"Bagaimana jika kesepakatan ini kita bicarakan sembari makan siang?" Tawar pria itu pada Shikha, Shikha mengangguk Samar. Ia tak yakin akan sefokus itu jika membicarakan hal penting di luar ruangannya terlebih di luar kantor, ia rasa itu bukanlah hal yang tepat. Melihat raut wajah Shikha yang menampilkan raut wajah bimbang, Leo yang peka akan hal itu kemudian menawarkan untuk rapat dengan memesan ruangan VVIP yang berada di restaurant yang akan mereka tuju. Akhirnya setelah beberapa saat merundingkan hal tersebut, Shikha menyetujuinya. Leo menyetir mobil untuk Shikha, alasannya agar Shikha merasa nyaman jika tidak banyak yang ikut dengan mereka. "Terimakasih," ucap Shikha saat Leo menjamunya dengan segelas orange juice yang telah disiapkan waiters itu. "Mengapa tuan sangat tertarik dengan project ini? Masih banyak project-project perusahaan lain, yang masih jauh lebih menguntungkan daripada project ini yang bersifat sosial." Tanya Shikha seraya membuka laptop bergambar apel itu, n
Sejak kepulangan Tuan Leo, Shikha masih terdiam dan bungkam setelah mengetahui banyak rahasia yang tersimpan begitu rapi tentang suaminya. Dari kecil hingga beranjak dewasa, semua telah di ceritakan secara detail oleh Leo yang tak lain adalah sahabat kecil Aksa. "Shikha, papi ingin menanyakan sesuatu kepadamu?" Suara Ganendra berhasil membuyarkan lamunan Shikha yang tengah duduk di kursi kebesaran milik suaminya. Wanita itu membenarkan posisi duduknya, kemudian tersenyum menyambut kedatangan Ganendra di ruangan itu. "Tentu saja papi, Shikha akan menjawabnya." Ucap Shikha. Pria paruh baya itu menarik kursi yang berada di hadapan Shikha, jadi kini mertua dengan menantu duduk dengan posisi berhadapan. "Papi mengecek CCTV beberapa jam yang lalu, melihat bahwa gadis itu datang disaat tuan Achilleo datang. Apa yang gadis itu katakan kepadamu?" Tanya Ganendra, wajah pria itu begitu khas dengan rahang yang bersih dari rambut-rambut halus, mata tajam, hingga bentuk wajah yang nyaris sempu
"Cepatlah bersiap, aku menunggumu di bawah. Jika kau terlalu lama, akan ku pastikan kau akan pergi dengan berjalan kaki sejauh 56 km. Aku tak peduli jika kakimu akan sebesar kaki gajah dan aku juga tak peduli jika sampai terjadi sesuatu pada dirimu di sana."Ucap Aksa dingin. Kedua tangannya bersembunyi dibalik saku celana hitamnya. Sorot matanya benar-benar membuktikan jika dirinya sama sekali tak memiliki rasa empati, bahkan dengan istrinya sendiri. Wanita cantik semampai itu melirik sekilas suaminya dari pantulan cermin rias. Helaan nafas singkat terdengar begitu sesak, ia sungguh tak mampu berbuat apapun selain menuruti perkataan suaminya itu. Feshikha Dineschara Yuvati, wanita cantik berusia 20 tahun itu telah terikat janji suci bersama seorang CEO perusahaan ternama. Banyak rumor mengatakan bahwa sifat pria berusia 21 tahun itu begitu dingin, kejam serta arrogant. Namun terlepas dari rumor tersebut, Aksareyd Adyatama Akhilendra Dwiken yang kerab dipanggil
"Kau...ternyata kau mulai berani berteriak kepadaku, huh?"Aksa mengangkat jemari telunjuknya tepat berada di depan wajah Shikha. Shikha tersenyum sinis, melirik kearah lain hingga kembali menatap wajah suaminya yang telah memerah dipenuhi rasa emosi. "Apa kau pikir selama ini aku diam menuruti segala perkataanmu dan menerima segala perlakuan kasarmu itu tanda bahwa aku lemah, Tuan muda Aksareyd?"Nafas wanita itu begitu memburu, sungguh malam ini dirinya telah kehilangan kesabaran dan jangan salahkan jika dirinya malam ini akan mengatakan semua perasaan kesalnya yang dengan susah payah ia tahan selama ini dengan kasar kepada Aksa. CEO arrogant itu tertawa, terdengar begitu mengerikan bagi Shikha, Shikha berusaha tetap tenang ketika Aksa berjalan semakin mendekati dirinya. Perasaan merinding menjalar disekujur tubuh wanita itu, ketika tangan hangat milik suaminya telah bergerak, membelai lembut surai anak rambut milik Shikha yang tergerai bebas. Aksa me
"Mungkin...mungkin saja aku akan melakukan hal itu. Tapi, sesuatu yang perlu kau ketahui Tuan muda Aksareyd, aku bukanlah seperti mantan kekasihmu. Yang ketika patah hatinya, juga mematahkan seluruh impiannya dan lebih memilih mengakhiri hidupnya."Damn! Aksa dibuat bungkam oleh perkataan wanita muda itu, yang benar adanya. Shikha tertawa renyah, saat melihat wajah dingin pria itu berubah memucat. Merasa telah dihina, Aksa menampar pipi mulus Shikha, hingga membuat wanita muda itu kembali tersungkur akibat kerasnya tamparan Aksa. "Itu adalah bentuk cinta dirinya kepadaku."Kata Aksa geram, pria tampan itu begitu amat sangat marah sekarang. Jangan salahkan jika dirinya kelepasan, dan semakin menyakiti Shikha. Wanita itu kembali bangkit, menatap rendah Aksa. "Itu pembodohan namanya, wanita itu sungguh amat sangat bodoh karena telah menaruh perasaan pada seorang pria dingin, kasar serta arrogant seperti dirimu ini, Aksa! Bahkan kau sama sekali tak mempunya
Perhiasaan langit berbentuk bulir putih bening jatuh kebumi begitu derasnya. Seperti hari biasa dimana hujan turun, burung-burung berkicau tak menampakkan diri atau hanya sekedar bersiul di pagi menyambut datangnya hari.Aksa yang tertidur di sofa terbangun, ketika mendengar suara langit bergemuruh disertai kilat yang menyambar pohon di sebrang jalan. Untung saja ketika kejadian itu terjadi, tak ada seorang pun yang keluar dari rumah.Ia menggeliat guna meregangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku karena tertidur disofa semalaman, ini semua karena ulah bodohnya sendiri. Ia yang telah memerintahkan Shikha untuk melucuti pakaiannya agar ketika Maminya datang, pikirnya telah memergoki mereka sedang melakukan aktifitas layaknya pasangan suami istri pada umumnya, memang ide Aksa berhasil. Namun di sisi lain ia juga merasa sial, harusnya ia ingat jika ia memiliki istri yang sangat mudah tertidur dimanapun ia berada dan dalam situasi apapun yang sedang terjadi.Aksa
Aksa telah mengambil satu kursi untuk didudukinya, ia menatap lapar hidangan yang tersaji di atas meja, sungguh dari aroma hingga bentuknya sangat menggoda dirinya. Namun ia tak mau berharap lebih pada masakan Shikha, yang Aksa tau selama ini bahwa Shikha tak pernah memasak untuk dirinya. Ini sepenuhnya kesalahan Aksa, dirinya tidak ingin Shikha berada di dapur apalagi memasak. Alasannya karena takut wanita tak waras itu menghancurkan rumahnya, bagaimana jika sewaktu memasak ia ketiduran dan lupa mematikan kompor? Oh tidak-tidak, Aksa tidak ingin membayangkan itu terjadi. "Sajikan untukku."Shikha menuruti keinginan Aksa, ia mulai menyajikan makanan untuk pertama kalinya selama ia menikah dengan Aksa. Aksa menyipitkan matanya, meneliti piring yang berada dihadapannya. Lalu beralih menatap Shikha penuh curiga. "Kau tak memberikan racun pada makanan ini, bukan?"pertanyaan Aksa sontak membuat mata wanita itu membola, ia terbartuk untuk menghilangkan rasa gugupnya
"Darimana saja kau ini? Aku telah lelah mencarimu sedari tadi, apakah kau sengaja membuatku susah, huh?"Shikha mencecar wanita itu dengan banyak pertanyaan, wanita itu gelagapan, ia bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu. Clay menggiring Shikha untuk duduk dipantry, menyuruhnya untuk mengatur nafas sebelum kembali mencecarnya lagi."Katakan padaku, darimana saja kau ini?"tanya Shikha kembali setelah dirinya lebih tenang."Aku hanya pergi ke dapur sebentar untuk membuat secangkir kopi arabica, agar aku tidak lagi mengantuk dan agar suamimu tercinta itu tidak mengamuk padaku karena kinerjaku mulai menurun sekarang."jawab Clay, ia mulai menyeruput kopi yang masih panas itu dengan perlahan. Clay adalah sahabat Shikha sedari kecil, mereka sama-sama hidup di panti asuhan, Clay belum mengetahui jika pria yang dinikahi sahabatnya sendiri telah berlaku kasar selama ini."Aku ingin meminta bantuanmu."kata Shikha penuh keyakinan."Katakan, apa yang h
Sejak kepulangan Tuan Leo, Shikha masih terdiam dan bungkam setelah mengetahui banyak rahasia yang tersimpan begitu rapi tentang suaminya. Dari kecil hingga beranjak dewasa, semua telah di ceritakan secara detail oleh Leo yang tak lain adalah sahabat kecil Aksa. "Shikha, papi ingin menanyakan sesuatu kepadamu?" Suara Ganendra berhasil membuyarkan lamunan Shikha yang tengah duduk di kursi kebesaran milik suaminya. Wanita itu membenarkan posisi duduknya, kemudian tersenyum menyambut kedatangan Ganendra di ruangan itu. "Tentu saja papi, Shikha akan menjawabnya." Ucap Shikha. Pria paruh baya itu menarik kursi yang berada di hadapan Shikha, jadi kini mertua dengan menantu duduk dengan posisi berhadapan. "Papi mengecek CCTV beberapa jam yang lalu, melihat bahwa gadis itu datang disaat tuan Achilleo datang. Apa yang gadis itu katakan kepadamu?" Tanya Ganendra, wajah pria itu begitu khas dengan rahang yang bersih dari rambut-rambut halus, mata tajam, hingga bentuk wajah yang nyaris sempu
"Bagaimana jika kesepakatan ini kita bicarakan sembari makan siang?" Tawar pria itu pada Shikha, Shikha mengangguk Samar. Ia tak yakin akan sefokus itu jika membicarakan hal penting di luar ruangannya terlebih di luar kantor, ia rasa itu bukanlah hal yang tepat. Melihat raut wajah Shikha yang menampilkan raut wajah bimbang, Leo yang peka akan hal itu kemudian menawarkan untuk rapat dengan memesan ruangan VVIP yang berada di restaurant yang akan mereka tuju. Akhirnya setelah beberapa saat merundingkan hal tersebut, Shikha menyetujuinya. Leo menyetir mobil untuk Shikha, alasannya agar Shikha merasa nyaman jika tidak banyak yang ikut dengan mereka. "Terimakasih," ucap Shikha saat Leo menjamunya dengan segelas orange juice yang telah disiapkan waiters itu. "Mengapa tuan sangat tertarik dengan project ini? Masih banyak project-project perusahaan lain, yang masih jauh lebih menguntungkan daripada project ini yang bersifat sosial." Tanya Shikha seraya membuka laptop bergambar apel itu, n
"Aish, lihatlah bagaimana gadis itu berhasil membuatku telat untuk menghadiri pertemuan klien dari Italy pagi ini." Shikha berjalan tergesa-gesa seraya merutuki tindakan gadis itu tadi pagi, sebenarnya dirinya juga salah. Harusnya dirinya tak meladeni omong kosong gadis payah itu pagi-pagi, namun karena sikap bar-bar gadis itu yang menggedor brutal pintu kamarnya dirinya mau tak mau menghadapi segala resiko yang akan terjadi. "Nona, Tuan Achilleo telah tiba setengah jam yang lalu, beliau terus bertanya kapan Nona tiba di kantor untuk menemuinya. Tadinya Saya ingin menghubungi Nona, namun Nona telah tiba di kantor, apakah telah terjadi sesuatu kepada, Nona?" Seorang wanita langsung mencecar dirinya dengan seribu pertanyaan saat dirinya baru saja tiba di dalam ruang kerjanya. Shikha menggeleng, "Tidak, Saya baik-baik saja." "Oh, ya, terimakasih telah memberitahuku. Tolong persiapkan ruang meeting dan segera menghubungi Tuan Ganendra, Saya akan mengurus persiapan lainnya." perintah Sh
Setelah berpikir panjang, Shikha merasa bahwa idenya itu begitu kejam. Namun setelah ia mengingat-ingat kembali bagaimana wanita itu menghancurkan rumah tangga mertuanya, ia kini semakin yakin bahwa idenya itu pantas diterapkan oleh kedua wanita jalang itu. Shikha baru saja keluar dari kamar mandi sebelum bersiap-siap tidur, namun ia dikagetkan dengan suara benda yang baru saja mengenai kaca jendela kamarnya, namun tak sampai membuat kaca jendela itu pecah. Dengan rasa penasaran, wanita itu membuka jendelanya dan menemukan batu yang berukuran kepalan tangannya. Ada hal yang mengganjal dari batu itu, batu itu terbungkus oleh secarik kertas, mungkin ini berisi pesan sesuatu. Ia menunduk untuk meraih batu yang terselimuti kertas, kemudian membukanya perlahan. Shikha meremat kertas itu, kemudian membuangnya ke tempat sampah. Setelahnya ia kembali masuk ke kamar untuk bersiap-siap tidur, siapa yang mengirim surat ancaman itu. Itu begitu tidak efesien, harusnya jika ingin mengancamnya set
"Papi akan menjelaskan tentang segalanya kepadamu." Kata Ganendra setelah ia mengambil posisi duduk di hadapan Shikha. Menantu perempuannya itu masih terlihat begitu kesal dengan menampilkan raut wajah ditekuk layaknya kertas origami, bagaimana tak kesal? Dirinya dihina dan dituduh sebagai wanita perebut suami orang?! Ah, yang benar saja, batin Shikha kesal. "Tolong jelaskan, Pi." pinta Shikha sedikit tak sabar karena pria tua itu hanya diam setelah beberapa saat lalu mengatakan akan memberitahu tentang segalanya kepada dirinya. Ganendra menghela nafas gusar, ia dilanda rasa cemas yang kian membelenggu sekarang. Rahasia yang selama ini disembunyikan keluarganya dan juga Aksa kini harus ia katakan kepada istri dari putra tunggalnya itu, mau tak mau ia harus segera mengatakan ini kepada Shikha. "Dia adalah adik Aksa_Suamimu, Nak." Damn! Bak tersambar petir, Shikha tertegun dengan mata yang membola dengan sempurna atas pernyataan tentang kenyataan siapa wanita itu sebenarnya, dilai
Ganendra kini tengah menjadi pusat perhatian karena mengamit jemari mungil milik seorang wanita. Langkahnya mantap, hingga membuat banyak pasang mata kagum akan kharisma pria berumur itu.Tak ada senyum yang tercetak dari bibir ranum pria itu, melainkan terganti dengan kerutan di dahi yang disebabkan oleh faktor usia atau mungkin memang pria itu kini tengah memiliki sebuah masalah.Mereka kini telah masuk ke ruangan private milik Ganendra."Saya akan mengadakan pertemuan dengan rekan bisnis Saya sebentar lagi, dan untuk itu Saya minta anda jangan keluar dari ruangan ini sebelum Saya datang." Peringat Ganendra seraya melonggarkan dasinya.Wanita itu mengangguk. "Bagaimana jika aku kehausan?" tanyanya sedikit ragu.Ganendra membuang pandangan ke arah lain, kemudian ia berdecih pelan namun mungkin masih terdengar oleh wanita itu. "Saya akan mengirim seseorang untuk menemani anda di sini, katakan saja apa yang anda inginkan. Dia akan menuruti perintah anda." jawab Ganendra, garis rahang p
Waktu telah menunjukkan pukul empat sore, sudah saatnya ia bersiap untuk pulang ke rumah. Rasanya sendi pada tulangnya telah kaku akibat terlalu lama duduk menatap layar laptop seharian.Shikha berdiri untuk menyusun kembali proposal yang telah berantakan di meja kerjanya, setelah selesai ia menekan telepon kantor untuk menghubungi Brema agar segera datang menemuinya.Tak butuh waktu lama untuk menunggu, pria itu datang dengan membawa satu paper bag berukuran sedang yang telah di minta oleh Shikha.Shikha menerima paper bag itu dengan wajah sumringah. "Kerja bagus, Brema." puji Shikha dengan satu tepukan di bahu kiri Brema. Brema mengangguk penuh rasa hormat."Apakah Nona telah selesai?"Tanya Brema.Shikha mengangguk. "Sudah, aku ingin segera tiba di rumah, ingin cepat-cepat berendam untuk menghilangkan rasa penat pada tubuhku." keluh Shikha dengan wajah sedikit muram. "Baik, Nona. Mari!" seru Brema, mempersilahkan Shikha untuk jalan di depannya.Shikha kini telah duduk di mobil deng
Suara langkah kaki seseorang yang sedang menuruni anak tangga berhasil mencuri perhatian para asisten rumah tangga yang tengah sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk Nona muda. Wanita dengan sorot mata yang dulu begitu hangat dan penuh keramahan, kini telah sirna berganti dengan sorot mata yang begitu dingin. Wanita itu telah rapih dengan setelan dress formal namun tetap casual, serta jas berwarna putih yang begitu familiar telah tersampir di kedua bahu Shikha. Pertanyaan muncul begitu saja dalam pikiran mereka. Mengapa Nona muda mereka pergi sepagi ini? Jangan lupa dengan penampilannya yang begitu formal dari biasanya. Shikha menarik satu kursi dan duduk dengan meletakkan kedua tangannya di atas meja. Para asisten langsung melayani wanita itu dengan cekatan, sungguh mereka tak ingin merusak suasana hati Nona muda nya pagi ini. Ditatap Nona nya seperti itu membuat jantung asistennya seakan berhenti berdetak untuk beberapa saat, apakah kali ini ia lupa beberapa soal tentang apa saja ya
Langkahnya tertatih menaiki anak tangga menuju kamarnya di sebelah Timur yang terletak tak jauh dari kamar Aksa. Pikirnya terlintas pada kejadian kemarin, bagaimana bisa pria seperti Aksa bisa seceroboh itu? Brema telah menceritakan semua kejadian yang terjadi pada boss nya itu, dimulai ketika Aksa sedang berada di cafe Andromeda, saat itu ia telah membuat janji bertemu seorang sahabatnya yang telah lama tinggal di Finlandia. Namun, sewaktu Aksa sedang menunggu dengan menyesap secangkir kopi arabica yang telah ia pesan sebelumnya.Selang beberapa saat, sebuah tepukan singkat berhasil mengalihkan intens Aksa. Ia menoleh untuk melihat siapa orang yang berani mengganggu waktu bersantainya. Carlos, pria itu berdiri tepat di belakang Aksa dengan seulas senyum remeh khas pria berusia 23 tahun itu.Aksa mendengus kesal, pria ini sungguh tak pernah membiarkan dirinya tenang barang sedetikpun. Cengiran khas pria itu sungguh membuat Aksa jengah, bukannya terlihat tampan pria itu justru mirip s