Najwa mengeratkan pegangan tangannya pada lengan Dafa, begitu banyak cakaran yang Najwa berikan di setiap ia berusaha mengejan. Air mata Najwa mulai menetes, badannya terasa lemas, tapi ia harus tetap berusaha agar anaknya bisa lahir ke dunia. Ia mengejan dengan kekuatan penuh, hingga tidak sadar tangannya menjambak rambut Dafa. Dafa hanya bisa pasrah menerima perlakuan istrinya."Alhamdulillah, bayinya laki-laki, Pak. Biar dibersihkan dulu setelah itu bisa diadzani dan di tempelkan ke tubuh ibunya," jelas dokter.Mendengar suara tangis bayi, kaki Dafa lemas bagai jeli. Ia terduduk lalu bersujud syukur, air matanya menetes tanpa bisa dicegah. Dafa berusaha berdiri lalu mendekati sang istri untuk mengecup keningnya. "Makasih ya, Sayang. Makasih sudah berjuang untuk melahirkan anak kita."Najwa hanya menanggapi dengan senyuman, ia menggenggam erat tangan Dafa karena di bawah sana suster masih menjahit bagian yang luka."Ini, Pak, bayinya, silahkan diadzani." Suster menyerahkan bayi Dafa
"Udah selesai?" tanya Bari saat Dafa sudah masuk."Udah, Yah, adiknya masih dibersihin sama di ukur buat ngisi data dulu. Nanti kalau udah selesai di anter ke sini." Dafa duduk bersama Ayahnya karena Najwa belum selesai makan."Syukurlah, Papamu sudah di kabari?" Bari menepuk paha Dafa untuk memberi kekuatan pada menantunya itu."Tadi Mama yang anterin ke rumah sakit, pas aku dateng Mama pulang. Katanya nanti malem mau ke sini lagi.""Kamu mau istirahat dulu? Biar kami yang jaga Najwa," tawar Bari, ia melihat menantunya kelelahan."Nggak usah, Yah, aku tidur di sini aja. Nanti malem Ayah sama Ibu pulang aja, biar bisa istirahat dulu. Sekalian temenin Tasya karena kata Mama Tasya besok aja diajak ke sini." Dafa tidak mungkin tega meninggalkan istrinya di sini, ia bisa tidur di mana saja asal tidak pulang."Ya sudah, nanti Ayah sama Ibu jagain Tasya aja. Besok pagi-pagi ke sini lagi, nanti Ayah pulang ke rumah Yogi aja," jawab Bari."Nggak di rumah Mama aja? Biar nanti disiapin kamar sa
"Kalau itu sih aku juga nggak berani protes, emang ibu ratu kamu tuh nggak ada yang berani sama dia. Mama aja pilih ngalah daripada debat sama dia." Dafa juga tidak berani memprotes jika itu menyangkut keputusan Asti. Dari latar belakang keturunan jawa batak, membuat Asti cukup keras saat berbicara meski sebenarnya Asti sangat baik dan pengertian."Udah deh jangan diomongin terus, nanti orangnya bangun baru tau rasa kalian," ucap Astuti memutuskan perdebatan kakak beradik itu, meski sang menantu cukup keras tapi Astuti tahu kalau istri Daris adalah wanita yang baik.Najwa hanya diam mendengar perdebatan itu, ia memang belum terlalu dekat dengan Asti tetapi ia bisa berteman dengan Asti."Yang pilih nama siapa Wa?" Daris beralih bertanya pada Najwa."Mas Dafa," jawab Najwa."Kamu nggak ikut kasih nama? Emang kamu nggak punya pilihan nama buat anak kamu?" Daris masih berusaha memprovokasi Najwa."Nggak ada, dari awal emang udah serahin sama bapaknya. Aku setuju aja mau dikasih nama siapa
Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan Dafa untuk membersihkan diri, Dafa segera menyambar baju yang disiapkan Najwa lalu memakainya.Setelah selesai berpakaian, Dafa berjalan keluar kamar karena tidak mendapati Najwa bersama sang putra di sana."Aku cari nggak ada ternyata di sini," ucap Dafa, ia mendekati sang istri yang tengah menyusui anak mereka."Nangis tadi, makanya aku bawa ke sini," jelas Najwa. Ia tengah duduk di taman kecil di samping kamar."Udah, belum? Sini biar aku gendong." Dafa mendekat pada Najwa lalu duduk di sampingnya.Najwa menyerahkan sang putra pada ayahnya. Di usia tiga bulan ini, Davin sudah bisa tengkurap dan kembali telentang. Perkembangan yang cukup pesat jika melihat badannya yang gembul."Udah makin besar aja nih pipi. Kamu tuh belum makan kok udah sebesar ini sih dek." Dafa mencubit pipi putranya gemas, ia sudah terbiasa menggendong bayi saat anak pertama Daris berada di rumah orang tuanya dulu."Tasya dulu nggak sebesar ini, padahal minum sufor juga. Ini
"Kemarin Tasya diajak renang sama Papa, budhe Nisa juga ikut," celoteh Tasya. Tasya baru saja sampai setelah diantar oleh Ferdi, Ferdi tidak bisa mampir karena harus berangkat bekerja. Hubungan Najwa dan Ferdi memang sudah membaik, Najwa sudah tidak membatasi pertemuan antara Ferdi dan Tasya asalkan di hari libur. Apalagi kini jarak rumah mereka tidak terlalu jauh.Ferdi sudah bercerai dengan Ranti, ternyata dari sebelum menikah Ranti memang sudah berbohong tentang penyakitnya. Sementara Nisa kini sudah bekerja meski hanya menjadi pelayan di rumah makan, kehidupan kakak beradik itu sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Kini mereka hanya tinggal berdua tanpa anak, orang tua maupun pasangan masing-masing."Padahal Tasya janji mau beli baju buat dedek sama Papa, Papa tungguin Tasya nggak pulang-pulang," ucap Dafa. Ia sudah uring-uringan karena sang putri belum pulang-pulang."Kan kemarin di telepon Tasya bilang dua hari, Papa juga bilang iya," jawab Tasya."Udah deh jangan berdeb
Mbak Najwa nanti sore ada acara tasyakuran di rumah, bisa dateng nggak?" tanya Anin pada Najwa."Bisa, Mbak, kebetulan Mas Dafa juga nggak ada acara. Tasyakuran buat apa mbak kalau boleh tau?""Mas Rega ulang tahun, Mbak. Nggak ngundang banyak orang. Makasih banget kalau mbak Najwa sama mas Dafa bisa hadir.""Dedeknya nggak ke sini, Mbak?" tanya Najwa. Biasanya anak dari saudara jauh suami Anin sering dibawa ke rumah, usianya masih satu setengah tahun dan begitu dekat dengan Anin. Ibunya tinggal bersama mertua Anin, katanya ditinggal suami saat masih dalam keadaan hamil."Nggak, Mbak, kemarin agak demam jadi nggak di bawa. Mbak, kalau aku pengen adopsi anak itu berat nggak sih mbak?" tanya Anin, "suamiku nawarin ngerawat Rendi dan di sertifikat setelah usianya genap dua tahun karena Rendi kan masih asi, kasian sama Dina kalau ngerawat anaknya sendiri. Dina itu saudara jauhnya mas Rega yang aku ceritain waktu itu.""Kalau aku lihat dua bulan ini kayaknya Rendi emang deket banget sama m
"Emang udah mau berhenti sekarang?" Kerena setahu Najwa, Ferdi adalah seorang yang pekerja keras. Dulu dia tidak betah bila di rumah saja."Minggu depan, udah beli alat buat buka fotokopi di depan rumah," jelas Dafa. Najwa hanya mengangguk."Nanti malem diundang acara ulang tahunnya pak Rega, tadi aku ketemu mbak Nindi di depan rumah," ucap Najwa."Harus beli kado dong, mau kasih apa?""Ini yang ulang tahun orang dewasa mas, tasyakuran bukan yang ulang tahun tiup lilin gitu. Ngapain kamu bingung bawa kado," ujar Najwa."Tapi kan tetep aja ulang tahun, sayang. Masak nggak bawa bingkisan apa-apa? Aku keluar beli sesuatu dulu ya," pamit Dafa. Najwa hanya menggeleng melihat tingkah suaminya, meski kadang bersikap sangat dewasa tapi ada kalanya Dafa juga bertingkah seperti anak kecil."Nanti sore mas Yogi mau mampir katanya," ucap Najwa pada Dafa, mereka tengah menikmati sarapan. Nasi uduk menjadi menu pagi ini."Emang dari mana?" sahut Dafa."Undangan nikahan, gak tau juga dari siapa. Ka
Siap Mama, Tasya berangkat ya." Tasya menyalami Mama dan Papanya, tidak lupa ia mencium sang adik.Tidak terasa usia Davin sudah sembilan bulan, ia sudah mulai merangkak. Kini Tasya juga sudah masuk sekolah dasar."Beli apa aja?" tanya Dafa saat mereka sudah tiba di pasar modern."Beli isi kulkas, sayur sama lauk. Kamu mau nunggu di sini atau ikut masuk?""Di sini aja deh, nanti pasti lama. Kasian Davin," jawab Dafa, ia memilih menggendong Davin dan menunggu di tempat yang teduh daripada harus ikut berdesakan di dalam. Meskipun tidak seperti pasar tradisional, tetap saja tidak nyaman untuk anak seusia Davin.Najwa melangkah ke dalam pasar, ia membeli berbagai sayur dan lauk pauk. Karena belanja cukup banyak, ia membayar orang untuk membantu membawa belanjaan. Benar apa kata Dafa, Najwa memerlukan waktu satu jam lebih untuk berbelanja. Saat ia menghampiri Dafa, dilihatnya sang putra sudah tertidur dalam gendongan Papanya."Kok bobok? Padahal Mama cuma bentar belanjanya," ucap Najwa set
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak