Pukul 9 siang di penjara khusus Kota L, seorang wanita cantik berkaca mata hitam, melenggang dengan gemulai menemui beberapa sipir yang tengah duduk di depan meja panjang. Sambil membungkukkan tubuhnya dengan gerakan menggoda, wanita itu kemudian menumpukan kedua sikunya ke atas meja. Menyapa salah seorang sipir yang tak berkedip melihat ke arahnya. "Aku ingin bertemu dengan Julius," ucapnya, sembari menggerakkan jemarinya yang lentik di atas meja. Membuat beberapa gambar acak yang tidak terlihat. "Julius? Sang terpidana mati?" tanya sang Sipir, ia lalu mengerutkan keningnya. Bingung mengapa ada orang yang mau menjenguk Julius, padahal sepengetahuannya semua keluarga Julius telah diusir keluar dari Kota L. "Terpidana mati?" sesaat wanita itu tampak sangat terkejut, namun ia dengan cepat mengendalikan dirinya dan kembali mengubah mimik wajahnya. "Maksud anda, Julius...""Yang semua anggota keluarganya telah diusir dari kota ini karena terlalu serakah. Tapi... Anda siapa, Nona?" san
Dua hari kemudian, saat ini kesibukan tampak di dalam ruang rawat inap Ernest. Setelah pemeriksaan total selama 2 hari, akhirnya hari ini Ernest diperbolehkan pulang oleh Erick Marson yang juga akan segera kembali ke negaranya. "Terima kasih atas bantuannya, Dokter Marson." Ucap Tuan Gail tua sambil menjabat tangan Erick setelah Erick menyatakan bahwa putra bungsunya sudah diperbolehkan pulang. "Sama-sama Tuan Besar, aku juga berterima kasih pada anda karena sudah mengundangku untuk datang ke Kota L. Jadi aku bisa sedikit bernostalgia dengan Carly," balas Erick. Ia, tersenyum ramah pada Tuan Gail tua. Kemudian berpelukan dengan Carlisle setelah Tuan Gail tua melepaskan tangannya. "Aku baru mengerti mengapa hari ini kamu bersikeras untuk membawa tas pakaianmu," sindir Carlisle. Erick menanggapi ucapan Sahabatnya itu dengan terkekeh pelan, ia bahkan menepuk punggung Carlisle. "Aku akan merindukanmu, Bung." Ujarnya. "Aku juga." Carlisle balas menepuk punggung Erick. Tak jauh dari
"Ernest?" Rosalia menyentuh lengan suaminya untuk menyadarkan Ernest. Ernest yang merasakan sentuhan itu, sontak tergugu dan langsung menurunkan pandangannya pada Rosalia yang tengah berdiri di sampingnya. Ketika netranya bertemu dengan netra istri mungilnya itu, Ernest melihat Rosalia menggelengkan kepala padanya. Namun ia hanya menanggapinya dengan tersenyum canggung. Semua karena kehadiran Isabelle yang sama sekali tidak ia duga, cinta pertamanya yang sangat membekas di dalam hatinya. "Baby, bagaimana jika kamu pulang dulu dengan Ben dan Anne?" pintanya. Kata-katanya itu ditanggapi oleh Rosalia dengan mendelikkan matanya, "Jangan lakukan ini, Ernest! Kumohon!"Sesaat Ernest menghela nafas setelah mendengar permintaan istrinya itu, dan meski ia sangat mencintai Rosalia-- Tapi Isabelle... Lalu, sambil mengangkat tangannya, ia pun mengusap lembut pipi sang istri dan terpaksa berkata. "Maaf, Baby. Aku perlu berbicara berdua dengannya, dan kuharap kamu bisa mengerti dengan keputus
"Brengsek!! Aku tahu kalau Paman gila, tapi aku tidak tahu kalau dia lebih memilih Isabelle daripada Rosi." Dengus Edward sambil melangkahkan kakinya memasuki area kolam renang. Terus melangkah hingga ia tiba di hadapan Rosalia. "Hei!" tegurnya pada wanita cantik itu. Teguran itu berhasil membuat Rosalia mengangkat wajahnya dan menatapnya dengan tatapan sayu. "Mengapa tidak menghubungiku?!" protesnya seiring ia menurunkan tubuhnya lalu berjongkok di hadapan Rosalia. Melabuhkan tatapannya yang sayu ke netra Rosalia yang sedang memerah. "Bukankah sudah kukatakan aku akan selalu ada untukmu?"Di hadapan Edward, Rosalia tersenyum getir lalu menggeleng pelan. "Ini bukan masalah besar, Ed. Lagipula Ernest telah berjanji padaku bahwa dia akan pulang. Mungkin dia hanya butuh sedikit waktu agar bisa menyelesaikan masalahnya dengan Isabelle, aku benar 'kan?""Hmm... Kamu tahu, Rosi. Menurutku kata-katamu itu justru terdengar terlalu naif. Kamu adalah istri Paman! Tidak seharusnya Paman lebih me
Pukul 5 sore, semua yang berada di mansion kini mulai gelisah. Terutama Ben dan Rosalia. Ben cemas karena siang ini ketika ia mencoba melacak ponsel Ernest, ternyata ponsel Bosnya itu berada di antara barang-barang Ernest yang ia bawa pulang ke mansion. Sedangkan Rosalia, setelah berulang kali naik turun tangga. Mengguyur tubuhnya yang mulai terasa panas oleh api cemburu karena Ernest tak kunjung pulang dan memberi kabar padanya. Akhirnya, dengan wajah muram ia kembali turun ke lantai bawah mansion dan menemukan Edward yang tampak baru selesai mandi di antara tiga pria lainnya yang berada di ruang makan."Huft!" ia pun menghela nafas sesaat sebelum ia melanjutkan langkahnya menuju ruang makan. Di mana Bill, Ben, Edward, dan Gabriel tampak sedang berdiskusi di sana. Bahkan, samar-samar ia sempat mendengarkan ucapan kemarahan terlontar dari mulut Gabriel, saat pria itu menceritakan semua yang telah dilihatnya selama Gabriel mengikuti suaminya. "Wanita itu benar-benar racun! Dan Ernest
Pukul 9 malam... "Beristirahatlah di kamarmu, Rosi." Bujuk Edward, di pinggir kolam renang. Karena sejak sore, Rosalia sangat kekeh ingin menunggu Pamannya di tempat ini. Tanpa mengacuhkan tubuhnya yang telah terlihat kelelahan. Rosalia hanya menggeleng pelan, lalu diam-diam melirik ke balik pundak Edward. Menembus jendela kaca ke arah ruang tamu mansion. Namun, ia masih juga belum menemukan tanda-tanda bahwa suaminya telah pulang. Menyadari hal itu, rasa pusing sontak menderanya. Seiring pikiran-pikiran buruk mulai menyerbu benaknya tentang apa yang sedang Ernest lakukan di luar sana bersama Isabelle. "Aku tidak bisa menunggu lagi, Ed." Ujarnya kemudian seraya beranjak dari kursi di pinggir kolam. Saat ia mencoba menegakkan tubuhnya, pandangannya tiba-tiba berputar dan menjadi gelap gulita. Sekeras apapun ia mengeraskan betisnya agar tetap berdiri, ia akhirnya terhuyung ke belakang. Saat itu, ia merasakan sebuah tangan kekar menangkap pinggangnya. "Rosi, bisakah kamu jangan ker
Di dalam mobil yang sedang ia larikan seperti orang kesetanan, Edward sesekali menatap cemas pada Rosalia yang tengah duduk di sampingnya. Wajah cantik itu kini tampak semakin putih bak selembar kertas. Sementara keringat dingin terus memenuhi kening Rosalia. "Rosi?" Ia menyentuh punggung tangan Rosalia yang terus mengusap perutnya, mencoba menenangkan wanita cantik itu dari rasa sakit yang tengah Rosalia rasakan saat ini. "Bertahanlah, oke? Aku tahu kamu mampu melakukannya," tukasnya, sembari meremas tangan Rosalia dengan lembut. "Ed, bayiku...""Hei, Rosi. Dengar! Bayimu akan selamat, kamu juga akan baik-baik saja. Tenanglah, oke?" usai menyelesaikan kalimatnya, Edward segera mempercepat laju mobilnya. ***Dua jam kemudian, saat ini Edward tengah menunggu Rosalia yang sedang mendapatkan penanganan, di depan ruang gawat darurat. Dan dari luar rumah sakit, 3 pria berlari tergesa-gesa memasuki lobby rumah sakit. Lima menit kemudian, sebuah mobil berhenti mendadak di parkiran rumah
Pukul 11.30 malam, di mansion Ernest. "Di mana Tuan Ernest, Ann?" James yang baru saja tiba langsung melangkah masuk ke dalam mansion sambil memasang wajah datar ketika Anne membukakan pintu mansion untuknya. "Sepertinya... Tuan ada di kamarnya, James." Sahut Anne sembari menutup pintu mansion kemudian mengajak James menuju kamar Ernest yang terletak di lantai 2 mansion."Katakan padaku! Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Mengapa Tuan Besar memintaku untuk mengusir seseorang dari sini?" Seiring mengikuti langkah Anne yang membawanya ke lantai 2 mansion, James menatap punggung wanita paruh baya itu dengan wajah serius. "Orang itu— Bukankah kau telah bertemu dengannya pagi ini di depan lobby rumah sakit?" celetuk Anne, kemudian menghela nafas dan menggelengkan kepalanya. Dua jam yang lalu, ia lah yang telah menghubungi Tuan Gail tua tentang perihal kedatangan Isabelle bersama Majikannya ke mansion ini. Saat itu, ia menjelaskan bahwa tingkah Ernest tampak aneh. Dan yang lebih parah