Siap Mama, Tasya berangkat ya." Tasya menyalami Mama dan Papanya, tidak lupa ia mencium sang adik.Tidak terasa usia Davin sudah sembilan bulan, ia sudah mulai merangkak. Kini Tasya juga sudah masuk sekolah dasar."Beli apa aja?" tanya Dafa saat mereka sudah tiba di pasar modern."Beli isi kulkas, sayur sama lauk. Kamu mau nunggu di sini atau ikut masuk?""Di sini aja deh, nanti pasti lama. Kasian Davin," jawab Dafa, ia memilih menggendong Davin dan menunggu di tempat yang teduh daripada harus ikut berdesakan di dalam. Meskipun tidak seperti pasar tradisional, tetap saja tidak nyaman untuk anak seusia Davin.Najwa melangkah ke dalam pasar, ia membeli berbagai sayur dan lauk pauk. Karena belanja cukup banyak, ia membayar orang untuk membantu membawa belanjaan. Benar apa kata Dafa, Najwa memerlukan waktu satu jam lebih untuk berbelanja. Saat ia menghampiri Dafa, dilihatnya sang putra sudah tertidur dalam gendongan Papanya."Kok bobok? Padahal Mama cuma bentar belanjanya," ucap Najwa set
"Nggak usah repot-repot, tadi udah makan sama minum. Mau numpang tidur aja, Arya ngantuk banget kayaknya," jawab Yogi. Anaknya sudah begitu mengantuk sedari tadi, tapi tidak mau tidur di mobil." Di kamar sini aja, udah dibersihin kok. Mas mau istirahat sekalian?" tawar Dafa."Nggak, aku mau nonton tivi aja. Kamu kalau masih mau istirahat, tinggal aja nggak pa-pa.""Sini aja nemenin mas Yogi, lagian udah tidur dari tadi," ucap Dafa.Mereka memilih menonton berita, sesekali beralih ke kabar politik. Dafa sudah mengenal Yogi sedari ia kecil, jadi ia begitu akrab dengan Yogi."Daris lama nggak pulang ya? Selama aku pulang ke indonesia belum ketemu dia sama sekali," ucap Yogi."Paling bulan depan, emang semenjak usahanya di luar pulau mulai berkembang dia jarang pulang," jelas Dafa."Udah dari tadi, mas?" Najwa berjalan mendekat pada suami dan Kakaknya."Belum, palingan sepuluh menitan. Tasya sama Davin masih tidur?" tanya Yogi saat dilihatnya Najwa hanya berjalan sendiri."Iya. Kalau Tas
Namaku Ranti Maria, sama dengan nama seorang artis ternama tapi wajah dan nasib kami berbeda.Aku mengenal mas Ferdi semenjak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, dia adalah teman dari Kakakku. Dia cukup sering main ke rumahku, itu membuat aku sering bertemu dengannya.Sikapnya yang baik dan cukup humoris membuat aku jatuh cinta padanya, meski teman-temanku banyak yang meledek karena dibilang aku mencintai om-om tapi aku nggak peduli. Toh umur kami hanya berbeda tujuh tahun.Semakin hari aku merasa ia semakin perhatian padaku, mas Ferdi akan membantu saat aku kesulitan mengerjakan pr atau untuk mengerjakan sebuah prakarya. Mas Ferdi juga orang yang sangat royal, ia sering memberiku uang jajan."Dia itu udah tua, masak kamu jatuh cinta sama om-om.""Iya tuh, Ranti udah buta kali ya. Gantengan juga si Aldi, anak ipa.""Rio juga suka tuh sama kamu, mending Rio kemana-mana lah daripada gebetan kamu yang tua itu."Itulah ucapan teman-temanku saat aku memberitahu siapa yang aku
Tepat tiga bulan setelah acara wisuda, aku mendapati undangan di meja setelah pulang sekolah."Undangan dari siapa?" tanyaku pada ibuku."Dari Ferdi buat abangmu." Setelah mendengar jawaban ibu, aku segera mengambil lalu membaca undangan itu. Tertera nama Ferdi dan Najwa, apakah ini mas Ferdi yang sering main ke sini? Mas Ferdi yang aku cintai?Awalnya aku masih tidak percaya tapi setelah membuka dan di sana terdapat foto mas Ferdi dan seorang wanita, hal itu membuatku percaya dan patah hati sekaligus.Kenapa mas Ferdi begitu tega padaku? Padahal kalau mas Ferdi mau, aku siap menikah dengannya."Kamu mau ikut abang ke kondangannya Ferdi?" ucapan abangku menyentakku dari lamunan."Nggak ah, aku masih kecil. Abang aja yang ke sana," alasanku. Sebenarnya aku tidak mau melihat mas Ferdi bersanding dengan wanita lain, aku takut pingsan di sana.Butuh waktu bertahun-tahun untuk move on dari mas Ferdi, beberapa kali menjalin hubungan dengan lelaki lain tapi hatiku tetap menginginkan mas Fer
"Kapan kamu mau mempertemukan Ranti sama Najwa? Mama udah nggak sabar punya cucu." Ibu mas Ferdi mulai mendesak saat kami tengah menikmati makan siang bersama."Beri waktu sebentar lagi, Ma. Aku harus merayu Najwa dulu," jawab Mas Ferdi. Ia terlihat gusar saat menjawab pertanyaan ibunya. "Jangan lama-lama, Fer. Mama sudah terlalu bersabar untuk itu. Usia mama bukannya semakin muda, tetapi semakin berkurang dan menjadi tua."Ingin rasanya aku ikut memaksa Mas Ferdi, karena aku pun tidak sabar untuk menjadi istrinya. Sebentar lagi semua mimpiku akan menjadi nyata.Seiring berjalannya waktu, Mas Ferdi masih saja diam. Andai bisa, aku sendiri yang akan memaksa istrinya untuk menyetujui pernikahan kami, tetapi aku tidak mau terkesan jahat di mata pujaan hatiku itu. Biarlah aku harus rela berbagi, setidaknya sampai aku memiliki keturunan. Setelah itu, aku yakin Mas Ferdi akan lebih memilihku daripada istri mandulnya itu.Ternyata semua jauh lebih cepat dari apa yang aku harapkan. Istrinya
"Pa, nanti pas liburan, Tasya mau ke rumah Papa Ferdi, ya," ujar Tasya pada Dafa. Saat ini Tasya tengah belajar ditemani oleh Dafa, sementara Najwa berada di lantai bawah untuk membuat makan siang."Lho, bukannya liburan kemarin udah ke sana?"Meski bahagia Tasya kini bisa dekat dengan ayah kandungnya, tetapi tidak dipungkiri bahwa Dafa kadang juga merasa cemburu. Waktu untuknya bersama Tasya jadi berkurang."Kemarin cuma bentar, Pa. Tasya maunya satu minggu di sana," lanjut Tasya. Ingin Dafa melarangnya, tetapi ia juga tidak boleh egois. Biar bagaimanapun, Ferdi tetaplah ayah kandung Tasya.Dafa membantu merapikan buku yang berserakan. "Memangnya di sana ada apa? Kok, kayaknya antusias banget.""Ada temen baru di sebelah rumah Papa, namanya Mbak Sena. Tasya senang main sama Mbak Sena.""Sejak kapan?"Terakhir kali Dafa mengantar Tasya ke sana, rumah itu masih kosong. Memang selama beberapa bulan terakhir, Ferdi yang akan selalu menjemput Tasya. Kesibukan Dafa membuatnya tidak banyak
Kedekatan Tasya dan Sena terjalin semakin erat. Tiap kali ada libur panjang, Tasya akan merengek untuk pergi ke rumah Ferdi.Hingga suatu hari Najwa dan Dafa mengantar Tasya ke sana. Mereka menjadi penasaran dengan Sena dan ibunya."Tante Rina itu baik. Sering-sering bikinin Tasya sama Mbak Sena kue enak-enak," ujar Tasya."Tasya nggak boleh sering-sering ngerepotin tante Rina, ya."Najwa berencana berkenalan dengan tetangga Ferdi itu, ia juga akan meminta maaf karena Tasya yang sering merepotkan. Apalagi yang Najwa tahu dari Ferdi, Rina adalah seorang janda. Pastilah ia juga sibuk mencari ekonomi.Perjalanan menuju rumah Ferdi menempuh jarak sekitar dua jam lebih. Sepanjang perjalanan, si kecil Davin begitu ceria. Ia akan melompat-lompat saat melihat sesuatu yang ia suka dari balik kaca mobil. Davin yang sudah aktif berjalan, membuatnya tidak bisa diam. Celotehan yang belum memiliki arti juga sering ia ucapkan, membuat setiap orang yang bertemu dengannya akan merasa gemas."Tasya mau
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak