***
"Ahay, setelah sekian lama Daver gak dapet surat dari dede gemes, akhirnya dia dapet lagi, guys!" teriak Evan menggebu-gebu. Ia yang pertama kali sampai ke meja kantin yang biasa mereka tempati. Lalu, ia melihat ada seamplop kertas bertuliskan "To: Kak Daver N."
"Masih ada yang berani ya jaman sekarang kirim surat ke kakak kelas," tutur Rino tidak paham lagi.
Daver mencibir, "Anak Ravalis doang emang yang demennya gini-ginian."
"Buka Dav, mumpung Anara belom dateng," papar Ander terkikih.
"Kalo Anara liat juga dia gak peduli." Evan tertawa.
"Sini-sini gue yang buka! Kelamaan lo." Rino mengambil alih amplop yang terletak di depan Daver. Ia me
***"Tuh kan." Anara memandang Daver yang berlari cepat mendekatinya."Hah? Kenapa ama Daver?" Alvano meminta penjelasan. Ia menatap Daver sejenak, lalu ia menangkap sesuatu. "Apa..""Kenapa,bro?" tanya Daver saat sampai. Ia dengan agresif merangkul bahu Anara. "Jangan ngerepotin cewek gue mulu napa. Kesian dia kecapean!"Fara terkikih geli mendengar penuturan Daver."Ish, Daver, gak gitu bahasanya," bisik Anara menegur."Lo berdua udah jadian ternyata?" ujar Alvano dengan nada menggantung. "Cepet jugamove ondari Fara. Keren lo."Siapa pun, tolong, kalimat itu sangat membuat situas
"She's an angel in a full of demons world."-Daver Negarald***"Saya mau ketemu Bu Natasya." Daver memberi tahu sebelum duabodyguardyang berdiri di depan rumah ibunya bertanya.Malam ini, Daver betul-betul memberanikan diri untuk menemui ibunya. Ia tidak peduli bagaimana reaksi wanita itu. Ia hanya menjalankan keinginannya."Saya anaknya," jelas Daver lagi saat dua laki-laki bertubuh besar itu malah melihat satu sama lain."Oh, baik."Salah satu dari mereka langsung membukakan pagar agar mobil Daver bisa masuk. Daver yak
...Tok tok tok!Brakkk!"Woi, gue juga mau tau!" pinta Evan berteriak.Rino menoleh. "Evan! Lo nguping dari tadi?!"Evan menyengir lalu mengangguk. "Sama Ander, ini!" Ia menarik lengan seragam Ander. Cowok itu bersembunyi di balik dinding kelas."Kedengeran, yamaap." Ander menggaruk tengkuknya. Ia masuk ke kelas duluan, diikuti dengan Evan.Evan menutup pintu kelas. Ia mengambil tempat duduk di sebrang Daver. "Mau tau ceritanyaaaa!""Ikut-ikut aja sih," omel Daver.
***15.30 WIB"Anaraaaa.. Anaraaa.. Yuhu, Anaraaa!" Daver berlari menghampiri Anara seraya berteriak memanggil gadis itu seperti anak kecil.Anara menatap bingung Daver yang sudah tiba saja di sampingnya. "Udah bener itu kaki?""Emang kaki aku salah apa?" Cowok itu malah menyengir polos setelah bertanya.Anara menoyor kepala Daver. Padahal maksudnya adalah luka-luka Daver. "Kenapa ceria banget lo?""Kok lo sih manggilnya?" Daver cemberut.Anara tidak engah. "Eh?" Ia terkikih. "Lagian gak biasa manggil pake kamu-kamuan
"I'm making peace and breaking the war inside my head. I beat my monster and cursed my demons."-Barbara Letta***"Permisi, Mbak?" Elena mendekati seorang perempuan yang menangis di ruang ganti tempatgymyang setiap minggu selalu dikunjunginya.Tadi ketika Elena hendak mengambil pakaian untuk mandi, ia mendengar suara isakan yang keras di ruang ganti. Terpancing, ia pun mencari tahu pemilik sumber suara itu."Mbak?" Elena memegang pundak perempuan itu dan melihat sisi kanan wajahnya. Ia menganga. "Eh? Letta?"Elena terkejut. Pertama, kenapa Letta ada di tempatgymlangganann
..."Clara, boleh tolong keluar sebentar gak?" pinta Anara dengan nada dan mimik sopan."Iya, Ra. Gue cuma mau ambil botol minum." Setelah mengambil keperluannya, Clara keluar dari kelas.Letta mengambil tempat duduk di sebrang ketiganya. Tubuhnya tegap tegang. Ia memberanikan diri untuk menatap ketiganya, terutama Anara."Ehm.." Letta mengulum bibirnya. Belum apa-apa ia sudah gugup duluan. Seakan-akan tertangkap basah akan kesalahannya."Anara," sebut Letta pelan. Entah kenapa saat memandang Anara, mata Letta mulai berair. "Gue harap ini gak telat. Gue mau tulus minta maaf sama lo.."Letta melanjutkan, ".. Selama ini, gue terlalu gak sopan sama lo. Gue songong, seenaknya, dan
***Hari baru, masalah baru. Daver telat keluar istirahat karena dipanggil Bu Erna ke ruang guru. Apa lagi kalau bukan karena tingkahnya yang selalu disesal guru itu?"Kenapa, Dav?" tanya Anara setibanya Daver di meja kantin dengan wajah suntuk.Ander cekikikan. "Hohoho, kena apa lagi dia nih?""Sialan banget itu guru. Udah gila kayaknya!" Daver menarik dasi yang terikat rapi di lehernya, lalu ia letakkan di atas meja."Gede banget lo ngomong. Ada anakcepumampus lo," ucap Fara mengingatkan."Masa ya, Ra, cuma gegara gak sengaja lempar sepatu ke atap kelas, aku langsung dipanggil ke ruang guru. Ya ampun, Buuu.. Bu."
"The longer you stay, the stronger you are."-Daver Negarald***Drrrrttt!"Handphonelo, Ra." Letta menunjuk ponsel Anara yang bergetar di meja dengan dagu. Ia membaca nama yang tertera. "Daver tuh.""Kok bunyi telepon kita sama Ra," gumam Elena bingung.Anara mengangkat alisnya. Ia mengangkat panggilan masuk tersebut."Halo, Dav? ...""Starbucks ...""Ooh, oke .."
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
"So, it does end like this, doesn't it?"-Davenara***Sesuatu yang sangatrareakan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anaradressformal supaya mereka semua bisa berseragam."Happy birthday to Grac
***Anara selesai dengan aktivitas bersih-bersihnya. Dari yang bau keringat karena habisworkout,kini gadis itu sudah kembali wangi semerbak.Anara menyisir rambut, setelah itu mengambil vitamin rambutnya. Namun, ketika mengambil benda tersebut, ia melihat ada ransel Daver."Dav, kok tas kamu nyasar di sini?" teriak Anara dari dalam kamar."Iya, Ra! Tadi aku minjem kamar mandi kalian buat mandi, terus sekalian aku pindahin tasnya biar gampang cari baju, parfum, dll," jawab Daver dengan suara yang besar.Anara mengangguk paham. Lalu, ia memakai vitamin rambutnya dan kembali menyisir."Itu apaan dah?" gumam Anara kecil, salah fokus ke amplop berisi surat yang
"We called it family."-ZHENIX***Sudah pukul 3 subuh, tapi Rino belum bisa tidur. Padahal yang lain udah tepar dari jam 12 malam. Karena lapar, ia pun akhirnya keluar kamar untuk mencari cemilan.Ceklek!Rino menyalakan lampu. Ia berjalan ke dapur. Agak sedikit heran karena ada suara air mendidih."Oy!" panggil Letta, ternyata lagi masak mie instan. "Ngapain lo?""Kaget, kirain siapa." Rino mengelus dada, lalu tertawa. "Bikin apaan, Ta?""Mie. Mau?"
***"Na, jadian yuk!""HA?" Elena kaget dengan ucapan Evan yang tiba-tiba. Ia mengambil es kelapa dan memberikannya. "Mabok lo!""Ih, serius, Na. Emangnya lo gak mau punya cowok cakep plus humoris kayak gue?" Evan mengedikkan alisnya sambil mengelus-elus dagu.Elena tertawa melihat kepedean yang Evan tampilkan. "Udah-udah, gak usah ngaco deh, ayo balik. Yang lain juga pada mau minum es-nya.""Lo mah gitu, Na. Digantung mulu gue." Evan ngambek."Emang lo mau nerima kekurangan gue?" tanya Elena, sebenarnya hanya bergurau.Namun, Evan menanggapinya dengan serius. "Lo pikir gue sesempurna itu untuk gak milih lo dengan alesan yang