"Cepatlah bersiap, aku menunggumu di bawah. Jika kau terlalu lama, akan ku pastikan kau akan pergi dengan berjalan kaki sejauh 56 km. Aku tak peduli jika kakimu akan sebesar kaki gajah dan aku juga tak peduli jika sampai terjadi sesuatu pada dirimu di sana."Ucap Aksa dingin. Kedua tangannya bersembunyi dibalik saku celana hitamnya. Sorot matanya benar-benar membuktikan jika dirinya sama sekali tak memiliki rasa empati, bahkan dengan istrinya sendiri.
Wanita cantik semampai itu melirik sekilas suaminya dari pantulan cermin rias. Helaan nafas singkat terdengar begitu sesak, ia sungguh tak mampu berbuat apapun selain menuruti perkataan suaminya itu. Feshikha Dineschara Yuvati, wanita cantik berusia 20 tahun itu telah terikat janji suci bersama seorang CEO perusahaan ternama.
Banyak rumor mengatakan bahwa sifat pria berusia 21 tahun itu begitu dingin, kejam serta arrogant. Namun terlepas dari rumor tersebut, Aksareyd Adyatama Akhilendra Dwiken yang kerab dipanggil dengan nama Aksa menjadi incaran kaum hawa. Tubuh proposional, wajahnya yang tampan, serta sorot mata tajam begitu memikat wanita cantik diluar sana.
Tak sedikit pula wanita yang menggoda pria muda itu secara terang-terangan, tentu saja tak ada yang pernah berhasil memikat hati CEO muda itu, bahkan sering kali mendapat perlakuan kasar bentuk penolakan dari Aksa.
"Mengapa kau terus memandangi wajahmu dari pantulan cermin itu? Bahkan jika kau menatapnya selama 365 hari, wajahmu akan tetap sama. Sangat buruk"sinis Aksa.
Shikha menggeleng tak percaya atas perkataan suaminya barusan, ia lebih memilih acuh dan kembali memperbaiki riasan yang terlihat kurang pas di wajahnya.
"Kita akan pulang jam berapa malam ini?"tanya wanita muda itu seraya melirik suaminya dari cermin. Aksa nampak susah payah mengancingkan kemeja berwarna hitam itu, Shikha berdiri niat hati ingin membantu suaminya, Aksa justru mundur selangkah.
"Jangan sentuh aku, aku bisa melakukannya sendiri. Kau tak perlu repot-repot mencari simpati dariku dengan membantuku mengancingkan kemeja ini."ketus Aksa Dan setelahnya beranjak pergi dari kamar Shikha. Ya tentu saja, mereka selama ini tidak tidur dalam satu kamar ini semua atas kemauan dan perjanjian mereka sebelum melangsungkan akad.
Wanita yang tengah berjalan menuruni anak tangga, terlihat begitu anggun. Dress berwarna gold itu membalut tubuh proposionalnya serta tatanan rambutnya semakin menambah kesan mewah pada penampilannya malam ini.
"Bisa 'kah kau mempercepat langkahmu?! Sejarahnya Tuan Aksa tak pernah terlambat dalam menghadiri acara penting apapun. Apa kau sengaja ingin membuatku terlambat, huh? Kau sengaja ingin--"ucapan Aksa terhenti ketika melihat wanita itu menenteng heel's nya dan berlari masuk ke dalam mobil hitam milik Aksa. Aksa mengerang kesal dan ikut memasuki mobilnya.
"Dasar wanita kurang ajar, apa ini hasil didikan Tuan Zandra kepadamu?"Tanya Aksa dengan ketus.
Shikha melirik sekilas suaminya sebelum kembali menatap ke depan.
"Jangan tanya bagaimana cara Ayah ku mendidikku, tanya saja pada dirimu. Hal apa saja yang telah kau terima dari didikan orangtuamu itu."Ucap wanita itu datar.
CEO muda itu mengerang kesal, ia meremat setir mobilnya. Jika saat ini dirinya tak menghadiri acara itu, maka dapat dipastikan pria itu akan menghukum istrinya atas perkataan kurang ajar dari Shikha.
Aksa dan Shikha baru saja turun dari mobil mewah berwarna hitam milik Aksa. Aksa memeluk erat pinggang wanita muda yang telah menjadi istrinya itu dengan posesif. Mereka saling melempar senyuman kearah para awak media yang datang, guna meliput acara pertemuan para CEO yang sukses berjaya diusia muda termasuk dirinya malam ini.
"Hai, Tuan muda Aksareyd Adyatama Akhilendra Dwiken, sudah lama kita tak saling bertemu. Bagaimana dengan kabarmu saat ini?"Tanya pria berkemeja putih yang terlihat sangat ramah, berbanding terbalik dengan wajah suaminya yang tampak seperti orang yang sedang menahan buang air besar.
"Kabar baik Tuan Dion, lalu bagaimana dengan kabarmu? Aku dengar kau baru saja melangsungkan pertunanganmu dengan Xelia, maaf atas ketidakhadiranku waktu itu."
"Tak apa, aku telah diberitahu oleh sekertarismu, bahwa di hari aku bertunangan kau sedang dalam rapat penting dengan klienmu."kata rekan bicara suaminya itu.
'Kau harusnya tau, Tuan. Dirinya tak menghadiri acara pertunanganmu dikarenakan pria arrogant ini tengah menyiksaku di rumah.'Batin Shikha mengerang sinis. Rasanya ia ingin sekali mencabik-cabik wajah tampan nan dingin itu, bagaimana bisa pria itu begitu tenang telah membohongi sekertaris bahkan rekan bisnisnya sendiri.
"Ah iya, sedari tadi aku sibuk mengajakmu berbincang sampai aku lupa kau tengah membawa bidadari yang berada di sampingmu sekarang."katanya tak enak hati karena merasa mengacuhkan istri rekan bisnisnya itu.
'Apakah mata Tuan Dion sedang bermasalah? Bagaimana bisa wajah wanita gila ini seperti bidadari, jelas sangat terlihat dari sudut pandang mana pun wajahnya lebih pantas seperti iblis. Iblis licik dan sok lugu ini.'decih Aksa seraya melirik sekilas wajah istrinya yang tengah tersenyum ramah.
"Ah, terimakasih atas sanjunganmu, tapi Tuan Dion jika kau terus memuji istriku, dirinya akan terbang tinggi dan lupa akan suaminya ini."kekeh Aksa dengan terpaksa, terlihat jelas dimata Shikha pria bodoh ini sungguh tengah menghinanya dihadapan rekan bisnisnya sendiri.
Bagaimana mungkin seorang Aksareyd, CEO yang terkenal dengan sifat dinginnya mempunyai selera humor yang rendah, tentu tak lain dan tak bukan ia tengah merendahkan istrinya dengan cara mensajungnya tinggi-tinggi.
"Haha, kau begitu lucu Tuan muda Aksa. Sulit untuk dibayangkan, sekarang aku telah berdiri dihadapan seorang CEO yang terkenal dingin, kini telah menggandeng pinggang seorang wanita muda yang cantik rupawan dengan posesif."Dion melirik tangan Aksa yang berada di pinggang ramping Shikha.
'Asal Tuan tau, pria yang telah menjadi Suamiku ini sekarang tengah mencari pencitraan dihadapan para rekan bisnisnya dan tujuan utamanya adalah agar dirinya dianggap sebagai suami ideal, penyayang serta lemah lembut kepada istrinya. Tak tau saja jika sifat dan kelakuannya sekarang berbeda jauh jika berada di rumah.
Pria kasar, arrogant serta dingin ini tak segan-segan melukai fisikku, bahkan juga mentalku. Sungguh ia begitu manipulatif, Tuan Dion.'Batin Shikha mengeluh atas tindakan suaminya selama ini.
"Oh tentu saja, Tuan Dion. Aku begitu mencintainya, bahkan aku sampai rela membangun rumah seperti istana sebagai bentuk rasa cintaku pada dirinya."Aksa menarik pinggang istrinya agar lebih dekat dengan dirinya.
'Iya tentu saja, Tuan muda Aksareyd. Kau memang telah membangunkan rumah berbentuk istana, tapi rasanya aku seperti tinggal dineraka yang dengan pintarnya kau bungkus layaknya surga.'Batin Shikha meringis.
Tuan Dion yang mendengar pernyataan dari Aksa merasa tersanjung dengan perlakuan pria muda itu untuk membuktikan rasa cinta kepada istrinya.
"Mmm, Tuan Dion. Sepertinya ada sesuatu yang menusuk dibagian punggungku, aku akan membawa istriku untuk memeriksa apa yang telah menusukku."Tuan Dion menggangguk menyetujui permintaan Aksa untuk pergi dari hadapannya.
"Pergilah, Tuan muda Aksa. Aku akan berkeliling mencari keberadaan Tuan Felix."Aksa mengangguk, kemudian melangkah pergi dengan mencengkram lengan mungil istrinya.
CEO dingin itu melangkah begitu cepat, hingga Shikha terlihat susah payah untuk menyeimbangkan langkah kaki suaminya itu, setelah cukup jauh dari ruangan utama, kini Aksa telah berhenti ditoilet pria, ia menyentak kasar lengan istrinya, hingga membuat wanita muda itu tersungkur dan kepalanya telah membentur ujung wastafel.
Shikha meringis saat merasakan perih dan sakit dikepalanya, ia menatap tajam sosok pria kasar dihadapannya itu.
"Apa kau sudah tidak waras? Jika kau berniat membunuhku, maka lakukan saja sekarang. Kenapa kau sering kali menyusahkanku seperti ini?!"teriak Shikha penuh rasa emosi. Rahang tegas milik Aksa mengetat, buku-buku jemarinya memutih ketika pria itu mengepalkan tangannya penuh emosi.
"Kau--"
"Kau...ternyata kau mulai berani berteriak kepadaku, huh?"Aksa mengangkat jemari telunjuknya tepat berada di depan wajah Shikha. Shikha tersenyum sinis, melirik kearah lain hingga kembali menatap wajah suaminya yang telah memerah dipenuhi rasa emosi. "Apa kau pikir selama ini aku diam menuruti segala perkataanmu dan menerima segala perlakuan kasarmu itu tanda bahwa aku lemah, Tuan muda Aksareyd?"Nafas wanita itu begitu memburu, sungguh malam ini dirinya telah kehilangan kesabaran dan jangan salahkan jika dirinya malam ini akan mengatakan semua perasaan kesalnya yang dengan susah payah ia tahan selama ini dengan kasar kepada Aksa. CEO arrogant itu tertawa, terdengar begitu mengerikan bagi Shikha, Shikha berusaha tetap tenang ketika Aksa berjalan semakin mendekati dirinya. Perasaan merinding menjalar disekujur tubuh wanita itu, ketika tangan hangat milik suaminya telah bergerak, membelai lembut surai anak rambut milik Shikha yang tergerai bebas. Aksa me
"Mungkin...mungkin saja aku akan melakukan hal itu. Tapi, sesuatu yang perlu kau ketahui Tuan muda Aksareyd, aku bukanlah seperti mantan kekasihmu. Yang ketika patah hatinya, juga mematahkan seluruh impiannya dan lebih memilih mengakhiri hidupnya."Damn! Aksa dibuat bungkam oleh perkataan wanita muda itu, yang benar adanya. Shikha tertawa renyah, saat melihat wajah dingin pria itu berubah memucat. Merasa telah dihina, Aksa menampar pipi mulus Shikha, hingga membuat wanita muda itu kembali tersungkur akibat kerasnya tamparan Aksa. "Itu adalah bentuk cinta dirinya kepadaku."Kata Aksa geram, pria tampan itu begitu amat sangat marah sekarang. Jangan salahkan jika dirinya kelepasan, dan semakin menyakiti Shikha. Wanita itu kembali bangkit, menatap rendah Aksa. "Itu pembodohan namanya, wanita itu sungguh amat sangat bodoh karena telah menaruh perasaan pada seorang pria dingin, kasar serta arrogant seperti dirimu ini, Aksa! Bahkan kau sama sekali tak mempunya
Perhiasaan langit berbentuk bulir putih bening jatuh kebumi begitu derasnya. Seperti hari biasa dimana hujan turun, burung-burung berkicau tak menampakkan diri atau hanya sekedar bersiul di pagi menyambut datangnya hari.Aksa yang tertidur di sofa terbangun, ketika mendengar suara langit bergemuruh disertai kilat yang menyambar pohon di sebrang jalan. Untung saja ketika kejadian itu terjadi, tak ada seorang pun yang keluar dari rumah.Ia menggeliat guna meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku karena tertidur disofa semalaman, ini semua karena ulah bodohnya sendiri. Ia yang telah memerintahkan Shikha untuk melucuti pakaiannya agar ketika Maminya datang, pikirnya telah memergoki mereka sedang melakukan aktifitas layaknya pasangan suami istri pada umumnya, memang ide Aksa berhasil. Namun di sisi lain ia juga merasa sial, harusnya ia ingat jika ia memiliki istri yang sangat mudah tertidur dimanapun ia berada dan dalam situasi apapun yang sedang terjadi.Aksa
Aksa telah mengambil satu kursi untuk didudukinya, ia menatap lapar hidangan yang tersaji di atas meja, sungguh dari aroma hingga bentuknya sangat menggoda dirinya. Namun ia tak mau berharap lebih pada masakan Shikha, yang Aksa tau selama ini bahwa Shikha tak pernah memasak untuk dirinya. Ini sepenuhnya kesalahan Aksa, dirinya tidak ingin Shikha berada di dapur apalagi memasak. Alasannya karena takut wanita tak waras itu menghancurkan rumahnya, bagaimana jika sewaktu memasak ia ketiduran dan lupa mematikan kompor? Oh tidak-tidak, Aksa tidak ingin membayangkan itu terjadi. "Sajikan untukku."Shikha menuruti keinginan Aksa, ia mulai menyajikan makanan untuk pertama kalinya selama ia menikah dengan Aksa. Aksa menyipitkan matanya, meneliti piring yang berada dihadapannya. Lalu beralih menatap Shikha penuh curiga. "Kau tak memberikan racun pada makanan ini, bukan?"pertanyaan Aksa sontak membuat mata wanita itu membola, ia terbartuk untuk menghilangkan rasa gugupnya
"Darimana saja kau ini? Aku telah lelah mencarimu sedari tadi, apakah kau sengaja membuatku susah, huh?"Shikha mencecar wanita itu dengan banyak pertanyaan, wanita itu gelagapan, ia bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu. Clay menggiring Shikha untuk duduk dipantry, menyuruhnya untuk mengatur nafas sebelum kembali mencecarnya lagi."Katakan padaku, darimana saja kau ini?"tanya Shikha kembali setelah dirinya lebih tenang."Aku hanya pergi ke dapur sebentar untuk membuat secangkir kopi arabica, agar aku tidak lagi mengantuk dan agar suamimu tercinta itu tidak mengamuk padaku karena kinerjaku mulai menurun sekarang."jawab Clay, ia mulai menyeruput kopi yang masih panas itu dengan perlahan. Clay adalah sahabat Shikha sedari kecil, mereka sama-sama hidup di panti asuhan, Clay belum mengetahui jika pria yang dinikahi sahabatnya sendiri telah berlaku kasar selama ini."Aku ingin meminta bantuanmu."kata Shikha penuh keyakinan."Katakan, apa yang h
"Ada sesuatu yang ingin ku katakan padamu,"Shikha mengernyit dahi, menunggu kalimat selanjutnya. "Aku ingin kau berpura-pura menjadi adik perempuanku, di depan para klien asal Turkey besok,"sontak perkataan itu menuai kecaman dari Shikha, apa maksud pria bodoh ini? Ia kan istrinya, mengapa harus berpura-pura menjadi adik perempuannya? "Apa maksudmu? Kau menyuruhku untuk berpura-pura? Bahkan, menjadi adik perempuanmu!? Apa kau sudah tidak waras?"Tanya Shikha dengan nada yang sedikit meninggi. Aksa menampilkan wajah dinginnya, ia bergerak semakin mendekati Shikha. "Aku masih waras, tidak sepertimu bahkan seperti ayahmu itu. Ck ck! Kasihan sekali,"katanya dengan wajah pura-pura prihatin. Jika dirinya dihina oleh Aksa itu tidaklah mengapa, namun jika Aksa berani menghina ayahnya. Sungguh, jangan salahkan Shikha jika ia lepas kendali dan bisa saja melukai Aksa. "Kau!! Aku hanya diam selama ini, ketika kau terus menghinaku, namun kali ini aku
Ia masih terus berusaha melepaskan diri dengan sisa tenaganya dari tubuh Aksa yang mengunci tubuhnya. Namun, semakin Shikha mencoba akan sia-sia pula usahanya. "Semakin kau mencobanya, maka semakin sia-sia pula usahamu."kata Aksa, ia kembali mengusap wajah Shikha dengan sensual, membuat Shikha bergerak gelisah karena mendapat sentuhan jemari Aksa. "Jangan sentuh aku, Tuan Aksa!"pekik Shikha terus memberontak dalam kungkungan Aksa, sapuan jemari Aksa pada leher jenjangnya semakin menjadi-jadi. Teriakan wanita itu sama sekali tak didengar Aksa, menurutnya itu hanyalah sebuah perintah untuk terus menyentuh seluruh tubuh Shikha. "Mengapa aku tak boleh menyentuhmu seperti ini? Aku ini suami sah-Mu secara agama maupun negara,"kata Aksa, kenyataan itu benar adanya, meskipun Shikha berusaha keras membantahnya. "Bagian ini,"Aksa menyentuh kening Shikha. "Adalah milikku seorang,"katanya senang. "Bagian ini pula,"jemari telunjuk Aksa bergerak men
Carlos, pria berusia 23 tahun itu merupakan anak yatim piatu yang tinggal satu panti asuhan dengan Shikha, istrinya. Kedekatan mereka bermula, ketika Carlos yang tengah duduk sendiri di bangku taman dalam kondisi menangis, Shikha yang waktu itu telah selesai membuat cake coklat bersama ibu panti pun ikut duduk di samping Carlos. Shikha memberikan cake itu pada Carlos, anak perempuan yang sangat cantik, mata bulat hazel, hidungnya yang begitu mancung, serta pipinya yang bulat seperti kue bakpao itu terasa begitu menggemaskan dimata Carlos. Ia mulai menaruh hati pada Shikha, hingga usia mereka telah beranjak remaja, rasa yang muncul dari lubuk hati Carlos semakin membuncah, getaran serta sengatan yang berbeda saat Carlos berada di samping Shikha, semakin menggebu-gebu.Puncaknya, ketika usia Shikha genap 20 tahun. Carlos pikir itu usia yang tepat untuk melamar Shikha, waktu itu ia mengirim pesan pada Shikha untuk menemui dirinya di taman, taman yang dahulu menjadi tempat Shikha
Sejak kepulangan Tuan Leo, Shikha masih terdiam dan bungkam setelah mengetahui banyak rahasia yang tersimpan begitu rapi tentang suaminya. Dari kecil hingga beranjak dewasa, semua telah di ceritakan secara detail oleh Leo yang tak lain adalah sahabat kecil Aksa. "Shikha, papi ingin menanyakan sesuatu kepadamu?" Suara Ganendra berhasil membuyarkan lamunan Shikha yang tengah duduk di kursi kebesaran milik suaminya. Wanita itu membenarkan posisi duduknya, kemudian tersenyum menyambut kedatangan Ganendra di ruangan itu. "Tentu saja papi, Shikha akan menjawabnya." Ucap Shikha. Pria paruh baya itu menarik kursi yang berada di hadapan Shikha, jadi kini mertua dengan menantu duduk dengan posisi berhadapan. "Papi mengecek CCTV beberapa jam yang lalu, melihat bahwa gadis itu datang disaat tuan Achilleo datang. Apa yang gadis itu katakan kepadamu?" Tanya Ganendra, wajah pria itu begitu khas dengan rahang yang bersih dari rambut-rambut halus, mata tajam, hingga bentuk wajah yang nyaris sempu
"Bagaimana jika kesepakatan ini kita bicarakan sembari makan siang?" Tawar pria itu pada Shikha, Shikha mengangguk Samar. Ia tak yakin akan sefokus itu jika membicarakan hal penting di luar ruangannya terlebih di luar kantor, ia rasa itu bukanlah hal yang tepat. Melihat raut wajah Shikha yang menampilkan raut wajah bimbang, Leo yang peka akan hal itu kemudian menawarkan untuk rapat dengan memesan ruangan VVIP yang berada di restaurant yang akan mereka tuju. Akhirnya setelah beberapa saat merundingkan hal tersebut, Shikha menyetujuinya. Leo menyetir mobil untuk Shikha, alasannya agar Shikha merasa nyaman jika tidak banyak yang ikut dengan mereka. "Terimakasih," ucap Shikha saat Leo menjamunya dengan segelas orange juice yang telah disiapkan waiters itu. "Mengapa tuan sangat tertarik dengan project ini? Masih banyak project-project perusahaan lain, yang masih jauh lebih menguntungkan daripada project ini yang bersifat sosial." Tanya Shikha seraya membuka laptop bergambar apel itu, n
"Aish, lihatlah bagaimana gadis itu berhasil membuatku telat untuk menghadiri pertemuan klien dari Italy pagi ini." Shikha berjalan tergesa-gesa seraya merutuki tindakan gadis itu tadi pagi, sebenarnya dirinya juga salah. Harusnya dirinya tak meladeni omong kosong gadis payah itu pagi-pagi, namun karena sikap bar-bar gadis itu yang menggedor brutal pintu kamarnya dirinya mau tak mau menghadapi segala resiko yang akan terjadi. "Nona, Tuan Achilleo telah tiba setengah jam yang lalu, beliau terus bertanya kapan Nona tiba di kantor untuk menemuinya. Tadinya Saya ingin menghubungi Nona, namun Nona telah tiba di kantor, apakah telah terjadi sesuatu kepada, Nona?" Seorang wanita langsung mencecar dirinya dengan seribu pertanyaan saat dirinya baru saja tiba di dalam ruang kerjanya. Shikha menggeleng, "Tidak, Saya baik-baik saja." "Oh, ya, terimakasih telah memberitahuku. Tolong persiapkan ruang meeting dan segera menghubungi Tuan Ganendra, Saya akan mengurus persiapan lainnya." perintah Sh
Setelah berpikir panjang, Shikha merasa bahwa idenya itu begitu kejam. Namun setelah ia mengingat-ingat kembali bagaimana wanita itu menghancurkan rumah tangga mertuanya, ia kini semakin yakin bahwa idenya itu pantas diterapkan oleh kedua wanita jalang itu. Shikha baru saja keluar dari kamar mandi sebelum bersiap-siap tidur, namun ia dikagetkan dengan suara benda yang baru saja mengenai kaca jendela kamarnya, namun tak sampai membuat kaca jendela itu pecah. Dengan rasa penasaran, wanita itu membuka jendelanya dan menemukan batu yang berukuran kepalan tangannya. Ada hal yang mengganjal dari batu itu, batu itu terbungkus oleh secarik kertas, mungkin ini berisi pesan sesuatu. Ia menunduk untuk meraih batu yang terselimuti kertas, kemudian membukanya perlahan. Shikha meremat kertas itu, kemudian membuangnya ke tempat sampah. Setelahnya ia kembali masuk ke kamar untuk bersiap-siap tidur, siapa yang mengirim surat ancaman itu. Itu begitu tidak efesien, harusnya jika ingin mengancamnya set
"Papi akan menjelaskan tentang segalanya kepadamu." Kata Ganendra setelah ia mengambil posisi duduk di hadapan Shikha. Menantu perempuannya itu masih terlihat begitu kesal dengan menampilkan raut wajah ditekuk layaknya kertas origami, bagaimana tak kesal? Dirinya dihina dan dituduh sebagai wanita perebut suami orang?! Ah, yang benar saja, batin Shikha kesal. "Tolong jelaskan, Pi." pinta Shikha sedikit tak sabar karena pria tua itu hanya diam setelah beberapa saat lalu mengatakan akan memberitahu tentang segalanya kepada dirinya. Ganendra menghela nafas gusar, ia dilanda rasa cemas yang kian membelenggu sekarang. Rahasia yang selama ini disembunyikan keluarganya dan juga Aksa kini harus ia katakan kepada istri dari putra tunggalnya itu, mau tak mau ia harus segera mengatakan ini kepada Shikha. "Dia adalah adik Aksa_Suamimu, Nak." Damn! Bak tersambar petir, Shikha tertegun dengan mata yang membola dengan sempurna atas pernyataan tentang kenyataan siapa wanita itu sebenarnya, dilai
Ganendra kini tengah menjadi pusat perhatian karena mengamit jemari mungil milik seorang wanita. Langkahnya mantap, hingga membuat banyak pasang mata kagum akan kharisma pria berumur itu.Tak ada senyum yang tercetak dari bibir ranum pria itu, melainkan terganti dengan kerutan di dahi yang disebabkan oleh faktor usia atau mungkin memang pria itu kini tengah memiliki sebuah masalah.Mereka kini telah masuk ke ruangan private milik Ganendra."Saya akan mengadakan pertemuan dengan rekan bisnis Saya sebentar lagi, dan untuk itu Saya minta anda jangan keluar dari ruangan ini sebelum Saya datang." Peringat Ganendra seraya melonggarkan dasinya.Wanita itu mengangguk. "Bagaimana jika aku kehausan?" tanyanya sedikit ragu.Ganendra membuang pandangan ke arah lain, kemudian ia berdecih pelan namun mungkin masih terdengar oleh wanita itu. "Saya akan mengirim seseorang untuk menemani anda di sini, katakan saja apa yang anda inginkan. Dia akan menuruti perintah anda." jawab Ganendra, garis rahang p
Waktu telah menunjukkan pukul empat sore, sudah saatnya ia bersiap untuk pulang ke rumah. Rasanya sendi pada tulangnya telah kaku akibat terlalu lama duduk menatap layar laptop seharian.Shikha berdiri untuk menyusun kembali proposal yang telah berantakan di meja kerjanya, setelah selesai ia menekan telepon kantor untuk menghubungi Brema agar segera datang menemuinya.Tak butuh waktu lama untuk menunggu, pria itu datang dengan membawa satu paper bag berukuran sedang yang telah di minta oleh Shikha.Shikha menerima paper bag itu dengan wajah sumringah. "Kerja bagus, Brema." puji Shikha dengan satu tepukan di bahu kiri Brema. Brema mengangguk penuh rasa hormat."Apakah Nona telah selesai?"Tanya Brema.Shikha mengangguk. "Sudah, aku ingin segera tiba di rumah, ingin cepat-cepat berendam untuk menghilangkan rasa penat pada tubuhku." keluh Shikha dengan wajah sedikit muram. "Baik, Nona. Mari!" seru Brema, mempersilahkan Shikha untuk jalan di depannya.Shikha kini telah duduk di mobil deng
Suara langkah kaki seseorang yang sedang menuruni anak tangga berhasil mencuri perhatian para asisten rumah tangga yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk Nona muda. Wanita dengan sorot mata yang dulu begitu hangat dan penuh keramahan, kini telah sirna berganti dengan sorot mata yang begitu dingin. Wanita itu telah rapih dengan setelan dress formal namun tetap casual, serta jas berwarna putih yang begitu familiar telah tersampir di kedua bahu Shikha. Pertanyaan muncul begitu saja dalam pikiran mereka. Mengapa Nona muda mereka pergi sepagi ini? Jangan lupa dengan penampilannya yang begitu formal dari biasanya. Shikha menarik satu kursi dan duduk dengan meletakkan kedua tangannya di atas meja. Para asisten langsung melayani wanita itu dengan cekatan, sungguh mereka tak ingin merusak suasana hati Nona muda nya pagi ini. Ditatap Nona nya seperti itu membuat jantung asistennya seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat, apakah kali ini ia lupa beberapa soal tentang apa saja ya
Langkahnya tertatih menaiki anak tangga menuju kamarnya di sebelah Timur yang terletak tak jauh dari kamar Aksa. Pikirnya terlintas pada kejadian kemarin, bagaimana bisa pria seperti Aksa bisa seceroboh itu? Brema telah menceritakan semua kejadian yang terjadi pada boss nya itu, dimulai ketika Aksa sedang berada di cafe Andromeda, saat itu ia telah membuat janji bertemu seorang sahabatnya yang telah lama tinggal di Finlandia. Namun, sewaktu Aksa sedang menunggu dengan menyesap secangkir kopi arabica yang telah ia pesan sebelumnya.Selang beberapa saat, sebuah tepukan singkat berhasil mengalihkan intens Aksa. Ia menoleh untuk melihat siapa orang yang berani mengganggu waktu bersantainya. Carlos, pria itu berdiri tepat di belakang Aksa dengan seulas senyum remeh khas pria berusia 23 tahun itu.Aksa mendengus kesal, pria ini sungguh tak pernah membiarkan dirinya tenang barang sedetikpun. Cengiran khas pria itu sungguh membuat Aksa jengah, bukannya terlihat tampan pria itu justru mirip s