Lian mendesah. Tubuhnya sudah tidak bisa ia kontrol lagi dan bergerak-gerak tak tentu. Terutama saat bibir Saga menyasar leher jenjangnya, menghisap dan menggigit kecil-kecil. Beralih ke cupingnya, menggoda dengan lidahnya dan Lian semakin mendongak, memberikan seluruh akses untuk Saga jelajahi."Aku tidak suka dengan lelaki itu," lirih Saga dengan suara seraknya yang didominasi oleh gairah membara.Lian mendengar, tapi ia tidak merespon dengan kata-kata. Ia hanya semakin mengeratkan genggaman jemarinya di antara helaian rambut Saga yang ikal."Aku tidak suka caranya menatapmu."Lian tahu. Kejadian semalam tidak hanya soal istrinya diperlukan tidak sopan dengan lelaki lain, tapi juga soal egonya sebagai lelaki. Saga sedang cemburu buta dan Lian yang menyebabkan itu terjadi. Andai ia tidak memberikan peluang pada Fahri, semua tidak akan terjadi. Maka, ia masih diam. Ia terus mendesah nikmat saat bibir Saga semakin turun di dagunya, lalu ke klavikulanya yang indah, berlama-lama di sana
Dua jam sebelum mereka bercinta dengan panas, Lian mandi dan tidak menemukan jika dirinya mens. Mengapa hal itu datang tiba-tiba? Bahkan itu adalah saat-saat emas, Lian tanpa usaha sekalipun, Saga akan segera memasukkan benihnya ke rahimnya. Zigot itu akan terbentuk dan jadi bayi tanpa harus Lian berusaha keras merayu dan meluncurkan misi-misinya.Lian berbaring miring dan di memejamkan matanya. Ia lemas sekali. Moodnya meluncur bebas dari ketinggian. Mimpinya akan terwujud, tapi mengapa alam semesta seolah tidak merestuinya?Tercium bau segar dari tubuh Saga dan pasti ia sudah menuntaskannya sendiri serta sudah mandi. Ah! Lian semakin sedih dan miris. Begini sekali nasibnya.Lelaki itu menyusupkan tangannya di antara tangan dan perut Lian, memeluknya dari belakang. Mencium bahu Lian yang sudah dibalut piyama kembali."It's okay, ini tetap malam yang luar biasa." Saga tahu, Lian pasti kesal karena ia mendapatkan period-nya tiba-tiba, di saat hampir klimaks pula."Mas ... " panggilnya
Dua hari ini, Lian meminta Hana memadatkan jadwalnya dari pagi sampai malam. Mulai dari pemotretan, meeting dengan brand, menghadiri fashion show butik baru seorang desainer, sampai menghadiri acara ulang tahun seorang artis satu managemennya.Ia seolah tidak pernah merasa lelah meski jadwalnya diluar nalar. Bagaimanapun juga, di rumah dengan Kulu cukup menyenangkan, tapi kebiasaannya untuk pergi bekerja belum bisa ia pangkas dari pola hidupnya. Namun, Kulu cukup mengasah skill-nya bermonolog akhir-akhir ini.Dua hari ini juga, Saga jadi intens mengirimkan chat mengingatkan makan, istirahat, minum vitamin dan banyak hal. Lelaki itu juga telepon saat kerjaannya senggang. Padahal biasanya cuek saja. Yang tidak habis pikir, dua malam ini, Saga mengajak Lian untuk sleep call. Sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya. Tidur ya tidur saja. Rindu bisa dilampiaskan saat pulang. Namun, agaknya Saga begitu karena kejadian beberapa hari lalu. Ia jauh lebih protektif dan kadar phsycal t
Lian dan Saga sampai di rumah sakit hampir tepat saat mobil ambulan yang ditumpangi Sofi dan Ine datang.Lian dan Saga buru-buru turun menghampiri Ine yang sedang di turunkan brankarnya. Ine tampak kesakitan dan memegangi perutnya yang besar itu. Sementara Sofi sepertinya belum berhenti menangis sejak tadi. Lian pun langsung meneluk Sofi dan mengusap punggungnya, mencoba menenangkan. Mereka mengikuti brankar Ine dan masuk ke UGD untuk mengecek tanda vital."Ine, sabar ya. Kamu pasti kuat. Sebentar lagi jagoan kecilmu lahir." Lian beralih ke samping Ine dan mengusap pelan lengan sahabatnya itu.Suasana begitu riyuh. Para suster juga berlalu lalang ke sana kemari. Di sebelah juga ada pasien kecelakaan, pasien nenek-nenek tantrum dan pasien lain yang urgent. UGD memang tempat tersibuk. Membuat kepanikan semua orang bertambah parah."Aaa ... Sakit!" Ine menggeram sambil mencengkeram pinggiran brankar itu. Matanya terpejam kuat dan meneteskan air mata. Semua berusaha menenangkan Ine."Rio
"Untungnya Saga tidak jadi ikut masuk ke ruang bersalin. Anak kamu bisa krisis identitas, karena first impressionnya Saga, bukan Rio." Lian mengupaskan jeruk untuk Ine yang masih berbaring di ranjang. Kini Ine sudah masuk ke ruang perawatan dan sudah istirahat. Bayinya juga sudah diserahkan kepada orang tuanya untuk skin to skin. Sekarang giliran Rio yang melakukannya di sofa ruangan rawat VIP yang luas ini. "Iya juga, untung aku segera sadar yang aku pegang tangannya bukan Rio. Tapi, aku jadi merasa bersalah tangan Saga jadi terluka begitu." Ine mengubah ekspresi wajahnya menjadi merasa bersalah.Lian terkekeh, "Itu hanya cakaran kecil. Tidak masalah. Dan sepertinya harus ada SOP, nail art tidak boleh untuk ibu yang mau melahirkan."Lian melirik sekilas, melihat Saga hanya duduk disebelah Rio dan bermain ponsel. Seperti tidak tertarik dengan apa yang sedang Rio lakukan bersama bayinya.Ine tergelak mendengar ucapak Lian. "Benar juga. A
"Aduh yang mau di jemput suami. Touch up dulu supaya cetar ya kan?" Hana sudah berdiri di ambang pintu toilet dengan kedua tangan terlipat di dada.Lian melirik managernya itu melalui pantulan di kaca, tidak bereaksi apa-apa karena kini ia sedang memoleskan lipstiknya ke bibir. "Saga sudah di depan itu. Pantas saja sejak tadi kamu mengingatkan aku terus soal rescedule jadwal sore ini, ternyata mau kencan.""No! Ini bukan kencan.""Oh ya? Aku tidak percaya."Lian membalik badannya setelah memasukkan lipstik itu ke dalam tasnya. Ia menatap Hana juga tidak percaya."Terserah, tapi harusnya kamu berterima kasih padaku karena itu artinya, kamu bisa pulang lebih awal kan? Syukur-syukur, kamu pakai waktunya untuk kencan atau menjajaki para lelaki dan pilih satu yang membuatmu cocok, lalu menikah."Hana terlihat memutar bola matanya, jengah. "Andai semudah itu, aku sudah melakukannya dari dulu, Lian.""Sebenarnya meman
Dengan wajah datarnya, Lian membuka pintu mobil Saga dan keluar dari sana. Ia berjalan menjauh dari mobil itu.Sementara Saga, harus menyesali sikapnya yang membuat Lian jadi seperti ini. Harusnya ia bicara baik-baik dan tidak memaksa Lian keluar dari rumah itu. Atau minimal, Saga menurut saja dulu untuk berkonsultasi dengan seorang psikolog pernikahan kenalan Lian itu. Lagipula tidak ada yang harus ia takutkan. Ia tidak memiliki trauma apapun, apalagi soal anak kecil. Segini teririskah egonya, sampai harus kembali membuar Lian marah?Kini ia menghela napas kasar dan menyugar rambutnya untuk kesekian kali. Ia keluar dari mobilnya dan mengejar Lian yang sudah sampai pinggir jalan."Lian ... " panggil Saga dengan pelan.Ia tidak mau menjadi tontonan orang-orang karena bertengkar dengan seorang perempuan di pinggir jalan begini. Namun, belum sampai ia ke tempat Lian, istrinya itu sudah menyetop taksi dan masuk. Saga mendengus. Ia berlari kembali ke mobilnya dan mengejar taksi tersebut. S
Ada banyak hal yang terjadi di kehidupan Lian, terutama selama proses menggapai mimpinya menjadi model. Tentu tidak semua hal terasa menyenangkan. Ada hal diluar kendalinya yang tidak mampu ia kontrol. Kesedihan, kekecewaan, penantian, perlakuan orang terhadapnya dan banyak hal lagi. Lian mencoba memahami itu sebagai bagian dari proses sakitnya hingga ia bisa menjadi seperti sekarang. Kecuali satu hal ini; pria hidung belang.Di industri model, banyak sekali pria-pria dengan berbagai macam tipe. Apalagi, model kebanyakan adalah perempuan dan di sanalah sarang lelaki bejat dan hidung belang meloloskan ego dan nafsunya secara terang-terangan ataupun terselubung. Hampir setiap hari, Lian melihat para model diperlakukan kurang menyenangkan oleh pria-pria yang mengaku berpengaruh besar terhadap kemajuan karir mereka. Fakta soal diajak check in di hotel, dijadikan sugar baby atau rela menjadi istri kedua, tentu saja adalah makanan sehari-hari di telinga Lian. Tidak satu dua juga