"Udah mulai besar, gerakannya juga mulai keras. Dia juga lebih aktif dari Tasya dulu," jelas Najwa."Cowok kali ya?" tebak Dafa. "Nanti bisa di liat umur berapa sih?" Dafa tidak sabar ingin mengetahui jenis kelamin anaknya."Nanti aja nunggu tujuh bulan, kalau sekarang kadang masih belum keliatan."Dafa duduk lalu berbalik untuk menghadap istrinya. "Kayaknya dia tuh ngasih kode kalau pengen dijenguk Papanya deh."Najwa memandang suaminya. Ia sebenarnya tahu maksud sang suami, tetapi sengaja tidak menanggapi. Ini sudah pukul lima sore dan suaminya malah berpikir pada hal yang iya-iya. Sebelum terjadi hal yang diinginkan, akhirnya Najwa berdiri lalu berjalan meninggalkan sang suami."Sayang, kok aku ditinggal sih. Mau ke mana?" protes Dafa."Mau nyiram bunga. Mau ikut? Biar sekalian aku siram pikiran mesum kamu tuh," ucap Najwa.Dafa hanya mencibir lalu kembali merebahkan tubuhnya di kursi sementara Najwa tertawa terbahak.**Ai**"Aku anterin ke rumah Mama dulu ya." Dafa pergi membawa s
Apakah Dafa masih berhubungan dengan wanita di masa lalunya itu? Bukannya Najwa tidak ingin bertanya, ia hanya menunggu suaminya untuk jujur. Kalau memang Dafa masih menaruh hati untuk mantannya maka Najwa akan memilih mundur, sebelum ia terlanjur mencintai Dafa lebih dalam."Kok belum dimakan?" Najwa mengamati sikap Dafa, suaminya itu masih bersikap tenang."Nungguin Mas," jawab Najwa singkat."Mau disuapin?" Dafa duduk di samping Najwa, ia sudah bersiap menyantap makanannya.Najwa hanya menggelengkan kepala menanggapi ucapan Dafa, ia merasa sedikit kecewa karena Dafa tidak mengatakan apapun tentang pertemuannya dengan Nila.Najwa mencuci mangkuk setelah mereka selesai makan, sementara Dafa membereskan meja makan. Sebenarnya Dafa merasa sedikit aneh dengan sikap istrinya yang lebih banyak diam setelah ia pulang dari rumah ibunya, tetapi Dafa abaikan. Ia berpikir mungkin Najwa lelah setelah pertemuannya dengan Linda.Najwa memilih segera tidur tanpa bercerita dengan Dafa seperti yang
"Iya, tadi Dafa udah cerita sama Mama makanya Mama ke sini. Mau ketemu Tasya juga sebenernya, nggak taunya Tasya belum pulang.""Besok baru pulang, Ma."Astuti melihat raut berbeda dari menantunya, ia membenarkan ucapan Dafa kalau memang sesuatu terjadi pada Najwa. "Tadi malem opornya langsung di makan?"Najwa menoleh pada Astuti, berarti benar kalau Dafa pergi ke rumah ibunya semalam. "Iya, langsung dimakan. Enak banget, Ma.""Satenya juga enak, Papa aja kurang. Katanya lain kali mau dibikinin lagi.""Emang berapa yang dibawa mas Dafa? Perasaan tadi malam lumayan banyak." Najwa semakin curiga kalau suaminya memang menemui perempuan itu."Banyak, sih, tapi tadi malem setelah Dafa pulang ada tamu ke rumah Mama. Mama belum sempat pindahin dari ruang tamu, jadi Mama kasih sebagian buat dia. Maaf ya," jelas Astuti."Kenapa Mama minta maaf? Emang tamunya siapa?""Tamunya Nila, pas Mama mau masuk setelah antar Dafa sampek gerbang pas juga Nila dateng sama anaknya. Awalnya kita ngobrol aja t
Dafa kebingungan, ia merasa istrinya tidak bersalah tapi mengapa harus minta maaf? "Untuk apa?""Maaf karena udah curiga dan nuduh kamu tanpa bukti." "Apaan sih sayang, aku bener-bener nggak ngerti maksuf kamu." Dafa masih belum memahami apa yang dimaksud istrinya."Tadi malem pas kamu ganti baju setelah pulang dari rumah Mama, ada dm dari Nila. Dia kirim foto lagi makan sate terus bilang makasih sama kamu," jelas Najwa."Kok bisa? Aku udah blokir akun dia dari lama. Lagian aku juga nggak mungkin nemuin dia, pakek acara ngasih sate segala. Itu nggak akan terjadi selama aku masih sadar.""Tadinya aku pikir kamu nemuin dia diam-diam si belakangku, aku juga mengira kalau kamu mulai boong sama aku. Tapi setelah Mama tadi cerita kalau Nila dateng setelah kamu pulang, aku jadi lega sekaligus ngerasa bersalah. Maafin aku ya," ucap Najwa tulus, ia berjanji setelah ini apapun yang terjadi harus ia ungkapkan pada sang suami."Iya, nggak pa-pa. Aku cuma kaget aja pas kamu nggak kayak biasanya,
Ucapan Ranti hanya dianggap angin lalu oleh Najwa. 'Apa peduliku' batin Najwa."Mbak Najwa sekarang sudah bahagia bisa punya suami kaya raya, bahkan sekarang sudah mengandung anak dari suamimu. Harusnya mbak Najwa lebih bijaksana, nggak boleh egois kayak gini.""Apa maksudmu? Bagian mananya aku yang kau bilang egois itu?" Najwa tidak habis pikir, mengapa orang berpendidikan tinggi seperti Ranti bisa berkata seperti itu?"Mbak kan sudah bahagia dengan hidup mbak yang sekarang, harusnya mbak juga biarin mas Ferdi bahagia.""Aku tidak pernah mengganggu kehidupan kalian, bagaimana bisa aku tidak membiarkan Ferdi bahagia? Kamu mabuk? Ucapanmu ngawur semua." Najwa benar-benar susah menahan emosi saat berbicara dengan Ranti."Harusnya mbak Najwa biarin Tasya hidup sama kami dan mbak Najwa dengan anak dan suami mbak, mas Ferdi itu ayah kandungnya. Dia juga berhak atas hak asuh Tasya, jangan hanya karena mbak nggak terima diceraikan mbak jadi egois ingin menguasai Tasya. Bukankah aku sudah per
"Halo pak, cepet pulang sekarang, Pak," ucap Sani ditengah kepanikannya."Kenapa mbok? Najwa mana, kok mbok yang angkat?" Jantung Dafa berdetak dengan cepat saat mendengan suara panik Sani."Ibu di rumah sakit, pak. Ibu tadi pingsan setelah tamu ibu pulang," jawab Sani."Sekarang di rumah sakit mana?" Dafa bergegas membereskan mejanya untuk bergegas pulang, ia takut terjadi sesuatu pada istri dan calon buah hatinya."Rumah sakit medika, Pak. Sekarang ibu masih di IGD," jawab Sani."Ya udah mbok, saya berangkat dulu. Kalau bisa tolong kabarin Mama ya."Setelah Sani menyanggupi, Dafa mematikan sambungan telepon. Dafa berlari menuju mobilnya lalu melajukan dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di rumah sakit.Waktu yang biasa ditempuh selama lebih dari dua jam, kini hanya ditempuh dengan satu jam lebih oleh Dafa. Sesampainya di rumah sakit, Dafa segera berlari menuju kamar yang sudah diinfokan oleh ibunya.Dafa masuk setelah ada balasan salam dari dalam, dilihatnya sang ibu tengah d
"Mau makan? Aku suapin ya?" Dafa bangkit dari duduknya untuk mengambil makanan di atas nakas."Tasya mana?" tanya Najwa."Masih di jalan, besok aja kesininya ya. Kasian Tasya pasti capek habis perjalanan dari rumah ayah." Dafa menuang nasi ke dalam mangkuk sup, ia lalu menyuapkan satu sendok nasi beserta sup ke mulut Najwa."Iya, kamu udah makan?" Najwa mengunyah dengan lahap makanan yang disuapkan Dafa, entah mengapa setiap makanan yang disuapi suaminya selalu nikmat di lidahnya. Ia merasa bahagia setiap Dafa memperhatikan ia dan calon buah hati mereka, karena dulu saat mengandung Tasya ia tidak merasakan itu."Udah tadi sama Mama." Dafa menyuapi istrinya lagi hingga makanan habis tidak bersisa. "Mau buah?""Mau apel, diiris kotak-kotak," jawab Najwa. "Mama udah pulang?""Udah, tadi Papa telepon katanya ada tante Ita datang." Dafa mencuci buah apel, mengupasnya, memotong kotak-kotak lalu menyerahkan pada Najwa. "Mau apa lagi?""Ini aja, udah kenyang." Najwa memakan buah apel hingga h
"Ya lewat Mama, Mama yang minum nanti bisa nyampek ke dedek," jelas Najwa. "Tadi siapa yang mandiin?""Mbak Nia, pagi-pagi udah sampek."Tasya duduk di ranjang ibunya, sementara Dafa dan Sandi memilih untuk keluar membeli sarapan. Tasya berada di rumah sakit hingga siang, ia lalu pulang bersama Sandi.Seseorang datang saat Dafa tengah tidur siang, Dafa mengajaknya untuk mengobrol si luar."Bagaimana keadaan Najwa?" Mereka duduk di kursi depan ruangan."Sudah lebih baik dari kemarin."Ferdi merasa begitu bersalah karena membuat Najwa yang tengah hamil harus berada di rumah sakit. "Saya minta maaf atas tindakan yang dilakukan Ranti, saya tidak tau kalau Ranti akan menemui Najwa. Ia berpamitan pada saya kalau dia akan pergi ke rumah saudaranya.""Saya tau Bapak tidak terlibat, saya hanya minta tolong agar Bapak mengawasi istri Bapak dengan serius. Sebenarnya saya bisa saja langsung lapor polisi, tapi saya masih menghargai keberadaan Pak Ferdi." Dafa yakin kalau Ferdi bukanlah pria yang j