"Aku juga terkejut saat membacanya, karena di sana tertera nama ibu dan satu nama asing sebagai ayahku. Aku segera ke luar menemui Mama, aku menunjukkan akta itu pada Mama. Awalnya Mama terkejut, ia meminta maaf.Mama cerita kalau dulu ibu pernah nikah karena dijodohin kakek, tapi sayang saat ibu tengah mengandungku, ayahku kecelakaan dan meninggal. Ibu harus berjuang membesarkan aku seorang diri. Hingga saat usiaku satu tahun, Mama meminta pada ibu untuk mengizinkan beliau membawaku," lanjut Yogi.Najwa mendengarkan tanpa menyela. Fakta baru yang membuatnya begitu terkejut."Aku lanjut?" tanya Yogi karena melihat Najwa mematung."Iya." Hanya itu yang mampu Najwa ucapkan."Mama sudah menikah selama enam tahun dan belum dikaruniai momongan. Karena keadaan, akhirnya ibu mengizinkan aku diasuh sama Mama. Beliau yakin Mama pasti menyayangiku karena aku keponakannya. Aku di bawa Mama pergi ke luar kota karena Papa bekerja berpindah-pindah.Yogi melihat wajah terkejut Najwa, ia tahu bagaima
"Kok pelukan kayak teletubies aja." Sandra datang seraya menggandeng Arya.Arya segera berlari menuju papinya. Yogi segera melepas pelukannya dengan Najwa, lalu meraih Arya dalam pangkuan."Aku udah ceritain semua sama Najwa, Ma," jelas Yogi, ia mengurai pelukan."Hah! Beneran?" Sandra kaget dengan ucapan Yogi."Iya, Ma, Najwa udah tau semuanya," ucap Najwa. Sandra mendekati Najwa, ia genggam tangan Najwa. "Maafin Mama ya, Wa, maafin ibu kamu juga. Ada banyak alasan yang membuat kami menyembunyikan ini dari kalian.""Sejujurnya aku sedih dan kecewa karena kalian semua nutupin ini dari aku, tapi aku juga bahagia ternyata aku mempunyai saudara kandung."Sandra memeluk Najwa. "Tanyakan apa yang mau kamu tanyakan, Mama pasti jawab semuanya. Maafin Mama ya.""Aku nggak mau tanya apa-apa, cukup tau ini aja. Makasih karena selama ini Mama udah sayang sama aku juga Mas Yogi.""Kamu dan Yogi selamanya akan menjadi anak Mama. Kalian adalah penyemangat buat Mama."Pagi ini diakhiri dengan senyu
"Sabar, Wa, sebentar lagi kita sampai rumah sakit." Astuti mengelus pundak Najwa.Najwa hanya bisa mendesis menahan rasa sakit, ini jauh lebih sakit dari sakit hati yang ia rasakan dulu. Bedanya yang ini ia akan meraih bahagia, sakit ini bisa ia tahan.Perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu lama. Najwa merasa pinggangnya begitu sakit. Pengalaman pertama ini membuat Najwa merasa sakit yang luar biasa."Mama mau ngubungin Dafa dulu ya, kamu tarik nafas yang dalam lalu keluarkan. Begitu terus biar rasa sakitnya berkurang."Astuti mengabari Dafa, sementara Najwa masih berusaha mengatur nafas agar rasa sakit yang ia rasakan berkurang. Dua puluh menit waktu yang ditempuh untuk mereka sampai di rumah sakit, Najwa segera dibawa perawat menggunakan kursi roda."Ini masih bukaan enam, ditunggu sampai bukaan lengkap ya. Jangan dipakai jalan-jalan karena ketuban sudah rembes, tiduran miring ke kiri sama kaki ditekuk ya. Nanti saya ke sini lagi," ucap seorang Dokter pada Astuti."Iya, Dok, t
Najwa mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Dafa, begitu banyak cakaran yang Najwa berikan di setiap ia berusaha mengejan. Air mata Najwa mulai menetes, badannya terasa lemas, tapi ia harus tetap berusaha agar anaknya bisa lahir ke dunia. Ia mengejan dengan kekuatan penuh, hingga tidak sadar tangannya menjambak rambut Dafa. Dafa hanya bisa pasrah menerima perlakuan istrinya."Alhamdulillah, bayinya laki-laki, Pak. Biar dibersihkan dulu setelah itu bisa diadzani dan di tempelkan ke tubuh ibunya," jelas dokter.Mendengar suara tangis bayi, kaki Dafa lemas bagai jeli. Ia terduduk lalu bersujud syukur, air matanya menetes tanpa bisa dicegah. Dafa berusaha berdiri lalu mendekati sang istri untuk mengecup keningnya. "Makasih ya, Sayang. Makasih sudah berjuang untuk melahirkan anak kita."Najwa hanya menanggapi dengan senyuman, ia menggenggam erat tangan Dafa karena di bawah sana suster masih menjahit bagian yang luka."Ini, Pak, bayinya, silahkan diadzani." Suster menyerahkan bayi Dafa
"Udah selesai?" tanya Bari saat Dafa sudah masuk."Udah, Yah, adiknya masih dibersihin sama di ukur buat ngisi data dulu. Nanti kalau udah selesai di anter ke sini." Dafa duduk bersama Ayahnya karena Najwa belum selesai makan."Syukurlah, Papamu sudah di kabari?" Bari menepuk paha Dafa untuk memberi kekuatan pada menantunya itu."Tadi Mama yang anterin ke rumah sakit, pas aku dateng Mama pulang. Katanya nanti malem mau ke sini lagi.""Kamu mau istirahat dulu? Biar kami yang jaga Najwa," tawar Bari, ia melihat menantunya kelelahan."Nggak usah, Yah, aku tidur di sini aja. Nanti malem Ayah sama Ibu pulang aja, biar bisa istirahat dulu. Sekalian temenin Tasya karena kata Mama Tasya besok aja diajak ke sini." Dafa tidak mungkin tega meninggalkan istrinya di sini, ia bisa tidur di mana saja asal tidak pulang."Ya sudah, nanti Ayah sama Ibu jagain Tasya aja. Besok pagi-pagi ke sini lagi, nanti Ayah pulang ke rumah Yogi aja," jawab Bari."Nggak di rumah Mama aja? Biar nanti disiapin kamar sa
"Kalau itu sih aku juga nggak berani protes, emang ibu ratu kamu tuh nggak ada yang berani sama dia. Mama aja pilih ngalah daripada debat sama dia." Dafa juga tidak berani memprotes jika itu menyangkut keputusan Asti. Dari latar belakang keturunan jawa batak, membuat Asti cukup keras saat berbicara meski sebenarnya Asti sangat baik dan pengertian."Udah deh jangan diomongin terus, nanti orangnya bangun baru tau rasa kalian," ucap Astuti memutuskan perdebatan kakak beradik itu, meski sang menantu cukup keras tapi Astuti tahu kalau istri Daris adalah wanita yang baik.Najwa hanya diam mendengar perdebatan itu, ia memang belum terlalu dekat dengan Asti tetapi ia bisa berteman dengan Asti."Yang pilih nama siapa Wa?" Daris beralih bertanya pada Najwa."Mas Dafa," jawab Najwa."Kamu nggak ikut kasih nama? Emang kamu nggak punya pilihan nama buat anak kamu?" Daris masih berusaha memprovokasi Najwa."Nggak ada, dari awal emang udah serahin sama bapaknya. Aku setuju aja mau dikasih nama siapa
Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan Dafa untuk membersihkan diri, Dafa segera menyambar baju yang disiapkan Najwa lalu memakainya.Setelah selesai berpakaian, Dafa berjalan keluar kamar karena tidak mendapati Najwa bersama sang putra di sana."Aku cari nggak ada ternyata di sini," ucap Dafa, ia mendekati sang istri yang tengah menyusui anak mereka."Nangis tadi, makanya aku bawa ke sini," jelas Najwa. Ia tengah duduk di taman kecil di samping kamar."Udah, belum? Sini biar aku gendong." Dafa mendekat pada Najwa lalu duduk di sampingnya.Najwa menyerahkan sang putra pada ayahnya. Di usia tiga bulan ini, Davin sudah bisa tengkurap dan kembali telentang. Perkembangan yang cukup pesat jika melihat badannya yang gembul."Udah makin besar aja nih pipi. Kamu tuh belum makan kok udah sebesar ini sih dek." Dafa mencubit pipi putranya gemas, ia sudah terbiasa menggendong bayi saat anak pertama Daris berada di rumah orang tuanya dulu."Tasya dulu nggak sebesar ini, padahal minum sufor juga. Ini
"Kemarin Tasya diajak renang sama Papa, budhe Nisa juga ikut," celoteh Tasya. Tasya baru saja sampai setelah diantar oleh Ferdi, Ferdi tidak bisa mampir karena harus berangkat bekerja. Hubungan Najwa dan Ferdi memang sudah membaik, Najwa sudah tidak membatasi pertemuan antara Ferdi dan Tasya asalkan di hari libur. Apalagi kini jarak rumah mereka tidak terlalu jauh.Ferdi sudah bercerai dengan Ranti, ternyata dari sebelum menikah Ranti memang sudah berbohong tentang penyakitnya. Sementara Nisa kini sudah bekerja meski hanya menjadi pelayan di rumah makan, kehidupan kakak beradik itu sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Kini mereka hanya tinggal berdua tanpa anak, orang tua maupun pasangan masing-masing."Padahal Tasya janji mau beli baju buat dedek sama Papa, Papa tungguin Tasya nggak pulang-pulang," ucap Dafa. Ia sudah uring-uringan karena sang putri belum pulang-pulang."Kan kemarin di telepon Tasya bilang dua hari, Papa juga bilang iya," jawab Tasya."Udah deh jangan berdeb