Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan Dafa untuk membersihkan diri, Dafa segera menyambar baju yang disiapkan Najwa lalu memakainya.Setelah selesai berpakaian, Dafa berjalan keluar kamar karena tidak mendapati Najwa bersama sang putra di sana."Aku cari nggak ada ternyata di sini," ucap Dafa, ia mendekati sang istri yang tengah menyusui anak mereka."Nangis tadi, makanya aku bawa ke sini," jelas Najwa. Ia tengah duduk di taman kecil di samping kamar."Udah, belum? Sini biar aku gendong." Dafa mendekat pada Najwa lalu duduk di sampingnya.Najwa menyerahkan sang putra pada ayahnya. Di usia tiga bulan ini, Davin sudah bisa tengkurap dan kembali telentang. Perkembangan yang cukup pesat jika melihat badannya yang gembul."Udah makin besar aja nih pipi. Kamu tuh belum makan kok udah sebesar ini sih dek." Dafa mencubit pipi putranya gemas, ia sudah terbiasa menggendong bayi saat anak pertama Daris berada di rumah orang tuanya dulu."Tasya dulu nggak sebesar ini, padahal minum sufor juga. Ini
"Kemarin Tasya diajak renang sama Papa, budhe Nisa juga ikut," celoteh Tasya. Tasya baru saja sampai setelah diantar oleh Ferdi, Ferdi tidak bisa mampir karena harus berangkat bekerja. Hubungan Najwa dan Ferdi memang sudah membaik, Najwa sudah tidak membatasi pertemuan antara Ferdi dan Tasya asalkan di hari libur. Apalagi kini jarak rumah mereka tidak terlalu jauh.Ferdi sudah bercerai dengan Ranti, ternyata dari sebelum menikah Ranti memang sudah berbohong tentang penyakitnya. Sementara Nisa kini sudah bekerja meski hanya menjadi pelayan di rumah makan, kehidupan kakak beradik itu sudah berubah seratus delapan puluh derajat. Kini mereka hanya tinggal berdua tanpa anak, orang tua maupun pasangan masing-masing."Padahal Tasya janji mau beli baju buat dedek sama Papa, Papa tungguin Tasya nggak pulang-pulang," ucap Dafa. Ia sudah uring-uringan karena sang putri belum pulang-pulang."Kan kemarin di telepon Tasya bilang dua hari, Papa juga bilang iya," jawab Tasya."Udah deh jangan berdeb
Mbak Najwa nanti sore ada acara tasyakuran di rumah, bisa dateng nggak?" tanya Anin pada Najwa."Bisa, Mbak, kebetulan Mas Dafa juga nggak ada acara. Tasyakuran buat apa mbak kalau boleh tau?""Mas Rega ulang tahun, Mbak. Nggak ngundang banyak orang. Makasih banget kalau mbak Najwa sama mas Dafa bisa hadir.""Dedeknya nggak ke sini, Mbak?" tanya Najwa. Biasanya anak dari saudara jauh suami Anin sering dibawa ke rumah, usianya masih satu setengah tahun dan begitu dekat dengan Anin. Ibunya tinggal bersama mertua Anin, katanya ditinggal suami saat masih dalam keadaan hamil."Nggak, Mbak, kemarin agak demam jadi nggak di bawa. Mbak, kalau aku pengen adopsi anak itu berat nggak sih mbak?" tanya Anin, "suamiku nawarin ngerawat Rendi dan di sertifikat setelah usianya genap dua tahun karena Rendi kan masih asi, kasian sama Dina kalau ngerawat anaknya sendiri. Dina itu saudara jauhnya mas Rega yang aku ceritain waktu itu.""Kalau aku lihat dua bulan ini kayaknya Rendi emang deket banget sama m
"Emang udah mau berhenti sekarang?" Kerena setahu Najwa, Ferdi adalah seorang yang pekerja keras. Dulu dia tidak betah bila di rumah saja."Minggu depan, udah beli alat buat buka fotokopi di depan rumah," jelas Dafa. Najwa hanya mengangguk."Nanti malem diundang acara ulang tahunnya pak Rega, tadi aku ketemu mbak Nindi di depan rumah," ucap Najwa."Harus beli kado dong, mau kasih apa?""Ini yang ulang tahun orang dewasa mas, tasyakuran bukan yang ulang tahun tiup lilin gitu. Ngapain kamu bingung bawa kado," ujar Najwa."Tapi kan tetep aja ulang tahun, sayang. Masak nggak bawa bingkisan apa-apa? Aku keluar beli sesuatu dulu ya," pamit Dafa. Najwa hanya menggeleng melihat tingkah suaminya, meski kadang bersikap sangat dewasa tapi ada kalanya Dafa juga bertingkah seperti anak kecil."Nanti sore mas Yogi mau mampir katanya," ucap Najwa pada Dafa, mereka tengah menikmati sarapan. Nasi uduk menjadi menu pagi ini."Emang dari mana?" sahut Dafa."Undangan nikahan, gak tau juga dari siapa. Ka
Siap Mama, Tasya berangkat ya." Tasya menyalami Mama dan Papanya, tidak lupa ia mencium sang adik.Tidak terasa usia Davin sudah sembilan bulan, ia sudah mulai merangkak. Kini Tasya juga sudah masuk sekolah dasar."Beli apa aja?" tanya Dafa saat mereka sudah tiba di pasar modern."Beli isi kulkas, sayur sama lauk. Kamu mau nunggu di sini atau ikut masuk?""Di sini aja deh, nanti pasti lama. Kasian Davin," jawab Dafa, ia memilih menggendong Davin dan menunggu di tempat yang teduh daripada harus ikut berdesakan di dalam. Meskipun tidak seperti pasar tradisional, tetap saja tidak nyaman untuk anak seusia Davin.Najwa melangkah ke dalam pasar, ia membeli berbagai sayur dan lauk pauk. Karena belanja cukup banyak, ia membayar orang untuk membantu membawa belanjaan. Benar apa kata Dafa, Najwa memerlukan waktu satu jam lebih untuk berbelanja. Saat ia menghampiri Dafa, dilihatnya sang putra sudah tertidur dalam gendongan Papanya."Kok bobok? Padahal Mama cuma bentar belanjanya," ucap Najwa set
"Nggak usah repot-repot, tadi udah makan sama minum. Mau numpang tidur aja, Arya ngantuk banget kayaknya," jawab Yogi. Anaknya sudah begitu mengantuk sedari tadi, tapi tidak mau tidur di mobil." Di kamar sini aja, udah dibersihin kok. Mas mau istirahat sekalian?" tawar Dafa."Nggak, aku mau nonton tivi aja. Kamu kalau masih mau istirahat, tinggal aja nggak pa-pa.""Sini aja nemenin mas Yogi, lagian udah tidur dari tadi," ucap Dafa.Mereka memilih menonton berita, sesekali beralih ke kabar politik. Dafa sudah mengenal Yogi sedari ia kecil, jadi ia begitu akrab dengan Yogi."Daris lama nggak pulang ya? Selama aku pulang ke indonesia belum ketemu dia sama sekali," ucap Yogi."Paling bulan depan, emang semenjak usahanya di luar pulau mulai berkembang dia jarang pulang," jelas Dafa."Udah dari tadi, mas?" Najwa berjalan mendekat pada suami dan Kakaknya."Belum, palingan sepuluh menitan. Tasya sama Davin masih tidur?" tanya Yogi saat dilihatnya Najwa hanya berjalan sendiri."Iya. Kalau Tas
Namaku Ranti Maria, sama dengan nama seorang artis ternama tapi wajah dan nasib kami berbeda.Aku mengenal mas Ferdi semenjak masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, dia adalah teman dari Kakakku. Dia cukup sering main ke rumahku, itu membuat aku sering bertemu dengannya.Sikapnya yang baik dan cukup humoris membuat aku jatuh cinta padanya, meski teman-temanku banyak yang meledek karena dibilang aku mencintai om-om tapi aku nggak peduli. Toh umur kami hanya berbeda tujuh tahun.Semakin hari aku merasa ia semakin perhatian padaku, mas Ferdi akan membantu saat aku kesulitan mengerjakan pr atau untuk mengerjakan sebuah prakarya. Mas Ferdi juga orang yang sangat royal, ia sering memberiku uang jajan."Dia itu udah tua, masak kamu jatuh cinta sama om-om.""Iya tuh, Ranti udah buta kali ya. Gantengan juga si Aldi, anak ipa.""Rio juga suka tuh sama kamu, mending Rio kemana-mana lah daripada gebetan kamu yang tua itu."Itulah ucapan teman-temanku saat aku memberitahu siapa yang aku
Tepat tiga bulan setelah acara wisuda, aku mendapati undangan di meja setelah pulang sekolah."Undangan dari siapa?" tanyaku pada ibuku."Dari Ferdi buat abangmu." Setelah mendengar jawaban ibu, aku segera mengambil lalu membaca undangan itu. Tertera nama Ferdi dan Najwa, apakah ini mas Ferdi yang sering main ke sini? Mas Ferdi yang aku cintai?Awalnya aku masih tidak percaya tapi setelah membuka dan di sana terdapat foto mas Ferdi dan seorang wanita, hal itu membuatku percaya dan patah hati sekaligus.Kenapa mas Ferdi begitu tega padaku? Padahal kalau mas Ferdi mau, aku siap menikah dengannya."Kamu mau ikut abang ke kondangannya Ferdi?" ucapan abangku menyentakku dari lamunan."Nggak ah, aku masih kecil. Abang aja yang ke sana," alasanku. Sebenarnya aku tidak mau melihat mas Ferdi bersanding dengan wanita lain, aku takut pingsan di sana.Butuh waktu bertahun-tahun untuk move on dari mas Ferdi, beberapa kali menjalin hubungan dengan lelaki lain tapi hatiku tetap menginginkan mas Fer