-------------------------
"Entah di manapun kita berada saat ini, jangan pernah lupa untuk selalu menjaga nama etika yang selalu tertanam dalam diri sejak dini."
-------------------------
Alena membuka matanya. Kepalanya terasa begitu berat. Lengan dan dahinya berdarah. Alena melihat sekeliling. Suasananya begitu berbeda namun lukisannya berada diposisi yang sama.
Alena bangkit dan melihat sekeliling. Dia menepuk pipinya untuk memastikan bahwa dia tengah bermimpi. Namun sayang, ternyata ini adalah kenyataan. Alena berjalan mundur dan keluar dari ruangan itu. Sekolahnya begitu berbeda dengan. Hanya ada beberapa pondasi yang sama.
Alena benar-benar histeris. Dia keluar dari gerbang sekolah. Betapa terkejutnya Alena, semuanya tampak berbeda. Kendaraan dan suasana kota Jakarta tampak berbeda. Alena semakin kebingungan dengan semua yang dia lihat.
"Ini gue ngak salah tempat kan ya? Ini Jakarta kan? Kok kuno banget sih," umpat Alena.
"Ini benaran gue ada di Jakarta?" tanya Alena.
Alena kembali berjalan menyusuri jalanan. Dia menyisir jalan yang dia ingat adalah jalan menuju rumahnya. Namun, ketika sampai ke jalan menuju rumahnya, Alena kebingungan karena rumahnya berbeda.
"Ini benar kok Jalannya. Jalan Anggrek nomor 5. Tapi kok rumahnya beda," ucap Alena.
Lagi dan lagi Alena berjalan menyusuri jalanan. Sampai disebuah jembatan dia melihat seorang cowok yang hendak bunuh diri. Dengan cepat Alena berlari untuk menolong cowok tersebut. Alena menarik tangan cowok tersebut hingga mereka terjatuh bersamaan.
"Dasar kurang ajar Lo ya. Udah ditolongin justru mengambil kesempatan dalam kesempitan," decak Alena kesal.
"Apa Lo bilang tadi? Gue kurang ajar sama lo dan cari kesempatan dalam kesempitan gitu? Yang ada lo yang begitu. Tiba-tiba datang langsung narik tangan gue," ucap Nino.
"Udah syukur-syukur gue nolongin lo yang tadinya mau bunuh diri. Terus sekarang lo mau menyalahkan gue. Ngak tahu terima kasih banget sih jadi orang," ucap Alena kesal.
Tanpa berniat membalas perkataan Alena, Nino menaiki sepedanya dan meninggalkan Alena. Alena yang tidak dihiraukan oleh Nino merasa kesal. Alena pun mengejar Nino sampai ke rumahnya.
"Woi, tunggu kenapa. Lo itu cowok nggak tahu terima kasih ya. Udah ditolongin bukannya terima kasih," teriak Alena.
Nino sampai di depan rumahnya. Alena pun sampai dengan napas yang tersengal-sengal karena berlari mengejar Nino.
"Ngapain lo ngikutin gue ke sini. Pergi lo sana, gue nggak mau ada urusan apapun sama lo," ucap Nino.
"Mau nggak mau ya lo harus berurusan dengan gue. Gue ini penyelamat nyawa lo itu. Jadi jika lo nggak mau berterima kasih ya oke nggak masalah. Tapi ada syaratnya," ucap Alena.
"Syarat?" tanya Nino.
"Iya, syaratnya mudah kok. Lo izini gue untuk tinggal di rumah lo sampai gue bisa pulang ke rumah gue," ucap Alena.
"Memangnya lo siapa, bisa mengatur gue seenaknya. Minggir lo gue mau masuk," ucap Nino.
"Tunggu dulu, lo mau tahu siapa gue. Gue Alena, anak pengusaha terkaya seantero dunia. Sebelum gue lahir ada keluarga gue sudah dikenal sebagai keluarga kaya. Gue adalah cewek populer sepanjang tahun 2021. Anak cowok di sekolah gue. Semua orang ingin seperti gue," ucap Alena dengan bangga.
"Apa lo bilangan tadi? Tahun 2021? Lo amesia karena luka di kepala lo itu atau lo udah gila? Ini itu masih tahun 1995, dasar aneh!' ucap Nino seraya masuk ke dalam rumah.
"Apa? Lo bercanda kan?" tanya Alena seraya masuk ke dalam rumah dan berhenti tepat di depan kalender.
"Buat apa gue bercanda untuk hal yang nggak penting. Lo lihat aja kalender sendiri kalau nggak percaya," ucap Nino.
Alena melihat kalender yang ada di sampingnya. Benar saja, kalender tersebut bertuliskan tahun 1995. Alena cengo melihat kalender tersebut.
"Jadi benar dong. Jadi lukisan itu sudah mengabulkan permintaan gue dengan mengirim gue ke dimensi waktu yang lama. Dia mengirim gue ke tahun 1995," ucap Alena.
"Lo bicara apa sih, gue rasa lo itu terlalu banyak pikiran," ucap Nino.
"Nggak, lo harus percaya gue ini datang dari masa yang berbeda. Gue... Gue ini berasal dari masa depan. Gue berasal dari tahun 2021. Ini bukan dimensi waktu gue yang sebenarnya. Di tahun gue, banyak artis muda yang naik daun. Kalau lo nggak percaya bisa cek di internet," ucap Alena.
"Haa? Internet? Indomie ayam kornet? Bukannya itu makanan ya," ucap Nino seraya terkekeh.
"Internet itu bukan makanan, tapi media untuk lo mencari berbagai informasi dengan cepat dan mudah," ucap Alena.
"Lo itu kenapa? Tampaknya lo kurang sehat deh," ucap Nino.
"Nggak, gue sehat. Apa yang gue katakan benar kok. Gue... Gue memang berasal dari masa depan. Percaya sama gue. Gue datang ke sini karena lukisan tua yang ada di ruangan di sekolah, gue benar-benar-"
Saking banyak bicara, tanpa sadar tubuh Alena lemas. Napasnya mulai tidak stabil. Alhasil Alena pingsan. Nino pun membaringkan tubuh Alena diataa sofa dan mengobati luka di dahi dan lengan Alena.
Satu jam kemudian Alena siuman. Nino sedikit merasa lebih tenang. Jika Alena tidak sadar maka akan membuatnya menjadi repot.
"Akhirnya lo, sadar juga, nih minum dulu airnya," ucap Nino seraya menyodorkan segelas air putih pada Alena.
"Nggak usah, makasih tapi gue nggak haus," ucap Alena.
"Syukur si Non sudah sadar. Bi Dum khawatir tadi waktu Den Nino cemas karena Non Alena pingsan," ucap Duduk selaku pembantu di rumah Nino.
"Iya Bi, terima kasih," ucap Alena.
"Sebaiknya lo tinggal agak lama di sini. Sampai lo bisa kembali pulih dan menemukan rumah lo itu. Hitung-hitung bisa bantu Bi Dum kan," ucap Nino seraya berlalu pergi meninggalkan Alena.
"Lah, temannya teh ditinggal aja nih Den," ucap Dudum.
"Atur aja sama Bibi, gimana baiknya," ucap Nino.
Nino masuk ke kamarnya dan meninggalkan Alena begitu saja bersama dengan Bi Dudum. Alena mendengus kesal dengan sikap Nino.
"Maaf pisan atuh neng geulis, Den Nino memang begitu jika dengan orang baru," ucap Dudum.
"Gitu ya Bi. Nggak papa sih saya paham," ucap Alena.
"Kalau gitu Non Alena ikut Bibi ke kamar supaya bisa istirahat," ucap Alena.
Alena pun mengikuti ke mana Bi Dudum mengajaknya. Alena diajak untuk pergi ke sebuah kamar. Kamar tersebut terlihat rapi dan bersih.
"Non, ini kamarnya. Jadi Non, bisa istirahat di sini ya," ucap Dudum.
"Terima kasih Bi," ucap Alena.
"Sama-sama Non, Bibi permisi dulu ya, mau memasak untuk makan malam," ucap Dudum seraya berjalan keluar kamar.
Alena pun duduk, dan memperhatikan sekeliling. Dia masih tidak percaya jika dia telah terdampar di tahun 1995. Bagaimana tidak ini seperti mimpi bagi Alena.
"Sumpah ya, gue nggak nyangka itu lukisan benaran mengabulkan permintaan gue," ucap Alena.
"Duh, Len! Lo terdampar di tahun 1995. Gue nggak kebayang deh hidup di tahun ini. Bosan deh, udah gitu badan gue bau lagi. Gue mau mandi tapi nggak ada baju ganti," ucap Alena.
"Gue jadi menyesal deh, karena mengajukan permintaan yang aneh-aneh gini. Coba aja gue nggak mengajukan permintaan yang aneh-aneh ke lukisan tua itu, mungkin gue nggak akan terdampar di tahun 1995 ini. Apes banget sih lo Len. Lo harus hidup di tahun yang bisa dibilang jauh lebih buruk daripada tahun asli lo. Selamat berada di tahun yang penuh kebosanan ini Alena," ucap Alena kesal
"Ahaaa!" ucap Alena seraya keluar dari kamar dan menuju ke kamar Nino.
-------------------------
------------------------"Hidupmu membutuhkan sebuah perubahan untuk menemukan sebuah jalan pencerahan yang akan membawamu menemukan kebahagiaan."-------------------------"Ahaaa!" ucap Alena seraya keluar dari kamar dan menuju ke kamar Nino.Alena mengetuk pintu kamar Nino. Satu kali tidak ada jawaban. Dua kali tidak juga ada jawaban. Dan ketiga kalinya akhirnya Nino membuka pintu kamarnya."Apa sjh? Gue udah izini lo untuk tinggal di sini. Sekarang apa lagi?" tanya Nino."Santai aja kali jangan pakei ngegas. Gue ke sini mau pinjem baju. Gue mau mandi. Ya kali gue pakai baju ini lagi setelah mandi. Sama aja dong mending gue nggak usah mandi," ucap Alena."Oh itu. Ikut gue sekarang!" ajak
------------------------"Perubahan itu dimulai dari diri sendiri dan sesuatu hal yang paling mendasar, yakni memperbaiki sikap buruk dalam diri."------------------------Matahari mulai menembus jendela kamar Alena. Alena mulai menggerjapkan matanya. Alena merasa lebih segar daripada sebelumnya."Eh, tapi kenapa luka di tangan dan dahinya gue nggak ada ya,'" ucap Alena.Alena melihat di sekelilingnya dan menemukan baju seragam dan sebuah kertas diatasnya. Alena beranjak dari duduknya dan berjalan mengambil seragam dan kertas yang ada diatasnya. Alena membaca surat tersebut dengan seksama.Dear AlenaSelamat datang di dimensi menjelajah waktu. Bersenan
🍃"Ketika emosi terus menjadi tameng pelindungmu maka jangan salahkan keadaan karena kesendirian yang terus kamu rasakan."🍃Alena Anandita gadis yang terkenal sombong dan selalu saja seenaknya kepada siapapun. Meskipun begitu dia menjadi idola di kalangan para cowok. Banyak yang ingin mengantri menjadi pacarnya. Namun sayangnya Alena lebih memilih Dito sebagai pacarnya.Kedua orang tuanya sungguh tidak mengerti bagaimana harus mendidik anak semata wayangnya itu untuk menjadi seorang gadis yang baik dan lemah lembut. Alena selalu saja membuat kedua orangtuanya pusing dengan tingkahnya.Namun pada suatu hari, Dito mengucap kata putus pada Alena. Hal ini membuat Alena menjadi kesal. Dia melampiaskan kemarahannya tersebut kepada semua orang yang dia temui. Hingga tid
----------------------"Jangan katakan bahwa ini adalah akhir tetapi ini adalah awal untuk membawamu sampai ke tujuan akhir."----------------------Alarm yang berbunyi membangunkan gadis yang masih membeku di dalam selimut. Alarm itu masih saja berbunyi karena sang pemilik tidak juga bangun dan berupaya untuk mematikannya. Namun mendengar alarm masih setia berbunyi akhirnya hadis tersebut menarik selimut dan mencampakkannya ke sembarang arah."Bi Ijah, Siti mana barang-barang saya!" teriak Alena memanggil pembantunya.Bi Ijah dan Siti segera berlari menuju ke kamarnya Alena membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan oleh Alena."Lama banget sih, bukannya
------------------------"Perubahan itu dimulai dari diri sendiri dan sesuatu hal yang paling mendasar, yakni memperbaiki sikap buruk dalam diri."------------------------Matahari mulai menembus jendela kamar Alena. Alena mulai menggerjapkan matanya. Alena merasa lebih segar daripada sebelumnya."Eh, tapi kenapa luka di tangan dan dahinya gue nggak ada ya,'" ucap Alena.Alena melihat di sekelilingnya dan menemukan baju seragam dan sebuah kertas diatasnya. Alena beranjak dari duduknya dan berjalan mengambil seragam dan kertas yang ada diatasnya. Alena membaca surat tersebut dengan seksama.Dear AlenaSelamat datang di dimensi menjelajah waktu. Bersenan
------------------------"Hidupmu membutuhkan sebuah perubahan untuk menemukan sebuah jalan pencerahan yang akan membawamu menemukan kebahagiaan."-------------------------"Ahaaa!" ucap Alena seraya keluar dari kamar dan menuju ke kamar Nino.Alena mengetuk pintu kamar Nino. Satu kali tidak ada jawaban. Dua kali tidak juga ada jawaban. Dan ketiga kalinya akhirnya Nino membuka pintu kamarnya."Apa sjh? Gue udah izini lo untuk tinggal di sini. Sekarang apa lagi?" tanya Nino."Santai aja kali jangan pakei ngegas. Gue ke sini mau pinjem baju. Gue mau mandi. Ya kali gue pakai baju ini lagi setelah mandi. Sama aja dong mending gue nggak usah mandi," ucap Alena."Oh itu. Ikut gue sekarang!" ajak
-------------------------"Entah di manapun kita berada saat ini, jangan pernah lupa untuk selalu menjaga nama etika yang selalu tertanam dalam diri sejak dini."-------------------------"Aaaaaaaa," teriak Alena.Alena membuka matanya. Kepalanya terasa begitu berat. Lengan dan dahinya berdarah. Alena melihat sekeliling. Suasananya begitu berbeda namun lukisannya berada diposisi yang sama.Alena bangkit dan melihat sekeliling. Dia menepuk pipinya untuk memastikan bahwa dia tengah bermimpi. Namun sayang, ternyata ini adalah kenyataan. Alena berjalan mundur dan keluar dari ruangan itu. Sekolahnya begitu berbeda dengan. Hanya ada beberapa pondasi yang sama.Alena benar-benar histeris. Dia keluar dari gerbang sekolah. Betapa terkejutnya Alena
----------------------"Jangan katakan bahwa ini adalah akhir tetapi ini adalah awal untuk membawamu sampai ke tujuan akhir."----------------------Alarm yang berbunyi membangunkan gadis yang masih membeku di dalam selimut. Alarm itu masih saja berbunyi karena sang pemilik tidak juga bangun dan berupaya untuk mematikannya. Namun mendengar alarm masih setia berbunyi akhirnya hadis tersebut menarik selimut dan mencampakkannya ke sembarang arah."Bi Ijah, Siti mana barang-barang saya!" teriak Alena memanggil pembantunya.Bi Ijah dan Siti segera berlari menuju ke kamarnya Alena membawa semua perlengkapan yang dibutuhkan oleh Alena."Lama banget sih, bukannya
🍃"Ketika emosi terus menjadi tameng pelindungmu maka jangan salahkan keadaan karena kesendirian yang terus kamu rasakan."🍃Alena Anandita gadis yang terkenal sombong dan selalu saja seenaknya kepada siapapun. Meskipun begitu dia menjadi idola di kalangan para cowok. Banyak yang ingin mengantri menjadi pacarnya. Namun sayangnya Alena lebih memilih Dito sebagai pacarnya.Kedua orang tuanya sungguh tidak mengerti bagaimana harus mendidik anak semata wayangnya itu untuk menjadi seorang gadis yang baik dan lemah lembut. Alena selalu saja membuat kedua orangtuanya pusing dengan tingkahnya.Namun pada suatu hari, Dito mengucap kata putus pada Alena. Hal ini membuat Alena menjadi kesal. Dia melampiaskan kemarahannya tersebut kepada semua orang yang dia temui. Hingga tid