Mereka berbincang cukup lama. Hanya Astuti dan Nila karena Nila seperti tidak menganggap ada Najwa di sana. Hingga telepon di rumah Astuti berbunyi dan terpaksa ia harus undur diri. Kini hanya tinggal Najwa dan Nila."Ternyata kamu janda dan sudah punya anak? Kok bisa Dafa tertarik sama kamu?" ujar Nila meremehkan."Memangnya kenapa? Apa itu masalah buat Anda?" Jawab Najwa tenang."Kamu tau, dulu Dafa cinta banget sama aku. Dia tuh nggak bisa move on meski pun udah aku tinggalin. Aku cuma takut kamu jadi pelarian aja." "Oh ya? Terus aku harus gimana?" Najwa masih tenang menanggapi wanita seperti ini."Mending tinggalin aja dia, toh dia juga pasti nggak cinta sama kamu. Kasian mungkin, karena kamu janda. Aku sekarang sudah pisah sama suamiku, pasti Dafa bakal balik sama aku kalau aku minta," ujar Nila dengan percaya diri.Najwa masih diam mendengarkan ucapan Nila. Dia ingin tahu apa saja yang dimau wanita di hadapannya ini."Kami itu berteman dari kecil. Cuma aku wanita di hati Dafa d
"Iya, tadi waktu Mbak di atas," jawab Najwa.Najwa tidak menyangka, perempuan yang mengkhianati Dafa masih berani datang menemui Dafa. Apalagi sampai memintanya pergi dari hidup Dafa. Mengapa ia dan Dafa memiliki mantan yang sama-sama tidak tahu malu."Ngobrol sama kamu juga tadi?" "Iya, bentar aja. Pas ditinggal Mama ke belakang buat angkat telepon." "Kamu kok tahan ngobrol sama dia? Aku aja males banget kalau deket-deket sama dia," ujar Astri dengan suara yang mulai meninggi. "Nggak tau malu sama nggak punya perasaan dia tuh," lanjut Asti penuh emosi."Emang kenapa, kok sampek emosi gitu?" Najwa terkejut mengapa istri iparnya begitu emosi pada mantan pacar suaminya. "Masak dia kirim pesan lewat sosmed ke Mas Daris. Bilang kalau udah pisah sama suaminya. Iya kalau pesannya biasa aja. Ini parah banget. Kata-katanya tuh kayak godain Mas Daris gitu. Ngajak ketemuan lah, kirim-kirim foto dia lah. Kirim kata-kata mesra juga. Buat apa coba kalau nggak buat godain?"Najwa tidak menyangka
"Nanti kalau pulang bawain martabak ya," ucap Najwa saat Dafa akan berangkat bekerja, kandungan Najwa sudah memasuki bulan ke lima. Ia sudah mengurangi kegiatannya."Mau apa lagi?" Dafa memakai sepatunya, ia akan bertemu klien lalu melihat perkembangan pembangunan rumahnya."Sama nasi goreng yang deket percetakan, yang dulu pernah makan di sana itu." Najwa mengulurkan tas Dafa setelah Dafa selesai memasang sepatunya. Mereka berjalan menuju mobil Dafa berada."Tasya masih mau di rumah Ayah. Katanya hari minggu di antar sama Reno." Tasya sudah dua hari menginap di rumah Bari."Lama banget, nggak bisa nanti sama jemput dia gitu?" protes Najwa."Nggak bisa, kalau Tasya yang minta mana bisa dibantah. Lagian udah lama dia nggak ke sana, minggu juga tinggal dua hari lagi." Dafa mengelus surai istrinya. "Aku berangkat dulu ya, jangan capek-capek di rumah. Nanti jam dua udah pulang."Najwa meraih uluran tangan Dafa lalu menciumnya. "Jangan lupa pesenanku loh ya.""Pasti. Daripada kayak kemari
"Iya, Ma, Tasya tuh ngicipin rasanya udah pas apa belum. Tasya dapet uang loh pas bantuin Nenek." Tasya menunjukkan uang pecahan dua puluh ribuan sebanyak tiga lembar."Masak bantuin Nenek tapi minta bayar, kasian Nenek dong. Nanti kalau uang nenek habis gimana?""Uang Nenek banyak, Ma. Merah-merah sama biru-biru. Tasya nggak minta, Tasya kerja kayak embak-embak terus dikasih uang sama Nenek." Yang dimaksud Tasya adalah orang-orang yang membantu di catering neneknya."Cepet pulang loh ya, Mama udah kangen banget." "Iya, Ma. Hari minggu Mas Reno yang anterin."Mereka berbincang cukup lama hingga Tasya pamit untuk tidur siang, Najwa pun sudah menahan kantuk dari tadi.Najwa tertidur hingga pukul empat, ia terbangun saat ada sebuah tangan yang menepuk pipinya."Pules banget?" ucap Dafa sesaat setelah Najwa membuka mata."Kok udah sampek, jam berapa emang?" Najwa bangkit dengan perlahan karena perutnya sudah mulai membesar."Udah jam empat sayang, bobok dari jam berapa sih?" "Setengah d
"Udah mulai besar, gerakannya juga mulai keras. Dia juga lebih aktif dari Tasya dulu," jelas Najwa."Cowok kali ya?" tebak Dafa. "Nanti bisa di liat umur berapa sih?" Dafa tidak sabar ingin mengetahui jenis kelamin anaknya."Nanti aja nunggu tujuh bulan, kalau sekarang kadang masih belum keliatan."Dafa duduk lalu berbalik untuk menghadap istrinya. "Kayaknya dia tuh ngasih kode kalau pengen dijenguk Papanya deh."Najwa memandang suaminya. Ia sebenarnya tahu maksud sang suami, tetapi sengaja tidak menanggapi. Ini sudah pukul lima sore dan suaminya malah berpikir pada hal yang iya-iya. Sebelum terjadi hal yang diinginkan, akhirnya Najwa berdiri lalu berjalan meninggalkan sang suami."Sayang, kok aku ditinggal sih. Mau ke mana?" protes Dafa."Mau nyiram bunga. Mau ikut? Biar sekalian aku siram pikiran mesum kamu tuh," ucap Najwa.Dafa hanya mencibir lalu kembali merebahkan tubuhnya di kursi sementara Najwa tertawa terbahak.**Ai**"Aku anterin ke rumah Mama dulu ya." Dafa pergi membawa s
Apakah Dafa masih berhubungan dengan wanita di masa lalunya itu? Bukannya Najwa tidak ingin bertanya, ia hanya menunggu suaminya untuk jujur. Kalau memang Dafa masih menaruh hati untuk mantannya maka Najwa akan memilih mundur, sebelum ia terlanjur mencintai Dafa lebih dalam."Kok belum dimakan?" Najwa mengamati sikap Dafa, suaminya itu masih bersikap tenang."Nungguin Mas," jawab Najwa singkat."Mau disuapin?" Dafa duduk di samping Najwa, ia sudah bersiap menyantap makanannya.Najwa hanya menggelengkan kepala menanggapi ucapan Dafa, ia merasa sedikit kecewa karena Dafa tidak mengatakan apapun tentang pertemuannya dengan Nila.Najwa mencuci mangkuk setelah mereka selesai makan, sementara Dafa membereskan meja makan. Sebenarnya Dafa merasa sedikit aneh dengan sikap istrinya yang lebih banyak diam setelah ia pulang dari rumah ibunya, tetapi Dafa abaikan. Ia berpikir mungkin Najwa lelah setelah pertemuannya dengan Linda.Najwa memilih segera tidur tanpa bercerita dengan Dafa seperti yang
"Iya, tadi Dafa udah cerita sama Mama makanya Mama ke sini. Mau ketemu Tasya juga sebenernya, nggak taunya Tasya belum pulang.""Besok baru pulang, Ma."Astuti melihat raut berbeda dari menantunya, ia membenarkan ucapan Dafa kalau memang sesuatu terjadi pada Najwa. "Tadi malem opornya langsung di makan?"Najwa menoleh pada Astuti, berarti benar kalau Dafa pergi ke rumah ibunya semalam. "Iya, langsung dimakan. Enak banget, Ma.""Satenya juga enak, Papa aja kurang. Katanya lain kali mau dibikinin lagi.""Emang berapa yang dibawa mas Dafa? Perasaan tadi malam lumayan banyak." Najwa semakin curiga kalau suaminya memang menemui perempuan itu."Banyak, sih, tapi tadi malem setelah Dafa pulang ada tamu ke rumah Mama. Mama belum sempat pindahin dari ruang tamu, jadi Mama kasih sebagian buat dia. Maaf ya," jelas Astuti."Kenapa Mama minta maaf? Emang tamunya siapa?""Tamunya Nila, pas Mama mau masuk setelah antar Dafa sampek gerbang pas juga Nila dateng sama anaknya. Awalnya kita ngobrol aja t
Dafa kebingungan, ia merasa istrinya tidak bersalah tapi mengapa harus minta maaf? "Untuk apa?""Maaf karena udah curiga dan nuduh kamu tanpa bukti." "Apaan sih sayang, aku bener-bener nggak ngerti maksuf kamu." Dafa masih belum memahami apa yang dimaksud istrinya."Tadi malem pas kamu ganti baju setelah pulang dari rumah Mama, ada dm dari Nila. Dia kirim foto lagi makan sate terus bilang makasih sama kamu," jelas Najwa."Kok bisa? Aku udah blokir akun dia dari lama. Lagian aku juga nggak mungkin nemuin dia, pakek acara ngasih sate segala. Itu nggak akan terjadi selama aku masih sadar.""Tadinya aku pikir kamu nemuin dia diam-diam si belakangku, aku juga mengira kalau kamu mulai boong sama aku. Tapi setelah Mama tadi cerita kalau Nila dateng setelah kamu pulang, aku jadi lega sekaligus ngerasa bersalah. Maafin aku ya," ucap Najwa tulus, ia berjanji setelah ini apapun yang terjadi harus ia ungkapkan pada sang suami."Iya, nggak pa-pa. Aku cuma kaget aja pas kamu nggak kayak biasanya,
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak