Sebuah mobil Porsche datang melintas menuju kediaman keluarga Pak Kim. Pak Jung datang bersama istrinya, Vivian, Ken dan anak perempuannya serta menantunya. Pak Kim menyambut mereka dengan hangat, Ruka dan sekeluarga pun ikut menyambut kedatangan calon besannya itu. Sedangkan Seok Hoon entah kemana dia berada saat ini, wajah Joon terlihat gelisah karena anak pertamanya tidak kunjung muncul. "Jiho, kemana kakakmu?!" bisik Joon sambil memasang wajah geram. Jiho mengangkat bahunya tanda tak tahu keberadaan kakaknya, Jaekyung dan adiknya yang lain pun juga tak tahu. "Pa, Seok Hoon kemana?! Kita akan dimarahi ayah jika Seok Hoon tidak muncul sekarang!" gumam pelan Ruka pada Joon. Joon hanya meringis lalu berniat masuk ke dalam rumah untuk mencari Seok Hoon, tetapi langkahnya terhenti saat Seok Hoon sudah berada di balik pintu itu dan keluar. "Kau kemana saja?!! Papa dan mama bingung mencarimu?!" gerutu Joon lalu ia kembali berdiri di samping Ruka. Pak Jung keluar bersamaan dengan sem
Vivi merapatkan bibirnya dan tangannya terkepal, wajahnya berubah menjadi merah padam. Setelah Seok Hoon berkata seperti itu, ia merasa dirinya terhina dan tidak berharga di hadapan Seok Hoon. Vivi menggertakkan giginya lalu ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan pelan. Ia berusaha tersenyum kembali walaupun bibirnya terasa kaku. Setetes air mata yang hampir jatuh ke pipinya ia seka dengan kasar. "Jangan goyah, Vivi. Ini hanya permulaan, tidak apa-apa kau harus berjuang lebih keras lagi. Ini adalah kesempatan terakhirmu." gumam Vivi sambil melemaskan tangannya yang terkepal dengan kuat. Vivi melangkahkan kakinya dengan halus, ia tak usah bersedih hanyabkarena hal sepele seperti itu. Tekadnya sudah kuat, dia akan menerjang segala tantangan yang terjadi di antara dirinya dan Seok Hoon. Dia akan terus mengejar pria itu sampai dia luluh padanya. ..... Di ruang tamu, hanya ada Ruka dan nenek Vivi disana. Pak Kim dan Pak Jung sedang berada di meja kerja Pak Kim. Saat i
Berry bangun dari tidurnya dan kemudian memasuki kamar mandi, ia hari ini akan menghadiri sebuah acara penting menyangkut misi yang diberikan Shino padanya. Setelah selesai mandi, ia memakai sebuah pakaian bak karakter game. Dia memoles wajahnya semirip mungkin dengan karakter game yang ditirunya. Dia hari ini akan cosplay di suatu event game yang akan dihadiri Jiho. Berry sudah merencanakannya dari awal, dan akan mulai mendekati Jiho dari hobinya. "Wah, lihat dirimu Berry. Kau imut sekali seperti wanita dimensi lain," Berry berputar sambil melihat pantulan dirinya di kaca. Berry kemudian tersenyum nyengir karena make up nya berhasil membuat dirinya secantik mungkin, orang-orang tidak akan mengira dia seorang pegawai Al Entertainment. Berry kemudian mengambil kunci mobilnya dan berangkat menuju tempat event tersebut. Di sisi lain, Jiho memakai hoodie abu-abu miliknya dan masker berwarna hitam. Dia kemudian berangkat menggunakan bus umum. Ia tak mau terlihat mencolok dan menunjukka
"Apa sekarang aku bisa menjadi pacarmu?" tanya Berry dengan nafas yang tersengal-sengal akibat berlari. Jiho menatap wanita itu dengan terkejut, tangannya gemetar dan ia juga merasakan dirinya mulai merinding. Ada apa dengan wanita ini, apa dia benar-benar serius? "Di-dimana kau menemukan buku in--" "Ayo, kita makan. Tadi kau bilang lapar kan?" sela Berry sambil menarik tangan lurus cowok itu. Ia sesekali tersenyum manis kepada Jiho. Jiho menelan ludahnya dengan susah payah, apa yang harus dilakukannya sekarang. Padahal, dia hanya bercanda tadi. Ia tidak tahu jika akan benar terjadi seperti ini. Ini diluar dugaannya dan sangat aneh. Apa dia harus berlari diam-diam meninggalkan gadis itu, dia tidak akan dilaporkan ke polisi kan? Jiho melirik daerah sekitarnya sambil mencari celah untuk lari dari wanita yang tidak mau melepaskan genggamannya ini. "Kita makan ramen saja disini ya?" ajak Berry sambil mencari kursi yang kosong. Setelah matanya menangkap satu meja kosong, ia segera p
Berry menaikkan kacamatanya yang merosot dari hidungnya. Dengan kaki yang duduk di atas dan mulut yang terus mengunyah permen karet, ia menelusuri segala sosial media milik Jiho. Dan mencari tahu informasi rumahnya dan sebagainya. Sudah sejak pagi tadi ia pulang dari rumah Shino dan sampai sekarang belum mandi sama sekali, ia masih berkutat di depan komputernya. Mendalami semua soal Jiho. Mulai dari hobinya, pekerjaannya, dan kesibukan sehari-harinya. "Jay!" seru Berry sambil mengetikkan sesuatu di komputernya. Jay, adik kandung Berry yang masih berumur 18 tahun dan masih SMA. Dia adalah adik laki-laki Berry satu-satunya yang memiliki hobi mirip dengan Jiho. Berry memutar bola matanya malas, ia menarik napas dalam-dalam. "Jay!!! Apa kau tuli?!!" teriak Berry sekuat tenaga. Seorang laki-laki masuk dengan mata masih menyipit, dia tampak habis bangun tidur. Jay mengusap wajahnya dengan kasar. "Jangan teriak-teriak! Kau kira ini masih sore?! Ini sudah tengah malam, mata empat!" seru
Jay mematikan ponselnya dan kemudian ia masukkan ke dalam saku celananya. Dia menggerutu kesal setelah mendengar suara kakaknya tadi menelepon. Jaekyung menghampiri Jay dengan wajah bingung, ia penasaran dengan isi telepon tadi. Jaekyung menepuk pelan bahu sahabatnya itu, “Kenapa dengan wajahmu itu?” Jay menghembuskan napasnya kesal, “Kakakku bertingkah aneh, jarang sekali dia baik padaku.” Jaekyung tertawa pelan lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “Jadi kau merasa ini sangat aneh ketika kakakmu mulai memperhatikanmu? Dia sering menjahilimu ya?” “Dia menyebalkan dan suka memotong uang saku milikku. Aku jadi curiga padanya mau meminta bantuan apa lagi kali ini. Pasti dia ingin memanfaatkanku.” ucap Jay sambil berjalan keluar untuk pulang. “Aku iri pAdamu, kau punya kakak cewek yang baik hati. Kakakku si sok artis itu jarang memberiku uang.” ungkap Jaekyung sambil memutar bola mata malas. “Tapi sepatumu Air Jordan, kunyuk.” Jay menatap malas temannya itu. Jaekyung hanya meny
"Kakak, kau mau pergi?" tanya gadis kecil memakai baju berwarna putih dengan renda yang menghiasi di bagian lehernya itu.Seok Hoon tersenyum tipis sambil mengancingkan kemejanya, ia melirik Yui dari kaca yang sejak tadi mengekorinya memaksa untuk bermain bersamanya. Yui memegang boneka pandanya, matanya bergerak menatap kakaknya yang sejak tadi sibuk melakukan sesuatu."Iya, tapi Yui, jangan beritahu Papa dan Mama ya. Apalagi kakek, kalau Yui menurut pada kakak. Nanti akan kakak belikan boneka panda yang lebih besar dari itu." ujar Seok Hoon sambil mengancam dengan halus.Ia tidak mau orang tuanya sampai tahu bahwa dia berniat kabur menghabiskan waktu dengan Shino tanpa mengajak Vivi. Sebenarnya, ia tidak masalah dengan mamanya. Karena mamanya lebih mendukung dia dengan Shino daripada bersama dengan Vivi. Tetapi, ayahnya pasti berada di pihak kakeknya. Jika dia sampai tahu, maka habislah Seok Hoon dihukum kakeknya."Aku tidak mau boneka yang sama, aku ingin yang berbeda kali ini." ja
“Misterius? Apa maksudmu? Sepertinya dia masih kecil dulu tidak seperti itu.” tanya Shino dengan wajah kebingungan.“Iya, dia memiliki sisi yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun. Dia pendiam dan jarang memperlihatkan ekspreinya yang sebenarnya. Aku sebagai kakaknya pun jarang bicara dengannya karena tidak tahu harus membahas topik apa.” jawab Seok Hoon dengan panjang lebar.“Apa penyebabnya dia jadi seperti itu?”“Entahlah, dia tidak akur dengan kakek. Dia sering dimarahi dan jarang menyapa kakek. Aku tidak tahu gara-gara apa kakek jadi begitu. Dulu saat dia masih SMP, dia cucu yang paling disayang melebihi aku dan Jaekyung.""Jadi karena sebuah pertengkaran itu yang membuat hubungan Jiho dan Pak Kim mulai merenggang?" tanya Shino memastikan."Mungkin saja. Aku jarang ada di rumah, makanya aku selalu ketinggalan berita di rumah. Biasanya papaku yang memberitahuku jika ada masalah di rumah." Seok Hoon mengangkat bahunya dan kembali fokus menyetir.Shino tertegun sejenak sambil m
Berry tercengang ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut adiknya sendiri. Apa dia tidak salah dengar? Bocah SMA yang selama ini hanya menumpang tidur dan bermain game di rumahnya ternyata seorang pecandu?“Kau jangan asal bicara Jay, kau tahu dia seorang konglomerat. Jaga mulutmu jika kau ttak mau dipenjara mereka nanti.” sahur Berry berusaha tak percaya. Ia tidak mau asal memfitnah orang apalagi keluarga Jaekyung punya kuasa di negara ini.“Kau kira aku bicara tanpa bukti?!” sentak Jay sambil melotot pada kakaknya itu yang seolah-olah memandang dirinya penipu. Berry menoleh ke arah adiknya dan menatapnya tajam, “Jadi, apa kau punya buktinya? Tunjukkan padaku kalau begitu!” jawab Berry dengan nada menantang. Saat ini mereka diam di samping jalan, Berry menunggu jawaban Jay.Jay berpikir sejenak, selama ini ia tak mengambil bukti apapun dari Jaekyung. Dia hanya menebaknya saja.“Untuk buktinya ….” Jay menggigit jarinya bingung. Berry tak tahan dengan hal itu, ia hanya tertawa
"Hah?" Pak Imura tercengang ketika mendengar kalimat yang keluar dari mulut bosnya barusan. Apa dia tidak salah dengar tadi? Tidak mungkin, dia selama ini selalu menjadi manajer departemen ini untuk waktu yang lama. Dan dia tak pernah menduga bahwa dia akan dipromosikan langsung oleh CEO perusahaan ini.Shino tersenyum miring, "Jika kau mau, kau harus menunjukkan bahwa dirimu lah yang mampu mengemban tugas ini. Jangan merendah, aku ingin melihatmu melawan mereka. Hubungi aku untuk berdiskusi soal ini."Shino keluar dengan diikuti Adam yang menahan senyumnya ketika melihat wajah Pak Imura yang kebingungan. Bu Dinan pun tak sadar jika ia telah menganga selama lebih dari 5 menit. Tidak ada hujan tiba-tiba ada berita seperti ini.Pak Imura terduduk lemas di kursi sofa, rasanya seperti sedang memenangkan sebuah lotre yang sudah diinginkannya sejak lama. Tangannya gemetar dan berkeringat, lidahnya terasa kelu, pikirannya kosong.Bagaimana jika keluarganya mendengar hal ini, mereka pasti aka
Berry membuka aplikasi perekam dalam ponselnya, segera ia mendekatkan benda itu di balik lemari. Pak Kim dan Pak Jung duduk di sofa sambil berbincang mengenai pernikahan cucu mereka yang semakin dekat.“Tak lama lagi kita akan jadi besan pak,” ujar Pak Jung sambil tertawa pelan."Bagaimana? Apa kau sudah mengurus hal itu? Dia sebentar lagi akan keluar." tanya Pak Kim membuat Berry semakin penasaran dengan orang yang dimaksud Pak Kim."Kento sudah mengurusnya dengan baik, sebentar lagi Anda hanya duduk tenang menunggu cucu anda menggantikan." Pak Jung tersenyum miring, mereka berdua lalu keluar dari ruangan itu. Berry mengernyit lalu keluar dengan diam-diam.Dia kembali mendengarkan suara rekaman tadi dengan earphone, mengamati suara mereka berdua. Apa yang dimaksudnya? Siapa yang akan menggantikan Pak Kim? Seok Hoon?Apa dia akan dicalonkan untuk penggantian direktur nanti? Apa mereka sudah merencanakan ini sebelumnya?Berry kemudian mengirim file rekaman itu kepada Shino agar dia tah
Berry menggigit jarinya untuk menenangkan dirinya dari rasa berdebar yang sangat hebat. Saat ini, ia sedang menunggu pintu dibuka oleh Shino. Akar dari masalah ini mulai terlihat setelah ia nekat mengutak-atik laptop milik pacarnya, Jiho.Tak lama kemudian, pintu terbuka dan terlihat Adam dengan wajah dinginnya menyuruh Berry masuk ke dalam. Setelah Berry masuk, diliriknya keadaan luar memastikan tidak ada seorangpun yang melihat mereka."Berry, apa Jiho tahu hal ini?" tanya Shino memastikan."Sepertinya dia memang sedang memantau Jaekyung setiap harinya. Walaupun dia terlihat dingin dan tak peduli sekalipun, tetapi di laptopnya banyak video rekaman cctv aktivitas yang dilakukan Jaekyung." jelas Berry.Shino dan mengangguk bebarengan lalu mereka saling melirik satu sama lain. Sepertinya Berry akan dapat misi baru setelah ini. Mereka sudah tahu kinerja Berry yang cepat tanggap menangani masalah ini."Oke, sekarang aku memiliki misi baru untukmu. Singkirkan Jiho dan Jaekyung dari pikira
"Nanti siang aku akan menjemputmu, kita harus fitting pakaian pengantin kita. Aku mau semunu harus selesai dalam dua hari ini." ucap Seok Hoon dengan tegas. Terlihat dari ekspresinya, ia tampak datar. Setelah kejadian itu, membuatnya menjadi lebih dingin dari biasanya. Dia menjadi lebih serius ketika bersama Vivi. "Baiklah," balas Vivi, ia menahan senyumnya agar tidak muncul di hadapan Seok Hoon. Walaupun Seok Hoon berubah, ia tetap senang karena Seok Hoon berhasil melupakan wanita itu. Mulai dari sekarang, ia akan berusaha membuat Seok Hoon yang dingin ini menjadi tergila-gila padanya. Sesampainya di depan rumah Seok Hoon, pria itu meminta Vivi memberhentikan mobilnya disana. "Pulanglah. Terima kasih sudah mengantarku." Seok Hoon keluar dari mobil meninggalkan Vivi. Di dalam mobil, Vivi berteriak kegirangan. Ia tak dapat mendeskripsikan perasaan senangnya kini. Di rumah Vivi, tampak Pak Jung duduk di ruang tamu. Pria tua itu tersentak ketika melihat Vivi datang secara terburu-bur
Shino telah selesai mengobati luka Adam, ia menutup kotak obat tersebut dan meletakkannya di meja. Shino menghela napas menatap pria itu dengan tajam, ia menunggu Adam mulai berbicara. Pria itu tertunduk berusaha menghindari kontak mata dengan Shino."Jelaskan, bagaimana ini bisa terjadi! Apa kalian berantem satu sama lain?" tanya Shino dengan cepat.Adam diam seribu bahasa dan tidak mau menatap Shino sama sekali. Ia tetap masih menundukkan kepalanya."Angkat kepalamu dan jawab pertanyaanku! Apa kau bisu?!" Shino mulai menaikkan suaranya.Pria itu kemudian menghela napas pelan lalu menatap Shino dengan tenang. Ia melihat sebuah guratan jelas di leher Shino, sepertinya wanita itu sangat marah kali ini."Maafkan aku, soal tadi mal—""Aku tidak sedang membicarakan hal itu!" bentak Shino sambil berusaha mengontrol wajahnya agar tidak goyah dan salting mengingat tadi malam."Benar, aku adu jotos dengan Seok Hoon. Dia yang lebih dulu memukulku dan memnacingku dengan kata-katanya yang menusu
Saat ini, Adam dan Seok Hoon sedang berada di sebuah lapangan tembak. Seok Hoon mengajak Adam untuk adu keterampilan. Adam tampak malas mengikuti pria cerewet di depannya kini. Sesekali Adam menghela napas melihat tempat yang tak asing baginya.Sebuah tempat dimana ia pernah belajar untuk meraih cita-citanya dulu dengan menjadi seorang tentara."Mau apa kita kesini?" tanya Adam dengan lirih. Ia memicingkan matanya menatap Seok Hoon yang mulai memilih senapan yang digunakannya sebentar lagi.Seok Hoon tersenyum miring lalu melihat pria itu dengan wajah menantang, dia telah selesai memilih senapan. Dari wajahnya terlihat bahwa ia sangat percaya diri sekarang, ia tak tahu jika Adam ahli dalam pekerjaan ini."Kau tidak pernah kesini ya? Cobalah memilih senapan yang diletakkan di meja itu." titah Seok Hoon."Aku pulang saja. Malas sekali meladeni pria sepertimu." ujar Adam berniat kembali ke villa."Aku ingin pertandingan yang adil. Ini menyangkut diriku, kau, dan Shino. Jika pertandingan
"Kyung, sebentar lagi kau mau kuliah dimana? Apa kau akan mengejar Ivy League seperti Haru?" tanya Jay sambil menulis tugasnya yang belum terselesaikan di rumah kemarin.Jaekyung yang fokus bermain game di ponselnya, mengalihkan pandangannya ke arah Jay sekilas. Ia kemudian lanjut bermain game itu lagi."Entahlah, aku sendiri tidak tahu harus kemana. Aku hidup di dunia ini ditentukan oleh ayah dan kakekku. Takdirku pun mereka yang menentukan." jawab Jaekyung dengan nada bicara sendu.Jay terkekeh mendengar ucapan sahabatnya itu, "Takdirmu ditentukan oleh orang tuamu? Lucu sekali, memang kakekmu itu Tuhan?""Bukan begitu. Maksudku, semua urusanku sudah diatur oleh kakekku. Aku tinggal menurut saja dan melakukan apa yang diperintahkan dia." ujar Jaekyung, ibu jarinya terus menekan layar ponselnya dengan cepat."Lalu kau tidak akan kuliah nanti?""Aku kuliah, tetapi tidak tahu dimana. Mungkin, setelah ini aku akan bekerja di kantor kakekku." Jaekyung menghela napas kasar setelah melihat
Esok harinya...Matahari sudah menampakkan dirinya di langit yang luas ini, suara kicauan burung yang sangat merdu membangunkan wanita itu. Shino merasakan tubuhnya sangat lelah dan sakit semua. Kepalanya sangat pusing dan ia berusaha membuka matanya perlahan.Shino berkedip menatap langit-langit kamarnya, ia berusaha mengumpulkan kesadarannya lagi. Tatapannya tampak kosong, dia melamun sejenak. Rambutnya seperti singa dan kantung matanya terlihat tebal."Ah, aku ada di kamarku sendiri ternyata. Jam berapa aku sampai sini ya? Bagaimana si Seok Hoon itu kabarnya. Aku harus mengecek keadaannya." Shino berusaha bangun namun ia merasa kedinginan. Seperti tidak memakai pakaian."Mengapa dingin sekali." Ia melihat tubuhnya tak memakai sehelai benang apapun. Shino terkejut, matanya melotot berusaha bersikap tenang.Matan tertuju ke benda yang tampak melembung di dalam selimut, terlihat besar dan bergerak naik turun.Shino mengenyitkan kedua alisnya berusaha membuka selimut itu, perlahan ia m