"Apa sekarang aku bisa menjadi pacarmu?" tanya Berry dengan nafas yang tersengal-sengal akibat berlari. Jiho menatap wanita itu dengan terkejut, tangannya gemetar dan ia juga merasakan dirinya mulai merinding. Ada apa dengan wanita ini, apa dia benar-benar serius? "Di-dimana kau menemukan buku in--" "Ayo, kita makan. Tadi kau bilang lapar kan?" sela Berry sambil menarik tangan lurus cowok itu. Ia sesekali tersenyum manis kepada Jiho. Jiho menelan ludahnya dengan susah payah, apa yang harus dilakukannya sekarang. Padahal, dia hanya bercanda tadi. Ia tidak tahu jika akan benar terjadi seperti ini. Ini diluar dugaannya dan sangat aneh. Apa dia harus berlari diam-diam meninggalkan gadis itu, dia tidak akan dilaporkan ke polisi kan? Jiho melirik daerah sekitarnya sambil mencari celah untuk lari dari wanita yang tidak mau melepaskan genggamannya ini. "Kita makan ramen saja disini ya?" ajak Berry sambil mencari kursi yang kosong. Setelah matanya menangkap satu meja kosong, ia segera p
Berry menaikkan kacamatanya yang merosot dari hidungnya. Dengan kaki yang duduk di atas dan mulut yang terus mengunyah permen karet, ia menelusuri segala sosial media milik Jiho. Dan mencari tahu informasi rumahnya dan sebagainya. Sudah sejak pagi tadi ia pulang dari rumah Shino dan sampai sekarang belum mandi sama sekali, ia masih berkutat di depan komputernya. Mendalami semua soal Jiho. Mulai dari hobinya, pekerjaannya, dan kesibukan sehari-harinya. "Jay!" seru Berry sambil mengetikkan sesuatu di komputernya. Jay, adik kandung Berry yang masih berumur 18 tahun dan masih SMA. Dia adalah adik laki-laki Berry satu-satunya yang memiliki hobi mirip dengan Jiho. Berry memutar bola matanya malas, ia menarik napas dalam-dalam. "Jay!!! Apa kau tuli?!!" teriak Berry sekuat tenaga. Seorang laki-laki masuk dengan mata masih menyipit, dia tampak habis bangun tidur. Jay mengusap wajahnya dengan kasar. "Jangan teriak-teriak! Kau kira ini masih sore?! Ini sudah tengah malam, mata empat!" seru
Jay mematikan ponselnya dan kemudian ia masukkan ke dalam saku celananya. Dia menggerutu kesal setelah mendengar suara kakaknya tadi menelepon. Jaekyung menghampiri Jay dengan wajah bingung, ia penasaran dengan isi telepon tadi. Jaekyung menepuk pelan bahu sahabatnya itu, “Kenapa dengan wajahmu itu?” Jay menghembuskan napasnya kesal, “Kakakku bertingkah aneh, jarang sekali dia baik padaku.” Jaekyung tertawa pelan lalu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “Jadi kau merasa ini sangat aneh ketika kakakmu mulai memperhatikanmu? Dia sering menjahilimu ya?” “Dia menyebalkan dan suka memotong uang saku milikku. Aku jadi curiga padanya mau meminta bantuan apa lagi kali ini. Pasti dia ingin memanfaatkanku.” ucap Jay sambil berjalan keluar untuk pulang. “Aku iri pAdamu, kau punya kakak cewek yang baik hati. Kakakku si sok artis itu jarang memberiku uang.” ungkap Jaekyung sambil memutar bola mata malas. “Tapi sepatumu Air Jordan, kunyuk.” Jay menatap malas temannya itu. Jaekyung hanya meny
"Kakak, kau mau pergi?" tanya gadis kecil memakai baju berwarna putih dengan renda yang menghiasi di bagian lehernya itu.Seok Hoon tersenyum tipis sambil mengancingkan kemejanya, ia melirik Yui dari kaca yang sejak tadi mengekorinya memaksa untuk bermain bersamanya. Yui memegang boneka pandanya, matanya bergerak menatap kakaknya yang sejak tadi sibuk melakukan sesuatu."Iya, tapi Yui, jangan beritahu Papa dan Mama ya. Apalagi kakek, kalau Yui menurut pada kakak. Nanti akan kakak belikan boneka panda yang lebih besar dari itu." ujar Seok Hoon sambil mengancam dengan halus.Ia tidak mau orang tuanya sampai tahu bahwa dia berniat kabur menghabiskan waktu dengan Shino tanpa mengajak Vivi. Sebenarnya, ia tidak masalah dengan mamanya. Karena mamanya lebih mendukung dia dengan Shino daripada bersama dengan Vivi. Tetapi, ayahnya pasti berada di pihak kakeknya. Jika dia sampai tahu, maka habislah Seok Hoon dihukum kakeknya."Aku tidak mau boneka yang sama, aku ingin yang berbeda kali ini." ja
“Misterius? Apa maksudmu? Sepertinya dia masih kecil dulu tidak seperti itu.” tanya Shino dengan wajah kebingungan.“Iya, dia memiliki sisi yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun. Dia pendiam dan jarang memperlihatkan ekspreinya yang sebenarnya. Aku sebagai kakaknya pun jarang bicara dengannya karena tidak tahu harus membahas topik apa.” jawab Seok Hoon dengan panjang lebar.“Apa penyebabnya dia jadi seperti itu?”“Entahlah, dia tidak akur dengan kakek. Dia sering dimarahi dan jarang menyapa kakek. Aku tidak tahu gara-gara apa kakek jadi begitu. Dulu saat dia masih SMP, dia cucu yang paling disayang melebihi aku dan Jaekyung.""Jadi karena sebuah pertengkaran itu yang membuat hubungan Jiho dan Pak Kim mulai merenggang?" tanya Shino memastikan."Mungkin saja. Aku jarang ada di rumah, makanya aku selalu ketinggalan berita di rumah. Biasanya papaku yang memberitahuku jika ada masalah di rumah." Seok Hoon mengangkat bahunya dan kembali fokus menyetir.Shino tertegun sejenak sambil m
"Shino, kau boleh pilih kamar yang mana saja. Aku akan menunggumu selesai memilih." papar Seok Hoon sambil tersenyum manis ke arah Shino. Pria itu duduk di atas kopernya sambil meminum susu kotak di tangannya.Shino mengangkat kedua alisnya dan melihat keempat kamar tersebut, ia kemudian menunjuk kamar paling pojok di lantai dua. Ia ingin menikmati pemandangan diluar sana dari balkon kamarnya. Mata Seok Hoon dan Adam mengikuti arah hari telunjuk Shino, Seok Hoon tersenyum miring terlintas ide bagus di pikirannya."Kalau begitu aku akan pilih kamar di sebelah--" Belum selesai Seok Hoon menyelesaikan perkataannya, Adam sudah menyela dia dengan cepat."Sebelah kamarmu aku saja!" sahut Adam dengan cepat.Shino menoleh ke arah pria bermata biru itu, lalu mengangguk pelan."Aku yang akan menempati kamar tidur sebelah kamar Shino. Aku yang bayar ini, terserah aku." jawab Seok Hoon dengan lantang. Ia sedikit emosi karena kesempatannya untuk bisa bersebelahan dengan Shino, diambil cepat oleh r
Vivi menyalakan mobilnya dan menelepon Kento. Dia bertukar nomor telepon dengan Kento saat pertama kali berkunjung ke perusahaan Shino. Wajahnya serius kali ini. Dia harus segera menemui pria itu. Pria yang bolak-balik merusak mood nya."Halo, ada yang bisa saya bantu?" sahut Kento dari telepon."Hei, apa kau tahu Seok Hoon ada dimana?" tanya Vivi tidak sabar.Telepon hening sejenak, Kento sepertinya sedang mencerna pertanyaan yang dilontarkan Vivi."Saya tidak tahu, nona. Apa anda berkenan jika saya cari dia sekarang. Mungkin butuh beberapa waktu untuk mencarinya jika ia tidak kunjung ditemukan." tawar Kento dengan lembut."Baiklah, tunggu aku dulu. Aku akan ke rumahnya dulu, bertanya apakah dia ada disana. Jika tidak ada, maka aku akan menyuruhmu untuk mencarinya." ujar Vivi dengan tegas."Baik." sahut Kento dengan cepat. Telepon pun mati. Vivi mempercepat lajunya agar tidak semakin malam.Sesampainya di depan gerbang rumah Seok Hoon. Vivi membuka jendela mobilnya, satpam mengintip
"Apa?! Tumben sekali kau begitu. Pilih kasih! Aku dulu minta antar ke acara pameran sekolah malam-malam, kau menolak dengan mentah-mentah." gerutu Jay dengan kesal. Ia mengunyah ayam itu dengan gemas. Wajahnya menunjukkan kalau saat ini dia sangat iri dengan Jaekyung yang mulai 'disayang' kakaknya itu.Berry melirik Jay dengan malas, lalu ia tersenyum pada Jaekyung."Bagaimana? Kau tertarik? Daripada kau bersusah payah menunggu di halte sendirian di pagi yang sangat dingin, lebih baik menunggu di mobilku sambil tidur menyandar." ucap Berry dengan tutur kata yang sangat manis dan penuh iming-iming.Jaekyung melirik diam-diam ke arah Jay, lalu ia mengangguk dengan ragu. Sebenarnya ia sungkan pada Jay, tetapi harga persahabatan dia dengan Jay menurut Jaekyung sangatlah murah."Baiklah, aku mau." jawab Jaekyung dengan antusias.Berry tersenyum manis sambil mengunyah daging ayam tersebut dengan riang, akhirnya besok ia bisa masuk ke dalam rumah pacar barunya yang cueknya minta ampun dan ke