"Ya lewat Mama, Mama yang minum nanti bisa nyampek ke dedek," jelas Najwa. "Tadi siapa yang mandiin?""Mbak Nia, pagi-pagi udah sampek."Tasya duduk di ranjang ibunya, sementara Dafa dan Sandi memilih untuk keluar membeli sarapan. Tasya berada di rumah sakit hingga siang, ia lalu pulang bersama Sandi.Seseorang datang saat Dafa tengah tidur siang, Dafa mengajaknya untuk mengobrol si luar."Bagaimana keadaan Najwa?" Mereka duduk di kursi depan ruangan."Sudah lebih baik dari kemarin."Ferdi merasa begitu bersalah karena membuat Najwa yang tengah hamil harus berada di rumah sakit. "Saya minta maaf atas tindakan yang dilakukan Ranti, saya tidak tau kalau Ranti akan menemui Najwa. Ia berpamitan pada saya kalau dia akan pergi ke rumah saudaranya.""Saya tau Bapak tidak terlibat, saya hanya minta tolong agar Bapak mengawasi istri Bapak dengan serius. Sebenarnya saya bisa saja langsung lapor polisi, tapi saya masih menghargai keberadaan Pak Ferdi." Dafa yakin kalau Ferdi bukanlah pria yang j
"Loh, kok udah pulang, Mbak? Baru aku mau ke sana buat jemput." Sandi terkejut saat melihat sang kakak sudah sampai di rumah."Halah alasan aja kamu tuh, paling juga abis main PS." Najwa sudah hafal kebiasaan adiknya kala hari minggu."Tau aja, sini aku bawain," tawar Sandi, ia meraih tas yang dibawa Dafa lalu membawanya masuk."Tasya mana?" Sepenjang memangdang tidak ada anaknya membuat Najwa gelisah."Masih tidur, tadi malem tidurnya susah banget. Abis salat subuh dia tidur lagi," jelas Sandi."Ayah sama ibu jadi ke sini?" Najwa duduk di kursi ruang tengah, sementara sang suami memilih pergi ke kamar untuk mandi dan ganti baju."Jadi, masih di jalan. SIM Reno belum jadi makanya mereka lewat jalan kecil." Sandi menyalakan televisi untuk meneruskan bermain PS.Najwa memilih pergi ke kamar sang anak dan ikut berbaring di sana. Hingga setengah jam kemudian, ia terbangun karena suara berisik dari luar. Saat ia melihat ternyata Sandi dan sang suami tengah bermain bersama. Sedewasa apa pun
"Mau banget, sama Papa juga?" Tasya begitu antusias, lima hari tidak bertemu orang tuanya membuat Tasya merindukan momen bersama."Sama Mama aja dulu ya, kita makan di nasi bakar pak ndut." Itu adalah tempat favorit mereka sebelum hadirnya Dafa."Yey, mau banget, udah lama nggak ke sana."Mereka berangkat naik taksi online, Tasya tidak henti berceloteh tentang harinya di rumah sang nenek. Hanya lima belas menit waktu yang mereka tempuh untuk sampai ke tujuan, Tasya langsung berlari masuk ke tempat makan pinggir jalan itu. Meski tempatnya kecil namun selalu ramai oleh pengunjung, bukan cuma karena harganya yang murah tetapi rasanya memang cukup nikmat."Mau nasi bakar sama es campur ya, Ma," ucap Tasya.Selesai Najwa memesan makanan, mereka mencari tempat untuk duduk. Najwa memilih tempat yang nyaman di pojokan."Mama mau ngomong sesuatu sama Tasya." Ucap Najwa berhati-hati."Apa, Ma?" "Tasya mau ketemu Papa?" "Mau, Papa ke mana kok nggak pulang sama Mama?" Tasya mengira Najwa menany
Jam sudah menunjukkan pukul dua saat Najwa bangun, Dafa sudah duduk bersama di ruang tengah."Sudah bangun? Duduk sini," panggil Dafa, ia bergeser memberi tempat untuk Najwa.Najwa mendekat, ia lalu duduk di samping Dafa. Lelah yang mendera, membuat Najwa tertidur begitu lelap."Udah pulang dari tadi?" "Udah, kamu boboknya pules banget jadi nggak tega bangunin," jawab Dafa."Aku baru tau kalau Mas Ferdi juga kerja di tempat Mas Dafa. Kok aku nggak pernah ketemu?" tanya Sandi. Mereka memang berada di cabang yang berbeda."Tempat kalian kan, emang beda. Pas dulu ada acara gathering kamu belum masuk," jelas Dafa."Besok bawalah Tasya menjenguknya, ibumu tadi sudah bicara sama Tasya," ucap Bari, saat ini Tasya dan Rahma masih tidur siang."Iya, besok pagi ke sana sama aku. Mungkin ini memang sudah waktunya Tasya tau siapa ayahnya," imbuh Dafa, ia menggenggam jemari sang istri. Najwa mengangguk, ia harus siap."Bagaimanapun masa lalu kalian, semua harus diakhiri. Kalau ketakutanmu tidak k
Dafa tersenyum menatap Tasya yang kebingungan, diusapnya surai lembut sang putri. "Iya, om Ferdi itu papanya Tasya. Tasya seneng nggak?""Beneran?" Tasya masih menatap Dafa dan Ferdi bergantian, Ferdi juga ikut tersenyum melihat tingkah Tasya." Iya, Sayang, sana peluk Papa Ferdi." Dafa meminta Tasya mendekat pada Ferdi.Jantung Ferdi berdetak tidak karuan. Momen ini adalah kebahagiaan terindah dalam hidupnya selain bisa menikahi Najwa dulu, sementara Tasya mendekat dengan ragu ke arah Ferdi. Entah apa yang diucapkan Rahma hingga membuat Tasya bisa mengerti. "Pa ... Pa," ucap Tasya terbata. Ferdi meraih Tasya dengan tangan kanan yang terbebas dari selang infus. Ferdi tidak bisa membendung air matanya, ia terisak dalam senyuman.Najwa yang tidak kuasa melihat pemandangan di depannya menyembunyikan wajahnya di pelukan Dafa. Momen ini dulu yang pernah ia impikan. Dafa mengelus punggung istrinya yang bergetar, ia tahu ini berat untuk mereka bertiga.Di depan sana pemandangan seorang ayah
"Obsesimu sudah sangat berlebihan. Kamu sakit, Ranti," ucap Ferdi lemah, ia tidak menyangka selama ini telah hidup bersama dengan orang yang begitu kejam. Bagaimana bisa seorang istri menginginkan suaminya sakit hanya agar tetap hidup bersama."Semua ini karena kamu, Mas. Kamu yang bikin aku ketakutan. Takut disakiti, takut ditinggalkan, takut dibuang. Aku takut kamu pergi ninggalin aku cuma karena kita nggak bisa punya keturunan, kamu pikir aku mau hidup kayak gini mas? Nggak mau. Aku nggak mau hidup menderita seperti ini, setiap hari kita bersama tapi pikiran dan hatimu bukan untukku. Aku cinta sama kamu, aku nggak akan biarin kamu ninggalin aku." Ranti menyentakkan tubuhnya di sofa. " Aku akan merawat kamu, bahkan kalau seumur hidup kamu nggak bisa sembuh, aku akan tetap ngurusin kamu."Ferdi hanya menghela nafas lelah, ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia memang tidak berniat menceraikan Ranti, semua ini memang salahnya. Tapi dia juga berat hidup dengan Ranti yang penuh rasa curiga
"Yang awal-awal itu, Ma. Kalau sekarang udah nggak. Mama dulu ngidam apa saat hamil mas Yogi?"Sandra yang tengah menggoreng ayam, tiba-tiba terdiam. Kembali teringat kejadian di masa lampau."Mana bisa Mama ngidam." Ucapan Sandra membuat Najwa bingung."Maksudnya nggak bisa gimana, Ma?""Ah, itu," ucap Sandra gelagapan. "Maksudnya ya ngidam kayak biasa gitu, mau buah apa makanan apa gitu."Najwa tidak ambil pusing, ia kembali fokus pada pekerjaannya karena Sandra juga diam setelah menjawab pertanyaan Najwa.Makan malam sudah siap, mereka santap malam bersama. Malam ini suasana sangat ramai karena adanya keluarga Yogi."Aku mau makan ayam, Pi," ujar Arya pada papinya."Tasya juga mau, Pi," sambar Tasya."Eh, minta sama papamu. kamu kan, sudah punya papa. Nggak boleh pinjem Papi lagi," protes Arya seraya memegang lengan papinya erat."Ih, Kak Arya pelit. Tasya kan, juga kangen sama Papi." "Papi ambilin semua. Nggak boleh bertengkar, kita sedang makan," lerai Yogi."Kalau makan jangan
Najwa masih belum beranjak, ia masih memandang kertas di depannya dengan nanar. Disana tertera nama Yogi, sang ibu dan satu nama asing yang tidak Najwa ketahui. Apa yang tidak Najwa tidak tahu?Cukup lama Najwa berdiam di sana. Yogi yang merasa Najwa tidak segera tiba, keluar untuk menyusul Najwa."Wa." Panggilan dari Yogi mengejutkan Najwa, ia segera meraih semua kertas yang berserakan lalu membawanya ke dalam."Maaf, Mas, tadi aku nggak hati-hati akhirnya jatuh semua." Sebenarnya Najwa ingin mencecar Yogi dengan berbagai pertanyaan, tapi ia merasa ini bukan waktu yang tepat."Sini biar aku yang bawa, kasian kamu udah bawa berat di perut," ujar Yogi seraya mengambil barang yang dibawa Najwa.Yogi tetap tidak menyadari apa yang dilihat oleh Najwa, karena berkas itu sudah tertutup oleh kertas-kertas yang lain."Ini juga keponakan kamu, lho." Najwa berjalan di belakang Yogi, banyak spekulasi di benaknya tapi dia belum berani menebak. Najwa sangat yakin kalau Yogi adalah anak dari Sandra