Sebuah sepeda berwarna hitam dan berkeranjang besar didorong keluar dari mobil pick up oleh Philip. Sepeda itu terlihat jauh lebih besar dan bagus, dan mungkin lebih kuat dari sepeda Alice sebelumnya yang langsung penyok sampai rantainya putus ketika terbanting ke batu.“Ini benar-benar untuk saya?” tanya Alice tidak menyembunyikan keterkejutannya.Philip menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, pria paruh baya itu tersenyum malu. “Anda tidak suka? Saya yang memilihnya, kita bisa menukarnya jika Anda mau sepeda yang lain.”“Justru ini terlalu bagus untuk saya,” jawab Alice malu.“Tidak Nona, Anda pantas mendapatkan yang terbaik,” jawab Philip meyakinkan. “Anda bisa mencobanya selagi tuan muda masih di dalam.”Alice menggigit bibirnya tampak tidak yakin. “Apa ini benar-benar untuk saya?” tanya Alice sekali lagi.“Tentu saja Nona, cobalah.”Dengan ragu Alice mendorong sepedanya dan mencobanya dengan mengelilingi air mancur di depan paviliun. Sementara Philip yang tengah memperhatikan ses
Sinar matahari yang cerah terasa menyilaukan dan membuat kepala sakit. “Berhentilah di sini,” pinta Hayes.Alice berhenti di bawah pohon besar, gadis itu membuang napasnya dengan penuh kelegaan, dia turun dari sepedanya menyusul Hayes yang duduk di sebuah akar besar.“Kemana kau ingin pergi?” tanya Alice tidak menunjukan rasa lelahnya. Dia suka cuaca yang cerah dan memandangi rumput hijau, bunga bermekaran di hari pertama musim semi.“Aku hanya ingin tahu banyak hal tentangmu, bawa aku kemanapun tempat yang ingin kau tuju,” jawab Hayes dengan mata terpejam seraya melepaskan topinya.Alice membuang mukanya seketika, bibir mungilnya terkatup rapat tidak tahu harus berkata apa.“Aku tahu kau tidak nyaman denganku Alice, aku juga tahu jika setiap kali kau bersama denganku, kau tidak sebahagia saat dengan Theodor yang mampu membuatmu tersenyum. Aku tidak sesempurna Theodor, aku kalah dalam hal apapun jika disandingkan dengan Theodor. Satu-satunya yang bisa kau adu, perasaanku padamu benar-
Hayes menopang dagunya dalam kepalan tangan, mobil yang mengantarnya sudah memasuki area villa tempat dimana Damian menginap.Insting Hayes cukup buruk, dan dia sangat yakin memang kedatang Claud ke Emilia Island hanya memperkeruh keadaan yang sedang kacau.“Tuan.” Philip berdiri di sisi sudah membukakan pintu untuk Hayes karena kini mereka sudah sampai.Hayes melompat keluar dari mobilnya. “Jangan pergi, mungkin aku tidak akan lama di sini,” ucap Hayes berjaga-jaga.“Saya mengerti,” jawab Philip dengan anggukan samarnya.Hayes kembali mengenakan topinya, namun kali ini dia tidak mengenakan kacamata. Pria itu melangkah lebar, masuk ke dalam villa dan melewati kerumunan orang yang dia yakini pengawal Claud.Untuk apa sebenarnya Damian memanggilnya? Apakah akan terjadi pembicaraan memang penting atau hanya membicarakan omong kosong yang hanya akan menambah pertengkaran?Langkah Hayes melebar, pria itu melewati beberapa ruangan dan menaiki sebuah tangga besar yang memutar, mengarah pada
Hayes melepaskan topi yang dia kenakan, pria itu melangkah naik ke sebuah kapal yacht yang kini tengah berlabuh, sekilas dia melihat Philip dan yang lainnya tengah berdiri di sisi jembatan memandanginya dengan kekhawatiran.“Saya akan menghubungi Stela jika Anda membutuhkannya,” kata Philip.“Aku baik-baik saja, kalian boleh beristirahat. Aku hanya akan tidur siang di sini,” ucap Hayes menenangkan.“Tolong hubungi saya jika Anda membutukan sesuatu,” jawab Philip.Tangan Hayes melambai mengisyaratkan Philip untuk segera pergi, pria itu pergi masuk ke dalam menuju bagian paling atas kapal usai meminta seorang nahkoda membawa kapalnya pergi berlayar.Aroma lautan yang khas tercium, samar-samar suara burung terdengar.Hayes duduk di sebuah kursi empuk, wajahnya menengadah merasakan angin yang berhembus kencang dan hangat sinar matahari yang menenangkan perasaan di dalam hatinya yang kini tengah diterpa badai.Satu-satunya cara yang bisa Hayes lakukan untuk meringankan sakit di dalam hatiny
Kepulangan Athur meciptakan kehangatan lagi di rumah. Makanan yang sudah Alice siapkan sejak pagi telah dingin, namun Athur melahapnya sampai habis.Athur menceritakan seberapa mengerikannya tinggal di penjara, satu hari tinggal di penjara khusus kota North Emith yang ketat dan gudangnya orang-orang yang memiliki riwayat kejahatan kelas tinggi membuat Athur tercekik ketakutan.Setiap detik yang dia lalui di penjara mengingatkan Athur pada Alice. Dua puluh tahun lebih Alice dikurung di ruang bawah tanah dan hanya mendapatkan kesempatan untuk keluar di malam hari dan selalu mendapatkan banyak penyiksaan, namun tidak pernah sekalipun Athur mendengar Alice mengeluh akan keadaannya.Athur malu kepada dirinya sendiri, dan dia berpikir bahwa mungkin apa yang terjadi padanya adalah sebuah teguran dari Tuhan bahwa seperti inilah apa yang telah Alice lalui dalam hidupnya.Athur bersyukur bahwa dia dikurung satu hari, karena di hari selanjutnya dia dibebaskan dengan prosedur yang cepat. Kebebas
Claud Borsman sudah membaik usai mendapatkan perawatan, pukulan Hayes berhasil mematahkan tulang hidungnya. Amarah yang tidak terbendung bergejolak, harga diri Claud Borsman terinjak-injak direndahkan oleh anak haramnya sendiri yang kini tiba-tiba membangkang.Hayes yang dia kenal memiliki sopan santun dan tidak banyak bicara, siapa sangka jika kini anak itu menjadi brutal setelah diagnose penyakit yang tidak bisa disembuhkan.Puluhan tahun rahasia hidupnya yang tertutup rapat dengan rapi dan sempurna telah dihancurkan. Claud mengatur sesuatu agar semuanya kembali berjalan pada tempatnya sesuai dengan apa yang dia inginkan.Sifat pembangkang Hayes sudah tidak bisa ditoleransi lagi, Claud Borsman harus memberinya pelajaran agar Hayes tahu dengan siapa sebenarnya dia telah berurusan. Claud akan menyingkirkannya agar keturunnnya kembali bersih tanpa noda. Satu kancing terakhir sudah masuk ke tempatnya, diambilnya kacamata baru yang dikirim oleh seseorang. Claud mengenakannya sebelum me
Alice menaiki kapal itu, melangkah terhuyung kehilangan keseimbangannya karena untuk pertama kalinya menaiki kapal. “Kau kemana saja? Apa kau lupa jika kau memiliki tanggung jawab?” tanya Hayes melangkah lebar membawa Alice masuk ke dalam. Sudah hampir dua jam dia menunggu di paviliun, namun Alice tidak kunjung datang.“Aku minta maaf, aku terlalu banyak berbicara dengan Athur,” jawab Alice berdusta.“Kau tidak pandai berbohong Alice.”“Maaf,” ucap Alice sekali lagi.Pandangan Alice mengedar melihat penjuru ruangan kapal yang mewah bak sebuah istana. Pasti sangat menyenangkan bisa tinggal di tempat ini. “Hayes, apakah kita akan akan berlayar?” tanya Alice penasaran.“Ya. Kita akan berlayar di sekitar tempat ini.”“Tapi aku tidak bisa pulang larut malam.”“Kau tidak akan pulang larut malam, tapi besok,” jawab Hayes tidak mempedulikan keterkejutan Alice. Hayes melepaskan genggaman tangannya dan mendorong Alice untuk duduk di sebuah sofa panjang sisi jendela.“Hayes, itu tidak mungkin,
Semakin lama Alice memperhatikan mata itu, Alice semakin sadar bahwa itu bukan hanya sekadar sakit biasa. Tenggorokan Alice mengering, langsung teringat dengan sepasang mata Ivana sangat mirip dengan mata kiri Hayes. Bibir Alice terkatup rapat, seluruh permukaan kulitnya meremang dan hatinya teremas sakit. Alice sudah salah menilai Hayes.Kesempurnaan yang sudah dilihatnya dari Hayes ternyata adalah sebuah kesalahan. Alice terpaku dengan apa yang dilihatnya dari luar, tanpa melihat kebenaran bahwa Hayes sedang berjuang melawan penyakitkanya, tanpa ada yang tahu.Alice menarik napasnya dengan tersendat-sendat, teringat kejadian beberapa hari yang lalu saat mereka terjebak di kegelapan dan kedinginan.Hayes menggendongnya, dia menolak menurunkan Alice meski beberapa kali kakinya tergelincir dan hampir jatuh, hingga demam tinggi. Alice tidak menyadarinya, dibutakan oleh ketakutan dan pikiran negatif.Hayes menarik turun tangan Alice yang masih berada di wajahnya. “Jangan mengasihaniku