"Aku... Aku memang ke resto bersama Tuan Ernest, tapi aku menerima tawarannya karena kemarin Tuan Ernest telah membuatku tidak bisa mendaftar ke Universitas yang aku inginkan. Dan sebagai gantinya, dia memintaku untuk bekerja padanya di Gail Group." Rosalia sengaja berbicara bohong agar Oliver dan Edward tidak menaruh curiga bahwa ia dan Ernest memiliki hubungan. Meski nyatanya hal itu tidak benar, ia memang pernah menghabiskan satu malam bersama Ernest. "Paman memintamu untuk bekerja di Gail Group?" Edward dan Oliver saling bertukar pandang, Gail bersaudara ini bahkan mengeryit keheranan. Setahu mereka... Biasanya Ernest hanya akan memperkerjakan orang-orang yang memiliki kredibilitas tinggi. Minimal orang tersebut sudah menyelesaikan pendidikannya hingga Perguruan Tinggi, dan ip terendah yang diterima Ernest tidak kurang dari 3,5. Tidak hanya itu, calon karyawan Gail Group juga diharuskan telah memiliki pengalaman pada bidang yang akan mereka lamar di Gail Group. "Hanya lulusan S
Beberapa saat kemudian, usai berbicara dengan Rosalia. Oliver meminta bantuan Anton untuk mengantar Rosalia ke mobilnya, sedangkan ia sendiri terpaksa tinggal karena ditahan oleh Edward. "Kamu berubah, Oliver!" sindir Edward, di saat ia melihat Oliver tengah memperhatikan punggung Rosalia yang bergerak menjauh. Oliver berdecak pelan lalu diam-diam melirik Edward, "Kamu juga berubah, Ed." Tukasnya sembari tersenyum. "Dan jika tebakanku benar, sepertinya kamu sudah tahu, kan kalau dia bukanlah Rose yang kita kenal?"Edward hanya terkekeh mendengar ucapan Saudaranya itu, "Ah... Menyebalkan!" dengusnya, "Padahal tadinya aku ingin menyembunyikan hal ini darimu," lanjutnya lagi. Dengan kedua telapak tangan ia selipkan ke kantong celana, Edward berdiri dengan angkuhnya. Ia melakukan hal itu untuk menyindir gaya Oliver yang sering kali terlihat seperti Ernest. "Kamu tidak akan bisa bersaing dengan Paman, Oliver!" cetusnya demi sekedar mengingatkan Oliver. Oliver tersenyum dan menganggukkan
"Eng, Tuan Ernest...""Panggil aku Ernest!" sela Ernest cepat sambil memicingkan matanya pada Rosalia, dan di detik berikutnya ia menggelengkan kepalanya. "Mengapa, Rosalia?""Apa?" tidak mengerti dengan maksud ucapan Ernest, Rosalia menatap Ernest dengan kening berkernyit. "Apa aku ini pria brengsek di matamu?" ucap Ernest lirih. "Hah?! Ma-maaf, aku tidak mengerti.""Tatapan matamu, di restoran tadi tatapan matamu padaku seakan aku ini adalah seorang bajingan." Ernest menghela nafas sesaat lalu tersenyum getir. Di saat yang sama, tatapan matanya perlahan-lahan meredup, ia juga melepaskan Rosalia dari kungkungannya dan bahkan membalikkan tubuhnya untuk membelakangi Rosalia. Ada rasa sakit yang tiba-tiba hadir mengisi relung hatinya tatkala ia mengingat bagaimana Rosalia menatapnya siang ini di resto setelah Rosalia mendengar ucapan dari wanita gila yang datang mengganggu kencannya. Padahal baru kali ini ia benar-benar sangat tertarik pada seorang wanita, namun ia tidak mengerti meng
Sore hari, di saat keadaan mansion sepi... Rosalia meninggalkan kamarnya dengan hanya mengenakan pakaian santai. Saat menuju ke area kolam renang, ia berpapasan dengan Anne, wanita paruh baya itu menunduk hormat padanya. Dan tanpa mengatakan apapun pergi begitu saja dengan raut wajah suram. Rosalia mengernyit melihat tingkah Anne itu sembari bertanya-tanya dalam hati, apakah sebelumnya ia pernah menyinggung Anne tanpa sadar? Karena tingkah Anne sama sekali tidak bersahabat seperti biasanya. Sebelum Anne menjauh, demi mengobati rasa penasarannya, ia lalu memanggil Anne. "Tunggu, Anne!" teriaknya sembari memutar tubuhnya kemudian mengejar Anne. Anne menghentikan langkahnya, tanpa mengurangi rasa hormatnya terhadap Rosalia... Ia pun memutar tubuhnya menghadap Rosalia dan kembali menundukkan kepalanya. "Ada apa, Nona Rose?" tanyanya datar. Rosalia semakin mengerutkan keningnya, "Emm... Anne. Maaf, apakah aku telah melakukan sesuatu yang sudah membuatmu merasa tersinggung?"Anne terse
Bill terbahak keras, "Sudah kuduga, ternyata otakmu itu masih bekerja dengan baik!" ujarnya. Ernest hanya mendengus, ia memajukan tubuhnya ke depan lalu dengan cepat merebut botol whisky dari tangan Sahabatnya itu. Curr!! Untuk ke sekian kalinya ia memenuhi gelasnya dengan whisky. Setelah itu ia menempatkan botol whisky di samping gelas miliknya kemudian meraih gelas tersebut untuk menenggak isinya. Glekk!! Glekk!! Hanya dua teguk yang membasahi kerongkongannya, namun Ernest merasa tubuhnya sudah mulai terbakar oleh hawa panas. Di saat ia meletakkan gelas kembali ke atas meja, ia pun melirik dua botol whisky yang kini telah kosong. "Hmmm... Apakah aku yang telah menghabiskan isi dari kedua botol ini?" celetuknya. "Kamu pikir siapa lagi?!" sungut Bill sembari mencibir sebal. "Oh? Tapi mengapa aku belum juga mabuk?" rutuk Ernest, ia mengangkat tangannya untuk memijat pelipisnya. Bill yang memperhatikan hal itu lagi-lagi menggelengkan kepalanya. "Bung, kamu sudah terlalu mabuk!"
Di dalam remang-remang cahaya room, tampak Ernest sedang bersandar pada sofa. Separuh kancing kemejanya telah terbuka, sementara gelas kosong bekas whisky masih berada di genggaman tangannya. Melihat keadaan Bosnya itu, Ben berpaling pada Bill yang tengah menunduk sambil memijat pelipisnya. "Mengapa Kakak membiarkannya kembali seperti dulu?!" geramnya. Bill tertawa sinis mendengar ocehan Adiknya itu, "Harusnya kamu menanyakan ini pada wanita yang telah kamu bawa ke sini," gumamnya. Ia menurunkan tangannya, mengangkat wajahnya lalu melemparkan pandangannya pada Rosalia. Tidak mengerti apa yang terjadi, Rosalia justru mengerutkan keningnya di saat ia menerima tatapan tajam Bill juga ujaran sinis yang terlontar dari mulut pria itu. Jika dinilai dari usianya, seharusnya usia Bill saat ini tak jauh berbeda dengan Ernest. Dan dari ucapan Bill, ia menebak kalau Bill kemungkinan adalah Sahabat dekat Ernest. "Jadi Ernest memperkerjakan Adik Sahabatnya sebagai Asistennya?" diam-diam ia meli
"Hei, Rosalia. Aku..." Ernest mencoba meraih lengan Rosalia yang beranjak cepat dari atas pangkuannya. Sayangnya ia gagal, ia bahkan hanya bisa termangu menatap Rosalia yang melangkah tergesa-gesa ke arah pintu room. Brakk!! Suara pintu room yang ditutup dengan keras, membuat Ernest terlonjak dari sofa. "Ah, sial!" rutuknya, "Dia pasti marah lagi padaku." Ia memijat keningnya yang terasa berputar dikarenakan sedikit mabuk. Ya, ia baru saja berbohong pada Rosalia dengan mengatakan bahwa 4 botol whisky sama sekali tidak berpengaruh padanya. Nyatanya, itu cukup untuk membuat pandangannya berputar. Gara-gara hal ini juga ia tidak bisa beranjak dari sofa untuk mengejar Rosalia. "Alkohol sialan!" umpat Ernest, ketika ia merasakan kepalanya semakin pusing. Berselang 5 menit, dari arah pintu room... Pintu tiba-tiba terbuka. Bill masuk sendiri sambil menatap Ernest dengan wajah bingung. "Kamu bajingan, bung!" cetusnya gemas. Bagaimana ia tidak menyebut Ernest sebagai bajingan? Dua jam yan
"Nona Rose?"Empat kepala menengadah ke atas menatap Rosalia, di sisi lain... Rosalia dengan amat sangat terpaksa menegakkan tubuhnya sambil tersenyum kikuk. 'Bagus sekali, Edward Gail!' umpatnya dalam hati. "Hahaha... Aku ketahuan!" Rosalia menatap satu persatu keempat pria yang kini sedang memperhatikan dirinya. Tapi... 'Apa ini? Mengapa mata mereka tertuju pada...' Ia menurunkan pandangannya, melihat ke arah pakaian yang ia kenakan. Menyadari apa yang sedang diperhatikan oleh Oliver, Edward, Ernest, dan... Sahabat Ernest yang charming tapi belum ia ketahui namanya, ia sontak berteriak dan berlari masuk ke dalam kamar. Reaksi Rosalia itu mengundang senyum dari ketiga pria yang tengah menatapnya, terkecuali Ernest. Netranya yang berwarna hazel justru berkilat marah. Ia cemburu... Ia cemburu pada kedua Keponakannya dan juga Bill yang telah melihat Rosalia dalam piyama tidurnya. Sebenarnya pakaian Rosalia sangat sederhana, hanya dalaman tali satu dengan celana pendek dan piyama panj