------------------------
"Perubahan itu dimulai dari diri sendiri dan sesuatu hal yang paling mendasar, yakni memperbaiki sikap buruk dalam diri."
------------------------
"Eh, tapi kenapa luka di tangan dan dahinya gue nggak ada ya,'" ucap Alena.
Alena melihat di sekelilingnya dan menemukan baju seragam dan sebuah kertas diatasnya. Alena beranjak dari duduknya dan berjalan mengambil seragam dan kertas yang ada diatasnya. Alena membaca surat tersebut dengan seksama.
Dear Alena
Selamat datang di dimensi menjelajah waktu. Bersenang-senanglah di tahun 1995. Jika kamu ingin bisa kembali ke dimensi waktu aslimu, maka kamu harus mengubah sikap kamu menjadi lebih baik. Bantu mereka yang membutuhkan bantuan kamu. Kamu hanya punya waktu selama 7 hari. Jika kami tidak berhasil mengubah sikap kamu menjadi lebih baik, maka kamu akan tetap berada di dimensi waktu ini untuk selamanya.
Alena tersentak setelah membaca surat tersebut. Dia tidak percaya jika harus seperti ini. Alena berpikir sejenak untuk langkah selanjutnya. Pikiran Alena terpercah karena mendengar suara bel sepeda Nino. Dengan segera Alena berlari yg untuk menemui Nino. Namun sangat disayangkan Nino telah berangkat ke sekolah. Akhirnya Alena memutuskan untuk berangkat sendiri ke sekolah.
Di sekolah, semua siswa berlarian masuk ke dalam kelas masing-masing. Pelajaran akan segera dimulai. Tampak Nino telah duduk di kursinya. Nino duduk seraya memperhatikan Dilla. Nino tersenyum penuh arti ketika melihat Dilla. Siapa sangka Nino menyukai Dilla.
Tak berselang lama, guru memasuki kelas bersama dengan seorang siswa baru. Semua yang berada di dalam kelas merasa penasaran dengan siapa siswa baru tersebut. Guru tersebut memperkenalkan siswa baru tersebut. Betapa terkejutnya Nino ketika melihat Alena. Alena hanya melempar senyum kepada Nino.
"Kalian kedatangan teman baru, ayo silakan perkenalkan nama kamu kepada mereka," ucap Guru tersebut dan dibalas anggukan oleh Alena.
"Hai, semua. Kenalin nama gue Alena. Salam kenal ya semua," ucap Alena.
"Baiklah silakan kamu duduk di bangku yang kosong," ucap guru tersebut dan dipatuhi oleh Alena.
Alena memilih untuk duduk di bangku yang berada tepat di depan Nino. Alena menyapa Nino namun tidak dihiraukan oleh Nino. Alena yang merasa tidak dihiraukan oleh Nino memilih untuk diam dan menahan emosinya.
Pelajaran yang mereka jalani akhirnya mencapai jeda. Artinya jam istirahat sudah menanti. Semua siswa berlarian ke segala arah sesuai keinginan. Nino keluar dari kelas, dengan cepat Alena menyusul.
"Nino, tunggu gue dong!" pekik Alena.
"Apa?" tanya Nino dingin.
"Gue sekarang sekolah di sini loh," ucap Alena.
"Terus?" tanya Nino.
"Kok lo kayaknya nggak senang sih. Lo nggak suka ya jika gue sekolah di sini?" tanya.
"Perasaan lo aja, udah ah kalau nggak ada lagi yang mau lo bicarakan, gue mau ke kantin," ucap Nino.
"Tunggu dulu Nino!" ucap Alena.
"Apalagi?" tanya Nino.
"Gue ikut ya. Gue nggak ada uang mau beli jajanan," ucap Alena.
"Ya udah boleh," ucap Nino.
Mereka pergi ke kantin bersama-sama. Alena membeli beberapa snack yang dijual. Selain itu Alena membeli sebotol air mineral. Sedangkan Nino hanya membeli segelas es teh.
"Lo yakin cuma beli itu aja?" tanya Alena.
"Yakinlah, memangnya kenapa?" tanya Nino.
"Ya nggak apa-apa. Cuma sebaiknya lo juga pesan makanan supaya nggak kembung," ucap Alena.
"Memangnya lo dokter bisa mendiagnosa," ucap Nino menyepelekan.
"Gue memang bukan dokter, tapi Mama gue seorang dokter. Jadi sejak gue kecil dia selalu menasihati gue untuk nggak hanya minum air aja. Tapi juga diselingi dengan makanan," ucap Alena.
"Mama lo masih bekerja meski Papa lo adalah pengusaha kaya raya?" tanya Nino.
"Iya masih. Nggak ada salahnya kali jika dia bekerja. Bekerja bukan hanya tentang kebutuhan materi maupun finansial aja tapi juga mental. Ketika berkumpul dengan teman-teman setidaknya kan bisa bertukar cerita sehingga hidup itu nggak terasa hampa," ucap Alena.
"Argumentasi yang bagus. Ternyata lo nggak sebodoh yang gue pikirkan," ucap Nino.
"Jadi lo menguji kemampuan akademik gue. Gila ya keterlaluan banget lo. Baru aja tadi malam minta maaf sekarang udah menghalang-halangi lagi," ucap Alena kesal.
"Kenapa lo harus marah? Gue nggak menyingung ke arah sana. Lo terlalu cepat salah paham," ucap Nino.
"Gimana gue nggak cepat salah paham, jika lo nggak bisa percaya sedikit aja sama gue," ucap Alena.
"Udah ya gue lagi nggak mau untuk bertengkar dengan siapapun. Gue minta maaf jika kata-kata gue membuat lo menjadi kesal," ucap Nino.
"Lo selalu seperti ini ya?" tanya Alena.
"Seperti ini gimana?" tanya Nino.
"Iya, seperti ini. Lo membuat orang lain menjadi kesal dan marah kemudian lo meminta maaf," ucap Alena.
Nino tidak menggubris perkataan Alena. Dia lebih memilih mendiamkan Alena. Nino kembali menyeruput es tehnya. Tanpa disengaja pandangannya tertuju pada Dilla yang tengah makan bersama dengan Juan. Alena yang melihat Njno bengong seketika mengikuti arah pandangan Nino. Saat itulah Alena mengetahui bahwa Nino menyukai seorang gadis.
"Kalau suka ya ungkapan jangan dipendam," ucap Alena yang membuat Nino sadar.
"Suka apa? Lo kebanyakan sok tahunya deh," ucap Nino.
"Gue nggak sok tahu kok. Memang buktinya begitu. Udahlah lo mungkin bisa menipu orang lain, tapi lo nggak bisa menipu seorang Alena," ucap Alena.
Bel masuk pun berbunyi. Nino beranjak dari duduknya dan meninggalkan Alena sendiri begitu saja. Alena mendengus kesal dengan sikap Nino. Semua siswa kembali masuk ke kelas dan mulai kembali belajar.
Tak terasa jam pelajaran usai. Semua siswa berlarian keluar dari kelas. Alena pulang terlebih dahulu dan akhirnya sampai di rumah. Alena merebahkan tubuhnya di sofa. Alena begitu lelah setelah seharian beraktivitas.
"Satu hari dari tujuh hari yang diberikan telah lo jalani Len. Tapi lo sama sekali belum melakukan sesuatu hal yang membuat lo bisa berubah menjadi orang yang lebih baik. Bahkan lo belum menemukan orang yang membutuhkan bantuan lo," ucap Alena.
Tak beberapa lama Nino masuk dan melihat Alena malamun. Nino mengerutkan dahinya. Dia menghampiri Alena yang masih juga melamun.
"Woi lo kenapa melamun? Kesambet apaan?" tanya Nino.
"Eh, sejak kapan lo sampai di rumah?" tanya Alena.
"Gue sudah sampai dari tadi kali. Gue sampai di sini, lo lagi melamun. Mikirin apa lo?" tanya Nino.
"Mikirin tentang apa yang surat tadi pagi sampaikan," ucap Alena.
"Surat? Surat apa?" tanya Nino.
"Surat yang berisi perjanjian. Jika gue ingin kembali ke dimensi waktu gue yang sebenarnya, maka gue harus mengubah sikap buruk gue hingga menjadi orang yang lebih baik. Selain itu gue harus membantu orang lain yang membutuhkan bantuan," ucap Alena.
"Gue rasa lo masih membutuhkan istirahat dulu. Kondisi luka di dahi lo kemarin itu sepertinya parah banget sehingga membuat lo memikirkan hal yang bukan-bukan," ucap Nino seraya berjalan menuju ke arah tangga.
"Gue serius Nino. Maka dari itu gue akan membantu Lo untuk mendapatkan orang yang begitu Lo suka. Gue janji akan membantu lo," ucap Alena yang membuat Nino kembali berbalik dan menatapnya dengan dingin.
"Tahu apa lo? Gue nggak butuh bantuan apapun. Mending lo istirahat jangan banyak pikiran yang aneh-aneh deh," ucap Nino.
"Lo mau atau tidak, gue tetap akan melakukannya. Gue akan membantu lo, supaya gue bisa kembali ke dimensi waktu gue yang asli. Jadi gue meminta tolong kepada lo kali ini saja. Setelah 7 hari nanti gue nggak akan menyusahkan lo lagi," ucap Alena.
"Terserah lo aja mau melakukan apa. Gue nggak peduli," ucap Nino seraya berlalu pergi.
----------------------------
🍃"Ketika emosi terus menjadi tameng pelindungmu maka jangan salahkan keadaan karena kesendirian yang terus kamu rasakan."🍃Alena Anandita gadis yang terkenal sombong dan selalu saja seenaknya kepada siapapun. Meskipun begitu dia menjadi idola di kalangan para cowok. Banyak yang ingin mengantri menjadi pacarnya. Namun sayangnya Alena lebih memilih Dito sebagai pacarnya.Kedua orang tuanya sungguh tidak mengerti bagaimana harus mendidik anak semata wayangnya itu untuk menjadi seorang gadis yang baik dan lemah lembut. Alena selalu saja membuat kedua orangtuanya pusing dengan tingkahnya.Namun pada suatu hari, Dito mengucap kata putus pada Alena. Hal ini membuat Alena menjadi kesal. Dia melampiaskan kemarahannya tersebut kepada semua orang yang dia temui. Hingga tid
----------------------"Jangan katakan bahwa ini adalah akhir tetapi ini adalah awal untuk membawamu sampai ke tujuan akhir."----------------------Alarm yang berbunyi membangunkan gadis yang masih membeku di dalam selimut. Alarm itu masih saja berbunyi karena sang pemilik tidak juga bangun dan berupaya untuk mematikannya. Namun mendengar alarm masih setia berbunyi akhirnya hadis tersebut menarik selimut dan mencampakkannya ke sembarang arah."Bi Ijah, Siti mana barang-barang saya!" teriak Alena memanggil pembantunya.Bi Ijah dan Siti segera berlari menuju ke kamarnya Alena membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan oleh Alena."Lama banget sih, bukannya
-------------------------"Entah di manapun kita berada saat ini, jangan pernah lupa untuk selalu menjaga nama etika yang selalu tertanam dalam diri sejak dini."-------------------------"Aaaaaaaa," teriak Alena.Alena membuka matanya. Kepalanya terasa begitu berat. Lengan dan dahinya berdarah. Alena melihat sekeliling. Suasananya begitu berbeda namun lukisannya berada diposisi yang sama.Alena bangkit dan melihat sekeliling. Dia menepuk pipinya untuk memastikan bahwa dia tengah bermimpi. Namun sayang, ternyata ini adalah kenyataan. Alena berjalan mundur dan keluar dari ruangan itu. Sekolahnya begitu berbeda dengan. Hanya ada beberapa pondasi yang sama.Alena benar-benar histeris. Dia keluar dari gerbang sekolah. Betapa terkejutnya Alena
------------------------"Hidupmu membutuhkan sebuah perubahan untuk menemukan sebuah jalan pencerahan yang akan membawamu menemukan kebahagiaan."-------------------------"Ahaaa!" ucap Alena seraya keluar dari kamar dan menuju ke kamar Nino.Alena mengetuk pintu kamar Nino. Satu kali tidak ada jawaban. Dua kali tidak juga ada jawaban. Dan ketiga kalinya akhirnya Nino membuka pintu kamarnya."Apa sjh? Gue udah izini lo untuk tinggal di sini. Sekarang apa lagi?" tanya Nino."Santai aja kali jangan pakei ngegas. Gue ke sini mau pinjem baju. Gue mau mandi. Ya kali gue pakai baju ini lagi setelah mandi. Sama aja dong mending gue nggak usah mandi," ucap Alena."Oh itu. Ikut gue sekarang!" ajak
------------------------"Perubahan itu dimulai dari diri sendiri dan sesuatu hal yang paling mendasar, yakni memperbaiki sikap buruk dalam diri."------------------------Matahari mulai menembus jendela kamar Alena. Alena mulai menggerjapkan matanya. Alena merasa lebih segar daripada sebelumnya."Eh, tapi kenapa luka di tangan dan dahinya gue nggak ada ya,'" ucap Alena.Alena melihat di sekelilingnya dan menemukan baju seragam dan sebuah kertas diatasnya. Alena beranjak dari duduknya dan berjalan mengambil seragam dan kertas yang ada diatasnya. Alena membaca surat tersebut dengan seksama.Dear AlenaSelamat datang di dimensi menjelajah waktu. Bersenan
------------------------"Hidupmu membutuhkan sebuah perubahan untuk menemukan sebuah jalan pencerahan yang akan membawamu menemukan kebahagiaan."-------------------------"Ahaaa!" ucap Alena seraya keluar dari kamar dan menuju ke kamar Nino.Alena mengetuk pintu kamar Nino. Satu kali tidak ada jawaban. Dua kali tidak juga ada jawaban. Dan ketiga kalinya akhirnya Nino membuka pintu kamarnya."Apa sjh? Gue udah izini lo untuk tinggal di sini. Sekarang apa lagi?" tanya Nino."Santai aja kali jangan pakei ngegas. Gue ke sini mau pinjem baju. Gue mau mandi. Ya kali gue pakai baju ini lagi setelah mandi. Sama aja dong mending gue nggak usah mandi," ucap Alena."Oh itu. Ikut gue sekarang!" ajak
-------------------------"Entah di manapun kita berada saat ini, jangan pernah lupa untuk selalu menjaga nama etika yang selalu tertanam dalam diri sejak dini."-------------------------"Aaaaaaaa," teriak Alena.Alena membuka matanya. Kepalanya terasa begitu berat. Lengan dan dahinya berdarah. Alena melihat sekeliling. Suasananya begitu berbeda namun lukisannya berada diposisi yang sama.Alena bangkit dan melihat sekeliling. Dia menepuk pipinya untuk memastikan bahwa dia tengah bermimpi. Namun sayang, ternyata ini adalah kenyataan. Alena berjalan mundur dan keluar dari ruangan itu. Sekolahnya begitu berbeda dengan. Hanya ada beberapa pondasi yang sama.Alena benar-benar histeris. Dia keluar dari gerbang sekolah. Betapa terkejutnya Alena
----------------------"Jangan katakan bahwa ini adalah akhir tetapi ini adalah awal untuk membawamu sampai ke tujuan akhir."----------------------Alarm yang berbunyi membangunkan gadis yang masih membeku di dalam selimut. Alarm itu masih saja berbunyi karena sang pemilik tidak juga bangun dan berupaya untuk mematikannya. Namun mendengar alarm masih setia berbunyi akhirnya hadis tersebut menarik selimut dan mencampakkannya ke sembarang arah."Bi Ijah, Siti mana barang-barang saya!" teriak Alena memanggil pembantunya.Bi Ijah dan Siti segera berlari menuju ke kamarnya Alena membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan oleh Alena."Lama banget sih, bukannya
🍃"Ketika emosi terus menjadi tameng pelindungmu maka jangan salahkan keadaan karena kesendirian yang terus kamu rasakan."🍃Alena Anandita gadis yang terkenal sombong dan selalu saja seenaknya kepada siapapun. Meskipun begitu dia menjadi idola di kalangan para cowok. Banyak yang ingin mengantri menjadi pacarnya. Namun sayangnya Alena lebih memilih Dito sebagai pacarnya.Kedua orang tuanya sungguh tidak mengerti bagaimana harus mendidik anak semata wayangnya itu untuk menjadi seorang gadis yang baik dan lemah lembut. Alena selalu saja membuat kedua orangtuanya pusing dengan tingkahnya.Namun pada suatu hari, Dito mengucap kata putus pada Alena. Hal ini membuat Alena menjadi kesal. Dia melampiaskan kemarahannya tersebut kepada semua orang yang dia temui. Hingga tid