"So, it does end like this, doesn't it?"
-Davenara***
Sesuatu yang sangat rare akan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.
Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.
Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anara dress formal supaya mereka semua bisa berseragam.
"Happy birthday to Grac
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
"Anak bandel diciptain untuk bikin satu kelas bahagia. Gak ada yang bandel, gak ada yang ketawa."-Daver Negarald***"Daver, Rino, Evan, kemari!" Ibu Erna berdiri seraya melihat ketiga cowok itu secara bergantian.Tidak ada yang maju. Mereka malah tertawa di kursi mereka. Masih saling bercanda satu sama lain. Padahal tatapan Ibu Erna sangat membunuh. Benar-benar tidak ada takutnya sama sekali."Bu, masa Ander gak dipanggil? Curang, ah. Ibu gak adil!" Rino menyahut tanpa dosa. Padahal dari tadi Ibu Erna sudah mengelus dada."Ander ngerjain tugas, sedangkan kalian enggak! Malah bercandaan aja dari tadi! Cepat maju!" Ibu Erna berdiri. Lalu mengambil penghapus papan tulis. "Maju, gak?!""Maju, sono." Evan menyenggol sikut Daver yang langsung dibalas dengan injakan kaki dari cowok itu."Sabar, jangan nyenggol-nyenggol!" Daver akhirnya berdiri dan maju duluan. Disusul dengan Evan dan Rino.Sebenarnya Ander juga tergabung dalam kelompok persahabatan mereka. Namun, karena datang lebih awal,
"Perasaan yang rencananya gue ungkapkan ini gak akan mengubah sesuatu di antara kita. Jadi lebih baik gue diam dan lo gak tau apa-apa."-Anara Emiley***Anara membuka pintu utama rumahnya. Ia memejamkan mata, menahan perih hati yang kini dirasakan. Selalu Anara lakukan saat ia mendengar suara dua orang yang berdebat setiap harinya.Selalu, Ya Tuhan, batin Anara.Ini sering terjadi. Tetapi bukan berarti Anara terbiasa. Anara buru-buru berlari ke kamarnya dan mengunci pintu."Kamu ngabisin duit saja bisanya, Lena!" Jeff, Papa Anara, membentak dengan suara yang keras."Semua duit kamu, saya pake buat keperluan kamu! Saya habisin buat kebutuhan kamu dan anak-anak! Kenapa kamu marah-marah?!" Lena membalas tak mau kalah. Karena memang seperti itu adanya.PLAK!Setetes air mata lolos dari pelupuk mata Anara. Ia meremas bantal yang dipeluknya. Tubuhnya seakan ikut remuk, merasakan sakit yang Lena rasakan."Tampar lagi, Jeff! Tampar! Kamu memang laki-laki yang gak punya pikiran dan perasaan!"
"Hati gue ada di tangan lo. Dijaga atau dihancurkan itu terserah lo. Asal jangan lupa bilang-bilang. Satu hal, kalo gue nangis, jangan heran."-Anara Emiley***"Punya pacar tukang ngekang,""EAAAA!""Sekali selingkuh, tamparan melayang!""EAAAA!""Anara cantik punya-nya akang." Daver, Ander, dan Rino diam menunggu isi pantun selanjutnya dari Evan."Neng harus tau, kalo akang selalu sayang!" seru Evan melanjuti. Ia bertepuk tangan sendiri karena bangga dengan pantun yang dibuatnya. Teman-temannya langsung menyambut dengan tawa yang berbahak-bahak.Sedangkan Anara, tubuhnya merinding geli mendengar pantun menjijikan dari Evan."Sebenernya garing pantunnya," sahut Ander. Evan memicingkan mata karena kesal.Ander mengaitkan tangannya di pilar bertujuan untuk menghalangi jalan Anara. "Mau ke mana, Ra?"Anara mendengus sebal. "Bisa gak gak usah halangin? Gue mau ambil buku.""Apa? Halalin?"Rino menarik telinga Evan. "Maaf, ya, Ra. Harusnya Evan masuk SLB. Tapi dia malah masuk ke sekolah i
...Saat Daver mengatakan itu, suasana semakin haru. Ada yang menyembunyikan air mata, ada yang berusaha untuk tetap senyum, ada yang cemberut karena sedih."Oh iya, gue titip Anara ke kalian ya. Dia suka mendem sendiri kalo ada apa-apa. Jadi tolong didengerin kalo dia emang butuh temen cerita, peluk dia kalo lagi sedih, bikin dia ketawa. Pokoknya tanyain terus dia kenapa," pinta Daver pelan.Zhenix mengangguki perkataan Daver. Evan dan Rino, mereka mengacungkan jempol.Daver mundur beberapa langkah, kembali lekat dengantrolley-nya. Setelah melambaikan tangan, ia mulai membawa pergi benda yang menampung segala kebutuhannya itu.Sesekali Daver menengok ke belakang. Barangkali ia melihat seseorang berlari menghampi
..."Aku salah banget ya?" tanya Daver kemudian menatap Giselle.Giselle tersenyum lembut, lalu mengacak rambut Daver selayaknya anak kecil. Ia tertawa sekejap."Kok malah diketawain sih," gerutu Daver. "Ini udah tinggal 40 menit lagi, Kak. Zhenix udah pada bilangotw, tapi mereka bilang Anara gak mau ikut.""Siapa tau Anara tiba-tiba dateng?""Dia aja gak angkat telepon atau bacachataku sama sekali. Nih, liat. Aku udah ada ratusan kali nelepon dia. Gak ada satupun yang diangkat."Giselle menatap Daver sebentar, lalu ia mengatakan sesuatu yang sedikit melegakan hati Daver. "Gini, Dav. Anggap aja untuk sekarang, Anara lagi marah sebentar. Sebe
"We start this story by together. It must be the same way when we end this."—Daver Negarald—***"Daver, bangun! Bisa-bisanya kamu gak pasang alarm. Ayo siap-siap!" oceh Natasya, membuka gorden kamar Daver. Wanita itu sengaja menginap di apartemen Daver, sekalian membantu anaknya membereskan barang-barang.Daver memicingkan mata begitu sinar mentari menerobos kaca kamarnya. Ia terkejut dengan dirinya sendiri sampai langsung mengubah posisi menjadi duduk.Jadi tadi gue cuma mimpi?!"Kenapa?" Natasya bingung melihat gerak-gerik Daver
***17.38 WIB.Shit!Rasanya Daver mau mengumpat berkali-kali. Kenapa Anara tidak kunjung membalas pesannya? Membaca pun tidak!Apakah Daver harus pergi dengan perasaan ganjalnya ini? Juga dengan ketidakjelasan hubungannya dengan Anara?"Kamu nungguin apa sih? Dari tadi bolak-balik liat hp terus." Giselle ternyata memperhatikan kegelisahan Daver."Calm down." Gantara menepuk bahu Daver dengan gagah, lalu tersenyum. Aura keayahan laki-laki paruh baya itu sangat kental. "Calon penerus Negarald Group harusstay cool, oke?"Daver tersenyum berat, lalu menganggukkan kepalanya.
***"Ra? Kok manyun sih? Seneng dong harusnya karena tau Mama demen sama kamu."Daver dan Anara baru saja sampai di danau yang pernah mereka kunjungi waktu lalu. Memang gelap jadinya karena ini sudah malam. Akan tetapi, ada banyak lampu yang menyala dan beberapa pedagang yang masih menggelar lapak.Anara tidak menanggapi. Pikirannya sedang tidak fokus. Ia juga tadi lagi sibuk mengetik sesuatu di ponselnya."Are you okay?""Ya?" sahut Anara asal."Kamu gak apa-apa?" ulang Daver sabar. Ia menatap Anara. "Dari kemarin, kamu agak beda. Aku mau nunggu kamu cerita sebelum aku duluan yang tanya. Eh, kamu gak cerita-cerita." Ia terkekeh bercanda.
"So, it does end like this, doesn't it?"-Davenara***Sesuatu yang sangatrareakan terjadi malam ini di rumah Giselle. Bayangkan saja, Gantara dan Natasya mau menghadiri makan malam bersama. Padahal sejak bertahun-tahun lalu diajak, mereka tidak pernah mau.Mungkin bisa jadi karena hari ini adalah hari ulang tahun Grace, anak Giselle. Jadi Gantara dan Natasya selaku opa-oma anak empat tahun itu mau turut serta.Tentu di kesempatan berharga ini Daver mengajak Anara. Bahkan cowok itu membelikan Anaradressformal supaya mereka semua bisa berseragam."Happy birthday to Grac
***Anara selesai dengan aktivitas bersih-bersihnya. Dari yang bau keringat karena habisworkout,kini gadis itu sudah kembali wangi semerbak.Anara menyisir rambut, setelah itu mengambil vitamin rambutnya. Namun, ketika mengambil benda tersebut, ia melihat ada ransel Daver."Dav, kok tas kamu nyasar di sini?" teriak Anara dari dalam kamar."Iya, Ra! Tadi aku minjem kamar mandi kalian buat mandi, terus sekalian aku pindahin tasnya biar gampang cari baju, parfum, dll," jawab Daver dengan suara yang besar.Anara mengangguk paham. Lalu, ia memakai vitamin rambutnya dan kembali menyisir."Itu apaan dah?" gumam Anara kecil, salah fokus ke amplop berisi surat yang
"We called it family."-ZHENIX***Sudah pukul 3 subuh, tapi Rino belum bisa tidur. Padahal yang lain udah tepar dari jam 12 malam. Karena lapar, ia pun akhirnya keluar kamar untuk mencari cemilan.Ceklek!Rino menyalakan lampu. Ia berjalan ke dapur. Agak sedikit heran karena ada suara air mendidih."Oy!" panggil Letta, ternyata lagi masak mie instan. "Ngapain lo?""Kaget, kirain siapa." Rino mengelus dada, lalu tertawa. "Bikin apaan, Ta?""Mie. Mau?"
***"Na, jadian yuk!""HA?" Elena kaget dengan ucapan Evan yang tiba-tiba. Ia mengambil es kelapa dan memberikannya. "Mabok lo!""Ih, serius, Na. Emangnya lo gak mau punya cowok cakep plus humoris kayak gue?" Evan mengedikkan alisnya sambil mengelus-elus dagu.Elena tertawa melihat kepedean yang Evan tampilkan. "Udah-udah, gak usah ngaco deh, ayo balik. Yang lain juga pada mau minum es-nya.""Lo mah gitu, Na. Digantung mulu gue." Evan ngambek."Emang lo mau nerima kekurangan gue?" tanya Elena, sebenarnya hanya bergurau.Namun, Evan menanggapinya dengan serius. "Lo pikir gue sesempurna itu untuk gak milih lo dengan alesan yang