“Kalian berdua terlihat cukup dekat,” komentar Hayes memperhatikan kepergian Alice yang sudah masuk ke dalam restaurant.Theodor mengedikan bahunya dan tersenyum. “Ya, sepertinya begitu,” jawab Theodor tidak menyangkal.“Kenapa kau mau dekat dengannya?” tanya Hayes lagi.“Aku tidak memiliki alasan apapun, dia gadis yang cukup menyenangkan,” jawab Theodor dengan tenang, tidak terpengaruh dengan tatapan mengintimidasi Hayes.“Apa yang menyenangkan darinya?”Sejenak Theodor terdiam, mendengar nada mengintrogasi Hayes. “Selain polos, bukankah dia gadis yang cukup cantik?” Theodor balik bertanya. Tangan Hayes mengepal, keberanian Theodor yang blak-blakan membuatnya sedikit kesal. Kilatan kemarahan terlihat di matanya, “Apa kau lupa, perempuan yang sedang kau puji itu isteri temanmu?” tanya Hayes penuh tekanan.Masih dengan sikapnya yang penuh ketenangan Theodor menjawab. “Aku tidak akan melupakan fakta itu.”“Masuklah,” jawab Hayes dengan perasaan yang masih dilanda kegusaran. Hayes ingi
Gemercik suara hujan terdengar di kesunyian, Alice bergerak gelisah dalam tidurnya, wajahnya terlihat pucat berpeluh keringat dingin. Suara napas Alice terdengar tidak beraturan mengeluarkan erangan kecilnya yang tersiksa.Alice tenggelam begitu jauh dalam mimpi buruk, tersesat di hutan yang luas seorang diri, pohon-pohon yang tumbuh besar menjulang tinggi menghalangi cahaya matahari masuk.Kaki Alice bergerak, melangkah tanpa arah, tercekik oleh ketakutan.Alice tersentak, terbangun dengan cepat begitu dia bisa lepas dari mimpinya.Suara napas kasar Alice kian terdengar, gadis itu mengusap tenggorokannya yang sakit dan perlahan duduk. Pandangan Alice mengedar dengan waspada, melihat keluar jendela jika kini tengah hujan deras.Pantas saja..Alice selalu tidak bisa tidur jika mendengar suara hujan yang turun, kebiasaan itu telah terjadi sejak lama.Dulu Alice akan berdiri sepanjang waktu di ruang bawah tanah bila hujan deras turun, Alice akan memandangi jendela kecil berteralis besi,
Tangan Hayes menekan lantai, tubuhnya membungkuk tanpa terduga pria itu mengecup bibir Alice.Darah di nadi Alice membeku, pupil matanya melebar, diam terpaku tidak mampu bergerak sedikitpun begitu merasakan bibir lembut Hayes menempel padanya dalam beberapa detik.Hayes mengerjap seakan terkejut dengan apa yang telah dilakukan dirinya sendiri, perlahan pria itu mundur menjauh dengan degup jantung yang berdebar tidak beraturan.Hayes membuang mukanya, diam-diam pria itu memaki dirinya sendiri yang sudah bertindak bodoh sampai tidak mengerti mengapa melakukan ini semua pada Alice.Hayes berdeham memecah keheningan, dengan gugup pria itu berkata, “Kau lihat barusan? Aku juga bisa menciummu meski aku membencimu, ciuman tidak hanya bisa dilakukan oleh orang yang saling mencintai saja,” ujarnya terdengar lantang.Alice tercengang, ucapan Hayes menohok hatinya dalam-dalam. Itu adalah ciuman pertamanya, sesuatu yang sangat berharga dan sangat berarti untuk seseorang yang tidak pernah tahu ar
Perjalanan pulang ke rumah membawa banyak kehampaan, Alice memandangi setiap bangunan yang dilewatinya, memperhatikan kesibukan orang-orang berjalan lalu lalang.“Philip, apa yang sedang terjadi di sana?” tanya Alice menunjuk sebuah gedung berasitektur cantik dan mencolok tengah ramai dikunjungi banyak orang, gedung itu berdiri di tengah lapangan hijau yang luas sehingga setiap sudutnya dapat dilihat.“Itu adalah gedung opera, disana selalu ada banyak pertunjukan seni.”Gedung opera? Alice teringat dengan ucapan Theodor jika dia bermain musik di tempat itu.“Apakah saya bisa masuk ke dalam?” tanya Alice berhati-hati.Tanpa membuang waktu Philip langsung menepikan mobilnya, pria itu melihat ke belakang dengan senyuman lebarnya tampak senang bukan main karena ini untuk pertama kalinya dia mendengar Alice menginginkan sesuatu.“Anda ingin masuk ke sana dan menonton pertunjukannya?” tanya Philip.Dengan malu Alice mengangguk. “Jika itu diperbolehkan, tetapi saya tidak bisa melakukan apapu
Alice duduk di sebuah kursi yang sudah disediakan, gadis itu berada di barisan yang cukup depan sehingga bisa melihat panggung lebih dekat. pandangan Alice mengedar, melihat seberapa banyaknya penonton yang memenuni seluruh ruangan.Jantung Alice berdebar, adrenalin terbakar oleh kesenangan yang tidak pernah dia rasakan dalam hidupnya. Dia tidak sabar, ingin melihat dan mendengarkan apa yang sebenarnya akan suguhkan di atas panggung.Alice menarik napasnya dalam-dalam, melihat satu persatu orang mulai masuk dan memenuhi panggung besar, berdiri di depan alat musik mereka masing-masing.Pandangan Alice langsung tertuju kepada Theodor, pria itu berdiri di depan pianonya dan membungkuk memberi hormat. Pria itu terlihat berbeda, dia terlihat lebih dingin dan tidak tersentuh seakan jiwanya langsung langsung menyatu dengan panggung dan tidak dapat diganggu siapapun.Gemuruh tepuk tangan terdengar dalam beberapa detik begitu konduktor datang, lalu berganti dengan sunyi yang senyap.Suara lem
Theodor kembali menurunkan tangannya begitu tersadar jika ada sesuatu yang salah di mata Alice. Ada keraguan pada dirinya.“Kau tidak terpaksa kan?” tanya Theodor berhati-hati.“Ada sesuatu yang harus aku katakan sebelum kau berubah pikiran.” Suara Alice menggantung, ragu memberitahu, namun dia tidak ingin ketidak jujurannya akan membuat Theodor malu, sama halnya seperti apa yang sering Hayes rasakan. “Aku tidak bisa memakan apapun selain bubur.”Napas Theodor tertahan di dada, langsung teringat ucapan Calla yang memberitahunya bahwa Alice kekurangan gizi. Kini terjawab sudah alasannya mengapa.“Sudah berapa lama?” Wajah Alice terangkat, ketegangan di bahunya menurun, suara Theodor yang dalam saat bertanya menunjukan kepedulian, bukan sebuah hinaan seperti yang dilakukan kebanyakan orang.Mata Alice memanas. “Sejak lima tahun yang lalu,” jawab Alice dengan suara bergetar.Tangan Theodor terkepal kuat, terdorong amarah yang dalam. Segala perkara selalu ada alasan yang tejadi dibaliknya
“Aku tidak sengaja bertemu dengan ibunya Alice.”Hayes mengedikan bahunya tampak tidak peduli, dia tidak ingin mendengar apapun tentang Giselle. Sudah cukup dengan kehadiran Alice dalam hidupnya,Hayes menjadi berubah.“Hayes.” Bella mendekat, mengusap bahu kokoh Hayes. Ketidak pedulian Hayes tentang hal yang ingin diceritakan membuat Bella harus berusaha sedikit lebih keras agar pria itu tertarik mendengarkan. “Hayes, apa kau tidak khawatir jika ternyata kehadiran Alice di rumah adalah bagian dari rencana Giselle dan ayahmu?”Rahang Hayes mengetat, dia benci mendengar apapun tentang Alice maupun keadaan keluarganya sekarang seperti apa. Hayes datang ke sini hanya ingin melukapan segala hal yang ada di Neydish, tetapi Bella kembali mengungkitnya.“Jangan pernah membicarakan tentang mereka kepadaku,” jawab Hayes dingin.“Aku mengatakannya karena aku peduli padamu Hayes,” jawab Bella membela diri. Bella memberanikan diri untuk semakin mendekat, wanita itu memeluk Hayes dari belakang dan
Rintikan gerimis yang turun berubah perlahan berubah menjadi hujan yang deras, menjebak banyak orang untuk tetap diam di tempat mereka, termasuk Alice dan Theodor.Keduanya berdiri di depan emperan restaurant, membiarkan hujan yang turun membasahi ujung sepatu yang di kenakan.Satu rahasia yang dibagi membangun banyak percakapan sederhana yang menyenangkan untuk dibahas sepenjang mereka makan malam bersama. Theodor sudah cukup bosan sepanjang waktu hanya membicarakan tentang bisnis dan musik dari mulut orang-orang yang ditemuinya. Theodor membutuhkan suasana baru dan alami.Alice memilikinya.Apa yang tengah Theodor lakukan sekarang, bukan sekadar menolong Alice agar bisa sembuh. Tetapi ini tentang bagaimana Theodor kembali menemukan kerinduan yang selama ini dia cari, bertemu dengan seseorang yang benar-benar polos dan bersikap baik kepadanya tanpa ada tujuan lain.Theodor senang melakukan hal yang sederhana dan bertindak normal. Theodor tahu dia memiliki banyak teman yang baik kep
Satu menit..Dua menit..Tiga menit telah berlalu, masih tidak ada yang berbicara di antara mereka berdua, keduanya terjebak dalam diam, memandangi lautan yang terlihat lebih tenang dari biasanya.Tangan Alice terkepal meremas permukaan pakaiannya, jika tidak ada yang memulai pembicaraan, Alice akan terjebak lebih lama disini.Beberapa kali Alice menarik napasnya untuk mengumpulkan sebuah keberanian untuk memulai percakapan. “Bagaimana kabar Anda?” tanya Alice.Claud menggenggam kuat ujung tongkatnya, wajahnya bergerak ke sisi untuk melihat keberadaan Alice, bola mata Claud bergerak turun melirik perut Alice yang cukup besar meski usia kandungannya masih muda. Tubuh Alice yang pulih masih cukup terlihat sangat kecil, pasti akan sulit untuknya bergerak saat usia kandungannya mulai menginjak lima bulan.“Berapa usiamu?” Claud balik bertanya.Pandangan mereka saling bertemu, Alice tenggelam dalam sorot mata Claud Borsman yang pekat. Alice sudah terbiasa hidup dikelilingi orang-orang yan
Tangisan Eniko kian kencang, hatinya terguncang hebat oleh kata-kata yang tidak pernah sekalipun dia harapkan akan terucap dari mulut Theodor. Hidup Eniko berubah hanya dalam semalam, hatinya hancur seolah dunia disekitarnya runtuh tinggal debu. Eniko tidak pernah seputus asa ini dalam hidupnya hingga dia tidak dapat melihat masa depan lagi.Eniko malu bila terus egois mengikuti kata hatinya untuk tetap mengejar Theodor. Pria itu pantas mendapatkan wanita yang sebanding dengannya, Eniko tidak ingin keberadaannya membuat Theodor malu.“Menangislah sampai semua sesak didadamu berkurang,” nasihat Theodor terdengar sedikit canggung. Ini untuk pertama kalinya dia melihat Eniko menangis, memeluknya lebih dulu dan ini untuk pertama kalinya.Menyadari situasi yang kini tengah tidak begitu baik, perawat yang mengurus Eniko memilih mundur secara perlahan dan pergi meninggalkan ruangan untuk memberi mereka waktu luang.Ruangan itu kini hanya terdengar tangisan dan pelukan hangat Theodor yang sec
Theodor mengusapkan telapak tangannya pada sisi celana, menyingkirkan keringat dingin yang mengganggunya. Dia gugup tanpa asalan, beberapa kali dia harus menarik napasnya agar mendapatkan sedikit ketenangan sebelum mengetuk pintu dan memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan tempat Eniko dirawat.Dua langkah Theodor memasuki ruangan, pandangan Theodor langsung tertuju pada Eniko yang tengah duduk di ranjangnya, wanita itu memandangi jendela di depannya.Theodor melangkah dengan hati-hati sampai pada akhirnya Eniko menengok ke arahnya dan mereka terjebak dalam diam saling memandang satu sama lainnya.Napas Theodor tertahan di dada, melihat sisi wajah Eniko yang bengkak dan memiliki lebam cukup pekat hingga menghabiskan separuh wajah cantiknya, tangannya tepasang infusan dan dia mengenakan pakaian pasien.Mungkin butuh waktu beberapa hari agar lebam itu menghilang dari wajahnya.Dengan langkah yang berat Theodor mendekat dan berdiri di sisi Eniko yang tidak dapat mengalihkan pandan
“Mengapa Ayah membawanya kesini? Ayah tahu kan jika aku sangat membencinya.”“Aku juga tidak memiliki alasan apapun untuk dikatakan,” jawab Damian pelan.Damian tidak mengerti dengan alasan Claud yang mau datang menemui Alice, tidak seperti biasanya dia tertarik pada hal yang tidak menguntungkan. Anehnya, ada sesuatu yang tidak biasa dari Claud Borsman tunjukan, sepanjang perjalanan menuju Emilia Island, Claud hanya menanyakan kesehatan Hayes dan Alice, dia tidak membahas bisnis apapun.Hayes menghisap rokoknya, kepulan asap terlihat bergerak keluar dari mulutnya. Suasana hati Hayes telah dirusak oleh keberadaan Claud Borsman. “Jangan pernah coba-coba untuk mendamaikan aku dengannya, sekeras apapun Ayah berusaha, itu tidak akan berhasil,” peringat Hayes.“Aku tidak akan pernah memaksamu untuk memaafkan kesalahannya Hayes,” jawab Damian dengan nada menggantung. Dalam satu tarikan napas panjangnya Damian kembali berkata, “Hayes, selama ini, sebelum kau mengetahui kebenaran siapa diri
Wajah Claud Borsman berubah pucat, terkejut oleh sesuatu pertanyaan yang tidak pernah dia sangka. Claud Borsman terdiam membungkam kehilangan kata-kata untuk menjawab.Terlahir dari kelas bangsawan membuat Claud Borsman tebiasa dilayani dalam setiap hal, terbiasa menerima rasa hormat dari orang lain yang membangun jiwa angkuh di dalam dirinya.Keangkuhan itu membuat Claud Borsman tidak pernah meminta maaf dan bebas bertindak semaunya tanpa peduli itu benar atau salah, Claud Borsman tumbuh tanpa rasa penyesalan disetiap tindakan yang diambilnya karena dia menganggap setiap manusia yang terlibat dalam hidupnya sebatas objek sesaat.Claud Borsman sendiri tidak pernah tersinggung dengan kritikan tajam siapapun, dia terus berjalan di jalan yang menurutnya benar tidak peduli dengan halangan siapapun, karena siapapun yang berani menghalangi jalannya, Claud Borsman akan menyingkirkannya.Sekarang Hayes menutut maaf darinya?Apakah Claud Borsman bisa melakukannya? Apakah permintaan maaf akan s
“Sepertinya paman Damian sudah datang,” gumam Athur melihat sebuah mobil khusus telah terparkir di depan salah satu parkiran khusus resort.Athur menepikan mobilnya ke sisi. “Aku harus pergi memeriksa restaurant dulu.”Alice mengangguk dengan senyuman, gadis itu bergeser dan melangkah keluar ketika pintu disisinya sudah dibukakan oleh Hayes. Sementara Athur memutar balik mobilnya dan pergi meninggalkan tempat.Alice dan Hayes memasuki resort, sempat Hayes menanyakan kedatangan Damian dan menanyakan keberadaannya saat ini kepada seseorang yang menyambut.Resort yang dibangun sekitar satu tahun lalu itu akan segera diresmikan dalam waktu dekat karena pembangunan yang masih berjalan membutuhkan waktu satu tahun lagi.Jarang sekali mereka datang ke tempat ini meski sudah beberapa kamar yang tersedia, Alice dan Hayes lebih suka menghabiskan waktu mereka berdua di paviliun menjalani kehidupan yang sederhana. Hayes sesekali datang ke tempat ini untuk melakukan pertemuan dengan beberapa rekan
Gelombang ombak menari-nari dibawah langit sore yang cerah, permukaan laut terlihat indah dilukis bayangan cahaya matahari sore, sapuan angin membelai pipi, suara burung terdengar bernyanyi di udara dan bibir pantai.Bayangan lumba-lumba yang tengah berenang terlihat dibawah permukaan air, suaranya terdengar di antara gemuruh air, mereka berenang dengan cepat dan sesekali melompat, cipratan air menyentuh ujung permukaan yachts.Alice beranjak dari duduknya dan mendekat pagar untuk melihat mereka lebih dekat. Alice tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, pemandangan indah ini masih terasa seperti mimpi untuk Alice meski dia sudah tinggal di Emilia Island lebih dari setengah tahun lamanya.Pulau ini sangat indah seperti negeri dongeng, terkadang keindahannya seperti sesuatu yang mustahil benar-benar ada di dunia nyata.Emilia Island dimiliki seorang salah satu miliarder negeri ini sekaligus salah satu anggota kerajaan, orang itu bernama Julian Giedon, dulu pulau ini hutan belantara sel
“Pak Damian,” panggil Duma memasuki ruangan Damian dan mendapatinya tengah berkutat dengan setumpuk pekerjaan yang harus dikerjakan besok akan diselesaikan hari ini juga.Damian tidak sabar ingin pergi ke Emilia Island dan berkumpul dengan keluarganya untuk merayakan kabar cucu kembarnya yang kini masih berada dalam kandungan Alice.Damian berencana untuk pergi meninggalkan kantor pusat selama dua hari dan menghabiskan waktunya bersama Alice juga Hayes.Damian tidak ingin kehilangan setiap moment perkembangan cucunya yang sangan dia nantikan.Usia Damian sudah menginjak enam puluh tahun, dan meski dia sudah menikah, namun Damian tidak pernah sekalipun mengalami fase dimana dia mendampingi seseorang yang mengandung hingga melahirkan dan merawatnya sampai tumbuh besar.Meski Damian menikahi Ivana dan menjadi ayah untuk Hayes, namun itu dilakukan sejak Hayes akan memasuki bangku taman kanak-kanak.Itupun, butuh proses yang sangat lama bagi Damian bisa menyayangi Hayes setelah dia tahu Ha
Seikat bunga mawar kuning berada dalam genggaman, Theodor berdiri dalam ketegangan menatap dua pintu besar di hadapannya yang terjaga oleh dua orang tentara.Kapan terakhir kali Theodor datang ke rumah Eniko? Sepertinya saat dia masih berada di bangku sekolah dasar. Saat itu Theodor menghadiri pesta ulang tahun Eniko yang ke lima, sejak malam pesta ulang tahun itu, Theodor tidak pernah lagi mau datang ke rumah Eniko karena sebuah alasan yang kuat. Theodor masih ingat ada sebuah kejadian memalukan yang dia alami ditengah pesta karena Eniko. Eniko mengajaknya pergi berdansa, karena Theodor mengantuk dan menolak keinginannya, Eniko menggigit pipinya sampai Theodor menangis hingga menjadi tontonan banyak orang.Bila ingat-ingat lagi, Theodor tidak memiliki kenangan baik setiap kali bersma Eniko. Eniko selalu saja menciptakan warna kacau dalam hidup Theodor.Sangat menyebalkannya lagi Theodor tidak bisa berbicara kasar ataupun melakukan sedikit kekerasaan karena Eniko seorang perempuan.