situas