"Kamu kok pucet banget sih, Sayang. Masih pusing ya?" Beberapa hari ini Najwa memang mengeluh sakit kepala, badannya semakin lemah dan tidak nafsu makan membuat Najwa semakin merasa pusing."Dikit, nanti buat istirahat juga sembuh. Sekarang mau ketemu klien dulu." Biasanya saat pusing seperti ini akan sembuh setelah minum obat, tapi ini sampai berhari-hari tetap tidak sembuh."Kita ke Rumah Sakit aja deh ya. Hari ini aku kan nggak kerja, jadi bisa nemenin kamu." Hari ini Dafa memang memilih tetap di rumah, setelah tiga hari meninggalkan Najwa untuk mengurusi rumah mereka yang hampir jadi."Nanti aja kalau tetep pusing. Ini udah ditungguin klien soalnya. Nggak enak kalau suruh nunggu lama. Orangnya mau sewa resort buat adain acara ultah anaknya." Salah satu pejabat yang akan merayakan ulang tahun anaknya di resort Najwa, salah satu pelanggan yang royal. Sayang kalau dilewatkan, pikir Najwa. "Nanti kalau pertemuannya udah selesai aku langsung pulang, kok." Najwa mencium tangan Dafa la
"Silahkan masuk, Pak. Dokter Ardi sudah menunggu anda," ucap perawat yang membuka pintu untuk Dafa."Selamat siang, Pak," sapa Dafa pada dokter paruh baya yang duduk di balik meja kerjanya.Jantung Dafa berdenyut kencang. Pikirannya begitu liar, ketakutan akan apa yang menimpa istrinya saat ini. Dafa merutuki dirinya yang tidak bisa menjaga Najwa dari istri Ferdi."Selamat siang, keluarga Ibu Najwa?" jawab dokter, ia berdiri lalu mengulurkan tangan. "Silahkan duduk."Dafa menyambut uluran tangan sang dokter, ia duduk di kursi yang telah disediakan. "Terimakasih, Dok. Ada apa dengan istri saya?""Apakah Bapak dan istri sudah memiliki keturunan?" Pertanyaan dokter membuat Dafa bingung."Istri saya sudah, tapi dengan saya belum. Kenapa memangnya, Dok?" Dokter itu tersenyum mendengar jawaban Dafa, pantas saja tidak peka dengan tanda-tanda yang istrinya alami. Perjaka menikahi janda rupanya. "Selamat, Pak, istri Anda tengah mengandung."Dafa diam tidak menanggapi, bukannya tidak siap tap
Dafa terkejut dengan ucapan Najwa. Jadi, dokter belum memberitahu kalau ia tengah mengandung. "Jadi Dokter belum ngomong apa-apa sama kamu?""Ngomong apa, sih? Tadi cuma dikasih obat aja terus aku ngantuk banget jadi aku tidur." "Kamu hamil, Sayang. Kita akan punya anak, Tasya mau punya adek." Dafa bercerita dengan antusias."Beneran? Kamu nggak bohong, kan? Aku beneran hamil?" Air mata Najwa mengalir tanpa bisa dicegah, ia benar-benar tidak menyangka bisa hamil lagi. Karena dulu harus menunggu selama tujuh tahun baru diberi kepercayaan itu membuat Najwa tidak terlalu banyak berharap, mengingat usianya juga tidak lagi muda. Tapi Tuhan berkehandak lain, ia diberi amanah begitu cepat.Dafa memeluk istrinya, air matanya pun ikut menetes. " Beneran, Sayang. Tuhan begitu baik sama kita, kita harus jaga dia sama-sama."Najwa membalas pelukan Dafa tidak kalah erat, dadanya begitu penuh sesak karena bahagia. Sementara di sudut ruangan, Linda juga ikut meneteskan air mata. Ia tahu dan ikut me
Tasya makan dengan lahap meski sedikit belepotan, ia benar-benar makan tanpa disuapi oleh pengasuhnya. Setelah selesai makan dan cukup beristirahat, Tasya dan Nia pulang ke rumah. Nia akan menginap selama Najwa belum pulang jadi Dafa bisa fokus menemani Najwa di rumah sakit."Mau makan apa?" Ini sudah tengah malam tapi Najwa membangunkan Dafa dan berkata kalau ia begitu lapar."Mau bakso," jawab Najwa, entah mengapa ia begitu menginginkan bakso panas dengan irisan lontong. Saat tertidur tadi ia bermimpi tengah menyantap bakso dan saat terbangun ia merasakan lapar."Jam segini mau beli bakso di mana?" Ini sudah pukul satu, mana ada kios bakso yang buka."Nggak tau, pokoknya pengen bakso. Kalau nggak dituruti nanti anakmu ileran gimana?" Ucapan Najwa membuat Dafa segera berdiri, ia tidak mau itu terjadi pada anaknya."Ya udah deh, aku keluar dulu ya." Dafa mengambil dompet dan jaket lalu bergegas keluar dari rumah sakit, saat bertanya pada satpam ia mendapat informasi kalau disekitar si
"Nggak lah, dikit aja makannya. Lemes banget kalau nggak makan yang pedes-pedes." Najwa memang merasa badannya sedikit lemah saat kehamilan ini, entah karena usianya yang sudah tua atau faktor lain ia tidak tahu. "Tasya tadi malem jadi tidur di rumah Mama nggak?" "Jadi, ini aja dia masih di rumah Mama. Nanti pulangnya nungguin kita sampek rumah katanya." Selama di tinggal oleh ayah dan ibunya, Tasya diurus oleh orang tua Dafa karena keluarga Najwa belum bisa datang."Tasya pasti seneng banget di sana, semua diturutin sama Mama, apalagi Papa pasti nurutin semua yabg Tasya mau." Najwa sebenarnya keberatan saat orang tua Dafa begitu memanjakan Tasya, tetapi Najwa tidak bisa protes karena ia tahu kalau itu salah satu bentuk rasa sayang orang tua Dafa pada anaknya."Biarin aja lah, lagian yang diminta Tasya juga masih dalam batas wajar. Mama sama Papa tuh jadi ada penghibur kalau ada Tasya, anak-anak Mas Daris kan jarang bisa ke sini. Nanti kalau si Adek lahir pasti dikuasai sama Mama.""
"Beneran mau berangkat kerja? Kalau masih capek di rumah aja, nanti biar Linda yang dateng ke sini," ucap Dafa saat sang istri sudah siap berangkat bekerja."Udah nggak apa-apa, seminggu di rumah terus bosen banget. Cuma bentar aja nanti di sana, makan siang udah di rumah." Najwa sudah siap berangkat. "Lagian juga dianter supir, jadi nggak capek-capek banget.""Ya udah ati-ati, aku nanti pulang agak malem ya. Ada klien mau dibuatin desain buat usahanya," jelas Dafa. Meski sudah banyak karyawan dan ada orang kepercayaan yang bertanggung jawab di setiap cabang tetapi Dafa tetap menemui klien yang akan mencetak dalam jumlah besar."Iya, nanti mau ke cabang yang mana?" "Tempat Sandi. Mau pesen sesuatu?" "Mau dibawain kue buatan Ibuk. Nanti aku telepon Ibuk biar dibuatin. Kamu tinggal ambil aja ke rumah." Najwa memang sedang ingin memekan kue buatan ibunya, hanya kue sederhana berupa roti kukus dan muffin tapi itu membuat Najwa dan Tasya ketagihan rasanya. Ibu Najwa memang melayani pesa
"Dafa, apa kabar?" sapa wanita cantik yang tengah menggendong bayi berumur tiga tahun.Najwa tidak tahu mengapa suaminya tidak langsung menjawab sapaan tamunya, tapi ia tahu pasti terjadi sesuatu di antara mereka di masa lalu. Najwa menggenggam tangan suaminya, Dafa menoleh pada Najwa dan dilihatnya sang istri tersenyum. Dafa mengontrol emosi lalu melihat tamu yang berada di depannya."Baik," jawab Dafa singkat. Ia menggandeng Najwa untuk duduk di kursi tamu berseberangan dengan tamunya."Kamu nikah kok nggak kabar-kabar, sih, Daf. Aku baru tau tadi dari Mama kamu," ucap Nila. Ia menampilkan senyum terbaiknya untuk Dafa. Senyum yang perlahan luntur saat melihat wanita di samping Dafa."Cuma ngundang tamu penting aja. Mungkin kamu termasuk orang yang nggak penting, makanya nggak dapet undangan," ujar Dafa ketus. Ia sebenarnya malas menemui wanita ini. Andai tidak ada Najwa, ia pasti akan mengusir Nila dari rumah orang tuanya."Ya ampun, Daf, gitu banget sih sama aku. Kita tuh temen dar
Mereka berbincang cukup lama. Hanya Astuti dan Nila karena Nila seperti tidak menganggap ada Najwa di sana. Hingga telepon di rumah Astuti berbunyi dan terpaksa ia harus undur diri. Kini hanya tinggal Najwa dan Nila."Ternyata kamu janda dan sudah punya anak? Kok bisa Dafa tertarik sama kamu?" ujar Nila meremehkan."Memangnya kenapa? Apa itu masalah buat Anda?" Jawab Najwa tenang."Kamu tau, dulu Dafa cinta banget sama aku. Dia tuh nggak bisa move on meski pun udah aku tinggalin. Aku cuma takut kamu jadi pelarian aja." "Oh ya? Terus aku harus gimana?" Najwa masih tenang menanggapi wanita seperti ini."Mending tinggalin aja dia, toh dia juga pasti nggak cinta sama kamu. Kasian mungkin, karena kamu janda. Aku sekarang sudah pisah sama suamiku, pasti Dafa bakal balik sama aku kalau aku minta," ujar Nila dengan percaya diri.Najwa masih diam mendengarkan ucapan Nila. Dia ingin tahu apa saja yang dimau wanita di hadapannya ini."Kami itu berteman dari kecil. Cuma aku wanita di hati Dafa d
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore
"lucu kamu, Rud." Hanya itu komentar Dafa. "Maafkan atas semua kesalahanku dulu, Daf. Aku tau kamu masih marah, tapi tolong pikirkan nasib anak kecil yang tengah kritis."Andai tidak kritis, pasti Rudi tidak akan datang menemui Dafa."Aku serius, Daf. Saat ini anak aku di rumah sakit sama ibunya. Anakku butuh donor darah karen dia sudah kehabisan banyak darah," ungkap Rudi.Dafa tidak habis pikir kenapa dulu ia bisa bersahabat dengan orang-orang yang tidak punya hati."Cari saja orang lain, itu bukan urusanku."Secara tiba-tiba Rudi merosot, ia kini sudah bersimpuh memohon pada Dafa. "Kali ini saja, aku mohon bantuin aku. Cuma kamu satu-satunya harapanku, Daf."Dafa memalingkan wajahnya. Satu sisi ia tidak tega dengan anak itu, tapi di sisi lain ia juga amat membenci orang tuanya."Pergi kamu!" usir Dafa."Kamu mau bantu kan, Daf?" Rudi masih saja memohon."Lihat nanti," ujar Dafa seraya beranjak dari tempatnya duduk. "Pergi dari sini kalau mau aku bantu," lanjut Dafa.Wajah Rudi kin
Dafa hanya membunyikan klakson sebagai tanda pada orang yang ada di dalam untuk membukakan pintu. Ia tidak sedikit pun berniat untuk turun dari mobil menemui Rudi.Najwa turun terlebih dahulu setelah mobil berhenti di halaman rumah mereka, sementara Dafa masih terdiam di tempatnya."Sayang, aku bawa Davin masuk dulu. Abis ini aku ke sini lagi," ujar Najwa. Ia sangat mengerti kegelisahan yang dirasakan suaminya. "Kalau kamu belum siap ketemu, tunggu aku aja," lanjutnya lalu meninggalkan Dafa untuk membawa Davin ke kamarnya."Pak, ada tamu yang ingin bertemu," ujar Seto setelah mengetuk pintu mobil majikannya itu.Dafa menghela napas kasar. Semua sudah berlalu, Dafa memang harus berdamai dengan masa lalu."Suruh dia masuk, Pak," putus Dafa. Ia turun dari mobil. Berjalan dengan gontai ke dalam rumah.Dafa terus berjalan hingga ia sampai di dapur. Dafa mengisi gelas kosong dengan air dingin. Berharap isi kepalanya juga ikut dingin."Tenang. Semua masalah pasti bisa kamu atasi. Ada aku di
"Lho, ada tamu ternyata."Najwa dan Dafa menoleh saat ada seseorang yang datang ke rumah Ferdi. Ternyata itu adalah Rina, ibu dari Sena."Ini ibunya Sena?" Najwa segera berdiri untuk menghampiri Rina.Rina menerima uluran tangan Najwa. "Iya, Mbak. Saya Rina.""Saya Najwa, ibunya Tasya," ujar Najwa memperkenalkan diri. Beberapa kali hanya mengetahui dari cerita anaknya, akhirnya kini Najwa bisa berkenalan secara langsung.Cantik, adalah kesan pertama yang Najwa lihat dari Rina. Orangnya juga ramah dan supel. "Saya kira tadi Tasya dijemput papanya seperti biasa, ternyata dianterin sekeluarga ke sini. Akhirnya bisa ketemu juga ya, Mbak."Rina kini ikut duduk di ruang tamu Ferdi, bercengkrama dengan keluarga Najwa."Tasya itu anaknya ceria banget, jadinya Sena kebawa suasana. Biasanya dia pendiam kalau pas sendiri. Makanya saya senang kalau Tasya pas nginep sini," ujar Rina berterus terang.Sena sudah berusia delapan tahun saat orang tuanya bercerai, jadi wajar kalau ia mengalami dampak