Beranda / Pendekar / 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT / Bab 23 : Ilmu Meraga Sukma

Share

Bab 23 : Ilmu Meraga Sukma

Penulis: Adil Perwira
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-27 20:00:00

Tubagus Dharmasuri datang menghadap kepada Prabu Surya Buana. Kala itu sang prabu sedang duduk di atas singgana dan ditemani oleh dua orang punggawa yang juga duduk di bawah anak tangga.

Di sebelah kanan ada Senopat Wibisana, usianya baru 35 tahunan, berkulit gelap, dan postur tubuhnya tidak terlalu tinggi namun sangat kekar. Dia adalah orang selalu menemani sang prabu setiap kali prabu akan pergi berburu ke hutan.

Di sebelah kiri ada Senopati Taraka, umurnya sudah 40 tahunan, badannya jangkung, dan dia terkenal sebagai ahli memanah dan ahli dalam menyusun strategi perang.

 Sang Prabu duduk di singgasana dengan mengenakan jubah berwarna putih perak dan mahkota emas di kepalanya. Dia saat itu tengah asyik membolak-balikkan liontin pada kalung yang dia pakai. Liontin tersebut adalah berupa batu yang sangat indah dan diberi nama Mustika Permata Hijau. Semua orang di lingkungan sudah tahu kalau sang prabu selalu mengenakan kalung tersebut kemana pun dia pergi.<

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 24 : Latihan di Lembah Cendana

    Senja hari di Lembah Cendana di kaki Gunung Bhanurasmi, warna langit tampak sudah pucat, serombongan burung kecil terbang berbondong pulang ke sarangnya.Sebentar lagi matahari terbenam di bawah cakrawala. Temaram semakin mendekap nabastala. Iringan bayu senja bertiup membelai daun di pohon-pohon pinus.Di antara batu-batu besar yang berserakan tidak teratur, Jaka Purnama dan Ki Nawasena sedang berlatih ilmu kanuragan. Keduanya bertarung serius bak dua ekor harimau yang bertemu di puncak bukit.Dari telapak tangan kiri Ki Nawasena tiba-tiba keluarlah sinar biru. Sinar itu menyambar seperti petir, Jaka Purnama pun segera melompat untuk menghindar. Sinar biru itu hampir saja mengenai kakinya, tetapi kemudian menghatam sebuah batu besar. Seketika batu tersebut langsung meledak dan hancur menjadi sepihan.Jaka Purnama takjub melihatnya, dia merasa beruntung bisa selamat dari serangan tadi, ternyata Ki Nawasena memang tidak main-main dalam memberi latihan.Meski Jaka Purnama adalah muridny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 25 : Cahaya di Atas Cahaya

    “Tadi aku terkejut saat melihat Guru berubah wujud menjadi gumpalan asap putih, lalu tiba-tiba muncul menyerang dari belakang. Jurus apakah itu”” tanya Jaka Purnama dengan wajah penasaran.Ki Nawasena tertawa mendengarnya. “Itu adalah salah satu keistimewaan yang bisa kau dapatkan bila Tenagala Dalam Inti Indurashmi milikmu telah sempurna, dalam sekejap kau bisa memindahkan dirimu ke tempat mana saja yang kau pandang, lalu wujudmu akan hilang dan berpindah ke tempat itu.”“Menempatkan diri pada arah mana saja pandangan mata kita?” Jaka Purnama tampak keheranan mendengarnya.“Iya,” Ki Nawasena mengangguk. “Indurashmi artinya adalah sinar bulan. Tenaga Dalam Inti Indurashmi merupakan ajian yang memiliki sifat-sifat seperti sinar bulan. Perhatikanlah bulan di langit, bukankah cahayanya mampu meluas ke segela ke tempat yang ada di bumi? Meskipun ia sangat jauh di angkasa, tapi sinarnya membanjiri dimana-dimana. Jika tenaga dalammu sudah sempurna, maka wujud dirimu bisa kau hadrikan dimana

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 26 : Panggilan dari Naga Langit

    Di tengah hutan saat matahari telah terbenam, wajah langit semakin redup oleh kegelapan, dan angkasa raya kini telah siap jadi tempat duduk bagi bintang-bintang malam. Kala itu Prabu Surya Buana masih dalam perjalanan menuju ke Gunung Bhanurasmi. Tiba-tiba dia dibuat kaget oleh ledakan besar di puncak perbukitan yang berjarak tidak jauh darinya.“Bagaimana bisa barisan bukit itu meletus sedemikian dahsyat dan mengeluarkan asap serta percikan api? Padahal perbukitan di sana bukanlah gunung-gunung yang memiliki kawah,” ucap Prabu Surya Buana pada dirinya sendiri.Ini bukanlah pertamkalinya dia melewati area tersebut. Dia sudah sering melewati tempat ini dalam setiap kali perjalanannya menemui Naga Langit. Prabu Surya Buana tahu pasti kalau tiga buah bukit yang saling berdekatan di sana bernama Bukit Tiga Baris, dan itu hanyalah bukit biasa yang tidak mungkin bisa meletus.“Kejadian ini sangat tidak lazim, ini bukanlah hasil dari perbuatan alam, tapi barangkali dilakukan dengan ilmu kanu

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 27 : Mimpi Sang Naga Resi

    Bab 27 : Mimpi Sang Naga ResiPrabu Surya Buana akhirnya sampai di puncak gunung Bhanurasmi dan berjumpa dengan Naga Langit. Kini dia telah berdiri di hadapan sesosok makhluk raksasa yang sangat besar itu,Naga Langit memiliki dua sayap seperti kelelawar, berbadan ular dan dipenuhi sisik hijau cemerlang dari kepala hingga ekor. Tubuhnya mengawang di udara dan berkelok-kelok, sedangkan ujung buntutnya menyentuh tanah dan menyala seperti bara api, di kepalanya terdapat dua tanduk emas menyerupai tanduk rusa, dan pada bagian lehernya tumbuh rambut lebat seperti surai singa jantan.“Akhirnya kau datang jua menemuiku, Nanda Prabu Surya Buana,” ucap Naga Langit.Sang prabu pun bertanya, “Ada gerangan apakah sehingga Eyang Naga memintaku datang kemari?”Naga Langit menjawab, “Nanti akan kujelaskan padamu, Nanda, tentang mengapa kau kupanggil ke tempat ini, tapi sebelumnya, aku sedang menunggu satu orang lagi yang akan muncul.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 28 : Seruan Persatuan

    “Menitis kembali setelah lima puluh tahun?” Prabu Surya Buana tak habis pikir mendengar ucapan Naga Langit tentang Iblis Hitam karena sangat terkejut. “Bagaimana hal itu bisa terjadi, wahai Eyang Naga?”“Tidak ada yang tidak mungkin, Nanda Prabu,” jawab Naga Langit. “Bukankah Iblis juga merupakan makhluk ciptaan Tuhan, sama seperti kita semua? Tuhan Maha Kuasa untuk memperbuat apa pun terhadap makhluk-Nya. Meski Iblis itu jahat, tapi di sisi lain, sebagai ciptaan Tuhan dia juga memiliki hak untuk memohon sesuatu kepada Tuhan, sebagaimana siapa pun orang boleh meminta kepada Tuhan.”“Iya, benar sekali apa yang Eyang Naga katakan,” angguk prabu Surya Buana bisa mengerti. “Iblis juga punya hak untuk mengajukan sebuah permohonan kepada Yang Maha Kuasa. Tuhan tentu menghendaki ini pula sebagai cobaan bagi kita semua agar kita kuat menghadapinya.”Naga Langit lalu menyampaikan kata-kata penuh hikmah kepada semua orang yang hadir di tempat itu. “Sesungguhnya Tuhan tidak menciptakan kegelapan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 29 : Tangisan Para Murid di Kamar Sang Guru

    Di waktu pagi saat ayam jantan berkokok dan kicauan burung-burung menyambut sinar matahari di langit timur, Sapardi, juru masak yang biasa bekerja di dapur, berjalan tergesa-gesa menuju kamar Giandra.“Kakang Giandra Lesmana! Cepat keluar, Kakang!” ujarnya dengan sangat mendesak.Giandra ternyata baru saja selesai mandi, dia pun segera buru-buru mengenakan pakaian, kemudian langsung membukakan pintu. Sapardi berdiri di hadapannya dengan mata yang sudah berkaca-kaca.“Ada apa, Sapardi?” tanya Giandra keheranan.Dengan jantung yang masih berdegup kencang Sapardi memberitahu, “Guru besar telah meninggal. Ada yang membunuh beliau di kamar tidurnya.”“Apa! Bagaimana mungkin!” Giandra merasa tidak percaya akan hal itu.“Kakang lihat saja sendiri ke kamar beliau,” kata Sapardi. Linangan air mata mengalir membasahi kedua pipinya yang gemuk.Tanpa pikir panjang, Giandra segera berlari

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 30 : Api Kemarahan Giandra

    Semua murid hanya terdiam setelah mendengar ucapan Raditiya. Apa yang dia ucapkan itu terdengar seperti sedang menduga-duga siapa pelaku di balik pembunuhan ini.Sambil menggenggam pisau tadi di tangannya, Raditiya menatap pada semua murid yang hadir, “Jika benar kalau yang membunuh guru besar kita adalah Gerombolan Nogo Ireng, pasti orangnya adalah Panglima Sanca, ketua para perampok itu!”“Panglima Sanca? Gerombolan Nogo Ireng?” Kamajaya mengerutkan dahinya.Padmarini pun lalu berkata, “Kita semua tahu kalau guru adalah pendekar yang tangguh, mana mungkin bisa dibunuh dengan begitu mudah di kamarnya sendiri. Bahkan malam tadi benar-benar sunyi, tidak ada suara keributan apa pun yang terdengar, bagaimana si pembunuh bisa masuk ke padepokan kita?”“Pasti Panglima Sanca telah menggunakan ilmu sirep, suatu jenis sihir yang memakai mantra tertentu untuk membuat kita semua jadi tertidur pulas,” ujar Raditiya memandang pada Padmarini.“Ilmu sirep? Aku baru mendengar kalau ada sihir seperti

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 31 : Sambutan Yang Tidak Ramah

    Di balik Bukit Sarang Merpati ada sebuah lembah yang ditanami berbagai jenis tumbuh-tumbuhan obat. Di sinilah tempat berdirinya perguruan Teratai Jingga, salah satu perguruan silat yang cukup disegani dan memiliki nama yang tersohor.Janaloka sekarang berdiri di hadapan pintu gerbang perguruan tersebut. Dia datang dengan membawa sebuah pesan dari Ki Nawasena, yaitu ajakan persatuan kepada seluruh pendekar aliran putih untuk melawan huru-hara di dunia persilatan.Empat orang murid yang menjaga pintu gerbang lalu menghampiri Janaloka. Salah satu dari mereka bertanya, “Siapa kau, Orang Tua? Ada urusan apa datang kemari?”Murid perguruan itu bertanya dengan nada kasar, tapi Janaloka menjawabnya dengan tenang, “Namaku Janaloka. Aku adalah teman dari mendiang guru besar kalian, Nyai Maheswari. Aku datang hendak bertemu penerus perguruan ini. Ada hal penting yang mesti aku sampaikan.”Murid itu bertanya lagi, “Darimana kautahu bahwa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30

Bab terbaru

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 117 : Saling Mengatur Strategi Perang

    Pagi hari saat surya baru mulai terbit di langit timur, sekitar dua ribu orang prajurit tengah berkumpul di depan pintu gerbang Istana Kerajaan Jayakastara. Pagi ini mereka bersiap-siap untuk melakukan penggempuran ke lokasi yang jadi tempat persembunyian Persaudaraan Iblis.Patih Tubagus Dharmasuri, selaku komandan tertinggi yang bertugas memimpin seluruh pasukan, berdiri tegak di hadapan para prajuritnya, para senopati, dan juga para pendekar. Laki-laki tua itu menyampaikan pidato sebelum sebelum mereka akan bergerak ke sarang musuh.“Sekarang telah tiba waktunya bagi kita untuk memusnahkan Persaudaraan Iblis yang selama ini meresahkan masyarakat. Demi melindungi umat manusia, dan demi mempertahankan kerajaan Jayakastara, aku harap kalian sudah siap bertempur walau hingga titik darah penghabisan. Apa kalian sanggup!”“Ya, kami sanggup!” sahut semua yang hadir dengan penuh semangat.“Bagus, itulah kesetiaan yang diinginkan o

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 116 : Dendam Kesumat Nyai Jamanika

    Semua anggota Persaudaraan Iblis saling merapat satu sama lain. Mereka ngeri dengan apa yang sebentar lagi akan terjadi. Dunia bagaikan hendak kiamat. Berulangkali suara guntur meraung-raung di angkasa!“Gawat! Argani sudah benar-benar mencapai puncak amarahnya. Dia akan menggunakan jurus Hujan Halilintar Menggempur Bumi,” sebut Jimbalang Loreng memberitahu pada teman-temannya.“Hah, jurus Halilintar Menggempur Bumi? Darimana kau bisa tahu kalau ketua kita memiliki ilmu semacama itu?” tanya Manik Maya serasa tak percaya.“Dia pernah mengisahkannya padaku,” jawab Jimbalang Loreng. “Jurus ini merupakan puncak tertinggi dari ajian Tatapan Rajawali Menembus Awan sejauh yang dikuasai oleh Argani. Aku khawatir kalau dia akan kehilangan kesadarannya akibat pengaruh dari kedahsyatan jurus ini.”Panglima Sanca terus memperhatikan betapa seram pemandangan di langit. Dia rasa kalau sebentar lagi sambaran-sambaran petir yang bertubi-tubi akan turun dari atas sana. Bukan hanya Nyai Jamanika yang n

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 115 : Puncak Kemarahan Argani Bhadrika

    “Hmmh.” Nafas Nyai Jamanika berdengus seperti banteng. Tatapan matanya yang mengerikan memandangi pada semua orang satu persatu bak singa kelaparan.Semua anggota Persaudaraan Iblis yang hadir di tempat itu merasakan aura kegelapan yang sangat kuat terpancar dari si nenek peot tersebut. Padahal tadi energinya terasa biasa-biasa saja, namun sekarang Nyai Jamanika sudah mulai menampakkan kalau dia bukanlah nenek sembarangan.Jimbalang Loreng dan para anggota yang lain akhirnya gentar. Semakin lama pancaran aura kegelapan si nenek itu semakin meningkat. Apakah tak lama lagi dia akan mengamuk di sarang Persaudaraan Iblis? Jika hal itu terjadi, maka tak ada satu pun yang mampu menandingi kesaktiannya.“Tenanglah, hai Nyai,” bujuk Panglima Sanca. “Sebentar lagi ketua kami akan datang ke sini. Kami tak ingin kalau harus ribut denganmu.”Nyai Jamanika tersenyum kecut. Dia kembali memandangi semua orang dengan sorot matanya yang tajam. “Aku tidak suka kalau harus lama-lama menunggu. Sepertinya

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 114 : Orang Asing

    Karena memisahkan diri dari orang-orang dan tidak mau ikut berkumpul bersama yang lain, Patrioda duduk bersila di atas ranjang dalam kamar tamu tempat dia beristirahat. Hatinya betul-betul kesal dengan kemunculan Giandra di istana ini.“Hmmh. Pendekar muda itu kelihatan sekali ingin cari muka di hadapan para petinggi kerajaan. Padahal baru cuma bisa mengobati orang yang keracunan saja, tapi lagaknya sudah macam pahlawan.”Sambil memangku kedua tangan di bawah dada, Patridoa diam sebentar dan merenung. Dia sadar kalau kehadiran Giandra di istana ini bisa menjadi sumber perhatian banyak orang, apalagi Patrioda sangat takut jika Puteri Seroja yang jadi dambaan hatinya nanti akan diganggu oleh Giandra.“Kalau sampai pemuda itu berani mendekati Puteri Serojaku, aku tidak segan-segan untuk menendangnya keluar dari istana ini. Cuih! Apa hebatnya dia itu!”Sebelum memutuskan untuk pergi dari padepokan Lenggo Geni dan bergabung di kerajaan ini, Patrioda sudah membayangkan bahwa dia harus bisa m

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 113 : Diam-diam Menguping

    Setelah selesai mengobati Prabu Surya Buana di kamarnya, Giandra dan Tubagus Dharmasuri segera dibawa lagi oleh Senopati Wibisana untuk menemui Mpu Bhiantar dan Senopati Taraka yang juga sedang demam akibat keracunan.Dua orang yang sakit itu berada di sebuah ruangan khusus dalam lingkungan istana. Mereka tengah berbaring ditemani oleh Abirama dan juga Alindra.Senopati Wibisana mengetuk pintu dari luar. Alindra pun berdiri dan membukakannya.“Bagaimana keadaan mereka?” tanya Senopati Wibisana.Alindra hanya menggeleng. “Kami sudah memberikan mereka berdua ramuan obat, tapi nampaknya tidak mempan. Aku dan kakang Abirama bahkan tidak tahu jenis racun apa yang digunakan oleh Manik Maya.”Senopati Wibisana lalu melangkah masuk ke dalam ruangan, begitu pula Tubagus Dharmasuri dan Giandra, keduanya mengikutnya di belakang.Mpu Bhiantar kelihatan menggigil seperti orang yang sangat kedinginan. Nafasnya terdengar sesak. Seme

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 112 : Mengobati Sang Prabu

    Giandra dan Tubagus Dharmasuri akhirnya tiba juga di Istana Jayakastara saat hari sudah malam. Baru sebentar mereka melewati para pengawal di depan gerbang dan masuk ke halaman, tiba-tiba Senopati Wibisana langsung muncul menghampiri keduanya.Senopati Wibisana kelihatan kalang kabut. Dia berjalan sangat cepat, membuat Tubagus Dharmasuri jadi curiga kalau telah terjadi sesuatu.“Untunglah Gusti Patih telah kembali. Kita sedang ada masalah di Istana!”Tubagus Dharmasuri memberi isyarat dengan telapak tangan agar Senopati Wibisana tenang dan jangan seperti orang kebangkaran jenggot begitu.“Memangnya ada masalah apa? Bicaralah pelan-pelan.”“Ada orang jahat yang menaruh racun ke dalam tempayan. Gusti Prabu Surya Buana, Senopati Taraka, dan Mpu Bhiantar langsung tiba-tiba mengalami demam parah setelah minum kopi beberapa saat yang lalu.”Tubagus Dharmasuri memandang ke Giandra. “Sepertinya kita terlamba

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 111 : Terciduk di Dapur

    Matahari hampir terbenam di kaki cakrawala. Langit senja sudah semakin pucat. Sebentar lagi hari akan beranjak menuju malam. Dua orang pengawal yang tegak di depan gerbang istana tiba-tiba didatangi oleh laki-laki dan wanita yang mengendarai kereta kuda, mereka tampak membawa peti-peti berukuran besar.Manik Maya kala itu tengah menyamar dengan berpenampilan seperti seorang saudagar kaya raya, sedangkan Bayu merahasiakan tampangnya dengan menutup kepala menggunakan kain hitam.“Berhenti! Siapa kalian berdua? ada urusan apa datang ke istana? Sepertinya kalian bukan orang asli sini,” kata salah satu pengawal.Manik Maya pun mulai mengarang-ngarang cerita. “Kami berdua adalah saudagar dari tempat yang sangat jauh. Sengaja datang kemari untuk menghaturkan hadiah kepada gusti prabu agar beliau mau mendoakan suamiku yang sedang menderita sakit cacar.”Pengawal itu pun memperhatikan ke Bayu Halimun yang kepalanya tertutup kain hitam. &ldq

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 110 : Terpaksa Tunduk

    Beberapa saat waktu telah berlalu. Bayu Halimun dan Manik Maya akhirnya terbangun dari ketikdasaran mereka.Saat keduanya membuka mata, mereka memperdapati kondisi tubuh mereka yang digantung terbalik dengan kaki di atas dan kepala menghadap ke bawah.Badan Bayu Halimun dan Manik Maya dililit dengan kencang oleh akar-akar besar dan juga tumbuhan melayap. Mereka sekarang merasa pusing, sebab seluruh aliran darah menumpuk di bagian kepala.Keduanya mencoba untuk menggerak-gerakkan badan supaya bisa lepas. Namun usaha itu sia-sia belaka. Hanya membuang-buang tenaga dan membikin kepala mereka jadi tambah berdenyut.Nyai Jamanika berjalan di bawah sambil menggunakan tongkat. Dia gelak sekali mentertawakan dua pendekar itu. Kini kegeraman si nenek jelek itu telah terbayarkan dan hatinya pun puas.“Siapa suruh kalian mau coba-coba kabur dariku? Aku meminta baik-baik supaya kalian mengantarku menemui ketua Persaudaraan Iblis, tapi kalian malah cara g

  • 4 PUSAKA PENAKLUK JAGAT   Bab 109 : Sihir Kabut Hitam Delapan Penjuru

    Manik Maya menduga kalau ada dendam kesumat di hati Nyai Jamanika terhadap Mpu Bhiantar. Pasalnya si nenek berwajah mengerikan ini dahulu pernah ingin merebut kitab catatan racun milik Nyai Maheswari, hingga terjadilah pertarungan di antara keduanya.Dalam perkelahian tersebut hampir saja Nyai Maheswari kalah, tapi Mpu Bhiantar tiba-tiba muncul dan ikut campur, dia menyiramkan ke wajah Nyai Jamanika racun yang bernama “Getah Buah Hutan”. Itu yang membuat wajah Nyai Jamanika pun jadi rusak hingga sekarang.“Katakanlah, hai Nenek Peot, untuk apa dari tadi kau mengendengarkan pembincaraan kami.” desak Bayu Halimun. Dia curiga kalau si nenek ini mata-mata dari kerajaan.“Sebetulnya aku cuma kebetulan lewat dan bertemu kalian di sini. Jika memang kalian ingin berperang melawan Prabu Surya Buana dan para bawahannya, aku tertarik untuk ikut bergabung,” ujar Nyai Jamanika.Bayu Halimun merasa ragu mendengar hal itu. Dia berkata

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status