Rumah Sakit dibawah naungan EDSAM Corp., sudah begitu heboh dengan kedatangan Edward yang tengah membawa seorang gadis yang dulunya juga pernah dikabarkan tengah dekat dengan Pemilik Utama dan Pimpinan dari perusahaan terbesar yang merajai hampir seluruh pangsa pasar di berbagai negara kala Gadis itu sedang dalam kondisi koma ketika di bawa ke Rumah Sakit untuk pertama kalinya.Axelo dan Dorothea tiba di Rumah Sakit setelah beberapa puluh menit Risha ditangani beberapa dokter di Ruang Khusus, sedangkan Edward tengah duduk di kursi tunggu dengan memejamkan mata sambil memijit pangkal hidungnya.“Why?” tanya Axelo yang duduk di samping Edward yang diikuti oleh Dorothea yang ikut duduk di samping Edward dan mereka berdua duduk mengapit Edward.“Dia menemuiku di ruang kerja, menyelimutiku yang sedang terlelap. Aku sangat merindukannya, aku sudah merasakan ada yang tak beres kala memeluknya, badannya terasa begitu kurus dari pertama aku aku bisa memeluknya, badannya terasa lebih hangat dar
Sammuel yang masih memakai kaos hitam dengan celana taktis hitam yang merupakan bagian dari seragam pasukan khusus BlackVanta berlarian di lorong dengan di temani oleh Dimitri dan Demian. Sesampainya di ruang Perawatan ICU, Sammuel segera berjalan dengan sedikit berlari ketika melihat Edward yang sedang dintemani oleh Axelo dan Dorothea. “Apa yang terjadi?” pekik Sammuel yang datang dengan wajah khawatir yang teramat sangat terlihat. Axelo memberikan beberapa berkas laporan yang ia dapat dari Dokter yang merawat Risha, Demian segera merapat di samping Sammuel guna melihat isi berkas yang sudah dibaca oleh Sammuel. Kedua pasang mata dari Sammuel dan Demian membeliak kala melihat deretan angka dan beberapa tanda vital yang tertulis di berkas rekam medis milik Risha yang Axelo berikan. “Cepat kirim ke tempat perawatan di Rumah Sakit di Markas Utama, peralatan di sana lebih canggih dan lebih memadai dari pada di sini,” pekik Sammuel yang memberikan berkas yang ia pegang ke arah Demian
Edward mendatangi Sammuel yang sedang memeriksa tanda vital Risha yang saat ini sedang terbaring lemah di ruang rawat intensif yang berada di Rumah Sakit di Markas Utama. “Apa ada perkembangan? Bagaimana keadaannya?” lirih Edward yang duduk di tepi brankar Risha. Sammuel menoleh sekilas kearah Edward yang tengah memegang tangan kekasihnya dan memberikan beberapa kecupan lembut di punggung tangan Risha. “Masa kritisnya sudah lewat, tadi dia juga sudah siuman sebentar, sekarang dia sedang tertidur akibat efek obat yang Demian berikan. Dia sempat mencarimu tadi,” jawab Sammuel yang tengah mencatat tanda-tanda vital dari Risha yang terdapat pada Vital Sign Monitor. “Aku senang kau mau memakai sneli putih itu lagi, itu lebih cocok untukmu, Samm,” lirih Edward sambil yang menoleh ke arah Sammuel dan memperhatikan adiknya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Terlihat sangat begitu gagak dan rupawan dengan sneli putih yang melekat di tubuhnya. “Terlambat! Kau adalah orang yang kesekian bi
Dorothea melewati Axelo yang sedang sibuk mengutak-atik benda pipih di tangannya, jangankan menyapa menolehpun tidak, yang membuat Axelo menjadi begitu kesal karena diacuhkan oleh istrinya.Di tariknya tangan Dorothea kemudian membawa Dorothea menuju mobilnya dan membawa Dorothea pergi meninggalkan Markas Utama.“Katanya wanita ini gila, kenapa masih diajak pergi?” sindir Dorothea sambil melipat tangan di dada tanpa sedikitpun menoleh kerah Axelo yang masih terlihat kesal.“Pasang sabuk pengamanmu!” pekik sinis Axelo yang terlihat masih sangat kesal, sedangkan Dorothea hanya diam saja menanggapi ucapan suaminya yang membuat Axelo melepas sabuk pengamannya dan bergerak mendekati Dorothea, “jangan pernah menguji kesabaranku, Sayang!” lirih berat Axelo yan memasangkan sabuk pengaman kerah Dorothea sambil mencuri ciuman dari Dorothea dengan sedikit kasar dan memaksa. “Tunggu sampai di rumah!” lirih Axelo sambil tersenyum tipis penuh makna.Dorothea hanya bisa menghembuskan napas panjang s
“Apa kita masih mau menunggu di sini?” lirih Demian dengan hati-hati sambil melirik kearah Sammuel yang berdiri bersandar tembok sambil memejamkan matanya. Demian tahu sekali jika pria yang saat ini berada di sampingnya ini sudah teramat lelah, hampir seminggu ini Demian tak pernah melihat Sammuel beristirahat sama sekali, bahkan untuk merebahkan diri untuk meluruskan kaki saja tak bisa. Karena pekerjaan di Markas Pusat sungguh teramat menyita waktu Sammuel, di tambah sekarang hanya Sammuellah yang menangani kondisi Tunangan Edward seorang diri. Walaupun Demian masih membantu tapi segala perkembangan serta penanganan medis dan obatpun masih dalam kendali Sammuel penuh. Demian ingin sekali berucap tetapi masih terasa sungkan dengan Sammuel yang sepertinya tengah mencuri waktu beristirahat sejenak, terlebih mungkin dalam otak Sammuel banyak sekali hal-hal yang mengganjal pikirannya, seperti kejadian yang baru saja Demian alami yakni terbongkarnya Rahasia yang hampir empat tahun ini De
“Apa kau tak lelah?” lirih Risha yang masih bersandar di pelukan Edward. Mereka berbagi ranjang hampir melewati tengah malam hanya dengan saling pandang dan berbicara dari hati ke hati.Edward hanya menjawab dengan memberi beberapa kecupan lembut yang mendarat di hampir seluruh wajah Risha.Tak ada suara apapun yang terdengar, hanya hembusan napas hangat Edward yang beraroma mint bercampur aroma maskulin dari parfum Edward yang menerpa indera penciuman Risha sejak tubuh kekar Edward menjadi sandarannya.Hampir beberapa jam mereka berdua masih betah dengan posisi yang sama, bukan mau Risha sebetulnya, tetapi rangkulan lengan kekar Edward yang sedari tadi tak mau lepas dari pinggang Risha sejak kepergian Sammuel dan Demian yang datang berkunjung dan memeriksa kondisi Risha.“Aku sedang menikmati dan mengagumi pahatan sempurna yang Tuhan ciptakan,” lirih Edward yang lagi-lagi mencuri beberapa ciuman dari bibir Risha disertai beberapa kecupan lembut yang mendarat di hampir seluruh wajah R
“Morning!”“Morning!” jawab Risha dan berbalik melihat siapa yang tengah menyapanya, ternyata Sammuel yang datang ke ruang rawat inap dengan setelan sneli putih yang terlihat sangat cocok untuk Sammuel kenakan. Terlihat sangat berbeda sekali penampilannya dari pada bisanya jika Sammuel mengenakan sneli putih yang menjadi kebanggaan tersendiri bagi setiap Dokter ketika mengenakannya.“Kemana, Kakak?” lirih Sammuel yang mencoba memindai seluruh sudut ruangan tetapi tak menemukan sosok Edward di manapun sejauh mata Sammuel mengedarkan pandangan.“Tadi ada Demian kesini, dia pergi bersamanya setelahnya,” jawab Risha yang masih berdiri memandang pemandangan dari jendela kamar tempatnya dirawat yang menyajikan pemandangan laut lepas dengan beberapa kapal besar yang melintas silih berganti.Sammuel mencuri-curi pandang ke arah Risha yang masih menatap hamparan laut tanpa bergeming sedikitpun, tatapannya seakan kosong dengan pikiran yang sudah berkelana entah kemana. Kerutan di kening Sammuel
“Baiklah, sekarang istirahatlah. Maaf telah menganggu waktu istirahatmu,” ucap Sammuel yang membereskan perlengkapan dan peralatan yang di bawa Sammuel untuk memeriksa kondisi Risha. Tak terasa sudah lebih dari 3 jam mereka saling bicara dan ngobrol dengan sangat santai dan saling bertukar cerita. Jika di telisik lebih dalam, ini bukan seperti Sammuel yang biasanya. Melainkan ini seperti sosok Sammuel yang lain dari pada biasanya. Ngobrol disertai tawa lirih dengan senyum merekah memang bukan seperti Sammuel yang di kenal semua orang, bahkan Sammuel sendiri sedikit bingung dengan dirinya sendiri, kenapa berbincang dan bertukar cerita dengan Risha rasanya seperti sedang bercerita dan berbagi pengalaman serta berbagi keluh kesah dengan seorang sahabat yang sudah lama akrab. “Tidak, seharusnya aku yang berterima kasih padamu, Samm.” “Jangan sungkan, jika butuh bantuan atau ada keperluan tekan tombol di samping brankarmu. Tapi buat apa juga, pasti Kakakku tak akan membiarkanmu sendirian
“Apa Nona mencari Tuan Samm?” sapa Emily yang datang ke ruang rawat inap Risha dengan membawa seikat bunga mawar putih yang semerbak wanginya langsung memenuhi ruangan itu. Wajah Risha seketika menjadi sedikit bersemu merah dengan sedikit menunduk seolah sedang menghindari tatapan mata dengan gadis cantik yang menjadi sekertaris pribadi Sammuel itu. Bukan karena takut, tapi Risha tahu betul jika berurusan dengan Emily seakan dirinya tengah dikuliti hidup-hidup. Karena Emily bisa tahu betul apa yang sedang Risha pikirkan dan Risha ucapkan dalam hati. Bahkan hanya lewat tatapan mata saja Emily bisa tahu apa yang sedang ada di dalam benak Risha. “Aku hanya sedang melihat keindahan pantai saja, jangan berpikiran yang tidak-tidak dan jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan,” jawab dusta sekaligus sedikit tergugup dari Risha sambil terus menghindari tatapan mata dari Emily. Dapat Emily tangkap semua tanda vital dan gestur tubuh dari Risha yang menyatakan jika gadis di depannya ini sedan
“Semuanya sudah siap?” pekik Sammuel yang datang ke basecamp Brian dan pasukannya yang sudah terlihat siap siaga dengan pakaian seragam VantaBlack yang lengkap dengan atribut dan senjata sudah di bawa setiap masing-masing personil pasukan yang Brian pimpin. “Semua sudah siap, Tuan. Armada darat, laut, dan udara juga sudah siap menunggu perintah,” jawab Brian yang langsung mendapat anggukan pelan oleh Sammuel. “Baiklah, ayo segera kita selesaikan misi ini. Tetapi, untuk kali ini aku meminta kepada kalian, aku mohon jaga diri kalian baik-baik. Jangan gegabah, ingatlah, nyawa kalian hanya satu tak ada cadangan ataupun gantinya, oleh sebab itu, berhati-hatilah,” ucap Sammuel yang membuat sebagian dan beberapa orang yang menyimak pidato absurb yang singkat dari Sammuel tertawa lirih, Sammuel tahu jika semua yang berada di sana tersenyum hanya saja senyum mereka tak bisa terlihat karena topeng yang mereka kenakan. “Apa aku terlambat?” pekik Kiev yang datang dengan sedikit berlari ke arah
Deru suara tembakan masih saling bersahutan, diiringi dengan beberapa kali terdengar suara ledakan yang terdengar dari kejauhan. “Bagaimana kondisi di sana?” ucap Dimitri sambil memegang earpiece yang terpasang di telinganya. Dimitri masih menyimak suara yang ia dengar dari alat komunikasi yang terhubung dengan beberapa pasukan dan markas pusat dengan di selingi beberapa anggukan kepala serta ke dua matanya masih terus mengawasi dan waspada dengan kondisi di sekitarnya. Demian yang berada di samping Dimitri juga ikut menyimak suara yang sama terdengarnya di alat bantu komunikasi sambil mencocokan dengan iPad yang berada di pangkuannya, rupanya Demian sedang memantau kondisi di sekitar dengan bantuan beberapa drone yang ia terbangkan di beberapa sudut. “Masih ada beberapa musuh dengan persenjataan lengkap di beberapa titik. Melihat dari pola serangan, sepertinya tujuan mereka bukan menyerang pasukan kita, tetapi menurut dugaanku, sepertinya mereka menyasar gudang yang berada di ujung
“Apakah urusanmu sudah selesai, Son?”“Kenapa?” jawab sewot Dimitri yang sedang merakit senjata yang menumpuk dan berada di depannya.“Ibumu sedang mengkhawatirkan kalian. Cepat hubungi dia dan kabari dia, aku sudah lelah di terornya seharian ini, sampai-sampai aku memblokir nomornya hanya untuk pergi ke kamar mandi saja, sungguh menyebalkan sekali,” keluh Sammuel sambil merebahkan tubuhnya di kursi yang berada di samping Demian yang nampak serius sedang menyetel sudut teropong senjata miliknya agar terlihat presisi.Demian menoleh ke arah Dimitri yang masih asik merakit senjatanya tanpa mempedulikan ucapan Sammuel sama sekali, bahkan menoleh sedikitpun tak Dimitri lakukan.“Kenapa lagi dia? Jelek sekali mukanya jika sedang cemberut seperti itu,” sambung Sammuel yang bertanya kepada Demian, yang membuat Demian menoleh ke arah Sammuel yang terlihat mengerutkan keningnya kala memandang Dimitri.“Dia sedang terkena virus malarindu tropi kangen,” jawab spontan Demian tanpa memalingkan muk
“Bagaimana persiapan di Markas, Ben?” ucap Sammuel yang melihat ke arah jalanan yang ternyata sudah mendekati menuju area Markas miliknya. “Semuanya sudah siap, Tuan.” “Baiklah, kita gunakan jalan rahasia di tikungan pertama. Perintahkan pengawas membuka akses ke sana, untuk tamu yang sedari tadi membuntuti kita itu, terserah kalian saja, mau kalian apakan mereka aku tak peduli, hubungi Kiev jika urusannya selesai, aku akan menghubungi Moppie untuk membersihkannya,” jawab Sammuel dengan terus mengawasi pergerakan Klan Hargov yang menyerang bagian timur markas di iPad yang terhubung langsung dengan satelit milik Klan Collins Brothers. “Apa kamu ada acara setelah ini, Ben?” “Sebetulnya saya ingin bergabung dengan Tim Jack, Tuan. Agaknya badan saya sudah terlalu lama tidak berolah raga beberapa waktu ini, ikut andil di Tim Jack mungkin bisa sedikit meregangkan otot-otot saya yang kaku,” sarkas Benny yang sebenarnya ingin ikut dalam misi dari Tim Jack yang sedang menunggu kedatangan tam
Mobil semi truk berwarna biru dongker itu melaju membelah jalanan ibukota. Mobil yang di rancang khusus untuk misi penyamaran itu bahkan sudah sangat detail sekali segala desainnya untuk menyerupai mobil yang biasa digunakan oleh beberapa masyarakat umum dan kalangan luas. Memang terlihat sangat lusuh dan sangat begitu kotor serta banyak sekali titik noda atau beberapa bagian body mobil yang terlihat berkarat seperti tak terawat, namun itu hanya kamuflase saja untuk menyembunyikan kemewahan dan kecanggihan fasilitas yang terdapat di dalam mobil yang memang dirancang khusus untuk keperluan melarikan diri dan menghindar dari musuh. Mobil berbodi besar dan kekar itu bahkan sering kali digunakan Sammuel untuk misi penyamaran beberapa tahun silam, Mobil RAM pick up yang biasa disebut Dodge RAM ini adalah mobil Double Cabin dengan bagian belakang terdapat bak terbuka yang biasa digunakan untuk mengangkut berbagai barang keperluan, seperti layaknya sekarang ini, di belakang mobil sudah terd
“Lebih baik, aku bawa dia ke Markas saja, di sana peralatan dan perlengkapan medisnya lebih mumpuni ketimbang di rawat di sini. Lagian aku juga bisa memantaunya sepanjang hari jika aksesnya nanti tak terkendali jarak dan juga lebih efisien menurutku,” ucap Sammuel yang mengembalikan penlight milik Axelo yang di angguki oleh Axelo dan Dorothea hampir bersamaan. “Terserah padamu, Samm. Keputusan mutlak ada padamu, kita hanya berusaha melakukan yang terbaik dan semaksimal mungkin. Untuk kedepannya memang hanya kamulah yang bisa menjaganya,” jawab Axelo yang membuat Sammuel mengerutkan keningnya, kala mendengar ucapan Axelo yang membuat Sammuel berpikir atas jawaban dari pertanyaan abigu dari Axelo. “Baiklah, aku akan mempersiapkan persiapan untuk perpindahan Risha. Tapi apa ada yang sedang mengganggumu, Samm?” lirih Dorothea yang membuat Sammuel langsung menoleh ke arah Dorothea yang sedang berada di samping Axelo. “Entahlah, aku sedang tak bisa berpikir panjang untuk sekarang ini,” ja
Sammuel terjaga dari tidurnya, mungkin pengaruh efek samping dari obat tidur yang diberikan Dimitri yang membuatnya terlelap begitu nyenyak, entah sudah berapa lama ia terlelap. Terlebih Sammuel merasakan badannya seperti baru saja menemukan sumber tenaga baru kembali.Alarm beserta lampu merah yang terdapat di meja kerjanya sudah menyala dan mengeluarkan bunyi khas yang menandakan jika ada tanda bahaya yang sedang terjadi atau ada sesuatu yang telah menyerang Markasnya.Sammuel beranjak menuju komputer di meja kerjanya yang masih menyala sedangkan laptopnya sudah mati kehabisan daya.Sammuel mengerutkan keningnya, kala melihat jam yang menunjukkan sudah sore hari, sedangkan di ingatannya dia beranjak tidur kala siang hari. Sammuel jadi berpikir, jika tak mungkin jika dirinya istirahat hanya tiga jam saja. Sammuel pernah merasakan bugar seperti ini ketika ia istirahat total selama hampir lima hari lamanya beberapa waktu yang lampau.Sammuel membulatkan mata dan beranjak menuju ke Ruan
“Ayah, Istirahatlah!” lirih Demian menghampiri Sammuel yang sedang bergelut dengan laptop di depannya. Hampir seminggu ini Sammuel tak terlihat beristirahat sejenak, hingga membuat Demian khawatir dengan kesehatan Ayah babtisnya itu. “Sebentar lagi, Son.” Kata-kata itu juga yang selalu Sammuel ucapkan hampir seminggu ini kepada Demian, kala Demian menyuruh Sammuel beristirahat. Beberapa berkas memang sudah menumpuk di meja kerja di kantor yang berada di Markas Pusat, bahkan tiap hari pasti data beberapa tumpuk lagi berkas yang langsung di tangani Sammuel langsung, Sammuel masih belum bisa kembali ke Kantor EDSAM Corp., karena Sammuel merasa masih belum siap mengenang Edward dan menerima kenyataan Edward sudah tiada. Bayangan kenangan Edward masih menghantui Sammuel kala berada di Kantor yang biasanya di gunakan Edward. Maka dari itu, segala urusan kantor di kirim ke Kantor Sammuel yang berada di Markas Pusat, guna memberikan kenyamanan pada Sammuel kala mengerjakan berkas yang di